BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Penelitian adalah pekerjaan ilmiah
yang bermaksud mengungkapkan rahasia ilmu secara obyektif, dengan dibentengi
bukti-bukti yang lengkap dan kokoh. Penelitian merupakan proses kreatif untuk
mengungkapkan suatu gejala melalui cara tersendiri sehingga diperoleh suatu
informasi. Pada dasarnya, informasi tersebut merupakan jawaban atas
masalah-masalah yang dipertanyakan sebelumnya.Oleh karena itu, penelitian juga
dapat dipandang sebagai usaha mencari tahu tentang berbagai masalah yang dapat
merangsang pikiran atau kesadaran seseorang.
Sebagian dari kualitas hasil suatu
penelitian bergantung pada teknik pengumpulan data yang digunakan.Pengumpulan
data dalam penelitian ilmiah dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan yang
relevan, akurat, dan reliable.Untuk memperoleh data seperti itu, peneliti dapat
menggunakan metode, teknik, prosedur, dan alat-alat yang dapat diandalkan.Ketidaktepatan
dalam penggunaan intrumen penelitian tersebut dapat menyebabkan rendahnya
kualitas penelitian.
Penelitian bertujuan menemukan
jawaban atas pertanyaan melalui aplikasi prosedur ilmiah.Prosedur ini
dikembangkan untuk meningkatkan taraf kemungkinan yang paling relevan dengan
pertanyaan serta menghindari adanya bias.Sebab, penelitian ilmiah pada dasarnya
merupakan usaha memperkecil interval dugaan peneliti melalui pengumpulan dan
penganalisaan data atau informasi yang diperolehnya.
Dalam penelitian, salah satu bagian
dalam langkah-langkah penelitian adalah menentukan populasi dan sampel
penelitian.Seorang peneliti dapat menganalisa data keseluruhan objek yang
diteliti sebagai kumpulan atau komunitas tertentu.Seorang peneliti juga dapat
mengidentifikasi sifat-sifat suatu kumpulan yang menjadi objek penelitian hanya
dengan mengamati dan mempelajari sebagian dari kumpulan tersebut. Kemudian,
peneliti akan mendapatkan metode atau langkah yang tepat untuk memperoleh
keakuratan penelitian dan penganalisaan data terhadap objek.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
dapat diambil beberapa pokok permasalhan yang akan dibahas dalam makalh ini,
yaitu:
1. Apapengertian
populasi penelitian?
2. Apapengertian
sampel penelitian?
3. Bagaimana
tekhnik sampel dalam suatu penelitian?
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
1) Populasi
Menurut kamus riset karangan Drs.
Komaruddin, yang dimaksud dengan populasi adalah semua individu yang menjadi
sumber pengambilan sampel, yang terdiri atas obyek/ subyek yang memiliki
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan ditarik kesimpulan. Jadi populasi bukan hanya orang tetapi juga
obyek dan benda-benda alam yang lainnya ). Misalnya akan melakukan penelitian
di sekolah X, maka sekolah X ini merupakan populasi. Sekolah X ini memiliki
subyek dan obyek di dalamnya, hal tersebut berarti populasi dalam arti jumlah/
kuantitas.Sedangkan populasi dalam arti karakteristik dapat ditunjukkan dari
motivasi kerjanya, disiplin kerjanya, kepemimpinannya, dan lain-lain.
Sedangkan menurut Dr. Siswojo
definisi dari populasi adalah sejumlah kasus yang memenuhi seperangkat kriteria
yang ditentukan peneliti ). Disini peneliti dapat menentukan kriterianya
sendiri di dalam populasi yang akan diteliti.
