Rabu, 07 Januari 2015

Makalah “Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Implementasi Pendidikan Karakter”

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kepemimpinan sangat penting dalam kehidupan kita, baik itu di sekolah, rumah, masyarakat maupun bangsa dan Negara. Jika dirumah pemimpin adalah ayah, di sekolah adalah kepala sekolah di masyarakat  adalah orang yang di amanahi jabatan, di Negara pun kita tahu bahwa ada yang namanya presiden.
Tanggung jawab seorang pemimpin sangatlah besar. Pemimoin yang baik adalah yang mampu memeimpin dirinya sendiri sebelum mampu memimpin orang lain. Kepemimpinan adalah hubungan yang erat antara seseorang dan sekelompok manusia karena adanya kepentingan bersama.
Di dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa tujuan Allah menciptakan manusia adalah untuk menjadi khalifa fil Ardh oleh karena itu sangat wajar jika manusia harus mampu memimpin dirinya dan mampu memimpin orang lain.
Dalam makalah ini kami akan membahas bagaimana seorang kepala sekolah mampu untuk memimpin sekolah itu sehingga apa yang di harapkan u ntuk menyukseskan implementasi pendidikan karakter dapat terwujud.

B.     Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, pemakalah mencoba untuk mampu menjabarkan beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1.      Apa Pengertian Kepemimpinan?
2.      Apa Fungsi Kepemimpinan Kepala Sekolah?
3.      Apa-apa Saja Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah?
4.      Seperti Apa Kualifikasi dan Kompetensi Kepala Sekolah?
5.      Apa Peran kepala Sekolah Dalam Menyukseskan Implementasi Pendidikan Karakter?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan sebagai bagian dari fungsi manajemen merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai tujuan organisasi. Secara etimologis istilah kepemimpinan dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia Jhon Echols merupakan terjemahan dari kata leadership (bahasa Inggris), yang berarti kepemimpinan.[1] Sementara itu, kata kepemimpinan berasal dari akar kata pemimpin, yang berarti seseorang yang dikenal oleh dan berusaha untuk mempengaruhi para pengikutnya, untuk merealisasikan apa yang menjadi visinya.[2]
Dalam pengertian terminology terdapat beberapa pengertian kepemimpinan yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Dalam Ensiklopedi Umum diterangkan bahwa kepemimpinan adalah, hubungan yang erat antara seseorang dengan sekelompok manusia kerena adanya kepentingan bersama, hubungan itu ditandai oleh tingkah laku yang tertuju dan terbimbing dari pada manusia yang seorang itu. Manusia atau orang ini biasanya disebut dengan memimpin atau pemimpin, sedang kelompok manusia yang mengikutinya disebut yang dipimpin.[3]
Selanjutnya, weshler sebagaimana dikutip oleh wahjosumidjo memberikan definisi kepemimpinan sebagai “Leadership is interpersonal influence exercised in a situation and directed, through the communication process, toward the attainment of a specified goal or goals”. Menurutnya kepemimpinan adalah pengaruh antara personal yang diuji dalam sebuah situasi dan diarahkan melalui proses komunikasi secara langsung, terhadap pencapaian satu tujuan atau beberapa tujuan.[4]
Hadari Nawawi menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mengarahkan, membimbing, mempengaruhi atau mengawasi fikiran, perasaan atau tindakan dan tingkah laku orang lain.[5] Sementara itu, Ngalim Purwanto menyatakan bahwa kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk di dalamnya kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela dan penuh semangat, ada kegembiraan batin serta merasa tidak terpaksa.[6]
Selain beberapa definisi di atas, ditemukan pula istilah kepemimpinan dalam terminology Islam. Padanya terdapat beberapa term yang berkaitan dengan pemimpin atau manager, yakni imam, khalifah, wali, ulil amri, rain dan malik. Istilah-istilah tersebut dimana konsep utamanya berkaitan dengan otoritas mengatur orang atau barang supaya dapat digunakan untuk mencapai tujuan organisasi. Selanjutnya dalam Al-Qur’an istilah kepemimpinan diungkapkan  dengan istilah khalifah. Pemakaian kata khalifah setelah Rasulullah Saw. wafat  menyentuh juga maksud yang terkandung dalam perkataan amir atau penguasa. Karena itu kedua istilah ini dalam bahasa Indonesia disebut pemimpin formal. Namun jika merujuk kepada firman Allah Swt.

øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (ÇÌÉÈ  
Artinya:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (Q.S Al-Baqarah: 30)[7]
Kedudukan non-formal dari seorang khalifah juga tidak bias dipisahkan. Perkataan khalifah dalam ayat tersebut tidak hanya ditujukan kepada para khalifah sesudah Nabi, tetapi penciptaan Nabi Adam as yang disebut sebagai manusia dengan tugas memakmurkan bumi yang meliputi menyeru orang lain berbuat ma’ruf dan diimbangi dengan mencegah dari perbuatan munkar.
Selain kata khalifah disebutkan juga kata ulil amri yang satu akar dengan kata amir sebagaimana disebutkan di atas. Kata Ulil Amri berarti pemimpin tertinggi dalam masyarakat Islam, sebagaimana firman Allah Swt. sebagai berikut:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( ÇÎÒÈ  
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri “ (Q.S An-Nisaa’: 59)[8]
Berdasarkan ayat Al-Qur’an tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa, kepemimpinan dalam Islam itu adalah kegiatan menuntun, membimbing, memandu dan menunjukkan jalan yang diridhai Allah Swt.
Berdasarkan pada beberapa pengertian kepemimpinan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam definisi kepemimpinan tersebut terdapat beberapa unsure penting, yaitu
1)      Kemampuan mempengaruhi orang lain, baik perseorangan maupun kelompok,
2)      Kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau orang lain, dan
3)      Untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
Oleh karena itu, kepemimpinan pada dasarnya ialah kemampuan menggerakkan, memberi motivasi dan mempengaruhi orang-orang agar bersedia melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan  melalui keberanian mengambil keputusan tentang kegiatan yang harus dilakukan. Kepemimpinan juga merupakan proses interaksi antar kedua belah pihak, yaitu seorang pemimpin dan yang dipimpinnya.
Kepemimpinan sangat ditentukan oleh situasi kerja atau keadaan anggota atau bawahan dan sumber daya pendukung organisasi. Karena itu jenis organisasi dan situasi kerja menjadi dasar pembentuk pola kepemimpinan seseorang. Maka berdasarkan pemikiran tersebut, kepemimpinan dalam pendidikan (seperti kepala sekolah) tentu sangat berbeda dengan kepemimpinan dalam organisasi lainnya. Karena sekolah merupakan lembaga yang memiliki karakteristik dan cirri khas tersendiri yang bersifat unik.
Maka kepemimpinan dalam pendidikan dapat diartikan sebagai suatu kesiapan, kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam proses mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan orang lain yang ada hubungannnya dengan pelaksanaan dan pemngembangan pendidikan dan pengajaran, agar segenap kegiatan pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien, yang pada gilirannya dapat mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan.[9]
Walau demikian, konsep kepemimpinan dalam pendidikan tidak bias dilepaskan dari konsep kepemimpinan secara umum. Secara formal kegiatan kepemimpinan harus diselenggarakan oleh seseorang yang menduduki posisi atau jabatan tertentu yang di lingkungannya terdapat sejumlah orang yang harus bekerja sama untuk mencapai satu tujuan.
Berkaitan dengan teori kepemimpinan, telah dikenal istilah yang lain sebagai berikut:
1.      Dalam kamus “The Contemporary English-Indonesian Dictionary” istilah pemimpin (leader), dengan kegiatannya disebut kepemimpinan (leadership).[10]
2.      Idrawati menyebutkan dengan istilah, minijer (manager) dengan kegiatannya disebut sebagai manajemen ( management). Pengertian manajemen adalah suatu proses kegiatan dari pada seorang pemimpin (manager) yang harus dilakukan dengan menggunakan car-cara pemikiran ilmiah maupun praktis untuk mencapai kerjasama dengan orang lain, sebagai sumber tenaga kerja, serta dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia untuk itu dengan cara yang setepat-tepatnya.
3.      Administrasi dengan kegiatannya disebut administrator (administration).
Dalam lembaga pendidikan dasar dan menengah, yang disebut sebagai top manager adalah kepala sekolah atau kepala madrasah yang peranannya menggerakkan, mempengaruhi serta memberikan dorongan kepada sekuruh komponen yang ada dalam lembaga sekolah untuk dapat mencapai tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada lembaga sekolah yang dipimpinnya.
B.     Fungsi Kepemimpinan Kepala Sekolah
Sekolah merupakan organisasi yang bersifat kompleks, unik dan khas, yang tentunya berbeda dengan organisasi-organisasi lainnya. Dikatakan kompleks, karena sekolah merupakan organisasi yang didalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lainnya saling keterkaitan dan saling menentukan. Dikatakan unik dan khas, karena sekolah merupakan organisasi yang memiliki cirri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi lainnya.
Karena sifatnya yang kompleks, unik dan khas inilah, sekolah sebagai organisasi memerlukan pemimpin yang mampu mengkoordinasikan hingga pada level yang lebih tinggi. Pemimpin dalam sekolah adalah kepala sekolah. Maka tidak jarang keberhasialan sekolah adalah keberhasialan kepala sekolah. Kepala sekolah yang berhasil ialah, kepala sekolah yang mampu memahami organisasi sekolah sebagai organisasi yang kompleks, unik dan khas, serta mampu melaksanakan peranan dan fungsi-fungsinya sebagai kepala sekolah. Sebagai seorang yang diberi tanggungjawab untuk memimpin sekolah.[11]
Sesuai dengan cirri-ciri sekolah sebagai organisasi yang bersifat kompleks, unik dan khas, maka tugas dan fungsi kepala sekolah juga harus dilihat dari berbagai sudut pandang. Kepala sekolah harus mampu melaksanakan tugasnya sertafungsi-fungsinya. Endang Mulyasa mengatakan bahwa fungsi kepemimpinan kepala sekolah itu terangkum dalam istilah EMASLIM-FM yakni fungsi educator, manager, administrator, supervisior, leader, innovator, dan motivator, figure dan mediator. Maka dengan demikian, pekerjaan kepala sekolah semakin hari semakin meningkat dan selalu meningkat sesuai dengan perkembangan pendidikan yang diharapkan. Oleh karena itu, hendaknya kepala sekolah lebih meningkatkan profesionalismenya.[12]
Pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut tidak bias dipisahkan satu sama lainnya, karena saling terkait dan mem pengaruhi, serta menyatun dalam pribadi kepala sekolah yang professional. Kepala sekolah yang mampu melaksanakan fungsi-fungsinya sebagaimana dikatakan, akan dapat menerapkan visinya menjadi aksi dalam paradigm baru manajemen pendidikan.

a.       Fungsi educator
Dalam menjalankan fungsinya sebagai educator (pendidik). Pendidik  adalah orang yang mendidik. Sedang mendidik diartikan memberikan latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Maka fungsi kepemimpinan kepala sekolah sebagai pendidik, harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan (para guru dan yang lainnya) di sekolah. Serta mampu menciptakan iklim yang kondusif, memberikan nasehat kepada setiap warga sekolah, memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kepandidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik, dan mengadakan program akselerasi bagi para peserta didik yang memiliki kecerdasan di atas normal.[13]
Memahami arti pendidik, tidak cukup berpegang pada konotasi yang dikandung dalam definisi atau pengertian pendidik. Melainkan harus memahami istilah lainnya yang terkait dengan hal mendidik, yakni pendidikan, tujuan pendidikan, sarana pendidikan, strategi pendidikan yang dilaksanakan.[14] Maka demi kepentingan tersebut kepala sekolah harus menanamkan, memajukan dan meningkatkan paling tidak empat hal, yakni pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik dan pembinaan artistic.
a)      Pembinaan mental, yaitu membina para tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan sikap batin dan watak. Dalam hal ini, kepala sekolah harus mampu menciptakan iklim yang kondusif agar setiap tenaga kependidikan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, proporsional dan professional. Maka dengan demikian, kepala sekolah harus mampu melengkapi sarana dan prasarana dan sumber belajar agar dapat memberikan kemudahan kepada para guru dalam melaksanakan tugas utamanya. Mengajar dalam arti memberikan kemudahan kepada peserta didik (facilitate of learning).
b)      Pembinaan moral, yaitu membina para tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ajaran baik buruk mengenai sesuatu perbuatan, sikap dan kewajiban sesuai dengan tugas masing-masing. Kepala sekolah harus memberikan nasehat kepada seluruh warga sekolah, misalnya pada setiap upacara bendera atau pada saat pertemuan rutin sekolah.
c)      Pembinaan fisik, yaitu membina para tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kondisi jasmani atau badan, kesehatan dan penampilan mereka secara lahiriah. Kepala sekolah harus memberikan dorongan agar para tenaga kependidikan terlibat aktif dan kreatif dalam kegiatan olahraga, baik yang diprogramkan oleh sekolah maupun yang diselenggarakan oleh warga masyarakat.
d)     Pembinaan artistic, yaitu membina tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan. Kepala sekolah harus mampu merencanakan berbagai program pembinaan artistic, seperti karya wisata, tetapi pelaksanaanya tidak mengganggu pelaksanaan pembelajaran. Lebih dari itu, kegiatan ini malah harus menunjang atau pengayaan terhadap pembelajaran yang dilaksanakan disekolah.[15]

