Rabu, 07 Januari 2015

Makalah “Penggunaan Strategi Pembelajaran dalam Implementasi Pendidikan karakter ”

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan primer atau mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang dengan cita-cita untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep pandangan hidupnya.[1] Dalam pengertian sederhana dan umum makna pendidikan adalah usaha sadar manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan agama.
Pendidikan bertujuan tidak sekedar proses alih budaya atau alih ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga sekaligus sebagai proses alih nilai (transfer of value). Artinya bahwa Pendidikan, di samping proses pertalian dan transmisi pengetahuan, juga berkenaan dengan proses perkembangan dan pembentukan kepribadian atau karakter masyarakat. Dalam rangka internalisasi nilai-nilai budi pekerti kepada peserta didik, maka perlu adanya optimalisasi pendidikan. Perlu kita sadari bahwa fungsi pendidikan Nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembanganya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlakul karimah, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[2]  Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesem-purnaan hidup anak-anak kita. Pendidikan karakter merupakan bagian integral yang sangat penting dari pendidikan kita.
Pendidikan juga dipandang sebagai sebuah sistem sosial, artinya dikatakan sistem sosial disebabkan  di dalamnya berkumpul manusia yang saling berinteraksi dengan lingkungannya. Untuk menuju pada pendidikan yang dapat beradaptasi dengan lingkungannya, yaitu dengan cara melakuakan perubahan-perubahan susunan dan proses dari bagian-bagian yang ada dalam pendidikan itu sendiri.[3] Sehingga pendidikan sebagai agen perubahan sosial diharapkan peranannya mampu mewujudkan perubahan nilai-nilai sikap, moral, pola pikir, perilaku intelektual, ketrampilan, dan wawasan para peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri.
Pendidikan karakter saat ini merupakan topik yang banyak dibicarakan dikalangan pendidik. Pendidikan karakter diyakini sebagai aspek penting dalam peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), karena turut menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter masyarakat yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini, karena usia dini merupakan masa “emas” namun “kritis” bagi pembentukan karakter seseorang.
Pendidikan karakter menurut pengertian para ahli yaitu Thomas Lickona (1991) adalaah pendidikan untuk membentuk kepribadian seorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tidakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain, kerja keras dan sebagainya dengan kebiasaan yang kerap dimanifistasikan dalam tingkah laku.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada pendidikan formal, dengan itu perlu dan penting adanya pendidikan karakter yang perlu dilaksanakan demi tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Yang akan dibahas lebih lanjut pada Bab Pembahasan makalah ini.
B.     Rumusan Masalah
Mencermati dari latar belakang masalah tersebut, setidaknya ada beberapa rumusan maslah yang dapat di rangkum di antaranya sebagai berikut:
1.      Pengertian pendidikan karakter…!
2.      Tujuan Pendidikan Karakter…!
3.      Dampak Pendidikan Karakter Terhadap Akademi Anak/Peserta Didik…!
4.      Pengertian startegi…!
5.      Strategi  Dalam Implementasi  dan Pembangunan Pendidikan Karakter…!
6.      Posisi Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Nasional
7.      Implementasi Pendidikan Karakter di Indonesia



8.       
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru beroreintasi. Dan berbagai hal yang terkait lainya.
Menurut  Ramli, pendidikan karakter mempunyai esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak, tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyaraakat dan warga Negara yang baik. Bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai social tertentu.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.  Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.[4]
Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan di SMP sebenarnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur,  jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan.  Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik  (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut.
Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya.Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.
Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif  tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta didik .
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik.Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah.Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.[5]
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah.Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.
Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Permasalahan pendidikan karakter yang selama ini ada di SMP perlu segera dikaji, dan dicari altenatif-alternatif solusinya, serta perlu dikembangkannya secara lebih operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah.
Pendidikan karakter adalah salah satu system yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya kemapuan dan tindakan untuk memaksimalkan nilai-nilai, baik terhadap tuhan yang maha esa, diri sendiri, sesame manusia, lingkungan maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan kamil.[6]
B.     Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan.Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Pendidikan  karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.
Sasaran pendidikan karakter adalah seluruh Sekolah di Indonesia negeri maupun swasta.  Semua warga sekolah, meliputi para peserta didik, guru, karyawan administrasi, dan pimpinan sekolah menjadi sasaran program ini. Sekolah-sekolah yang selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah-sekolah lainnya.Melalui program ini diharapkan lulusan memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia.Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah.
Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan, yang antara lain meliputi sebagai berikut:[7]
1.      Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja;
2.      Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri;
3.      Menunjukkan sikap percaya diri;
4.      Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas;
5.      Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional;
6.      Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif;
7.      Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif;
8.      Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya;
9.      Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari;
10.  Mendeskripsikan gejala alam dan sosial;
11.  Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab;
12.  Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia;
13.  Menghargai karya seni dan budaya nasional;
14.  Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya;
15.  Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang dengan baik;
16.  Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun;
17.  Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat; Menghargai adanya perbedaan pendapat;
18.  Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana;
19.  Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana;
20.  Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah;
21.  Memiliki jiwa kewirausahaan.
Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan  karakter adalah terbentuknya budaya sekolah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.
C.    Dampak Pendidikan Karakter Terhadap Akademi Anak/Peserta Didik
Mungkin banyak yang bertanya-tanya sebenarnya apa sih dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik? Beberapa penelitian bermunculan untuk menjawab pertanyaan ini.Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership. Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukan penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik.