Pengertian lainnya, diungkapkan
oleh Nawawi yang menyebutkan bahwa populasi adalah keseluruhan objek penelitian
yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala,
nilai tes, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karaktersitik
tertentu di dalam suatu penelitian. Kaitannya dengan batasan tersebut, populasi
dapat dibedakan berikut ini :
1. Populasi
terbatas atau populasi terhingga, yakni populasi yang memiliki batas
kuantitatif secara jelas karena memilki karakteristik yang terbatas. Misalnya
5.000 orang dai pada awal tahun 1999, dengan karakteristik; masa belajar di
pesantren 10 tahun, lulusan pendidikan Timur Tengah, dan lain-lain.\
2. Populasi
tak terbatas atau populasi tak terhingga, yakni populasi yang tidak dapat
ditemukan batas-batasnya, sehingga tidak dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah
secara kuantitatif. Misalnya dai di Indonesia, yang berarti jumlahnya harus
dihitung sejak dai pertama ada sampai sekarang dan yang akan datang.
Dalam keadaan seperti itu jumlahnya
tidak dapat dihitung, hanya dapat digambarkan suatu jumlah objek secara
kualitas dengan karakteristik yang bersifat umum yaitu orang-orang, dahulu,
sekarang dan yang akan menjadi dai.Selain itu, menurut Margono populasi dapat
dibedakan ke dalam hal berikut ini:[1]
1. Populasi
teoretis (teoritical population), yakni sejumlah populasi yang batas-batasnya
ditetapkan secara kualitatif. Kemudian agar hasil penelitian berlaku juga bagi
populasi yang lebih luas, maka ditetapkan terdiri dari dai berumur 25 tahun
sampai dengan 40 tahun, lulusan Mesir, dan lain-lain.
2. Populasi
yang tersedia (accessible population), yakni sejumlah populasi yang secara
kuantitatif dapat dinyatakan dengan tegas. Misalnya, dai sebanyak 250 di kota
Bandung terdiri dari dai yang memiliki karakteristik yang telah ditetapkan
dalam populasi teoretis. Margono pun menyatakan bahwa persoalan populasi
penelitian harus dibedakan ke dalam sifat berikut ini:
a. Populasi
yang bersifat homogen, yakni populasi yang unsur-unsurnya memiliki sifat yang
sama, sehingga tidak perlu dipersoalkan jumlahnya secara kuantitatif. Misalnya,
seorang dokter yang akan melihat golongan darah seseorang, maka ia cukup
mengambil setetes darah saja. Dokter itu tidak perlu satu botol, sebab setetes
dan sebotol darah, hasilnya akan sama saja.
b. Populasi
yang bersifat heterogen, yakni populasi yang unsur-unsurnya memiliki sifat atau
keadaan yang bervariasi, sehingga perlu ditetapkan batas-batasnya, baik secara
kualitatif maupun secara kuantitatif. Penelitian di bidang sosial yang objeknya
manusia atau gejala-gejala dalam kehidupan manusia menghadapi populasi yang
heterogen.
Meskipun banyak populasi yang anggotanya terbatas jumlahnya seperti jumlah muballigh di Jakarta, jumlah mahasiswa Islam di Yogyakarta, di mana keduanya sebenarnya dapat dapat dihitung namun karena hal itu sulit dilakukan maka dianggap tidak terbatas.
Meskipun banyak populasi yang anggotanya terbatas jumlahnya seperti jumlah muballigh di Jakarta, jumlah mahasiswa Islam di Yogyakarta, di mana keduanya sebenarnya dapat dapat dihitung namun karena hal itu sulit dilakukan maka dianggap tidak terbatas.
2) Sampel
Menurut Wardi Bachtiar menyatakan
bahwa sampel adalah bagian kecil dari anggota populasi yang diambil menurut
prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya atau sebagai percontohan
yang diambil dari populasi.Percontohan mempunyai karakteristik yang
mencerminkan karakteristik populasi.Karena itu sampel merupakan perwakilan dari
populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul
representatif.Suatu sampel dikatakan representative apabila ciri-ciri sampel
yang berkaitan dengan tujuan penelitian sama atau hampir sama dengan ciri-ciri
populasinya. Dengan sampel yang representatif ini, maka informasi yang
dikumpulkan dari sampel hampir sama dengan informasi yang dapat dikumpulkan
dari populasinya.[2]
Sampel atau sampling berarti
contoh, yaitu sebagian dari seluruh individu yang menjadi objek penelitian. )
Apabila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semuanya,
misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Dalam menentukan sampel
hendaknya dipenuhi syarat-syarat utama dalam menentukannya, maksudnya bahwa
sampel yang diambil harus betul-betul mewakili (representative) populasi yang
telah dikemukakan.Apabila sampel tidak mewakili, maka ibarat orang buta disuruh
menyimpulkan karakteristik gajah.
Orang pertama yang memegang telinga
gajah akan menyimpulkan bahwa gajah itu seperti kipas. Orang kedua yang
memegang badan gajah, maka kesimpulannya gajah itu seperti tembok besar. Satu
orang lagi memegang ekornya, maka ia menyimpulkan bahwa gajah itu kecil seperti
seutas tali. Begitulah jika sampel yang dipilih tidak representative, maka
ibarat 3 orang buta itu yang membuat kesimpulan salah tentang gajah.[3]
B.
Teknik
Sampling
Secara garis besar ada dua macam
tekhnik sampling, yaitu: Probability sampling yaitu sampling yang memberi
kemungkinan yang sama bagi setiap unsur populasi untuk dipilih dan
Non-Probability sampling yaitu sampling yang tidak memberi kemungkinan yang
sama bagi setiap unsur populasi untuk dipilih.[4]
a. Probability
sampling
Dalam probability sampling ada
empat macam sampling yang termasuk di dalamnya, yaitu:
1.) Sampling
Acakan Sederhana (Simple Random Samping)
Yang dimaksud dengan acakan atau
random ialah setiap individu atau subyek memiliki kesempatan yang sama untuk
dipilih dalam keseluruhan populasi. Selain itu kesempatan harus independent,
artinya kesempatan bagi suatu subyek untuk dipilih tidak mempengaruhi
kesempatan subyek-subyek lain untuk dipilih.
Kelemahan sampling acakan ialah
karena sukar, ada kalanya tidak mungkin memperoleh data lengkap tentang
keseluruhan populasi itu.Sampling acakan juga kurang sesuai bila peneliti
memerlukan sample yang mempunyai cirri-ciri tertentu, misalnya tingkat pendidikan,
kedudukan sosial, dsb.
2.) Sampling
Acakan Proporsional dengan Stratifikasi (Proportionate Stratified Random
Sampling)
Pada prosedur pengambilan sampel
berstrata dengan pendekatan proporsional, banyaknya subyek dalam setiap
subkelompok atau strata harus diketahui perbandingannya lebih dahulu.Kemudian
ditentukan persentase besarnya sampel dari keseluruhan populasi.Persentase atau
proporsi ini diterapkan dalam pengambilan sampel bagi setiap subkelompok atau
stratanya.
Strata/Sub-kelompok
|
Kelas
1
|
Kelas
2
|
Jumlah
Kelas
|
SES
Tinggi
|
268
|
342
|
610
|
SES
Sedang
|
243
|
444
|
687
|
SES
Rendah
|
122
|
101
|
223
|
Jumlah
SES
|
633
|
887
|
N=1520
|
Tabel 1. Data Fiktif Distribusi Subjek
dalam Strata Populasi
Sebagai ilustrasi, dari populasi yang berjumlah 1520 orang subyek ditetapkan untuk diambil 20% sebagai sampel. Distribusi populasi subyek menurut strata atau subkelompok diumpamakan sebagai dalam Tabel 1.dengan mengambil secara random 20% subyek dari setiap subkelompok sebagai sampel maka distribusi subyek sampel adalah seperti dalam Tabel 2.[5]
Sebagai ilustrasi, dari populasi yang berjumlah 1520 orang subyek ditetapkan untuk diambil 20% sebagai sampel. Distribusi populasi subyek menurut strata atau subkelompok diumpamakan sebagai dalam Tabel 1.dengan mengambil secara random 20% subyek dari setiap subkelompok sebagai sampel maka distribusi subyek sampel adalah seperti dalam Tabel 2.[5]
Strata/Sub-kelompok
|
Kelas 1
|
Kelas 2
|
Jumlah Kelas
|
SES Tinggi
|
54
|
68
|
122
|
SES Sedang
|
49
|
89
|
138
|
SES Rendah
|
24
|
20
|
44
|
Jumlah SES
|
127
|
177
|
n=304
|
Tabel
2.Distribusi Sampel Berstrata Proporsional dari Populasi dalam Tabel 1.