b.      Fungsi Manajer
Manajemen pada hakikatnya merupakan suatu proses merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin, dan mengendalikan usaha anggota organisasi serta mendayagunakan seluruh sumber-sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[16]
Berkaitan dengan define tersebut, maka ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu proses, pendayagunaan seluruh sumber organisasi dan pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Dikatakn suatu proses, karena semua manejer dengan ketangkasan dan keterampilan yang dimilikinya mengusahakan dan mendayagunakan berbagai kegiatan yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan. Proses tersebut menurut Wahjosumidjo, mencakup:

a)      Merencanakan, dalam arti kepala sekolah harus benar-benar memikirkan dan merumuskan dalam suatu program tujuan dan tindakan yang harus dilakukan;
b)      Mengorganisasikan, berarti kepala sekolah harus mampu menghimpun dan mengorganisasikan sumberdaya sekolah dan sumber-sumber material sekolah, karena keberhasilan sekolah sangat tergantung pada kemampuan dalam mengkoordinasikan berbagai sumber tersebut;
c)      Memimpin, dalam arti kepala sekolah harus mampu mengarahkan dan mempengaruhi sumber daya agar melakukan tugas-tugasnya secara esensial;
d)     Mengendalikan, dalam arti kepala sekolah memperoleh jaminan untuk keberjalanan sekolah mencapai tujuan.[17]
Dalam Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah dikatakan bahwa kompetensi manajerial kepala sekolah memiliki kemampuan:
a)      Menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai perencanaan;
b)      Mengembangkan organisasi sekolah sesuai dengan kebutuhan;
c)      Memimpin sekolah dalam rangka mendayagunakan sumber daya sekolah secara optimal;
d)     Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah menuju organisasi pembelajar secara efektif;
e)      Menciptakan iklim sekolah yang kondusif bagi pembelajaran peserta didik;
f)       Mengelola guru dan staf; sarana dan prasarana sekolah;
g)      Mengelola hubungan sekolah dengan masyarakat;
h)      Mengelola peserta didik;
i)        Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan;
j)        Mengelola keuangan sekolah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan dan efisien;
k)      Mengelola ketatausahaan sekolah dalam mendukung tujuan sekolah;
l)        Mengelola unit layanan khusus sekolah dalam mendukung kegiatan pembelajaran;
m)    Mengelola system informasi sekolah;
n)      Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah; dan
o)      Melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah dengan prosedur yang tepat serta merencanakan tindak lanjutnya.
c.       Fungsi Administrator
Kepala sekolah juga berfungsi sebagai administrator. Sebagai administrator menurut Mulyasa kepala sekolah memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan dan pendokumenan seluruh program sekolah. Secara spesifik, kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola  administrasi peserta didik, mengelola admistrasi personalia, mengelola administrasi sarana dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan dan mengelola administrasi keuangan. Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara efektif dan efisien agar dapat menunjang produktivitas sekolah.[18]

d.      Fungsi Supervisor
Kegiatan utama pendidikan di sekolah dalam rangka mewujudkan tujuannya adalah kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Oelh karena itu, salah satu tugas kepala sekolah adalah sebagai supervisor, yaitu mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan.[19]
Secara etimologi istilah supervise berasal dari kata super dan visi yang sering dimaknai dengan melihat dan meninjau dari atas atu menilik dan menilai dari atas, yang dilakukan oleh pihak atasan terhadap aktivitas, kreativitas dan kinerja bawahan.[20]
Pengertian supervise secara terminology seperti yang diungkapkan Carter Good’s Dictionary of Education yang dikutip oleh Mulyasa sebagai berikut, segala usaha pejabat sekolah dalam memimpin guru-guru dan tenaga kependidikan lainnya, untuk memperbaiki pengajaran termasuk menstimulasi, menyeleksi pertumbuhan dan perkembangan jabatan guru-gruru, menyeleksi dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran dan metode-metode mengajar serta evaluasi pengajaran.
Supervisi sesungguhnya dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah yang berperan sebagai supervisor, tetapi dalam system organisasi pendidikan modern diperlukan supervisor khusus yang lebih independent, dan dapat meningkatkan objektivitas dalam pembinaan dan pelaksanaan tugasnya.
Jika supervise dilaksanakan oleh kepala sekolah, maka ia harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan pengendalian ini merupakan control agar kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan dan pengendalian juga merupakan tindakan prefentif untuk mencegah agar teenage kependidikan tidak melakukan penyimpangan dan lebih berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya.

e.       Fungsi Leader
Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas.[21] Kepala sekolah sebagai leader harus memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan professional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasan. Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagi  leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan dan kemampuan berkomunikasi.[22]

f.       Fungsi Inovator
Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai innovator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah, dan mengembangkan model-model pembelajaran inovatif.
Kepala sekolah sebagai innovator menurut Mulyasa akan tercermin dari cara-cara dia melakukan pekerjaannya secara konstruktif, keratif, delegatif, integrative, rasional dan objektif, pragmatis, keteladanan, disiplin serta adaptable dan fleksibel.[23]

g.      Fungsi Motivator
Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Menurut Mulyasa motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan pusat sumber belajar.[24]

h.      Fungsi Figur dan Mediator
Selain sebagai fungsi sebagaimana telah disebutkan di atas, juga terdapat dua fungsi lain sebagai kepala sekolah. Dalam perkembangan selanjutnya, terutama dalam mengembangkan pendidikan yang lebih bermartabat, kepala sekolah harus mampu menjadi figure dan mediator, bagi perkembangan masyarakat dan sekitarnya.[25]