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.
Dengan pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Sebuah buku yang baru terbit berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter atau mempunyai kecerdasan emosi tinggi akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.
Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter.Selain itu Daniel Goleman juga mengatakan bahwa banyak orang tua yang gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya entah karena kesibukan atau karena lebih mementingkan aspek kognitif anak.Namun ini semua dapat dikoreksi dengan memberikan pendidikan karakter di sekolah.
Namun masalahnya, kebijakan pendidikan di Indonesia juga lebih mementingkan aspek kecerdasan otak, dan hanya baru-baru ini saja pentingnya pendidikan budi pekerti menjadi bahan pembicaraan ramai.Ada yang mengatakan bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia dibuat hanya cocok untuk diberikan pada 10-20 persen otak-otak terbaik.Artinya sebagian besar anak sekolah (80-90 persen) tidak dapat mengikuti kurikulum pelajaran di sekolah.
Akibatnya sejak usia dini, sebagian besar anak-anak akan merasa “bodoh” karena kesulitan menyesuaikan dengan kurikulum yang ada. Ditambah lagi dengan adanya sistem ranking yang telah “memvonis” anak-anak yang tidak masuk “10 besar”, sebagai anak yang kurang pandai.Sistem seperti ini tentunya berpengaruh negatif terhadap usaha membangun karakter, dimana sejak dini anak-anak justru sudah “dibunuh” rasa percaya dirinya.
Rasa tidak mampu yang berkepanjangan yang akan membentuk pribadi yang tidak percaya diri, akan menimbulkan stress berkepanjangan. Pada usia remaja biasanya keadaan ini akan mendorong remaja berperilaku negatif. Maka, tidak heran kalau kita lihat perilaku remaja kita yang senang tawuran, terlibat kriminalitas, putus sekolah, dan menurunnya mutu lulusan SMP dan SMU.Jadi, pendidikan karakter atau budi pekerti plus adalah suatu yang urgent untuk dilakukan.Kalau kita peduli untuk meningkatkan mutu lulusan SD, SMP dan SMU, maka tanpa pendidikan karakter adalah usaha yang sia-sia.Kami ingin mengutip kata-kata bijak dari pemikir besar dunia.
Pendidikan karakter memang sangat penting dalam proses pembentukan akhlak setiap individu masyarakat Indonesia, ketika tercapainya atau bahkan terlaksananya upaya pendidikan karakter yang akan dijadikan sebagai kurikulum disetiap jenjang pendidikan di tingkat dasar hingga perguruan tinggi maka, hal tersebut akan dapat menghasilkan para penerus bangsa yang memilki akhlak yang sesuai dengan kemanusiaan, sehingga nilai-nilai pancasila ataupun hal-hal yang terkandung dalam UUD 1945 dapat terlaksana dengan baik, dan hal itu tidak hanya dijadikan sebagai sarana memperoleh atau pencarian dalam menemukan suatu jatidiri bangsa, melainkan dapat juga untuk senantiasa mengembalikan atau bahkan dapat mempertahankan suatu peradaban bangsa, terutama Negara Kesatuan Republik Indonesia. [8]
Ketika suatu peradaban bangsa dapat dipertahankan dari berbagai permasalahan yang melanda, maka negara tersebut telah berhasil dalam menciptakan masyarakat yang berkarakter, karena dengan terciptannya suatu masyarakat yang memilki akhlak, moral, serta kepribadian yang terpuji bangsa atau negara akan jauh dari berbagai tantangan global atau modernisasi zaman yang hal itu banyak sekali dihadapi oleh banyak negara yang tidak sedikit juga mengalami krisis ekonomi, politik, sosial, dsb.
Pendidikan karakter sebagai usaha mencapai mempertahankan peradaban bangsa, hal tersebut akan terbukti ketika apa yang diinginkan termasuk jalan melalui pendidikan sebagai upaya untuk memperbaiki bangsa ini untuk terlepas dari berbagai krisis, akan berjalan dengan baik. Tentunya hal tersebut tidak hanya peran guru, ataupun orang tua saja, tetapi mencakup keseluruhan dari elemen bangsa Indonesia.
Bangsa yang beradab terlihat dari sikap dan kinerja para penyelenggaranya terlebih dahulu, dan lalu kemudian hal tersebut akan di contoh oleh rakyatnya yang dalam negara yang berbentuk demokrasi seperti Indonesia yaitu rakyatlah sebgai pemegang kekuasaan tertinggi. Prof. Dr. Quraish Shihab tentang hukum panen “Tanamkanlah tindakan, anda akan menuai kebiasaan. Tanamkanlah kebiasaan, anda akan mendapatkan karakter. Tanamkanlah karakter anda akan mengukir nasib”.
Untuk mancapai implementasi tujuan dari pendidikan karakter, untuk memjalankan proses kegiatan pembelajaran perlu adanya strategi.
D.    Pengetian Strategi
Proses pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik yang dilakukan secara sadar dan trencana, dalam rangka mengembangka potensi peserta didik yang dimilikinya kearah yang lebih optimal
Secara umum istilah strategi sering dimaknai sebagia garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha yang telah ditentukan. Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia militir yang dimaknai sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenagkan suatu peperangan. Dari dua pengertian tersebuat maka dapat dipahami bahwa strategi digunakan untuk memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan.
Pada perkembangan selanjutnya istilah startegi ini digunakan dalam dunia pendidikan terrutama dalam pelaksanaan pembelajaran. Menurut Dajamarah (2005),  istilah startegi ini jika dikaitkan dengan pendidikan, berarti pola-pola umum kegiatan guru yang bertindak sebagia pendidika dan peserta didik dalam mewujudkan proses pendidikan (pembelajaran) untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan atau digariskan.
Dalam pengetian lain yang dikatakan oleh Kemp (1995). Ia menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah satu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pendidikan, dapat dicapai secara efektif dan efesien.
E.     Strategi  Dalam Implementasi  dan Pembangunan Pendidikan Karakter
Strategi disini dapat dimaknai dalam kaitannya dengan kurikulum, strategi dalam kaitannya dengan model tokoh, serta strategi dalam kaitannya dengan metodologi. Dalam kaitannya dengan kurikulum, startegi yang umum dilaksanakan adalah mengintergrasikan pendidikan karakter dalam bahan ajar.[9] Artinya, tidak membuat kurikulum pendidikan karakter tersendiri. Strategi yang kaitannya dengan model tokoh yang sering dilakukan dunia pendidikan di negara-ngara Barat adalah bahwa seluruh tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah harus mampu menjadi model teladan yang baik (uswah hasanah).
1.      Startegi Implementasi  Pendidikan Karaketer di Tingkat Pusat
Pelaksanaan pendidikan karakter pada tingkat pemerintahan pusat dilakukan oleh pemerintahan terkait, yakni kementrian pendidikan dan kebudayaan  (kemendikbud) berdasarkan pada buku pedoman pelaksanaan  pendidikan karakter yang diterbitkan oleh badan penelitian dan pengembangan ( Balitbang) pusat kurikulum dan pembukuan tahun 2011, dikatakan bahwa pendekatan yang digunakan kementrian pendidikan dan kebudayaan dalam pengembangan pendidikan karakter, yaitu: (1) melalui stream top down; (2) melalui  stream bottom up; dan (3) melaui  steam revitalisasi top down;[10]
1)   Stream Top Down
Jalur/ aliran pertama inisiatif lebih banyak diambil  oleh pemerintah/ kemenrtian pendidikan nasional dan didukung secara sinergis oleh pemerintah daerah dalam hal ini dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/ kota. Dalam stream ini pemerintah menggunakan lima stretegi yang dilakukan secara kohoren, yaitu:
a.       Sosialisasi
Kegiatan sosialisasi bertujuan untuk membangun kesadaran kolektif  tentang pentingnya pendidikan karakter pada lingkup/ tingkat nasional, melakukan gerakan kolektif dan pencanangan pendidikan karakter untuk semua.
b.      Pengembangan Regulasi
Untuk terus mengakselerasikan dan untuk membumikan gerakan nasional pendidikan karakter (GNPK), kementrian pendidikan nasional bergerak mengonsolidasi diri di tingkat internal dengan melakukan upaya-upaya pengembangan regulasiuntuk memberikan paying hukum yang kuat bagi pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pendidikan karakter.
c.       Pembangunan Kapasitas
Kementerian pendidikan nasional secara komperhensif dan massif akan melakukan upaya-upaya pembangunan kapasitas sumber daya pendidikan karakter. Perlu disediakan satu system pelatihan bagi para pemangku kepentingan pandidikan karakter yang akan menjadi actor terdepan dalam mengembangkan dan mensosialisasikan nilai-nilai karakter.
d.      Implemtasi dan Kerjasama
Kementrian pendidikan nasional mensinergikan berbagai hal yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan karakter di lingkup tugas pokok fungsi, dan sasaran unit utama.
e.       Monitoring dan Evaluasi
Secara komperhensif kementrian pendidikan nasioanal akanmelakukan monitoring dan evaluasi terfokus. Pada tugas , pokok, dan fungsi serta sasaran masing-masing unit kerja baik di unit utama maupun dinas pendidikan kabupaten/kota, serta stakeholder pendidikan lainnya. Monitoring dan evaluasi sangat berperan dalam mengontrol dan mengendalikan pelaksanaan pendidikan karakter di setiap unit kerja.
2)      Stream bottom up
Pembangunan pada jalur/ tingkat (stream) ini diharapkan dari inisiatif yang datang dari satuan pendidikan. Pemerintah memberikan bantuan teknis kepada sekolah-sekolah yang telah mengembangkan dan melaksanakan pendidikan karakter sesuai dengan cirri khas di lingkungan sekolah tersebut.
3)      Stream revitalisasi top down
Pada jalur/tingkat kerja ketiga, merevitalisasi kembali program-program kegiatan pendidikan karakter dimana pada umumya banyak terdapat pada kegiatan ekstrakulikuler yang sudah ada dan serat pada nilai-nilai karakter.
4)       Integrasi tiga pendekatan
ketiga tinkat/jalur top down  yang lebih bersifat intervensi, Bottom up yang lebih bersifat penggalian Best Practice dan Habitulasi,serta revitalisasi program kegiatan yang sudah ada yang lebih bersifat pemberdayaan.[11]
Ketiga pendekatan tersebuthendaknya dilaksanakan secara terintegrasi dalam keempat pilar penting pendidikan karakter disekolah sebagaimana yang dituangakan dalam desain induk pendiikan karakter, yaitu kegiatan pembelajaran di kelas, pengembangan budaya satuan pendidikan, kegiatan kokurikuler dan ekstrakulikuler.
2.      Startegi Implementasi  Pendidikan Karaketer di Tingkat Pemerintah Daerah
Dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter (BP3K) yang diterbitkan oleh badan peneliti dan pengembangan  (Balitbang) pusat kurikulum dan perbukukan tahun 2001 dikatakan, bahwa ada beberapa langkah yang digunakan pemerintah daerah (pemda) dalam pengembangan pendidikan karakter, dimana semuanya dilakukan secara koheren.
1)      Penyusunan perangkat kebijakan di tingkat kabupaten/kota
Pendidikan adalah tugas sekolah, keluarga, masyarakat dan pemerintah. Untuk medukung terlaksananya pendidikan karakter di tingkat pendidikan sangat dipengaruhi dan tergantung pada kebijakan pimpinan daerah yang memiliki wewenang untuk mensinergikan semua potensi yang ada didaerah tersebut termasuk melibatkan institusi-institusi lain yang terkait dan menunjang pendidikan karakter ini. Untuk itu diperlukan dukungan yang kuat dalam bentuk payung hukum bagi pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan karakter.[12]
2)      Penyiapan dan penyebaran bahan pendidikan karakter yang diprioritaskan
Bahan Pendidikan karakter yang dibuat dari pusat, sebagian masih bersifat umum dan belum mencirikan kekhasan daerah tertentu. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian dan penambahan baik indicator maupun nilai itu sendiri berdasarkan kekhasan daerah. Selain itu juga perlu disusun strategi dan bentuk-bentuk dukungan untuk menggandakan dan menyebarkan (bikan hanya di kalangan persekolahan tapi juga di lingkungan masyarakat luas).
3)      Memberikan dukungan kepada tim pengembangan kurikulum (TPK) tingkat kabupaten/kota melalui dinas pendidikan
Pembinaan persekolahan untuk pendidikan karakter yang bersumber nilai-nilai yang diprioritaskan sebaiknya dilakukan terencana dan terprogram dalam sebuah program di dinas pendidikan. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan oleh tim propesional tingkat daerah seperti tim TPK kebupaten/kota.
4)      Dukungan Sarana, prasarana dan pembiayaan
Dukungan sarana, prasarana dan pembiayaan ditunjang bukan hanya oleh dinas pendidikan tapi juga oleh dinas-dinas lain yang terkait seprti dinas pertamanan/pertanian dalam mengadakan tanaman hias atau tanaman produktif. 
3.      Startegi Implementasi  Pendidikan Karaketer di Tingkat Satuan Pendidikan
Strategi pelaksanaan pendidikan karekter di satuan pendidikan merupakan suatu kesatuan dari program manajemen peningkatan mutu berbasis yang terimplementasi dalam pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum oleh setiap satuan pendidikan. Strategi tersebut diwujudkan melalui pembelajaran aktif dengan penilaian berbasis kelas disertai dengan program remidiasi dan pengayaan.
Pengembangan atau pengembangan pendidikan karakter peserta didik diyakini perlu dan penting untuk oleh satuan pendidikan dan semua Stakeholders-nya untuk menjadi pijakan dalam penyelenggaraan pendidikan karakter satuan pendidikan. Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah mendorong lainnya anak-anak yang baik (insane kamil). Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar dan memiliki orang tua dan lingkungannya.[13]
Kemndiknas (2010) menyebutkan bahwa strategi pelaksanaan pendidikan karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih (sesuai kebiasaan) untuk melaksanakan kebiasaan tersebut karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian, diperlukan tiga komponen karakter yang baik yaitu pengetahuan tentang  moral, perasaan pengetahuan tentang emosi atau tentang moral, dan perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik yang terlibat dalam system pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai kebaikan (moral).
Strategi pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan merupakan satu kesatuan dari program manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang terimplementasi, dalam pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum oleh setiap satuan pendidikan. Strategi tersebut diwujudkan melalui pembelajaran aktif dengan penilaian berbasis kelas disertai dengan program remdiasi dan pengayaan.
1)      Kegiatan pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dalam kerangka pengembangan karakter peserta didik dapat menggunakan pendekatan kontekstual sebagai konsep belajar dan mengajar yang membantu guru dan peseta didik mengaitkanan antara materi yang diajarkan dengan dunia nyata, sehingga peserta didik mampu untuk membuat hubungan atar pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka. Dengan begitu, melalui pembelajaran kontekstual peserta didik lebih memiliki hasil yang komperhensif tidak hanya tataran konitif (olah pikir) tetapi pada tataran Afektif (olah hati, Rasa dan karsa ), serta psikomotor (olah raga).
Pembelajaran kontekstual mencakup bebrapa strategi, yaitu: (a) pembelajaran berbasis masalah (b) pembelajaran kooperatif (c) pembelajaran berbasis proyek, (d) pembelajaran pelayanan (e) pembelajaran berbasis kerja. Kelima strategi tersebut dapat membrikan naturant effect penembangan karakter peserta didik, seperti karakter cerdas, berfikir terbuka, tanggung jawab, rasa ingin tahu.[14]
2)      Pengembangaan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar
Penegmbangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan pemberdayaan diri, yaitu:
a.       Kegiatan Rutin, yaitu kegiatan yangd ilakukan peserta didik secra terus menerus dan kontinu setiapa saat. Misalnya kegiatan upacara besar keanegaraan, pemeriksaan kebersihan badan, peket kelas, shalat berjamaah,berbaris ketika masuk kelas, berdoa sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucap salam apabila bertemu guru, tenaga pendidik, dan teman.
b.      Kegiatan spontan,  yakni kegiatan yang dilakukan peserta didik secra sepontan pada saat itu juga. Misalnya, mengumpulkan sumbangan ketika ada temen yang terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat ketika terkena bencana Alam.
c.       Keteladanan, merupakan perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan dan peserta didik dalam memberikan contoh melalui tindakan, tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi  peserta didik lain. Misalnya, nilai disiplin, kebersihan dan kerapihan, kasih sayang, kesopanan, perhatian, jujur, dan kerja keras.
d.      Pengondisian, Atau conditioning  yaitu penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter. Misalnya mondisi toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak yang panjang di lorong sekolah dan di dalam kelas.
3)      Kegiatan kokurikuler dan atau kegiatan ekstarkulikuler
Demi terlakananya kegiatan kokulekuler dan ekstrakulikuler yang mendukung pendidikan karakter, perlu didukung dengan perangkat pedoman pelaksanan, pengembangan kapasitas sumber daya manusia dalam rangka mendukung pelaksanaan pendidikan karakter, dan revitalisasi kegiatan ko dan ekstarkulikuler yang sudah ada kea rah pengembangan karakter.
4)      Kegiatan keseharian di rumah dan masyarakat

4.        Startegi Pembangunan Karakter Bangsa Melauli Sosialisasi
Sosialisasi dimaknai sebagi usaha sadra dan terencana untuk membangkitkan kesadaran dan sikap positif terhadap pembangunan karakter bangsa guna mewujudkan masyarakat yang berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerkyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam perwusyawaratan perwakilan, serta berkeadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kunci utama pembentukan karakter dan peradaban bangsa adalah budaya yang lahir dari kebiasaan dan disosialisasikan berulang-ulang. Sosialisasi sebagia salah satu startegi pembangunan karakter bangsa dimaksudkan untuk membangun kesadaran masyarakat, atau kelompok masyarakat tentang kondisi Negara dan bangasa, terutama yang terkait dengan karakter bangsa. Dalam sosialisasi akan terjadi proses, penanaman, transfer nilai kebiasaan, dan pembaku kebaikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. secara umum , sosialisasi diartikan sebagai salah satu proses penyamapian pesan oleh seorang kepada orang lain untuk member tahu atau mengubah sikap atau pendapat, prilaku baik secra langsung maupun tidak lansung. Selain itu sosialisasi juga bermakana interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lainya, sengaja atau tidak sengaja, tidak terbatas atau bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam bentuk ekspresi seni dan teknologi. Fungsi sosialisasi adalah dalam hal ini untuk meninformasikan, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi.[15]
Agar sosialisasi berlangsung secra efektif dan efesien, maka pemilihan media dan target sasaran menjadi sangat penting. Disadari atau tidak, perkembangan teknologi informasi dengan media sangat piranti utama berimplikasi pada tatanan kehidupan umat manusia dalam berbagai dimensinya, baik dalam dimensi politik, ekonomi, social budaya mauapun agama. Kondisi ini patut diwaspadai  sehingga masyarakat tidak terjebak pada kemajuan teknologi informasi semata tanpa berupaya. Dengan demikian unsure media (cetak, elektronik, tradisional) harus diposisikan sebagai mitra strategis dalam upaya pembangunan karakter bangsa umumya dalam hal sosialisasi.
Disamping unsur media lain, hal ini yang perlu mendapaatkan perhatian adalah penentuan kelompok-kelompok sasaran sehingga dampak sosialisasi sagera merambah pada setiap anak bangsa. Pada dasarnyakelompok sasaran adalah seluruh warga Negara Indonesia. Adapun sasaran utama dalah pemerintah, dunia usaha dan industry, satuan pendidikan, organisasi sosial, kemasyaka/profesi,  organisasi social politik, da media massa. 
5.      Startegi Pembangunan Karakter Bangsa Melauli Pendidikan
Pendidikan karakter adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana, serta proses pemberdayaan potensi dan pemberdayaan peserta didik guna membangun karakter pribadi dan kelompok yang unik-baik sebagai warga Negara. Hal itu diharapkan  mampu memberikan kontribusi optimal dalam mewujudkan masyarakat yang berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerkyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam perwusyawaratan perwakilan, serta berkeadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Strategi pembangunan karakter bangsa melalui pendidikan dapat dilakukan dengan pendidikan dan pembelajaran dan fasilitas sebagi berikut. Pendidikan merupakan tulang punggung strategi pembentukan karakter bangsa. Hal itu terjadi karena dalam konteks mikro, penyelengaraan pendidikan karakter mencakup keseluruhan kegiatan perencanaan pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian mutu yang melibatkan seluruh unit utama di lingkunga pemangku kepentingan pendidikan nasional.
Peran pendidikan sangat strategis karena merupakan pembangun interasi nasional yang kuat. Selain dipengaruhi faktor pilitik, ekonomi, pendidikan juga dipengaruhi faktor social budaya, khususnya dalam aspek integrasi dan ketahanan social.
Disadari bahwa pembangunan karakter bangsa diharapakan pada berbagai masalah yang sangat kompleks. Perkembangan masyarakat yang sangat dinamis sebagai akaaibat dari globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan dan informasimerupakan masalah tersendiri dalam kehidupan masyarakat. pendidikan karakter dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas, dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran.
Pendidikan karakter pada kegiatan pendidikan dan latihan non formal, serta kegiatan kemasyarakatan serta kegiatan kemasyarakatan tersebut dapat diarahkan untuk menanamkan kepedulian social, jiwa patriotic, kejujuran serta kerukunan kehidupan dalam masyarakat, serta untuk memepersiapkan generasi muda sebagai calon pemimpin bangsa yang memiliki watak, kepribadian dan Ahlak yang mulia. Pendidikan karakter pada pendidikan nonformal dilaksanakan dengan pendekatan holistic dan terintegrasi pada setiap aspek pekerjaan atau kegiatan dalam kehidupan sehari-hari.
6.      Startegi Pembangunan Karakter Bangsa Melauli Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah salah satu strategi pengembangan karakter bangsa yang diarahkan untuk menampukan para pemangku kepentingan dalam rangka menumbuhkembangkan partisifasi aktif mereka dalam pembangunan karakter.[16]
Lingkungan kelurga adalah wahana pendidikan karakter yang paling pertama dan utama. Oleh karena itu orang tua perlu ditingkatkan kemapuanya sehingga memiliki  kemampuan untuk melakukan pembinaan dan pengembangan karakter. Pemberdayaan dilingkunagn keluarga dialkukan melalui:
(1)   Penetapan regulasi yang mengaruskan orang tua dapat berinteraksi dengan sekolah dan pengembangan karakter.
(2)   Pemebrian pelatihan dan penyeluhan tentang pendidikan karakter.
(3)   Pemeberian penghargaan kepada para tokoh-tokoh atau orang tua yang telah menunjukkan komitmennya dalam membangun karakter dilingkungan keluarga, dan
(4)   Peningkatan komunikasi pihak sekolah dan lembaga pendidikan terkait dengan orang tua.
Pemberdayaan masyarakat khususnya masyarakat sispil merupakan salah-satu strategi efektif dalam pembinaan dan pengembangan karakter. Langkah-langkah pemberdayaan yang dapat dilaksanakan antara lain: (1) regulasi tentang pentingnya penyadaran pembangunan karakter bangsa, (2) menfasislitasi organisasi profesi, organisasi keagamaan, organisasi pemuda, organisasi usia lanjut yang bergerak di bidang pembangunan karakter bangsa.
Media massa memiliki fungsi yang sangat strategis dalam membentuk karakter bangsa, karena pembritaan/penyiarannya mengandung informasi yang dapat memberikan pengaruh positif atau negative terhadap public. Langkah-langkaha yang dapat dilakukan untuk memperdayakan media massa, antara lain:
(1)   Regulasi tentang pentingnya melalui media massa dalam membangun karakter
(2)   Pengembangan kapasitas melalui berbagai pelatihan tentang pembangunan karakter tehadapa komunitas  pers,  dan
(3)   Penghargaan kepada insane media massa yang berhasil mengembangkan pembangunan karakter bangsa.

7.      Startegi Pembangunan Karakter Bangsa Melauli Pembudayaan
Startegi pembangunan karakter bangsa melalui pembudayaan dialkukan melalui keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dunia usaha, partai politik dan media massa. Startegi pembudayaan menyangkut pelestarian, pembiasaan dan pemantapan nilai-nilai baik guna meningkatkan martabat sebuah bangsa. Strategi tersebut dapat berwujud pemodelan, penghargaan, penghargaan, permodela, fasilitas serta hadiah dan hukuman.
Dalam kehidupan sehari-hari di linkungan satuan pendidikan, perlu diperlikan totalitas pendidikan dengan mengandalakan keteladanan. Peciptaan lingkungan an pembiasaan hal-hal baik melalui berbagai tugas dan kegiatan. Pada dasarnya, pembudayaan linkungan disatuan pendidikan dapat dilakukan melalui: (1) penguasaan, (2) pembiasaan, (3) pelatihan, (4)  pengajaran, (5) pengarahan, (6) keteladanan. Semuanya mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam pembentukan karakter anak didik. Setiap kegiatan mengandung unsur-unsusr pendidikan.
Langkah pertam dalam mengaplikasikan pendidika karakter dalam satuan pendidikan adalah menciptakan suasana atau iklim satuan pendidikan berkarakter  yang akan membantu transformasi pendidik, peserta didik, dan tenaga kependidikan menjadi warga satua pendidikan yang berkarakter.
Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan karakter melauli budaya sekolah mencakup semua kegiatan-kegoatan yang dilakukan kepala sekola, guru, konselor, tenaga administrasi ketiak berkomunikasi dengan peserta didik dan menggunakan fasilitas sekolah. Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah temapat antar anggota masyarakat sekolah saling berinteraksi.
Proses pendidikan karakter melibatkan siswa secara aktif dalam semua kegiatan keseharian di sekolah. Dalam kaitan ini kepala sekolah, pendidik, dan tenaga kependidikan diharapkan mampu menerapkan prinsip “Tut Wuri Handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif.
Pengembangan dan peningkatan susmber daya manusia, akan melahirkan potensi yang kreatif, produktif, dan berkepribadian yang pada giliranya akan membentuk karakter yang kuat. Hal itu akan bermuara pada keteladana para pelaku dunia usaha/dunia industry sehingga dapat menjadi tokoh teladan yang membangun hubungan Tuhan Yang Maha Esa.
Adapun pembudayaan di medi massa dapat dilakukan melalui brita-brita yang mendukung pembangunan karakter bangsa, keteladanan tokoh media, pembiasaan nilai-nilai di lingkungan media massa, pembinaan dan pengembangan hubungna dengan Tuhan Ynag Maha Esa, serta peneggakan aturan yang berlaku.
8.      Startegi Pembangunan Karakter Bangsa Melauli Kerja Sama
Pada dasarnta, kunci akhir sebuah startegi aada pada kerja sama dengan kordinasi. Berbagai kerja sama dan kordinasi dapat dilakukan antar warga Negara, antar kelompok, antar lembaga, antar daerah, dan bahkan antar Negara. Ada beberapa cara yang dapat menjadi kerja sama dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujua yang telah disepakati. Hal ini dapat dimulai dengan seting terbuka, seting mengerti, dan saling menghargai.
Selebihnya, setelah kerja sama dapat dilakukan, langkah selanjutnya adalah koordinasi dan evaluasi. Bentuk koordinasi yang dapat dilakukan antar lain:
a.       Koordinasi perencanaan kegiatan pendidikan karakter secara dinamis darinjejang pendidikan usia didni, dasr, menengah, hingga pendidikan tinggi sesuai konteks kebutuhan dan perubahan zaman,
b.      Koordinasi dengan lembaga yang mengembangkan karakter bangsa melalui budaya dan karya budaya,
c.       Koordinasi kegiatan satuan pendidikan dengan lembaga pendidikan di alam terbuka, antar lain gerakan pramuka, dalam hal penerapan silabus pendidikan karakter.
d.      Koordinasi lembaga, agen, dan pemerhati yang saling terkait dengan pendidikan dan pengembangan karakter bangsa,
e.       Koordinasi secara teknikal dengan lembaga yang mengembangkan kompetensi teknologi informasi dan komunikasi, multimedia dalam perbuatan materi interaktif pendidikan karakter.
f.       Koordinasi dengan lembaga yang mengembangkan kompetisi jasmani  ( bidang olahraga) dalam perancanaan pendidikan karakter bidang kompetensi olahraga,
g.      Koordinasidengan lembag yang mengmbangkan kompetensi bidang psikologi  dan komunikasi dal perencanaan  model proses pembalajaran pendidikan karakter sesuai ciri warga Negara agar mampu mengadaptasikan dirinya dalam pluralitas karakter di liingkungan global.[17]

F.     Posisi Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Nasional
Dalam kebijakan nasional ditegaskan, antara lain bahwa pembangunan karakter bangsa merupakan kebutuhan asasi dalam proses berbangsa dan bernegara. Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia sudah bertekad untuk menjadikan pembangunan karakter bangsa sebagai bahan penting dan tidak dipisahkan dari pembangunan nasional.
Secara ekplisit pendidikan karakter (watak) adalah amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang pada pasal 3 menegaskan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Potensi peserta didik yang akan dikembangkan seperti beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab pada hakikatnya dekat dengan makna karakter. Senada dengan sembilan pilar pendidikan karakter yang telah dilansir oleh Kementrian Pendidikan Nasional antara lain.
1.      Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya,
2.      Kemandirian dan Tanggung jawab,
3.      Kejujuran dan Diplomatis,
4.      Hormat dan Santun,
5.      Dermawan, Suka tolong menolong, dan Gotong royong,
6.      Percaya diri dan Kerja keras,
7.      Kepemimpinan dan Keadilan,
8.      Baik dan Rendah hati, dan
9.      Toleransi, Perdamaian, dan Kesatuan.
Disamping itu pelaksanaanya juga harus tetap memperhatikan K4 (kesehatan, kebersihan, kerapian, dan keamanan). Dengan demikian pengembangan potensi tersebut juga harus menjadi landasan implementasi pendidikan karakter di Indonesia.
G.    Implementasi Pendidikan Karakter di Indonesia
Sebelum pada implementasi di Indonesia, sebaiknya kita mengetahui hasil Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Hal ini yang selanjutnya menghasilkan sebuah Kesepakatan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa yang dinyatakan sebgai berikut:
a)      Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari pendidikan nasional secara utuh.
b)      Pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara komperhensif sebagai proses pembudayaan. Oleh karena itu, pendidikan dan kebudayaan secara kelembagaan perlu diwadahi secara utuh.
c)      Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, sekolah, dan orang tua. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa harus melibatkan keempat unsur tersebut.
d)     Dalam upaya merevitalisasi pendidikan budaya dan karakter bangsa diperlukan gerakan nasional guna menggugah semangat kebersamaan dalam pelaksanaan di lapangan.
Kemudian bagaimana implementasi pendidikan karakter di Indonesia. Menurut Kementrian Pendidikan Nasional, pendidikan karakter harus meliputi dan berlangsung pada.
1). Pendidikan Formal
Pendidikan karakter pada pendidikan formal berlangsung pada lembaga pendidikan TK/RA, SD/MI, SMP/MTS, SMA/MAK dan Perguruan Tinggi melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler dan atau ekstra-kurikuler, penciptaan budaya satuan pendidikan, dan pembiasaan. Sasaran pendidikan formal ialah peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan.
2). Pendidikan Nonformal
Dalam pendidikan nonformal pendidikan karakter berlangsung pada lembaga kursus, pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan, dan lembaga pendidikan nonformal lain melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler dan atau ekstra-kurikuler, penciptaan budaya lembaga, dan pembiasaan.
3). Pendidikan Informal
Dalam pendidikan informal pendidikan karakter berlangsung dalam keluarga yang dilakukan oleh orang tua dan orang dewasa di dalam keluarga terhadap anak-anak yang menjadi tanggung jawabnya.[18]



BAB II
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan dipandang sebagai sebuah sistem sosial, artinya dikatakan sistem sosial disebabkan  di dalamnya berkumpul manusia yang saling berinteraksi dengan lingkungannya. Untuk menuju pada pendidikan yang dapat beradaptasi dengan lingkungannya, yaitu dengan cara melakuakan perubahan-perubahan susunan dan proses dari bagian-bagian yang ada dalam pendidikan itu sendiri
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan.Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah.Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.
Pendidikan karakter adalah salah satu system yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya kemapuan dan tindakan untuk memaksimalkan nilai-nilai, baik terhadap tuhan yang maha esa, diri sendiri, sesame manusia, lingkungan maupun bangsa, sehingga akan terwujud insane kamil.
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.
Dengan pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Dalam mewujudkan pendidikan karakter dalam proses belajar-mengajar maka perlu adanya Startegi agar kegiatan tersebut berjalan secara efektifdan efesian. Adapun strategi yang dapat dilaksanakan dalam pendidikan karakter antar lain:
1.      Startegi implementasi pendidikan karakter di tingkat pusat
2.      Startegi implementasi pendidikan karakter di tingkat pemerintah daerah
3.      Startegi implementasi pendidikan karakter di tingkat satuan pendidikan
4.      Startegi pembangunan karakter bangsa melalui sosialisasi
5.      Startegi pembangunan karakter bangsa melalui pendidikan
6.      Startegi pembangunan karakter bangsa melalui pemberdayaan
7.      Startegi pembangunan karakter bangsa melalui pembudayaan
8.      Startegi pembangunan karakter bangsa melaluikerja sama.



DAFTAR PUSTAKA
Aunilah, Nuria Isna, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter Di Sekolah, (Jogjakarta: Laksana, 2011)
A, Doni Kususma, Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak Di Zaman Global, 2007, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia)
 Gunawan, Heri, Pendidikan Karakter, (Bandung: Alfabeta, 2012)
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter, (Bandung: Penerbit ALFABETA, 2012)
Joni, T. Raka., ’’Pembelajaran Terpadu’’. (Jakarta: Dirjen Dikti Bagian Proyek PPGSD, 1996.)
Kemendiknas.,Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama”.(Jakarta, 2010)
Kususma Doni A, Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak Di Zaman Global,(Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia,2007)
Muchlas Samani dan Hariyanto, “Konsep dan Model” Pendidikan Karakter, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011)
Mulyana,“Kurikulum Berbasis Kompetensi”, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003)
Trianto,“Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik”, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2009)
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1995),
Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008. Tentang Guru dan Dosen, (Bandung : Citra Umbara, 2009),
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah (Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya), (Jakarta: Raja Grafindo, 1999).






[1] S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 11
[2] Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008. Tentang Guru dan Dosen, (Bandung : Citra Umbara, 2009), hal. 64
[3] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah (Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya), (Jakarta: Raja Grafindo, 1999), hal. 158
[4]Kemendiknas.,Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama.Jakarta, 2010.

[5]Joni, T. Raka., ’’Pembelajaran Terpadu’’. Jakarta: Dirjen Dikti Bagian Proyek PPGSD, 1996. 
[6] Nuria Isna Aunilah, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter Di Sekolah, (Jogjakarta: Laksana 2011) h. 18
[7]Mulyana,“Kurikulum Berbasis Kompetensi”.Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003. 
[8]Trianto,“Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik”, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2009) h. 145
               

[9] Muchlas Samani dan Hariyanto, “Konsep dan Model” Pendidikan Karakter, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011) h. 145
[10] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter, (Bandung: Penerbit ALFABETA, 2012) h. 190-


[11] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter, (Bandung: Penerbit ALFABETA, 2012) h. 191
[12] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter, (Bandung: Penerbit ALFABETA, 2012) h. 192
[13] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter, (Bandung: Penerbit ALFABETA, 2012) h. 194
[14] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter, (Bandung: Penerbit ALFABETA, 2012) h. 195-196
[15] Kususma Doni A, Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak Di Zaman Global,(Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia,2007) h. 27-30

[16]  Heri Gunawan, Pendidikan Karakter, (Bandung: Penerbit ALFABETA, 2012) h. 200-205
[17]  Heri Gunawan, Pendidikan Karakter, (Bandung: Penerbit ALFABETA, 2012) , 206-213
[18] Muchlas Samani dan Hariyanto, “Konsep dan Model” Pendidikan Karakter, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011) h. 19-20


EmoticonEmoticon