Perhatikan bahwa meskipun proporsi
subyek diambil 20% dari masing-masing strata namun jumlah sampel keseluruhan
(n=30) juga merupakan 20% dari seluruh populasi (N=1520).
Keuntungan sampling ini adalah sampel
yang diperoleh lebih representatif daripada sampel yang diperoleh dengan
sampling acakan yang sederhana, dengan jumlah yang sama bagi setiap strata.
Sampling ini lebih menggambarkan keadaan populasi yang sesungguhnya karena
telah memperhatikan ciri-ciri tertentu.
Sedangkan kelemahannya ialah cara ini lebih banyak memerlukan usaha dan pengenalan lebih dulu tentang populasi. Peneliti harus sanggup memperoleh keterangan yang lebih terperinci tenyang distribusi ciri-ciri itu di kalangan populasi.
Sedangkan kelemahannya ialah cara ini lebih banyak memerlukan usaha dan pengenalan lebih dulu tentang populasi. Peneliti harus sanggup memperoleh keterangan yang lebih terperinci tenyang distribusi ciri-ciri itu di kalangan populasi.
3.) Sampling
Acakan Tak Proporsional dengan Stratifikasi (Disproportionate Stratified Random
Sampling)
Prosedur ini biasanya dilakukan
karena alas an statistic yang kadang-kadang analisisnya meminta jumlah subyek
yang sama dari masing-masing subkelompok.
Dalam cara disproporsional,
penentuan sampel dilakukan tidak dengan mengambil proporsi yang sama bagi
setiap subkelompok atau strata akan tetapi dimaksudkan untuk mencapai jumlah
tertentu dari masing-masing strata. Sebagai ilustrasi, dari data populasi dalam
Tabel 1 misalkan diambil sampel sebagaimana dalam Tabel 3. Tampak bahwa cara
ini menghasilkan jumlah yang sama bagi sampel subyek untuk masing-masing
subkelompok populasi. [6]
Strata/Sub-kelompok
|
Kelas
1
|
Kelas
2
|
Jumlah
Kelas
|
SES
Tinggi
|
75
= 28% × 268
|
75
= 22% × 342
|
150
|
SES
Sedang
|
75
= 31% × 143
|
75
= 17% × 444
|
150
|
SES
Rendah
|
75
= 61% × 122
|
75
= 74% × 101
|
150
|
Jumlah
SES
|
225
|
225
|
n=450
|
Tabel 3.Distribusi Sampel Berstrata Disproporsional
dari Populasi dalam Tabel 1.
Sampling ini tidak begitu banyak
memakan waktu dibandingkan dengan sampling secara proporsional.
Namunkelemahannya ialah justru dengan cara ini proporsi tiap strata yang
sebenarnya menurut populasi menjadi terganggu.
Dibandingkan dengan cara random sederhana, maka cara pengambilan sampel stratifikasi ini akan menghasilkan eror standar yang lebih kecil dan karenanya akan menghasilkan estimasi yang lebih cermat mengenai karakteristik populasinya.
Dibandingkan dengan cara random sederhana, maka cara pengambilan sampel stratifikasi ini akan menghasilkan eror standar yang lebih kecil dan karenanya akan menghasilkan estimasi yang lebih cermat mengenai karakteristik populasinya.
4.) Sampling
Daerah / Wilayah (Cluster)
Sampling daerah mempergunakan wilayah
geografik sebagai titik tolak.Terutama dalam studi yang tidak memungkinkan
peyelidik untuk lebih dahulu mengetahui besarnya populasi, yang dijadikan
pegangan ialah pola geografik tempat populasi itu.Misalnya satui wilayah dibagi
lebuh dahulu atas sekian banyak kabupaten.Setiap wilayah diwakili oleh
sampel-sampel kabupaten-kabupaten yang secara random ditarik menjadi menjadi
wilayah. Dari kabupaten-kabupaten itu, ditetapkan lagi jumlah kecamatan dan
dari kabupaten=kabupaten itu ditarik sampel-sampel kecamatan yang menjadi
sampel wilayah. Begitu seterusnya sampai misalnya kita sampai pada RT atau pada
kesatuan-kesatuan lain yang menjadi pusat peyelidikan.[7]
Keuntungan sampling ini adalah sesuai
bagi peneliti yang melibatkan populasi yang besar yang tersebar di daerah yang
luas.Pelaksanaannya lebih mudah daripada metode sampling lainnya dan biayanya
lebih murah karena sampel terpusat pada daerah yang terbatas.
Sedangkan kelemahannya adalah bahwa
jumlah individu dalam tiap daerah pilihan tidak sama, ada pula kemungkinan
orang pindah atau berjalan dari daerah pilihan yang satu ke daerah pilihan satu
lagi sehingga ia dapat dua kali masuk sampel bila penelitian tidak dilakukan
serempak.
b. Non-Probability
sampling
Non-Probability sampling dilakukan
misalnya untuk sekedar mentes reliabilitas alat pengukur tertentu.Dilakukan
juga untuk memperoleh suatu kesan umum tentang ciri-ciri manusia yang tinggal
di suatu daerah.Berdasarkan studi ini peneliti mendapat keterangan yang lebih
banyak tentang populasi, dan karena itu dapat dilakukan studi yang lebih sistematis
kemudian dengan menggunakan sampling acakan.
Yang termasuk non-probability
sampling antara lain:
1.) Sampling
Sistematis
Dengan sampling sistematis ini
dimaksudkan peneliti memilih sampel dari suatu daftar menurut urutan tertentu,
misalnya tiap individu ke-10 atau ke-15, atau ke-n.Metode sampling ini
dikatakan sistematis karena mengikuti sistematika tertentu.
Keuntungan metode ini ialah, bahwa
cara ini mudah dalam pelaksanannya dan juga dapat cepat diselesaikan. Kesalahan
tentang memilih individu yang kesekian mudah diketahui, dan kalaupun salah
tidak begitu mempengaruhi hasilnya.
Sedangkan kelemahannya ialah bahwa individu yang berada di antara yang kesekian dan kesekian dikesampingkan, sehingga cara ini tidak sebaik sampling acakan.[8]
Sedangkan kelemahannya ialah bahwa individu yang berada di antara yang kesekian dan kesekian dikesampingkan, sehingga cara ini tidak sebaik sampling acakan.[8]
2.) Sampling
kuota
Sampling kuota adalah metode
memilih sampel yang mempunyai ciri-ciri tertentu dalam jumlah atau kuota yang
diinginkan, misalnya sejumlah guru dalam bidang-bidang studi tertentu yang
pernah mendapat penataran misalnya untuk meminta pendapat mereka tentang manfaat
penataran itu bagi peningkatan mutu pengajaran.Peneliti dapat menentukan bidang
studinya serta jumlah guru atau kuota tiap bidang studi yang diinginkannya
untuk misalnya diwawancarai.
Keuntungan metode ini ialah bahwa melaksanakannya mudah, murah, dan cepat.
Keuntungan metode ini ialah bahwa melaksanakannya mudah, murah, dan cepat.
Hasilnya berupa kesan-kesan umum
yang masih kasar yang tidak dapat dipandang sebagai generalisasi umum.Dalam
sampel dapat dengan sengaja dimasukkan orang-orang yang mempunyai ciri-ciri
yang diinginkan oleh peneliti.
Kelemahannya ialah kecenderungan memilih orang yang mudah didekati bahkan yang dekat dengan peneliti yang mungkin ada biasnya dan memiliki ciri-ciri yang tidak dimiliki populasi dalam keseluruhannya.Ciri-ciri yang dipilih dalam penggolongan sampel tidak berdasarkan ciri-ciri yang esensial dari populasi.Oleh sebab sampel itu tidak representatif, maka kesimpulan peneliti ini hanya dapat memberi kesan-kesan yang sangat umum.
Kelemahannya ialah kecenderungan memilih orang yang mudah didekati bahkan yang dekat dengan peneliti yang mungkin ada biasnya dan memiliki ciri-ciri yang tidak dimiliki populasi dalam keseluruhannya.Ciri-ciri yang dipilih dalam penggolongan sampel tidak berdasarkan ciri-ciri yang esensial dari populasi.Oleh sebab sampel itu tidak representatif, maka kesimpulan peneliti ini hanya dapat memberi kesan-kesan yang sangat umum.
3.) Sampel
Aksidental (kebetulan)
Sampel aksidental adalah sampel
yang diambil dari siapa saja yang kebetulan ada, misalnya bertanya pada siapa
saja yang dijumpai oleh peneliti di tengah jalan untuk meminta pendapat mereka
tentang sesuatu yang akan diteliti.
Keuntungan dari metode ini adalah sangat mudah, murah, dan cepat dilakukan. Sedangkan kelemahannya sampel ini sama sekali tidak representatif sehingga tidak mungkin diambil suatu kesimpulan yang bersifat generalisasi.[9]
Keuntungan dari metode ini adalah sangat mudah, murah, dan cepat dilakukan. Sedangkan kelemahannya sampel ini sama sekali tidak representatif sehingga tidak mungkin diambil suatu kesimpulan yang bersifat generalisasi.[9]
4.) Purposive
Sampling (menurut pertimbangan)
Sampling purposive dilakukan dengan
mengambil orang-orang yang benar-benar terpilih oleh peneliti menurut ciri-ciri
spesifik yang dimiliki oleh sampel tersebut. Misalnya orang yang mempunyai
tingkat pendidikan tertentu, jabatan tertentu, mempunyai usia tertentu yang
pernah aktif dalam kegiatan masyarakat tertentu.
Sampling yang purposive adalah
sampel yang dipilih dengan cermat hingga relevan dengan desain peneliti.
Peneliti akan berusaha agar dalam sampel itu terdapat wakil-wakil dari segala
lapisan populasi. Dengan demikian diusahakan agar sampel itu memiliki
cirri-ciri yang esensial dari populasi sehingga dapat dianggap cukup
representatif. Ciri-ciri apa yang esensial, strata apa yang harus diwakili
bergantung pada penilaian dan pertimbangan atau judgment peneliti. Oleh karena
itu purposive sampling disebut juga judgment sampling.
Keuntungan sampel ini ialah bahwa sampel ini dipilih sedemikian rupa sehingga relevan dengan desain peneliti. Selain itu cara ini relatif mudah dan murah untuk dilaksanakan. Sampel yang dipilih adalah individu yang menurut pertimbangan peneliti dapat didekati.
Keuntungan sampel ini ialah bahwa sampel ini dipilih sedemikian rupa sehingga relevan dengan desain peneliti. Selain itu cara ini relatif mudah dan murah untuk dilaksanakan. Sampel yang dipilih adalah individu yang menurut pertimbangan peneliti dapat didekati.
Kelemahannya ialah bahwa tidak ada
jamonan sepenuhnya bahwa sampel itu representatif seperti halnya sampel acakan
atau random.Pertimbangan yang dilakukan oleh peniliti juga tidak terlepas dari
subyektifitas peneliti.
5.) Snowball
Sampling
Dalam sampling ini peneliti mulai
dengan kelompok kecil yang diminta untuk menunjuk kawan masing-masing.Kemudian
kawan-kawan itu diminta pula menunjuk kawan masing-masing, dan begitu
seterusnya sehingga kelompok itu semakin bertambah besar bagaikan bola salju
yang menggelinding dari puncak bukit ke bawah.Sampling ini dipilih bila bila
peneliti ingin menyelidiki hubungan antar manusia dalam kelompok yang akrab,
atau menyelidiki cara-cara informasi tersebar di kalangan tertentu.[10]
Kelemahan metode ini adalah dalam
penentuan kelompok kecil ada unsur subyektif, jadi tidak dipilih secara random
atau acakan.Bila jumlah sampel melebihi 100 orang penanganannya sudah sulit
dikendalikan.
6.) Sampling
Jenuh dan Padat (Saturation Sampling)
Sampling dikatakan jenuh (tuntas)
bila seluruh populasi dijadikan sampel, misalnya semua guru di suatu
sekolah.Sedangkan sampling dikatakan padat bila jumlah sampel lebih dari
setengan dari populasi, misalnya 250-300 orang dari populasi 500 orang.
Populasi dikatakan kecil bila
jumlahnya jauh di bawah 1000 orang.Sampling jenuh dapat dilakukan bagi kelompok
yang kecil. Akan tetapi bila jumlahnya besar misalnya lebih dari 1000 orang,
maka sampling jenuh tidak lagi praktis karena biaya dan waktu terlampau banyak
untuk misalnya melakukan wawancara dan pengolahannya. [11]
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
populasiadalah seluruh data yang
menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan
sebagai objek penelitian. Jadi populasi berhubungan dengan data, bukan
manusianya. Kalau setiap manusia memberikan suatu data maka, banyaknya atau
ukuran populasi akan sama dengan banyaknya manusia.
Sedangkan sampel adalah sebagai
wakil populasi yang diteliti atau bagian dari populasi yang akan diteliti dan
yang dianggap dapat menggambarkan populasi, atau sebagai contoh yang diambil
dengan menggunakan cara-cara tertentu.
Adapun tekhnik-tekhnik dalam
pengampilan sampel yaitu,probability sampling, ada empat macam sampling yang termasuk
di dalamnya, yaitu:
1. Sampling
Acakan Sederhana (Simple Random Samping)
2. Sampling
Acakan Proporsional dengan Stratifikasi (Proportionate Stratified Random
Sampling)
3. Sampling
Acakan Tak Proporsional dengan Stratifikasi (Disproportionate Stratified Random
Sampling)
4. Sampling
Daerah / Wilayah (Cluster)
Non-Probability sampling, Yang
termasuk antara lain:
1. Sampling
Sistematis
2. Sampling
kuota
3. Sampel
Aksidental (kebetulan)
4. Purposive
Sampling (menurut pertimbangan)
5. Snowball
Sampling
6. Sampling
Jenuh dan Padat (Saturation Sampling)
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pengantar
Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2006
Furchan,A, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2004.
Margono,S,Metodologi Penelitian Pendidikan, Cet.7, Jakarta: Rineka Cipta,
2007. Mardalis, Metode Penelitian : Suatu
Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi aksara, 1995.
Muhtadi, Asep Saeful, dkk, Metode Penelitian Dakwah, Cet.1, Bandung
: Pustaka Setia2003
Nasution.Metode Research (Penelitian Ilmiah).Jakarta : Bumi Aksara, 1996.
Nazir,Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005
Soehartono, Irawan, Metode Penelitian Sosial : Suatu Teknik
Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, Cet.4,
Bandung: Remaja Rosdakarya. 2000
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2005.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan
R & D, Bandung : Alfabeta, 2010
Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali
Press, 2010
[1]
S Margono, Metodologi Penelitian
Pendidikan, Cet.7, Jakarta: Rineka Cipta, 2007. h. 56
[2]Mardalis, Metode Penelitian : Suatu Pendekatan
Proposal. Jakarta: Bumi aksara, 1995, h. 55
[3]
Nazir, Metode Penelitian, Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2005, h. 25
[4]
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian:
Suatu Pengantar Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2006, h. 132
[5] Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2005, h. 88
[6]
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian.
Jakarta: Rajawali Press, 2010, 13
[7]
Irawan Soehartono, Metode Penelitian
Sosial : Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial
Lainnya, Cet.4, Bandung: Remaja Rosdakarya. 2000, h. 45
[8] A Furchan, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2004, h. 30
[9]
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan :
Pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R & D, Bandung : Alfabeta,
2010, h.18
[10]Nasution.Metode Research (Penelitian Ilmiah).
Jakarta : Bumi Aksara, 1996, h. 35
[11]
Asep Saeful Muhtadi, dkk, Metode
Penelitian Dakwah, Cet.1, Bandung : Pustaka Setia, 2003, h. 54
EmoticonEmoticon