C.    Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah
Gaya keemimpinan adalah cara yang dipergunakan oleh pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya. Selanjutnya dalam pengertian sederhana, menurut Mulyasa gaya kepemimpinan  adalah suatu norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku seseorang pemimpin yang khas pada saat mempengaruhi yang dipimpinnya, apa yang dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan, cara pemimpin untuk bertindak dalam mempengaruhi anggota kelompok membentuk gaya kepemimpinannya.[26]
Ngalim Purwanto menjelaskan juga terdapat empat gaya kepemimpinan yang lain, yakni gaya kepemimpinan  otoriter, Pseudo-demokratis, gaya kepemimpinan laisez faire (gaya bebas) dan gaya kepemimpinan demokratis.[27]

a.       Gaya Kepemimpinan Otoriter
Otoriter atau otokrat berasal dari kata autos, yang berarti sendiri dan kratos yang berarti kekuasaan atau kekuatan. Maka secara etimologi otoriter atau otokrat berate penguasa absolute.[28] Gaya kepemimpinan seperti ini identik dengan seorang dictator, bahwa memimpin adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Penafsirannya, sebagai pemimpin tidak lain adalah menunjukkan dan memberi perintah sehingga ada kesan bawahan atau anggota-anggotanya hanya mengikuti dan menjalankannya, tidak boleh membantah dan mengajukan saran.[29]
Gaya kepemimpinan yang otoriter menurut Hadari Nawawi biasanya memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a)      Menganggap organisasi yang dipimpinnya sebagai milik pribadi;
b)      Mengidentifikasikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi;
c)      Menganggap bawahan bak sebuah alat semata;
d)     Tidak menerima pendapat, saran atau kritik dari anggotanya;
e)      Terlalu bergantung kepada kekuasaan formalnya; dan
f)       Cara pendekatan kepada bawahannya dengan pendekatan paksaan dan bersifat kesalahan hukuman.[30]

b.      Gaya Kepemimpinan Pseudo-Demokratis
Istilah pseudo berarti palsu. Maka pseudo demokratis berate bukan atau tidak demokratis. Gaya kepemimpinan seperti ini sebenarnya otokratis, tetapi dalam kepemimpinannya ia member kesan demokratis. Seorang pemimpin yang bersifst pseudo-demokratis sering memakai “topeng”. Ia pura-pura memperlihatkan sifat demokratis di dalam kepemimpinannya. Ia member hak dan kuasa kepada guru-guru untuk menetapkan dan memutuskan sesuatu, tetapi sesungguhnya ia bekerja dengan perhitungan. Ia mengatur siasat agar kemauannya terwujud kelak.[31]

c.       Gaya Kepemimpinan Bebas (Laissez Faire)
Gaya kepemimpinan bebas atau laissez faire ini diartikan membiarkan orang-orang berbuat sekehendaknya. Gaya kepemimpinan seperti ini sang pemimpin praktis tidak memimpin. Pemimpin seperti ini sama sekali tidak memberikan control dan koreksi terhadap pekerjaan para bawahan atau anggotanya.[32]
Jika dalam sebuah organisasi tidak terdapat seorang pun yang anggota menetapkan keputusan dan melaksanakan kegiatan, maka organisasi menjadi tidak berfungsi. Sebaliknya kebebasan yang diberikan, juga berakibat fungsi organisasi tidak berlangsung sebagaimana mestinya, bahkan menjadi tidak terarah. Kondisi seperti itu dapat terjadi karena wewenang menjadi tidak jelas dan tanggungjawab ini terjadi dilingkungan orang-orang kafir, meskipun baru terlihat setelah dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT. kelak  di akhirat. Demikianlah yang diberitahukan Allah SWT. dalam firman-Nya berikut:
Ÿ@t7ø%r&ur öNßgàÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ tbqä9uä!$|¡tFtƒ ÇËÐÈ   (#þqä9$s% öNä3¯RÎ) ÷LäêZä. $uZtRqè?ù's? Ç`tã ÈûüÏJuø9$# ÇËÑÈ   (#qä9$s% @t/ óO©9 (#qçRqä3s? tûüÏZÏB÷sãB ÇËÒÈ   $tBur tb%x. $uZs9 /ä3øn=tæ `ÏiB ¤`»sÜù=ß ( ö@t/ ÷LäêZä. $YBöqs% tûüÉó»sÛ ÇÌÉÈ  
Artinya:
“Sebahagian dan mereka menghadap kepada sebahagian yang lain berbantah-bantahan. Pengikut-pengikut mereka berkata (kepada pemimpin-pemimpin mereka): "Sesungguhnya kamulah yang datang kepada Kami dan kanan. Pemimpin-pemimpin mereka menjawab: "Sebenarnya kamulah yang tidak beriman". Dan sekali-kali Kami tidak berkuasa terhadapmu, bahkan kamulah kaum yang melampaui batas”. (Q.S Ash-Shaffat: 27-30)[33]

Prinsip gaya kepemimpinan laissez faire (gaya bebas) ini memiliki sifat-sifat antara lain:
a)      Pembagian tugas kerja diserahkan kepada nggota-anggota kelompok tanpa petunjuk dan saran-saran.
b)      Kekuasaan dan tanggung jawab bersimpang siur, berserahkan dan tidak merata.
c)      Tidak memiliki tanggung jawab untuk mencapai sebuah tujuan.[34]

d.      Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis ini adalah gaya kepemimpinan yang paling ideal. Pemimpin yang demokratis adalah pemimpin yang kooperatif dan tidak dictator. Dia selalu menstimulasi anggota-anggota kelompoknya dan selalu mempertimbangkan kesanggupan serta kemampuan kelompoknya.[35]
Menurut Purwanto pemimpin yang demokratis memiliki beberapa cirri antara dari kepemimpinan antara lain sebagai berikut:
a)      Dalam menggerakkan bawahan bertitik tolak dari pendapat manusia makhluk termulia di dunia;
b)      Selalu berusaha untuk menyingkonkan dan tujuan organisasi dengan tujuan pribadi;
c)      Senang menerima saran, pendapat dan kritik dari bawahan;
d)     Mengutamakan kerjasama dalam mencapai tujuan;
e)      Memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada bawahan dan membimbingnya;
f)       Mengusahakan agar bawahan lebih sukses daripada dirinya’ dan
g)      Selalu mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.

D.    Standar Kualifikasi dan Kompetensi Kepala Sekolah
Standar Kepala Sekolah Madrasah ditetapkan dalam Permendiknas RI Nomor 13 Tahun 2007, tentang kualifikasi dan kompetensi Kepala sekolah/ Madrasah. Dalam Permendiknas tersebut disebutkan tentang kualifikasi Kepala Sekolah/Madrasah, yang terdiri atas kualifikasi umum dan kualifikasi khusus.
a.       Kualifikasi Umum Kepala Sekolah/Madrasah
a)      Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau non kependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi;
b)      Pada waktu diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun;
c)      Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnnya 5 (lima)  tahun menurut jenjang sekolah masing-masing, kecuali di TK/RA memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA; dan
d)     Memiliki pangkat serendah-rendahnya III/c bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi non-PNS disertakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang.

b.      Kualifikasi Khusus Kepala Sekolah/Madrasah
Adapun tentang kualifikasi kepala sekolah/madrasah adalah:[36]
a)      Kepala Sekolah Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA) adalah sebagai berikut:
a.       Berstatus sebagai guru TK/RA
b.      Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru TK/RA, dan
c.       Memiliki sertifikasi Kepala TK/RA yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah
b)      Kepala Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) adalah sebagai berikut:
a.       Berstatus sebagai guru SD/MI
b.      Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SD/MI, dan
c.       Memiliki sertifikasi Kepala SD/MI yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah
c)      Kepala Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) adalah sebagai berikut:
a.       Berstatus sebagai guru SMP/MTs
b.      Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMP/MTs, dan
c.       Memiliki sertifikasi Kepala SMP/MTs yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah
d)     Kepala Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) adalah sebagai berikut:
a.       Berstatus sebagai guru SMA/MA
b.      Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMA/MA, dan
c.       Memiliki sertifikasi Kepala SMA/MA yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah
e)      Kepala Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK) adalah sebagai berikut:
a.       Berstatus sebagai guru SMK/MAK
b.      Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMK/MAK, dan
c.       Memiliki sertifikasi Kepala SMK/MAK yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah
f)       Kepala Sekolah Dasar Luar Biasa/ Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa/ Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SDLB/SMPLB/SMALB) adalah sebagai berikut:
a.       Berstatus sebagai guru SDLB/SMPLB/SMALB
b.      Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SDLB/SMPLB/SMALB, dan
c.       Memiliki sertifikasi Kepala SDLB/SMPLB/SMALB yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah
g)      Kepala Sekolah Indonesia Luar Negeri adalah sebagai berikut:
a.       Memiliki pengalaman sekurang-kurangnya 3 tahun sebagai kepala sekolah;
b.      Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru pada salah satu satuan pendidikan;dan
c.       Memiliki sertifikat kepala sekolah yang diterbitkan oleh lembaga yang telah ditetapkan pemerintah.[37]
Sebagaimana termaktub pada Permendikan Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah yaitu: bahwa standar kompetensi Kepala Sekolah/Madrasah paling tidak memiliki lima kompetensi, yakni kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervise dan kompetensi social. Secara rinci kompetensi-kompetensi yang dimiliki oleh kepala sekolah dapat dilihat pada table beriku ini.
Dimensi Kompetensi
Uraian Kompetensi
1.      Kompetensi Kepribadian
1.1.            Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah;
1.2.            Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin;
1.3.            Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah;
1.4.            Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi;
1.5.            Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/madrasah;
1.6.            Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan
2.      Kompetensi Manajerial
2.1.         Menyusun perencanaan sekolah/mdrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan;
2.2.         Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan;
2.3.         Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal;
2.4.         Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajaran yang lebih efektif;
2.5.         Menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik;
2.6.         Mengelola guru  dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal;[38]
2.7.         Mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal;
2.8.         Mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pendirian dukungan ide, sumber belajar dan pembinaan sekolah/madrasah;
2.9.         Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik;
2.10.     Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional;
2.11.     Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan dan efisien;
2.12.     Mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/madrasah;
2.13.     Mengelolah unit layanan khusus sekolah/madrasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah;
2.14.     Mengelolah system informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan;
2.15.     Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah;
2.16.     Melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjut.[39]
3.      Kompetensi Kewirausahaan
3.1.         Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah;
3.2.         Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai organisasi pembelajaran yang efektif;
3.3.         Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah/madrasah;
3.4.         Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah;
3.5.         Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta didik.
4.      Kompetensi Supervisi
4.1.         Merencanakan program supervise akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru;
4.2.         Melaksanakan supervise akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervise yang tepat;
4.3.         Menindaklanjuti hasil supervise akdemik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
5.      Kompetensi Sosial
5.1.         Bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah;
5.2.         Berpartisipasi dalam kegiatan social kemasyarakatan;
5.3.         Memiliki kepekaan social terhadap orang atau kelompok lain.[40]

Semua kompetensi di atas diharapkan tercermin pada diri seorang Kepala Sekolah/Madrasah dalam melaksanakan tugas dan perannya untuk menciptakan sekolah yang berkualitas dan unggul dan kompetitif, mampu berdaya saing dan berdaya sanding. Baik dengan sekolah/madrasah pada level yang lebih tinggi. Standar minimal tugas dan peran seorang kepala sekolah harus melaksanakan pengembangan sekolah oleh karena itu kepala sekolah harus tahu betul apa yang menjadi target keberhasilan dari kegiatan pengembangan sekolah yang dilakukannya.
Pada dasarnya ada 33 kompetensi kepala sekolah yang harus mampu dilaksanakan oleh kepala sekolah. Mengingat begitu banyaknya kompetensi yang harus dilakukan, maka perlu kiranya kepala sekolah memiliki sebuah prosedur yang jelas untuk melakukan dan mengevaluasinya. Dengan demikian pada pembahasan ini akan dideskripsikan mengenai pendekatan, strategi, instrument evaluasi, pelaksanaan evaluasi, analisis hasil evaluasi dan merumuskan rencana tindak lanjut (RKTL) yang harus dilakukan oleh seorang kepala sekolah.[41]
E.     Peran kepala Sekolah Dalam Menyukseskan Implementasi Pendidikan Karakter
Disamping guru dan tenaga kependidikan  lainnya, kepala sekolah memiliki peranan yang sangat penting dalam menyukseskan implementasi pendidikan karakter di sekolah, terutama dalam mengkoordinasi, menggerakkan, dan mengharmoniskan semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Kepala sekolah adalah pemimpin tertinggi yang sangat berpengaruh dalam menentukan kemajuan sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu factor yang dapat mewujudkan perwujudan visi, misi dan tujuan sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara bertahap dan terencana.
Dalam menyukseskan implementasi pendidikan karakter di sekolah kepala sekolah paling tidak harus melakukan berbagai program kegiatan  baik yang terkait dengan program sekolah secara keseluruhan maupun yang terkait dengan tugas sehari-hari kepala sekolah. Pertama, untuk terkait dengan program sekolah secara keseluruhan, tahapan yang harus dilakukan adalah:[42]

a.       Mencermati kalender pendidikan, sehingga ditemukan hari-hari efektif, setengah efektif (karena ada kegiatan tertentu) dan hari-hari tidak efektif, seperti hari libur.
b.      Jumlah hari efektif dan setengah efektif merupakan dasar penyusunan program tahunan, program semester dan rencana pembelajaran,
c.       Penyusunan program kegiatan ekstrakurikuler diupayakan ditempatkan di luar jam belajar, sehingga tidak mengurangi jam belajar efektif,
d.      Secara periodic melakukan evaluasi terhadap implementasi pendidikan karakter dengan melibatkan semua tenaga guru dan staf sekolah, sehingga ditemukan halangan dan rintangan yang dihadapi, serta berbagai kemajuan yang telah dilalui.
Kedua, yang terkait dengan tugas sehari-hari sebagai kepala sekolah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:

a.       Mengalokasikan lebih banyak waktu untuk peningkatan kualitas pendidikan karakter, kesiswaan, pembinaan guru dan karyawan,
b.      Menyediakan waktu khusus untuk mengevaluasi jalannya pendidikan karakter,
c.       Membuat jadwal kerja dengan rincian waktu yang diketahui oleh semua warga sekolah,
d.      Secara periodic menyediakan waktu untuk bertemu/menerima guru dan staf serta peserta didik, dengan jadwal yang diketahui oleh semua warga sekolah.[43]
Sesuai dengan era demokrasi, seorang pemimpin di sekolah (yaitu kepala sekolah) hendaknya melakukan tindakan berdasarkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang demokratis, yakni adanya kebebasan berbicara, bertanya, memberi penghargaan kepada sesame, terbuka, dan setara. Prinsip-prinsip tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a)      Memiliki visi yang strategis dan jelas
Hal ini menekankan bahwa seorang kepala sekolah hendaknya memiliki visi yang jelas. Visi tersebut harus mencerminkan aspirasi dan harapan seluruh warga sekolah dan dalam jangkauan untuk mewujudkannya. Apa yang dilakukan oleh kepala sekolah tidak akan terarah jika tidak didukung oleh visi yang strategis dan jelas. Visi yang strategis dan jelas mampu memberikan gambaran masa depan, memotivasi, membangun kebanggaan dan komitmen.

b)      Memiliki kompetensi dan komitmen
Kompetensi mengarah pada kemampuan yang dimiliki seorang pemimpin, baik kemampuan teknis maupun nonteknis. Kemampuan teknis menunjukkan pada keterampilan pemimpin, sedangkan kemampuan nonteknis menunjuk pada penguasaan pemimpin terhadap bidang keilmuan dan seni kepemimpinan yang dimiliki. Sementara komitmen mengarah pada rasa memiliki (sense of belonging) seorang pemimpin terhadap apa yang diamanahkan kepada kepala sekolah.

c)      Bertanggung jawab
Hal ini menunjukkan kepada kemampuan (ability) dalam menjawab (response) pertanyaan-pertanyaan terkait dengan kemampuan dalam memimpin dan terhadap apa  yang dilakukan sebagai pemimpin. Tanggung jawab seorang pemimpin sekolah bukan hanya terhadap sesuatu yang dikerjakan dan upayakan, tetapi juga terhadap apa yang dilakukan bawahannya dalam mencapai tujuan sekolah.

d)     Dapat dipercaya (Amanah)
Seorang kepala sekolah hendaknya dapat dipercaya, baik perkataannya, sikap dan perbuatannya maupun kebijakan yang diambilnya dalam menyelenggarakan sekolah kea rah tujuan yang ditetapkan. Agar kepala sekolah memperoleh kepercayaan (trust), hendaknya menjalankan tugas dengan benar dan baik. Di samping itu, kepala sekoah harus bersikap terbuka kepada orang lain. Sikap terbuka kepada orang lain berarti menyampaikan sesuatu yang seharusnya disampaikan kepada orang lain (bawahannya), sedangkan bagi orang lain berate siap mendengarkan dan menyimak apa saja yang disampaikan orang lain (bawahannya).[44]

e)      Memberikan otonomi
Pemberian otonomi kepala sekolah bukan berarti bebas tidak terbatas. Pemberian otonomi berarti pemberian kebebasan untuk berapresiasi diri secara kreatif dan positif, sesuai minat dan bakat bawahannya. Otonomi dalam proses pembelajaran merupakan hak seorang guru dalam mengelola kelas tanpa harus melepaskan diri dari pengawasan yang wajar dari kepala sekolah.

f)       Mampu memberikan motivasi
Motivasi yang dimiliki seseorang tidak selalu muncul karena dorongan dari dalam dirinya sendiri (factor internal), tetapi terkadang muncul karena pengaruh atau dorongan dari orang lain (factor eksternal). Oleh karena itu, peranan kepala sekolah sebagai pemimpin sangat penting dalam memotivasi orang-orang yang dipimpinnya. Dalam budaya paternalistic sebagaimana yang ada di Indonesia, kemampuan pemimpin dalam memberikan motivasi sangatlah urgen.

g)      Bersikap adil
Seorang pemimpin hendaknya bersikap adil, karena sikap tidak adil hanya akan mendatangkan sikap tidak percaya (distrust) dari anak buahnya. Kepala sekolah yang adil akan member dampak bagi bawahan antar lain: bertambahnya semangat kerja, merasa dihargai, dan citra manajemen yang menyenangkan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kauntitas dan kualitas kinerja.

h)      Berani mengambil keputusan
Seorang pemimpin hendaknya tidak boleh takut mengambil keputusan terhadap persoalan yang harus diputuskan. Keberanian mengambil keputusan berarti berani mengambil resiko. Oleh karena itu, keberanian di sini bukan tanpa nalar, tanpa perhitungan dan tanpa alas an yang kuat, tetapi justru seorang pemimpin harus bijak mempertimbangkan semua aspek dalm mengambil keputusan. Pemimpin yang ragu-ragu mengambil keputusan akan terkesan lamban dan dapat kehilangan momentum atau kesempatan untuk berbuat.[45]

i)        Kreatif dan inovatif
Pemimpin yang kreatif dan inovattif adalah pemimpin yang dapat menemukan atau menciptakan kualitas organisasi yang dipimpinnya. Kreativitas seorang kepala sekolah biasanya akan memiliki nilai lebih terutama dalam upaya meningkatkan ragam kegiatan dan hasil-hasilnya. Kreativitas dan inovasi kepala sekolah sangat dipengaruhi oleh sikap ingin tahu, ingin maju dan ingin wawasan yang luas.

j)        Partisipatif
Setiap kepala sekolah bertanggu jawab “memberdayakan” warga sekolah supaya mampu berpartisipasi secara konstruktif. Kemauan berpartisipasi warga sekolah sangat ditentukan oleh kepmimpinan kepala sekolah. Seorang pemimpin tidak mungkin sukses memberdayakan warga atau bawahannya tanpa keterlibatannya secara aktif dalam berbagai kegiatan. Dengan kata lain seorang pemimpin hendaknya mampu memberdayakan dirinya dalam berpartisipasi sebelum ia berupaya memberdayakan warganya.

k)      Taat hukum
Sebagai pemimpin, kepala sekolah hendaknya selalu taat pada hokum yang erlaku. Pemimpin  yang taat hokum akan dihormati dan disegani oleh bawahan, dan hal ini akan menambah wibawa pemimpin yang bersangkutan. Terhadap kepemimpinan yang demikian, mungkin saja bawahan akan merasa kecewa akibat keinginannya tidak dikabulkan karena ia melanggar peraturan. Tetapi hati kecilnya pati akan berkata bahwa pemimpinnya itu benar-benar memiliki sifat terpuji, karena tidak dapat diajak kompromi untuk berbuat sesuatu yang melanggar hokum.[46]

l)        Dapat diteladani
Setiap pemimpin hendaknya mampu menjadi teladan bagi yang dipimpinnya. Demikian pula kepala sekolah, hendaknya menjadi teladan bagi warga sekolah lainnya. Keteladanan pemimpin memiliki pengaruh besar bagi warga terutama bagi mayarakat Indonesia yang bersifat paternalistic, yang melihat contoh dari atasannya. Anjuran yang sangat bijak dari Ki Hajar Dewantoro: “Ing Ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani” (apabila anda di depan member contoh, di tengah member masukan/pendapat, dan dibelakang tetap member arahan) harus benar-benar menjadi ruh kepala sekolah dalam bertindak.

m)    Berorientasi pada konsensus
Selain sebagai teladan, kepala sekolah hendaknya juga bersedia menjadi penengah terhadap masalah warga sekolah dan membiasakan diri dalam mengambil keputusan berdasarkan kesepakan. Oleh karena itu kepala sekolah hendaknya memiliki sikap mementingkan “musyawarah”, sebelum mengambil suatu keputusan untuk kepentingan bersama.

n)      Saling berkaitan.[47]
Hal ini menekankan bahwa pemimpin hendaknya mempunyai sikap terbuka utnuk bekerjasama dengan pihak lain, saling membantu, saling melengkapi, dan saling menguntungkan (mutual benefit). Hal ini sesuai kenyataan alamiah bahwa tidak ada sesuatu yang berdiri sendiri dan terpisah dengan yang lainnya. Kepala sekolah pasti dan sudah seharusnya berhubungan dan bekerjasama dengan pemimpin masyarakat sekitar sekolah, misalnya Ketua RW (Rukun Warga), Kepala Kampung, Kepala Desa/Lurah, CAmat, dll. Oleh karena itu, kepentingan pemimpin-pemimpin lain itu hendaknya enjadi perhatian kepala sekolah, menjauhkan sikap ingin menang sendiri dan berupaya agar semua merasa senang dan menang.
Di samping memiliki dan mampu menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang baik dalam mengelola sekolah, kepala sekolah juga dituntut untuk berinisiatif dan berkomunikasi yang baik dengan guru dan tata usaha. Kepala sekolah juga harus mampu mengembangkan kegiatan untuk meningkatkan proses belajar mengajar ataupun kegiatan lainnya dalam pengembangan intelektual maupun emosional. Kepala sekolah perlu mengetahui dengan pasti ini pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru, dengan maksud agar bilamana adfa peserta didik yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku, kepala sekolah dapat mengingatkan guru tentang adanya tindakan yang menyimpang dari nilai-nilai karakter yang dikembangkan di sekolah.
Oleh karena itu, peran kepala sekolah dalam manajemen sekolah yang memadukan dengan nilai-nilai karakter diharapkan dapat:
1)      Berpedoman pada rencana yang sudah disusun sebagai patokan untuk bekerja,
2)      Selalu memperhatikan pembiyaan, perlengkapan, cara yang ditempuh, dan stakeholder,
3)      Memperhatikan pengorganisasian secara benar,
4)      Memperhatikan kemampuan orang yang akan mengerjakan tugas,
5)      Berupaya menempatkan orang pada posisi yang tepat sesuai kemampuan dan keahliannya,
6)      Membangun suasana yang menyenangkan dengan transparan,
7)      Selalu memperhatikan waktu dan situasi yang berkembang,
8)      Berupaya secara optimal agar semua program dapat dilaksanakan, dan
9)      Melakukan control terhadap setiap unsure manajemen secara konsisten.[48]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kepemimpinan sebagai bagian dari fungsi manajemen merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai tujuan organisasi. Secara etimologis istilah kepemimpinan dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia Jhon Echols merupakan terjemahan dari kata leadership (bahasa Inggris), yang erarti kepemimpinan. Sementara itu, kata kepemimpinan berasal dari akar kata pemimpin, yang berarti seseorang yang dikenal oleh dan berusaha untuk mempengaruhi para pengikutnya, untuk merealisasikan apa yang menjadi visinya.
Dalam pengertian terminology terdapat beberapa pengertian kepemimpinan yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Dalam Ensiklopedi Umum diterangkan bahwa kepemimpinan adalah, hubungan yang erat antara seseorang dengan sekelompok manusia kerena adanya kepentingan bersama, hubungan itu ditandai oleh tingkah laku yang tertuju dan terbimbing dari pada manusia yang seorang itu. Manusia atau orang ini biasanya disebut dengan memimpin atau pemimpin, sedang kelompok manusia yang mengikutinya disebut yang dipimpin.
Sesuai dengan cirri-ciri sekolah sebagai organisasi yang bersifat kompleks, unik dan khas, maka tugas dan fungsi kepala sekolah juga harus dilihat dari berbagai sudut pandang. Kepala sekolah harus mampu melaksanakan tugasnya sertafungsi-fungsinya. Endang Mulyasa mengatakan bahwa fungsi kepemimpinan kepala sekolah itu terangkum dalam istilah EMASLIM-FM yakni fungsi educator, manager, administrator, supervisior, leader, innovator, dan motivator, figure dan mediator. Maka dengan demikian, pekerjaan kepala sekolah semakin hari semakin meningkat dan selalu meningkat sesuai dengan perkembangan pendidikan yang diharapkan. Oleh karena itu, hendaknya kepala sekolah lebih meningkatkan profesionalismenya.
Ngalim Purwanto menjelaskan juga terdapat empat gaya kepemimpinan yang lain, yakni gaya kepemimpinan  otoriter, Pseudo-demokratis, gaya kepemimpinan laisez faire (gaya bebas) dan gaya kepemimpinan demokratis.
Standar Kepala Sekolah Madrasah ditetapkan dalam Permendiknas RI Nomor 13 Tahun 2007, tentang kualifikasi dan kompetensi Kepala sekolah/ Madrasah. Dalam Permendiknas tersebut disebutkan tentang kualifikasi Kepala Sekolah/Madrasah, yang terdiri atas kualifikasi umum dan kualifikasi khusus.
Dalam menyukseskan implementasi pendidikan karakter di sekolah kepala sekolah paling tidak harus melakukan berbagai program kegiatan  baik yang terkait dengan program sekolah secara keseluruhan maupun yang terkait dengan tugas sehari-hari kepala sekolah. Pertama, untuk terkait dengan program sekolah secara keseluruhan. Kedua, yang terkait dengan tugas sehari-hari.

B.     Saran
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan oleh karena itu saran dan kritik dari teman-teman pembaca sangat di harapkan demi perbaikan makalah ini kedepannya.



DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Afifudin dan Bambang Syamsul,  Supervisi Pendidikan, Bandung: Insan Mandiri, 2005
Burhanudin, Analisis Administrasi, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Diponegoro, 2001
Echols,  Jhon M. dan Hasan Sadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1997
Gunawan,  Heri, Pendidikan Karakter “Konsep dan Implementasi”, Bandung: Alfabeta, 2012
Indrafachrudi,  Soekarto, Mengantar Bagaimana Memimpin Sekolah Yang Baik, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993
Kartono, Kartini, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnorma itu?, Jakarta: Raja Grafindo persada, 1998
Mulyasa, Endang, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi dan Implementasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004
Mulyasa, Endang, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006
Mulyasa,  Endang, Manajemen Pendidikan Karakter, Jakarta: Bumi Aksara, 2011
Nawawi, Hadari, Kepemimpinan Menurut Islam, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993
Pringgodigdo, Ensiklopedi Umum, Yogyakarta: Kanisius, 1993
Purwanto, Ngalim, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995
Purwanto, Ngalim dan Sutaadji Djojopranoto, Administrasi Pendidikan, Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1996
Sagala, Syaiful, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kepemimpinan, Memberdayakan Guru, Tenaga Kependidikan dan Masyarakat dalam Manajemen Sekolah, Bandung: alfabeta, 2009
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritis dan Permasalahannya, Jakarta: Rajawali Press, 1999
Peter  Salim, The Contemporary English-Indonesian Dictionary, Jakarta: Modern English Press, 1996



[1] Jhon M. Echols dan Hasan Sadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1997), h. 351
[2] Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kepemimpinan, Memberdayakan Guru, Tenaga Kependidikan dan Masyarakat dalam Manajemen Sekolah, (Bandung: alfabeta, 2009), h. 214
[3] Pringgodigdo, Ensiklopedi Umum, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 549
[4] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritis dan Permasalahannya, (Jakarta: Rajawali Press, 1999), h.17
[5] Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993), h. 19
[6] Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), h. 86
[7] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2001), h. 6
[8] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 69
[9] Burhanudin, Analisis Administrasi, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 64-65
[10] Peter  Salim, The Contemporary English-Indonesian Dictionary, (Jakarta: Modern English Press, 1996), h. 1056
[11] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritis dan Permasalahannya, h. 81
[12] Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 98
[13]Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, h. 99
[14] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritis dan Permasalahannya, h. 122
[15] Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, h. 99-100
[16] Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, h. 108
[17] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritis dan Permasalahannya , h. 94-95
[18] Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, h. 107
[19] Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, h. 109
[20] Afifudin dan Bambang Syamsul Arifin,  Supervisi Pendidikan, (Bandung: Insan Mandiri, 2005), h. 13
[21] Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, h. 114
[22] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritis dan Permasalahannya , h. 128
[23] Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, h. 118
[24] Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, h. 120
[25] Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, h. 98
[26] Endang Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 108
[27] Ngalim Purwanto dan Sutaadji Djojopranoto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1996), h. 26
[28] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnorma itu?, (Jakarta: Raja Grafindo persada, 1998), h. 71
[29] Ngalim Purwanto, Administrasi Pendidikan , h. 48
[30] Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, h. 165
[31] Soekarto Indrafachrudi, Mengantar Bagaimana Memimpin Sekolah Yang Baik, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993), h. 25-26
[32] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnorma itu?, h.71
[33] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2001), h. 357
[34] Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, h. 168
[35] Ngalim Purwanto dan Sutaadji Djojopranoto, Administrasi Pendidikan, h. 31
[36] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan Implementasi”, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 173-174
[37] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan Implementasi”, h. 175
[38] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan Implementasi”, h.  175-176
[39] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan Implementasi”, h. 176
[40] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan Implementasi”, h. 176-177
[41] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan Implementasi”, h. 177
[42] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan Implementasi”, h. 178
[43] Endang Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h.70
[44] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan