BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kepemimpinan
sangat penting dalam kehidupan kita, baik itu di sekolah, rumah, masyarakat
maupun bangsa dan Negara. Jika dirumah pemimpin adalah ayah, di sekolah adalah
kepala sekolah di masyarakat adalah
orang yang di amanahi jabatan, di Negara pun kita tahu bahwa ada yang namanya
presiden.
Tanggung jawab
seorang pemimpin sangatlah besar. Pemimoin yang baik adalah yang mampu
memeimpin dirinya sendiri sebelum mampu memimpin orang lain. Kepemimpinan
adalah hubungan yang erat antara seseorang dan sekelompok manusia karena adanya
kepentingan bersama.
Di dalam
Al-Qur’an dikatakan bahwa tujuan Allah menciptakan manusia adalah untuk menjadi
khalifa fil Ardh oleh karena itu
sangat wajar jika manusia harus mampu memimpin dirinya dan mampu memimpin orang
lain.
Dalam makalah
ini kami akan membahas bagaimana seorang kepala sekolah mampu untuk memimpin
sekolah itu sehingga apa yang di harapkan u ntuk menyukseskan implementasi
pendidikan karakter dapat terwujud.
B.
Rumusan
Masalah
Dari uraian
latar belakang di atas, pemakalah mencoba untuk mampu menjabarkan beberapa
pokok permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1. Apa
Pengertian Kepemimpinan?
2. Apa
Fungsi Kepemimpinan Kepala Sekolah?
3. Apa-apa
Saja Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah?
4. Seperti
Apa Kualifikasi dan Kompetensi Kepala Sekolah?
5. Apa
Peran kepala Sekolah Dalam Menyukseskan Implementasi Pendidikan Karakter?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kepemimpinan
Kepemimpinan
sebagai bagian dari fungsi manajemen merupakan hal yang sangat penting untuk
mencapai tujuan organisasi. Secara etimologis istilah kepemimpinan dalam kamus
bahasa Inggris-Indonesia Jhon Echols merupakan terjemahan dari kata leadership (bahasa Inggris), yang berarti
kepemimpinan.[1]
Sementara itu, kata kepemimpinan berasal dari akar kata pemimpin, yang berarti
seseorang yang dikenal oleh dan berusaha untuk mempengaruhi para pengikutnya,
untuk merealisasikan apa yang menjadi visinya.[2]
Dalam pengertian
terminology terdapat beberapa pengertian kepemimpinan yang dikemukakan oleh
beberapa ahli. Dalam Ensiklopedi Umum
diterangkan bahwa kepemimpinan adalah, hubungan yang erat antara seseorang
dengan sekelompok manusia kerena adanya kepentingan bersama, hubungan itu
ditandai oleh tingkah laku yang tertuju dan terbimbing dari pada manusia yang
seorang itu. Manusia atau orang ini biasanya disebut dengan memimpin atau
pemimpin, sedang kelompok manusia yang mengikutinya disebut yang dipimpin.[3]
Selanjutnya,
weshler sebagaimana dikutip oleh wahjosumidjo memberikan definisi kepemimpinan
sebagai “Leadership is interpersonal
influence exercised in a situation and directed, through the communication
process, toward the attainment of a specified goal or goals”. Menurutnya
kepemimpinan adalah pengaruh antara personal yang diuji dalam sebuah situasi
dan diarahkan melalui proses komunikasi secara langsung, terhadap pencapaian
satu tujuan atau beberapa tujuan.[4]
Hadari Nawawi
menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mengarahkan, membimbing,
mempengaruhi atau mengawasi fikiran, perasaan atau tindakan dan tingkah laku
orang lain.[5]
Sementara itu, Ngalim Purwanto menyatakan bahwa kepemimpinan adalah sekumpulan
dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk di dalamnya
kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang
dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas yang dibebankan
kepadanya dengan rela dan penuh semangat, ada kegembiraan batin serta merasa
tidak terpaksa.[6]
Selain beberapa
definisi di atas, ditemukan pula istilah kepemimpinan dalam terminology Islam.
Padanya terdapat beberapa term yang
berkaitan dengan pemimpin atau manager,
yakni imam, khalifah, wali, ulil amri,
rain dan malik. Istilah-istilah
tersebut dimana konsep utamanya berkaitan dengan otoritas mengatur orang atau
barang supaya dapat digunakan untuk mencapai tujuan organisasi. Selanjutnya
dalam Al-Qur’an istilah kepemimpinan diungkapkan dengan istilah khalifah. Pemakaian kata
khalifah setelah Rasulullah Saw. wafat
menyentuh juga maksud yang terkandung dalam perkataan amir atau penguasa. Karena itu kedua
istilah ini dalam bahasa Indonesia disebut pemimpin formal. Namun jika merujuk
kepada firman Allah Swt.
øÎ)ur tA$s%
/u
Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9
ÎoTÎ)
×@Ïã%y`
Îû
ÇÚöF{$#
ZpxÿÎ=yz
( (ÇÌÉÈ
Artinya:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
para malaikat, sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi.” (Q.S Al-Baqarah: 30)[7]
Kedudukan
non-formal dari seorang khalifah juga
tidak bias dipisahkan. Perkataan khalifah
dalam ayat tersebut tidak hanya ditujukan kepada para khalifah sesudah Nabi, tetapi penciptaan Nabi Adam as yang disebut
sebagai manusia dengan tugas memakmurkan bumi yang meliputi menyeru orang lain
berbuat ma’ruf dan diimbangi dengan
mencegah dari perbuatan munkar.
Selain kata khalifah disebutkan juga kata ulil amri yang satu akar dengan kata amir sebagaimana disebutkan di atas.
Kata Ulil Amri berarti pemimpin
tertinggi dalam masyarakat Islam, sebagaimana firman Allah Swt. sebagai
berikut:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$#
(#þqãYtB#uä
(#qãèÏÛr&
©!$#
(#qãèÏÛr&ur
tAqߧ9$#
Í<'ré&ur
ÍöDF{$#
óOä3ZÏB
( ÇÎÒÈ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri “
(Q.S An-Nisaa’: 59)[8]
Berdasarkan
ayat Al-Qur’an tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa, kepemimpinan dalam
Islam itu adalah kegiatan menuntun, membimbing, memandu dan menunjukkan jalan
yang diridhai Allah Swt.
Berdasarkan
pada beberapa pengertian kepemimpinan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa dalam definisi kepemimpinan tersebut terdapat beberapa unsure penting,
yaitu
1) Kemampuan
mempengaruhi orang lain, baik perseorangan maupun kelompok,
2) Kemampuan
mengarahkan tingkah laku bawahan atau orang lain, dan
3) Untuk
mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
Oleh
karena itu, kepemimpinan pada dasarnya ialah kemampuan menggerakkan, memberi
motivasi dan mempengaruhi orang-orang agar bersedia melakukan tindakan-tindakan
yang terarah pada pencapaian tujuan melalui
keberanian mengambil keputusan tentang kegiatan yang harus dilakukan.
Kepemimpinan juga merupakan proses interaksi antar kedua belah pihak, yaitu
seorang pemimpin dan yang dipimpinnya.
Kepemimpinan
sangat ditentukan oleh situasi kerja atau keadaan anggota atau bawahan dan
sumber daya pendukung organisasi. Karena itu jenis organisasi dan situasi kerja
menjadi dasar pembentuk pola kepemimpinan seseorang. Maka berdasarkan pemikiran
tersebut, kepemimpinan dalam pendidikan (seperti kepala sekolah) tentu sangat
berbeda dengan kepemimpinan dalam organisasi lainnya. Karena sekolah merupakan
lembaga yang memiliki karakteristik dan cirri khas tersendiri yang bersifat
unik.
Maka
kepemimpinan dalam pendidikan dapat diartikan sebagai suatu kesiapan, kemampuan
yang dimiliki oleh seseorang dalam proses mempengaruhi, mendorong, membimbing,
mengarahkan dan menggerakkan orang lain yang ada hubungannnya dengan
pelaksanaan dan pemngembangan pendidikan dan pengajaran, agar segenap kegiatan
pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien, yang pada gilirannya
dapat mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan.[9]
Walau
demikian, konsep kepemimpinan dalam pendidikan tidak bias dilepaskan dari
konsep kepemimpinan secara umum. Secara formal kegiatan kepemimpinan harus
diselenggarakan oleh seseorang yang menduduki posisi atau jabatan tertentu yang
di lingkungannya terdapat sejumlah orang yang harus bekerja sama untuk mencapai
satu tujuan.
Berkaitan
dengan teori kepemimpinan, telah dikenal istilah yang lain sebagai berikut:
1. Dalam
kamus “The Contemporary
English-Indonesian Dictionary” istilah pemimpin (leader), dengan kegiatannya disebut kepemimpinan (leadership).[10]
2. Idrawati
menyebutkan dengan istilah, minijer (manager)
dengan kegiatannya disebut sebagai manajemen ( management). Pengertian manajemen adalah suatu proses kegiatan
dari pada seorang pemimpin (manager)
yang harus dilakukan dengan menggunakan car-cara pemikiran ilmiah maupun
praktis untuk mencapai kerjasama dengan orang lain, sebagai sumber tenaga
kerja, serta dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia untuk itu dengan
cara yang setepat-tepatnya.
3. Administrasi
dengan kegiatannya disebut administrator (administration).
Dalam
lembaga pendidikan dasar dan menengah, yang disebut sebagai top manager
adalah kepala sekolah atau kepala madrasah yang peranannya menggerakkan,
mempengaruhi serta memberikan dorongan kepada sekuruh komponen yang ada dalam
lembaga sekolah untuk dapat mencapai tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada
lembaga sekolah yang dipimpinnya.
B.
Fungsi
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Sekolah
merupakan organisasi yang bersifat kompleks, unik dan khas, yang tentunya
berbeda dengan organisasi-organisasi lainnya. Dikatakan kompleks, karena
sekolah merupakan organisasi yang didalamnya terdapat berbagai dimensi yang
satu sama lainnya saling keterkaitan dan saling menentukan. Dikatakan unik dan
khas, karena sekolah merupakan organisasi yang memiliki cirri-ciri tertentu
yang tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi lainnya.
Karena sifatnya
yang kompleks, unik dan khas inilah, sekolah sebagai organisasi memerlukan
pemimpin yang mampu mengkoordinasikan hingga pada level yang lebih tinggi.
Pemimpin dalam sekolah adalah kepala sekolah. Maka tidak jarang keberhasialan
sekolah adalah keberhasialan kepala sekolah. Kepala sekolah yang berhasil
ialah, kepala sekolah yang mampu memahami organisasi sekolah sebagai organisasi
yang kompleks, unik dan khas, serta mampu melaksanakan peranan dan
fungsi-fungsinya sebagai kepala sekolah. Sebagai seorang yang diberi tanggungjawab
untuk memimpin sekolah.[11]
Sesuai dengan
cirri-ciri sekolah sebagai organisasi yang bersifat kompleks, unik dan khas,
maka tugas dan fungsi kepala sekolah juga harus dilihat dari berbagai sudut
pandang. Kepala sekolah harus mampu melaksanakan tugasnya
sertafungsi-fungsinya. Endang Mulyasa mengatakan bahwa fungsi kepemimpinan
kepala sekolah itu terangkum dalam istilah EMASLIM-FM yakni fungsi educator,
manager, administrator, supervisior, leader, innovator, dan motivator, figure
dan mediator. Maka dengan demikian, pekerjaan kepala sekolah semakin hari
semakin meningkat dan selalu meningkat sesuai dengan perkembangan pendidikan
yang diharapkan. Oleh karena itu, hendaknya kepala sekolah lebih meningkatkan
profesionalismenya.[12]
Pelaksanaan
tugas dan fungsi tersebut tidak bias dipisahkan satu sama lainnya, karena
saling terkait dan mem pengaruhi, serta menyatun dalam pribadi kepala sekolah
yang professional. Kepala sekolah yang mampu melaksanakan fungsi-fungsinya
sebagaimana dikatakan, akan dapat menerapkan visinya menjadi aksi dalam
paradigm baru manajemen pendidikan.
a. Fungsi
educator
Dalam
menjalankan fungsinya sebagai educator
(pendidik). Pendidik adalah orang yang
mendidik. Sedang mendidik diartikan memberikan latihan (ajaran, pimpinan)
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Maka fungsi kepemimpinan kepala sekolah
sebagai pendidik, harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan
profesionalisme tenaga kependidikan (para guru dan yang lainnya) di sekolah.
Serta mampu menciptakan iklim yang kondusif, memberikan nasehat kepada setiap
warga sekolah, memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kepandidikan, serta
melaksanakan model pembelajaran yang menarik, dan mengadakan program akselerasi
bagi para peserta didik yang memiliki kecerdasan di atas normal.[13]
Memahami arti
pendidik, tidak cukup berpegang pada konotasi yang dikandung dalam definisi
atau pengertian pendidik. Melainkan harus memahami istilah lainnya yang terkait
dengan hal mendidik, yakni pendidikan, tujuan pendidikan, sarana pendidikan,
strategi pendidikan yang dilaksanakan.[14]
Maka demi kepentingan tersebut kepala sekolah harus menanamkan, memajukan dan
meningkatkan paling tidak empat hal, yakni pembinaan mental, pembinaan moral,
pembinaan fisik dan pembinaan artistic.
a) Pembinaan
mental, yaitu membina para tenaga
kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan sikap batin dan watak. Dalam
hal ini, kepala sekolah harus mampu menciptakan iklim yang kondusif agar setiap
tenaga kependidikan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, proporsional dan
professional. Maka dengan demikian, kepala sekolah harus mampu melengkapi
sarana dan prasarana dan sumber belajar agar dapat memberikan kemudahan kepada
para guru dalam melaksanakan tugas utamanya. Mengajar dalam arti memberikan
kemudahan kepada peserta didik (facilitate
of learning).
b) Pembinaan moral,
yaitu membina para tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan
ajaran baik buruk mengenai sesuatu perbuatan, sikap dan kewajiban sesuai dengan
tugas masing-masing. Kepala sekolah harus memberikan nasehat kepada seluruh
warga sekolah, misalnya pada setiap upacara bendera atau pada saat pertemuan
rutin sekolah.
c) Pembinaan fisik,
yaitu membina para tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan
kondisi jasmani atau badan, kesehatan dan penampilan mereka secara lahiriah.
Kepala sekolah harus memberikan dorongan agar para tenaga kependidikan terlibat
aktif dan kreatif dalam kegiatan olahraga, baik yang diprogramkan oleh sekolah
maupun yang diselenggarakan oleh warga masyarakat.
d) Pembinaan artistic,
yaitu membina tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan
kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan. Kepala sekolah harus mampu
merencanakan berbagai program pembinaan artistic, seperti karya wisata, tetapi
pelaksanaanya tidak mengganggu pelaksanaan pembelajaran. Lebih dari itu,
kegiatan ini malah harus menunjang atau pengayaan terhadap pembelajaran yang
dilaksanakan disekolah.[15]
b. Fungsi
Manajer
Manajemen pada
hakikatnya merupakan suatu proses merencanakan, mengorganisasikan,
melaksanakan, memimpin, dan mengendalikan usaha anggota organisasi serta
mendayagunakan seluruh sumber-sumber daya organisasi dalam rangka mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.[16]
Berkaitan dengan
define tersebut, maka ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu
proses, pendayagunaan seluruh sumber organisasi dan pencapaian tujuan
organisasi yang telah ditetapkan. Dikatakn suatu proses, karena semua manejer
dengan ketangkasan dan keterampilan yang dimilikinya mengusahakan dan
mendayagunakan berbagai kegiatan yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan.
Proses tersebut menurut Wahjosumidjo, mencakup:
a) Merencanakan,
dalam arti kepala sekolah harus benar-benar memikirkan dan merumuskan dalam
suatu program tujuan dan tindakan yang harus dilakukan;
b) Mengorganisasikan,
berarti kepala sekolah harus mampu menghimpun dan mengorganisasikan sumberdaya
sekolah dan sumber-sumber material sekolah, karena keberhasilan sekolah sangat
tergantung pada kemampuan dalam mengkoordinasikan berbagai sumber tersebut;
c) Memimpin,
dalam arti kepala sekolah harus mampu mengarahkan dan mempengaruhi sumber daya
agar melakukan tugas-tugasnya secara esensial;
d) Mengendalikan,
dalam arti kepala sekolah memperoleh jaminan untuk keberjalanan sekolah
mencapai tujuan.[17]
Dalam
Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah
dikatakan bahwa kompetensi manajerial kepala sekolah memiliki kemampuan:
a) Menyusun
perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai perencanaan;
b) Mengembangkan
organisasi sekolah sesuai dengan kebutuhan;
c) Memimpin
sekolah dalam rangka mendayagunakan sumber daya sekolah secara optimal;
d) Mengelola
perubahan dan pengembangan sekolah menuju organisasi pembelajar secara efektif;
e) Menciptakan
iklim sekolah yang kondusif bagi pembelajaran peserta didik;
f) Mengelola
guru dan staf; sarana dan prasarana sekolah;
g) Mengelola
hubungan sekolah dengan masyarakat;
h) Mengelola
peserta didik;
i)
Mengelola pengembangan kurikulum dan
kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan;
j)
Mengelola keuangan sekolah sesuai dengan
prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan dan efisien;
k) Mengelola
ketatausahaan sekolah dalam mendukung tujuan sekolah;
l)
Mengelola unit layanan khusus sekolah
dalam mendukung kegiatan pembelajaran;
m) Mengelola
system informasi sekolah;
n) Memanfaatkan
kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen
sekolah; dan
o) Melakukan
monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah dengan
prosedur yang tepat serta merencanakan tindak lanjutnya.
c. Fungsi
Administrator
Kepala sekolah
juga berfungsi sebagai administrator. Sebagai administrator menurut Mulyasa
kepala sekolah memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas
pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan dan pendokumenan
seluruh program sekolah. Secara spesifik, kepala sekolah harus memiliki
kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola
administrasi peserta didik, mengelola admistrasi personalia, mengelola
administrasi sarana dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan dan
mengelola administrasi keuangan. Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara
efektif dan efisien agar dapat menunjang produktivitas sekolah.[18]
d. Fungsi
Supervisor
Kegiatan utama
pendidikan di sekolah dalam rangka mewujudkan tujuannya adalah kegiatan
pembelajaran, sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah bermuara pada
pencapaian efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Oelh karena itu, salah satu
tugas kepala sekolah adalah sebagai supervisor, yaitu mensupervisi pekerjaan
yang dilakukan oleh tenaga kependidikan.[19]
Secara etimologi
istilah supervise berasal dari kata super dan visi yang sering dimaknai dengan
melihat dan meninjau dari atas atu menilik dan menilai dari atas, yang
dilakukan oleh pihak atasan terhadap aktivitas, kreativitas dan kinerja
bawahan.[20]
Pengertian
supervise secara terminology seperti yang diungkapkan Carter Good’s Dictionary of Education yang dikutip oleh Mulyasa
sebagai berikut, segala usaha pejabat sekolah dalam memimpin guru-guru dan
tenaga kependidikan lainnya, untuk memperbaiki pengajaran termasuk
menstimulasi, menyeleksi pertumbuhan dan perkembangan jabatan guru-gruru,
menyeleksi dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran dan metode-metode
mengajar serta evaluasi pengajaran.
Supervisi
sesungguhnya dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah yang berperan sebagai supervisor, tetapi dalam system
organisasi pendidikan modern diperlukan supervisor
khusus yang lebih independent, dan dapat meningkatkan objektivitas dalam
pembinaan dan pelaksanaan tugasnya.
Jika supervise
dilaksanakan oleh kepala sekolah, maka ia harus mampu melakukan berbagai
pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan.
Pengawasan dan pengendalian ini merupakan control agar kegiatan pendidikan di
sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan dan pengendalian
juga merupakan tindakan prefentif untuk mencegah agar teenage kependidikan tidak
melakukan penyimpangan dan lebih berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya.
e. Fungsi
Leader
Kepala sekolah
sebagai leader harus mampu memberikan
petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka
komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas.[21]
Kepala sekolah sebagai leader harus
memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman
dan pengetahuan professional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasan.
Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagi leader
dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan,
visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan dan kemampuan
berkomunikasi.[22]
f. Fungsi
Inovator
Dalam rangka
melakukan peran dan fungsinya sebagai innovator, kepala sekolah harus memiliki
strategi yang tepat untk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan,
mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan
kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah, dan mengembangkan model-model pembelajaran
inovatif.
Kepala sekolah
sebagai innovator menurut Mulyasa akan tercermin dari cara-cara dia melakukan
pekerjaannya secara konstruktif, keratif, delegatif, integrative, rasional dan
objektif, pragmatis, keteladanan, disiplin serta adaptable dan fleksibel.[23]
g. Fungsi
Motivator
Sebagai
motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan
motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan
fungsinya. Menurut Mulyasa motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan
lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan
secara efektif dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan
pusat sumber belajar.[24]
h. Fungsi
Figur dan Mediator
Selain sebagai
fungsi sebagaimana telah disebutkan di atas, juga terdapat dua fungsi lain
sebagai kepala sekolah. Dalam perkembangan selanjutnya, terutama dalam
mengembangkan pendidikan yang lebih bermartabat, kepala sekolah harus mampu
menjadi figure dan mediator, bagi perkembangan masyarakat dan sekitarnya.[25]
C.
Gaya
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Gaya keemimpinan
adalah cara yang dipergunakan oleh pemimpin dalam mempengaruhi para
pengikutnya. Selanjutnya dalam pengertian sederhana, menurut Mulyasa gaya
kepemimpinan adalah suatu norma perilaku
yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku
orang lain seperti yang ia lihat. Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola
perilaku seseorang pemimpin yang khas pada saat mempengaruhi yang dipimpinnya,
apa yang dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan, cara pemimpin untuk bertindak
dalam mempengaruhi anggota kelompok membentuk gaya kepemimpinannya.[26]
Ngalim Purwanto
menjelaskan juga terdapat empat gaya kepemimpinan yang lain, yakni gaya
kepemimpinan otoriter,
Pseudo-demokratis, gaya kepemimpinan laisez
faire (gaya bebas) dan gaya kepemimpinan demokratis.[27]
a. Gaya
Kepemimpinan Otoriter
Otoriter atau
otokrat berasal dari kata autos, yang
berarti sendiri dan kratos yang
berarti kekuasaan atau kekuatan. Maka secara etimologi otoriter atau otokrat
berate penguasa absolute.[28]
Gaya kepemimpinan seperti ini identik dengan seorang dictator, bahwa memimpin
adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Penafsirannya, sebagai pemimpin tidak
lain adalah menunjukkan dan memberi perintah sehingga ada kesan bawahan atau
anggota-anggotanya hanya mengikuti dan menjalankannya, tidak boleh membantah
dan mengajukan saran.[29]
Gaya
kepemimpinan yang otoriter menurut Hadari Nawawi biasanya memiliki sifat-sifat
sebagai berikut:
a) Menganggap
organisasi yang dipimpinnya sebagai milik pribadi;
b) Mengidentifikasikan
tujuan pribadi dengan tujuan organisasi;
c) Menganggap
bawahan bak sebuah alat semata;
d) Tidak
menerima pendapat, saran atau kritik dari anggotanya;
e) Terlalu
bergantung kepada kekuasaan formalnya; dan
f) Cara
pendekatan kepada bawahannya dengan pendekatan paksaan dan bersifat kesalahan
hukuman.[30]
b. Gaya
Kepemimpinan Pseudo-Demokratis
Istilah pseudo berarti palsu. Maka pseudo
demokratis berate bukan atau tidak demokratis. Gaya kepemimpinan seperti ini
sebenarnya otokratis, tetapi dalam kepemimpinannya ia member kesan demokratis.
Seorang pemimpin yang bersifst pseudo-demokratis sering memakai “topeng”. Ia pura-pura memperlihatkan
sifat demokratis di dalam kepemimpinannya. Ia member hak dan kuasa kepada
guru-guru untuk menetapkan dan memutuskan sesuatu, tetapi sesungguhnya ia
bekerja dengan perhitungan. Ia mengatur siasat agar kemauannya terwujud kelak.[31]
c. Gaya
Kepemimpinan Bebas (Laissez Faire)
Gaya
kepemimpinan bebas atau laissez faire ini diartikan membiarkan
orang-orang berbuat sekehendaknya. Gaya kepemimpinan seperti ini sang pemimpin
praktis tidak memimpin. Pemimpin seperti ini sama sekali tidak memberikan
control dan koreksi terhadap pekerjaan para bawahan atau anggotanya.[32]
Jika dalam
sebuah organisasi tidak terdapat seorang pun yang anggota menetapkan keputusan
dan melaksanakan kegiatan, maka organisasi menjadi tidak berfungsi. Sebaliknya
kebebasan yang diberikan, juga berakibat fungsi organisasi tidak berlangsung
sebagaimana mestinya, bahkan menjadi tidak terarah. Kondisi seperti itu dapat
terjadi karena wewenang menjadi tidak jelas dan tanggungjawab ini terjadi
dilingkungan orang-orang kafir, meskipun baru terlihat setelah dimintai
pertanggung jawaban oleh Allah SWT. kelak
di akhirat. Demikianlah yang diberitahukan Allah SWT. dalam firman-Nya
berikut:
@t7ø%r&ur öNßgàÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ tbqä9uä!$|¡tFt ÇËÐÈ (#þqä9$s% öNä3¯RÎ) ÷LäêZä. $uZtRqè?ù's? Ç`tã ÈûüÏJuø9$# ÇËÑÈ (#qä9$s% @t/ óO©9 (#qçRqä3s? tûüÏZÏB÷sãB ÇËÒÈ $tBur tb%x. $uZs9 /ä3øn=tæ `ÏiB ¤`»sÜù=ß ( ö@t/ ÷LäêZä. $YBöqs% tûüÉó»sÛ ÇÌÉÈ
Artinya:
“Sebahagian
dan mereka menghadap kepada sebahagian yang lain berbantah-bantahan.
Pengikut-pengikut mereka berkata (kepada pemimpin-pemimpin mereka):
"Sesungguhnya kamulah yang datang kepada Kami dan kanan. Pemimpin-pemimpin
mereka menjawab: "Sebenarnya kamulah yang tidak beriman". Dan
sekali-kali Kami tidak berkuasa terhadapmu, bahkan kamulah kaum yang melampaui
batas”. (Q.S Ash-Shaffat: 27-30)[33]
Prinsip gaya
kepemimpinan laissez faire (gaya
bebas) ini memiliki sifat-sifat antara lain:
a) Pembagian
tugas kerja diserahkan kepada nggota-anggota kelompok tanpa petunjuk dan
saran-saran.
b) Kekuasaan
dan tanggung jawab bersimpang siur, berserahkan dan tidak merata.
c) Tidak
memiliki tanggung jawab untuk mencapai sebuah tujuan.[34]
d. Gaya
Kepemimpinan Demokratis
Gaya
kepemimpinan demokratis ini adalah gaya kepemimpinan yang paling ideal.
Pemimpin yang demokratis adalah pemimpin yang kooperatif dan tidak dictator.
Dia selalu menstimulasi anggota-anggota kelompoknya dan selalu mempertimbangkan
kesanggupan serta kemampuan kelompoknya.[35]
Menurut Purwanto
pemimpin yang demokratis memiliki beberapa cirri antara dari kepemimpinan
antara lain sebagai berikut:
a) Dalam
menggerakkan bawahan bertitik tolak dari pendapat manusia makhluk termulia di
dunia;
b) Selalu
berusaha untuk menyingkonkan dan tujuan organisasi dengan tujuan pribadi;
c) Senang
menerima saran, pendapat dan kritik dari bawahan;
d) Mengutamakan
kerjasama dalam mencapai tujuan;
e) Memberikan
kebebasan seluas-luasnya kepada bawahan dan membimbingnya;
f) Mengusahakan
agar bawahan lebih sukses daripada dirinya’ dan
g) Selalu
mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.
D.
Standar
Kualifikasi dan Kompetensi Kepala Sekolah
Standar
Kepala Sekolah Madrasah ditetapkan dalam Permendiknas RI Nomor 13 Tahun 2007,
tentang kualifikasi dan kompetensi Kepala sekolah/ Madrasah. Dalam Permendiknas
tersebut disebutkan tentang kualifikasi Kepala Sekolah/Madrasah, yang terdiri
atas kualifikasi umum dan kualifikasi khusus.
a. Kualifikasi
Umum Kepala Sekolah/Madrasah
a) Memiliki
kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau
non kependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi;
b) Pada
waktu diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun;
c) Memiliki
pengalaman mengajar sekurang-kurangnnya 5 (lima) tahun menurut jenjang sekolah masing-masing,
kecuali di TK/RA memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun
di TK/RA; dan
d) Memiliki
pangkat serendah-rendahnya III/c bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi
non-PNS disertakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau
lembaga yang berwenang.
b. Kualifikasi
Khusus Kepala Sekolah/Madrasah
Adapun tentang
kualifikasi kepala sekolah/madrasah adalah:[36]
a) Kepala
Sekolah Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA) adalah sebagai berikut:
a. Berstatus
sebagai guru TK/RA
b. Memiliki
sertifikat pendidik sebagai guru TK/RA, dan
c. Memiliki
sertifikasi Kepala TK/RA yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan
pemerintah
b) Kepala
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) adalah sebagai berikut:
a. Berstatus
sebagai guru SD/MI
b. Memiliki
sertifikat pendidik sebagai guru SD/MI, dan
c. Memiliki
sertifikasi Kepala SD/MI yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan
pemerintah
c) Kepala
Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) adalah sebagai berikut:
a. Berstatus
sebagai guru SMP/MTs
b. Memiliki
sertifikat pendidik sebagai guru SMP/MTs, dan
c. Memiliki
sertifikasi Kepala SMP/MTs yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan
pemerintah
d) Kepala
Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) adalah sebagai berikut:
a. Berstatus
sebagai guru SMA/MA
b. Memiliki
sertifikat pendidik sebagai guru SMA/MA, dan
c. Memiliki
sertifikasi Kepala SMA/MA yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan
pemerintah
e) Kepala
Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK) adalah sebagai
berikut:
a. Berstatus
sebagai guru SMK/MAK
b. Memiliki
sertifikat pendidik sebagai guru SMK/MAK, dan
c. Memiliki
sertifikasi Kepala SMK/MAK yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan
pemerintah
f) Kepala
Sekolah Dasar Luar Biasa/ Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa/ Sekolah Menengah
Atas Luar Biasa (SDLB/SMPLB/SMALB) adalah sebagai berikut:
a. Berstatus
sebagai guru SDLB/SMPLB/SMALB
b. Memiliki
sertifikat pendidik sebagai guru SDLB/SMPLB/SMALB, dan
c. Memiliki
sertifikasi Kepala SDLB/SMPLB/SMALB yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan
pemerintah
g) Kepala
Sekolah Indonesia Luar Negeri adalah sebagai berikut:
a. Memiliki
pengalaman sekurang-kurangnya 3 tahun sebagai kepala sekolah;
b. Memiliki
sertifikat pendidik sebagai guru pada salah satu satuan pendidikan;dan
c. Memiliki
sertifikat kepala sekolah yang diterbitkan oleh lembaga yang telah ditetapkan
pemerintah.[37]
Sebagaimana
termaktub pada Permendikan Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala
Sekolah/Madrasah yaitu: bahwa standar kompetensi Kepala Sekolah/Madrasah paling
tidak memiliki lima kompetensi, yakni kompetensi kepribadian, manajerial,
kewirausahaan, supervise dan kompetensi social. Secara rinci
kompetensi-kompetensi yang dimiliki oleh kepala sekolah dapat dilihat pada
table beriku ini.
Dimensi
Kompetensi
|
Uraian
Kompetensi
|
1.
Kompetensi Kepribadian
|
1.1.
Berakhlak mulia, mengembangkan budaya
dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di
sekolah/madrasah;
1.2.
Memiliki integritas kepribadian
sebagai pemimpin;
1.3.
Memiliki keinginan yang kuat
dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah;
1.4.
Bersikap terbuka dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsi;
1.5.
Mengendalikan diri dalam
menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/madrasah;
1.6.
Memiliki bakat dan minat jabatan
sebagai pemimpin pendidikan
|
2.
Kompetensi Manajerial
|
2.1.
Menyusun perencanaan
sekolah/mdrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan;
2.2.
Mengembangkan organisasi
sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan;
2.3.
Memimpin sekolah/madrasah dalam
rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal;
2.4.
Mengelola perubahan dan
pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajaran yang lebih
efektif;
2.5.
Menciptakan budaya dan iklim
sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik;
2.6.
Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber
daya manusia secara optimal;[38]
2.7.
Mengelola sarana dan prasarana
sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal;
2.8.
Mengelola hubungan
sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pendirian dukungan ide, sumber
belajar dan pembinaan sekolah/madrasah;
2.9.
Mengelola peserta didik dalam
rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan
kapasitas peserta didik;
2.10. Mengelola
pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan
tujuan pendidikan nasional;
2.11. Mengelola
keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel,
transparan dan efisien;
2.12. Mengelola
ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan
sekolah/madrasah;
2.13. Mengelolah
unit layanan khusus sekolah/madrasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran
dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah;
2.14. Mengelolah
system informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan
pengambilan keputusan;
2.15. Memanfaatkan
kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen
sekolah/madrasah;
2.16. Melakukan
monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan
sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak
lanjut.[39]
|
3.
Kompetensi Kewirausahaan
|
3.1.
Menciptakan inovasi yang berguna
bagi pengembangan sekolah/madrasah;
3.2.
Bekerja keras untuk mencapai
keberhasilan sekolah/madrasah sebagai organisasi pembelajaran yang efektif;
3.3.
Memiliki motivasi yang kuat untuk
sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin
sekolah/madrasah;
3.4.
Pantang menyerah dan selalu
mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi
sekolah/madrasah;
3.5.
Memiliki naluri kewirausahaan
dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai sumber
belajar peserta didik.
|
4.
Kompetensi Supervisi
|
4.1.
Merencanakan program supervise
akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru;
4.2.
Melaksanakan supervise akademik
terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervise yang tepat;
4.3.
Menindaklanjuti hasil supervise
akdemik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
|
5.
Kompetensi Sosial
|
5.1.
Bekerja sama dengan pihak lain
untuk kepentingan sekolah/madrasah;
5.2.
Berpartisipasi dalam kegiatan
social kemasyarakatan;
5.3.
Memiliki kepekaan social terhadap
orang atau kelompok lain.[40]
|
Semua
kompetensi di atas diharapkan tercermin pada diri seorang Kepala
Sekolah/Madrasah dalam melaksanakan tugas dan perannya untuk menciptakan
sekolah yang berkualitas dan unggul dan kompetitif, mampu berdaya saing dan berdaya
sanding. Baik dengan sekolah/madrasah pada level yang lebih tinggi. Standar
minimal tugas dan peran seorang kepala sekolah harus melaksanakan pengembangan
sekolah oleh karena itu kepala sekolah harus tahu betul apa yang menjadi target
keberhasilan dari kegiatan pengembangan sekolah yang dilakukannya.
Pada
dasarnya ada 33 kompetensi kepala sekolah yang harus mampu dilaksanakan oleh
kepala sekolah. Mengingat begitu banyaknya kompetensi yang harus dilakukan,
maka perlu kiranya kepala sekolah memiliki sebuah prosedur yang jelas untuk
melakukan dan mengevaluasinya. Dengan demikian pada pembahasan ini akan
dideskripsikan mengenai pendekatan, strategi, instrument evaluasi, pelaksanaan
evaluasi, analisis hasil evaluasi dan merumuskan rencana tindak lanjut (RKTL)
yang harus dilakukan oleh seorang kepala sekolah.[41]
E.
Peran
kepala Sekolah Dalam Menyukseskan Implementasi Pendidikan Karakter
Disamping guru
dan tenaga kependidikan lainnya, kepala
sekolah memiliki peranan yang sangat penting dalam menyukseskan implementasi
pendidikan karakter di sekolah, terutama dalam mengkoordinasi, menggerakkan,
dan mengharmoniskan semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Kepala sekolah
adalah pemimpin tertinggi yang sangat berpengaruh dalam menentukan kemajuan
sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu factor yang dapat
mewujudkan perwujudan visi, misi dan tujuan sekolah melalui program-program
yang dilaksanakan secara bertahap dan terencana.
Dalam
menyukseskan implementasi pendidikan karakter di sekolah kepala sekolah paling
tidak harus melakukan berbagai program kegiatan
baik yang terkait dengan program sekolah secara keseluruhan maupun yang
terkait dengan tugas sehari-hari kepala sekolah. Pertama, untuk terkait dengan program sekolah secara keseluruhan,
tahapan yang harus dilakukan adalah:[42]
a. Mencermati
kalender pendidikan, sehingga ditemukan hari-hari efektif, setengah efektif
(karena ada kegiatan tertentu) dan hari-hari tidak efektif, seperti hari libur.
b. Jumlah
hari efektif dan setengah efektif merupakan dasar penyusunan program tahunan,
program semester dan rencana pembelajaran,
c. Penyusunan
program kegiatan ekstrakurikuler diupayakan ditempatkan di luar jam belajar,
sehingga tidak mengurangi jam belajar efektif,
d. Secara
periodic melakukan evaluasi terhadap implementasi pendidikan karakter dengan
melibatkan semua tenaga guru dan staf sekolah, sehingga ditemukan halangan dan
rintangan yang dihadapi, serta berbagai kemajuan yang telah dilalui.
Kedua,
yang terkait dengan tugas sehari-hari sebagai kepala sekolah yang perlu
dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Mengalokasikan
lebih banyak waktu untuk peningkatan kualitas pendidikan karakter, kesiswaan,
pembinaan guru dan karyawan,
b. Menyediakan
waktu khusus untuk mengevaluasi jalannya pendidikan karakter,
c. Membuat
jadwal kerja dengan rincian waktu yang diketahui oleh semua warga sekolah,
d. Secara
periodic menyediakan waktu untuk bertemu/menerima guru dan staf serta peserta
didik, dengan jadwal yang diketahui oleh semua warga sekolah.[43]
Sesuai
dengan era demokrasi, seorang pemimpin di sekolah (yaitu kepala sekolah)
hendaknya melakukan tindakan berdasarkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang
demokratis, yakni adanya kebebasan berbicara, bertanya, memberi penghargaan
kepada sesame, terbuka, dan setara. Prinsip-prinsip tersebut dapat dijabarkan
sebagai berikut:
a) Memiliki
visi yang strategis dan jelas
Hal ini menekankan
bahwa seorang kepala sekolah hendaknya memiliki visi yang jelas. Visi tersebut
harus mencerminkan aspirasi dan harapan seluruh warga sekolah dan dalam
jangkauan untuk mewujudkannya. Apa yang dilakukan oleh kepala sekolah tidak
akan terarah jika tidak didukung oleh visi yang strategis dan jelas. Visi yang
strategis dan jelas mampu memberikan gambaran masa depan, memotivasi, membangun
kebanggaan dan komitmen.
b) Memiliki
kompetensi dan komitmen
Kompetensi mengarah
pada kemampuan yang dimiliki seorang pemimpin, baik kemampuan teknis maupun
nonteknis. Kemampuan teknis menunjukkan pada keterampilan pemimpin, sedangkan
kemampuan nonteknis menunjuk pada penguasaan pemimpin terhadap bidang keilmuan
dan seni kepemimpinan yang dimiliki. Sementara komitmen mengarah pada rasa
memiliki (sense of belonging) seorang
pemimpin terhadap apa yang diamanahkan kepada kepala sekolah.
c) Bertanggung
jawab
Hal ini menunjukkan
kepada kemampuan (ability) dalam
menjawab (response)
pertanyaan-pertanyaan terkait dengan kemampuan dalam memimpin dan terhadap
apa yang dilakukan sebagai pemimpin.
Tanggung jawab seorang pemimpin sekolah bukan hanya terhadap sesuatu yang
dikerjakan dan upayakan, tetapi juga terhadap apa yang dilakukan bawahannya
dalam mencapai tujuan sekolah.
d) Dapat
dipercaya (Amanah)
Seorang kepala sekolah
hendaknya dapat dipercaya, baik perkataannya, sikap dan perbuatannya maupun
kebijakan yang diambilnya dalam menyelenggarakan sekolah kea rah tujuan yang
ditetapkan. Agar kepala sekolah memperoleh kepercayaan (trust), hendaknya menjalankan tugas dengan benar dan baik. Di
samping itu, kepala sekoah harus bersikap terbuka kepada orang lain. Sikap
terbuka kepada orang lain berarti menyampaikan sesuatu yang seharusnya
disampaikan kepada orang lain (bawahannya), sedangkan bagi orang lain berate
siap mendengarkan dan menyimak apa saja yang disampaikan orang lain
(bawahannya).[44]
e) Memberikan
otonomi
Pemberian otonomi
kepala sekolah bukan berarti bebas tidak terbatas. Pemberian otonomi berarti
pemberian kebebasan untuk berapresiasi diri secara kreatif dan positif, sesuai
minat dan bakat bawahannya. Otonomi dalam proses pembelajaran merupakan hak
seorang guru dalam mengelola kelas tanpa harus melepaskan diri dari pengawasan
yang wajar dari kepala sekolah.
f) Mampu
memberikan motivasi
Motivasi yang dimiliki
seseorang tidak selalu muncul karena dorongan dari dalam dirinya sendiri
(factor internal), tetapi terkadang muncul karena pengaruh atau dorongan dari
orang lain (factor eksternal). Oleh karena itu, peranan kepala sekolah sebagai
pemimpin sangat penting dalam memotivasi orang-orang yang dipimpinnya. Dalam
budaya paternalistic sebagaimana yang ada di Indonesia, kemampuan pemimpin
dalam memberikan motivasi sangatlah urgen.
g) Bersikap
adil
Seorang pemimpin
hendaknya bersikap adil, karena sikap tidak adil hanya akan mendatangkan sikap
tidak percaya (distrust) dari anak
buahnya. Kepala sekolah yang adil akan member dampak bagi bawahan antar lain:
bertambahnya semangat kerja, merasa dihargai, dan citra manajemen yang
menyenangkan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kauntitas dan kualitas
kinerja.
h) Berani
mengambil keputusan
Seorang pemimpin
hendaknya tidak boleh takut mengambil keputusan terhadap persoalan yang harus
diputuskan. Keberanian mengambil keputusan berarti berani mengambil resiko.
Oleh karena itu, keberanian di sini bukan tanpa nalar, tanpa perhitungan dan
tanpa alas an yang kuat, tetapi justru seorang pemimpin harus bijak
mempertimbangkan semua aspek dalm mengambil keputusan. Pemimpin yang ragu-ragu
mengambil keputusan akan terkesan lamban dan dapat kehilangan momentum atau
kesempatan untuk berbuat.[45]
i)
Kreatif dan inovatif
Pemimpin yang kreatif
dan inovattif adalah pemimpin yang dapat menemukan atau menciptakan kualitas
organisasi yang dipimpinnya. Kreativitas seorang kepala sekolah biasanya akan
memiliki nilai lebih terutama dalam upaya meningkatkan ragam kegiatan dan
hasil-hasilnya. Kreativitas dan inovasi kepala sekolah sangat dipengaruhi oleh
sikap ingin tahu, ingin maju dan ingin wawasan yang luas.
j)
Partisipatif
Setiap kepala sekolah
bertanggu jawab “memberdayakan” warga sekolah supaya mampu berpartisipasi
secara konstruktif. Kemauan berpartisipasi warga sekolah sangat ditentukan oleh
kepmimpinan kepala sekolah. Seorang pemimpin tidak mungkin sukses memberdayakan
warga atau bawahannya tanpa keterlibatannya secara aktif dalam berbagai
kegiatan. Dengan kata lain seorang pemimpin hendaknya mampu memberdayakan
dirinya dalam berpartisipasi sebelum ia berupaya memberdayakan warganya.
k) Taat
hukum
Sebagai pemimpin,
kepala sekolah hendaknya selalu taat pada hokum yang erlaku. Pemimpin yang taat hokum akan dihormati dan disegani
oleh bawahan, dan hal ini akan menambah wibawa pemimpin yang bersangkutan.
Terhadap kepemimpinan yang demikian, mungkin saja bawahan akan merasa kecewa
akibat keinginannya tidak dikabulkan karena ia melanggar peraturan. Tetapi hati
kecilnya pati akan berkata bahwa pemimpinnya itu benar-benar memiliki sifat
terpuji, karena tidak dapat diajak kompromi untuk berbuat sesuatu yang
melanggar hokum.[46]
l)
Dapat diteladani
Setiap pemimpin
hendaknya mampu menjadi teladan bagi yang dipimpinnya. Demikian pula kepala
sekolah, hendaknya menjadi teladan bagi warga sekolah lainnya. Keteladanan
pemimpin memiliki pengaruh besar bagi warga terutama bagi mayarakat Indonesia
yang bersifat paternalistic, yang melihat contoh dari atasannya. Anjuran yang
sangat bijak dari Ki Hajar Dewantoro: “Ing
Ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani” (apabila
anda di depan member contoh, di tengah member masukan/pendapat, dan dibelakang
tetap member arahan) harus benar-benar menjadi ruh kepala sekolah dalam
bertindak.
m) Berorientasi
pada konsensus
Selain sebagai teladan,
kepala sekolah hendaknya juga bersedia menjadi penengah terhadap masalah warga
sekolah dan membiasakan diri dalam mengambil keputusan berdasarkan kesepakan.
Oleh karena itu kepala sekolah hendaknya memiliki sikap mementingkan “musyawarah”, sebelum mengambil suatu
keputusan untuk kepentingan bersama.
n) Saling
berkaitan.[47]
Hal ini menekankan bahwa pemimpin
hendaknya mempunyai sikap terbuka utnuk bekerjasama dengan pihak lain, saling
membantu, saling melengkapi, dan saling menguntungkan (mutual benefit). Hal ini sesuai kenyataan alamiah bahwa tidak ada
sesuatu yang berdiri sendiri dan terpisah dengan yang lainnya. Kepala sekolah
pasti dan sudah seharusnya berhubungan dan bekerjasama dengan pemimpin
masyarakat sekitar sekolah, misalnya Ketua RW (Rukun Warga), Kepala Kampung,
Kepala Desa/Lurah, CAmat, dll. Oleh karena itu, kepentingan pemimpin-pemimpin
lain itu hendaknya enjadi perhatian kepala sekolah, menjauhkan sikap ingin
menang sendiri dan berupaya agar semua merasa senang dan menang.
Di
samping memiliki dan mampu menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang baik
dalam mengelola sekolah, kepala sekolah juga dituntut untuk berinisiatif dan
berkomunikasi yang baik dengan guru dan tata usaha. Kepala sekolah juga harus
mampu mengembangkan kegiatan untuk meningkatkan proses belajar mengajar ataupun
kegiatan lainnya dalam pengembangan intelektual maupun emosional. Kepala
sekolah perlu mengetahui dengan pasti ini pendidikan karakter yang terintegrasi
dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru, dengan maksud agar bilamana adfa
peserta didik yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku, kepala sekolah dapat
mengingatkan guru tentang adanya tindakan yang menyimpang dari nilai-nilai
karakter yang dikembangkan di sekolah.
Oleh
karena itu, peran kepala sekolah dalam manajemen sekolah yang memadukan dengan
nilai-nilai karakter diharapkan dapat:
1) Berpedoman
pada rencana yang sudah disusun sebagai patokan untuk bekerja,
2) Selalu
memperhatikan pembiyaan, perlengkapan, cara yang ditempuh, dan stakeholder,
3) Memperhatikan
pengorganisasian secara benar,
4) Memperhatikan
kemampuan orang yang akan mengerjakan tugas,
5) Berupaya
menempatkan orang pada posisi yang tepat sesuai kemampuan dan keahliannya,
6) Membangun
suasana yang menyenangkan dengan transparan,
7) Selalu
memperhatikan waktu dan situasi yang berkembang,
8) Berupaya
secara optimal agar semua program dapat dilaksanakan, dan
9) Melakukan
control terhadap setiap unsure manajemen secara konsisten.[48]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kepemimpinan
sebagai bagian dari fungsi manajemen merupakan hal yang sangat penting untuk
mencapai tujuan organisasi. Secara etimologis istilah kepemimpinan dalam kamus
bahasa Inggris-Indonesia Jhon Echols merupakan terjemahan dari kata leadership (bahasa Inggris), yang erarti
kepemimpinan. Sementara itu, kata kepemimpinan berasal dari akar kata pemimpin,
yang berarti seseorang yang dikenal oleh dan berusaha untuk mempengaruhi para
pengikutnya, untuk merealisasikan apa yang menjadi visinya.
Dalam pengertian
terminology terdapat beberapa pengertian kepemimpinan yang dikemukakan oleh
beberapa ahli. Dalam Ensiklopedi Umum
diterangkan bahwa kepemimpinan adalah, hubungan yang erat antara seseorang
dengan sekelompok manusia kerena adanya kepentingan bersama, hubungan itu
ditandai oleh tingkah laku yang tertuju dan terbimbing dari pada manusia yang
seorang itu. Manusia atau orang ini biasanya disebut dengan memimpin atau
pemimpin, sedang kelompok manusia yang mengikutinya disebut yang dipimpin.
Sesuai dengan
cirri-ciri sekolah sebagai organisasi yang bersifat kompleks, unik dan khas,
maka tugas dan fungsi kepala sekolah juga harus dilihat dari berbagai sudut
pandang. Kepala sekolah harus mampu melaksanakan tugasnya
sertafungsi-fungsinya. Endang Mulyasa mengatakan bahwa fungsi kepemimpinan
kepala sekolah itu terangkum dalam istilah EMASLIM-FM yakni fungsi educator,
manager, administrator, supervisior, leader, innovator, dan motivator, figure
dan mediator. Maka dengan demikian, pekerjaan kepala sekolah semakin hari
semakin meningkat dan selalu meningkat sesuai dengan perkembangan pendidikan
yang diharapkan. Oleh karena itu, hendaknya kepala sekolah lebih meningkatkan
profesionalismenya.
Ngalim Purwanto
menjelaskan juga terdapat empat gaya kepemimpinan yang lain, yakni gaya
kepemimpinan otoriter,
Pseudo-demokratis, gaya kepemimpinan laisez
faire (gaya bebas) dan gaya kepemimpinan demokratis.
Standar
Kepala Sekolah Madrasah ditetapkan dalam Permendiknas RI Nomor 13 Tahun 2007,
tentang kualifikasi dan kompetensi Kepala sekolah/ Madrasah. Dalam Permendiknas
tersebut disebutkan tentang kualifikasi Kepala Sekolah/Madrasah, yang terdiri
atas kualifikasi umum dan kualifikasi khusus.
Dalam
menyukseskan implementasi pendidikan karakter di sekolah kepala sekolah paling
tidak harus melakukan berbagai program kegiatan
baik yang terkait dengan program sekolah secara keseluruhan maupun yang
terkait dengan tugas sehari-hari kepala sekolah. Pertama, untuk terkait dengan program sekolah secara keseluruhan. Kedua, yang terkait dengan tugas
sehari-hari.
B.
Saran
Penulis
menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan oleh
karena itu saran dan kritik dari teman-teman pembaca sangat di harapkan demi
perbaikan makalah ini kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Afifudin dan Bambang Syamsul, Supervisi Pendidikan, Bandung: Insan
Mandiri, 2005
Burhanudin, Analisis Administrasi, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1994
Departemen
Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung:
Diponegoro, 2001
Echols,
Jhon M. dan Hasan Sadily, Kamus
Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1997
Gunawan, Heri, Pendidikan
Karakter “Konsep dan Implementasi”, Bandung: Alfabeta, 2012
Indrafachrudi, Soekarto, Mengantar
Bagaimana Memimpin Sekolah Yang Baik, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993
Kartono, Kartini, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnorma itu?, Jakarta:
Raja Grafindo persada, 1998
Mulyasa, Endang, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi dan Implementasi,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004
Mulyasa, Endang, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2006
Mulyasa, Endang,
Manajemen Pendidikan Karakter, Jakarta: Bumi Aksara, 2011
Nawawi, Hadari, Kepemimpinan Menurut Islam, Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 1993
Pringgodigdo, Ensiklopedi Umum, Yogyakarta: Kanisius, 1993
Purwanto, Ngalim, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya,
1995
Purwanto, Ngalim dan Sutaadji
Djojopranoto, Administrasi Pendidikan,
Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1996
Sagala, Syaiful, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kepemimpinan, Memberdayakan Guru,
Tenaga Kependidikan dan Masyarakat dalam Manajemen Sekolah, Bandung:
alfabeta, 2009
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritis dan Permasalahannya,
Jakarta: Rajawali Press, 1999
Peter
Salim, The Contemporary English-Indonesian
Dictionary, Jakarta: Modern English Press, 1996
[1] Jhon M. Echols dan Hasan Sadily,
Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta:
Gramedia, 1997), h. 351
[2] Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga
Kepemimpinan, Memberdayakan Guru, Tenaga Kependidikan dan Masyarakat dalam
Manajemen Sekolah, (Bandung: alfabeta, 2009), h. 214
[3] Pringgodigdo, Ensiklopedi Umum, (Yogyakarta: Kanisius,
1993), h. 549
[4] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan
Teoritis dan Permasalahannya, (Jakarta: Rajawali Press, 1999), h.17
[5] Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta:
Gajah Mada University Press, 1993), h. 19
[6] Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), h. 86
[7] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung:
Diponegoro, 2001), h. 6
[8] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 69
[9] Burhanudin, Analisis Administrasi, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 64-65
[10] Peter Salim, The
Contemporary English-Indonesian Dictionary, (Jakarta: Modern English Press,
1996), h. 1056
[11] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan
Teoritis dan Permasalahannya, h. 81
[12] Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 98
[13]Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, h.
99
[14] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan
Teoritis dan Permasalahannya, h. 122
[15] Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, h.
99-100
[16] Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, h.
108
[17] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan
Teoritis dan Permasalahannya , h. 94-95
[18] Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, h.
107
[19] Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, h.
109
[20] Afifudin dan Bambang Syamsul
Arifin, Supervisi Pendidikan, (Bandung: Insan
Mandiri, 2005), h. 13
[21] Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, h.
114
[22] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan
Teoritis dan Permasalahannya , h. 128
[23] Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, h.
118
[24] Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, h.
120
[25] Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, h.
98
[26] Endang Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi
dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 108
[27] Ngalim Purwanto dan Sutaadji
Djojopranoto, Administrasi Pendidikan,
(Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1996), h. 26
[28] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin
Abnorma itu?, (Jakarta: Raja Grafindo persada, 1998), h. 71
[29] Ngalim Purwanto, Administrasi Pendidikan , h. 48
[30] Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, h. 165
[31] Soekarto Indrafachrudi, Mengantar Bagaimana Memimpin Sekolah Yang
Baik, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993), h. 25-26
[32] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin
Abnorma itu?, h.71
[33] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung:
Diponegoro, 2001), h. 357
[34] Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, h. 168
[35] Ngalim Purwanto dan Sutaadji
Djojopranoto, Administrasi Pendidikan,
h. 31
[36] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan
Implementasi”, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 173-174
[37] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan Implementasi”,
h. 175
[38] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan
Implementasi”, h. 175-176
[39] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan
Implementasi”, h. 176
[40] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan
Implementasi”, h. 176-177
[41] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan
Implementasi”, h. 177
[42] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan
Implementasi”, h. 178
[43] Endang Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h.70
[44] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan Implementasi”,
h. 179
[45] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan
Implementasi”, h. 180
[46] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan
Implementasi”, h. 181
[47] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan
Implementasi”, h. 182
[48] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan
Implementasi”, h. 183
3 komentar
terimakasih...
Sama-sama
semoga bermanfaat,,,,
TERIMAKASIH INFONYA SANGAT BERMANFAAT
EmoticonEmoticon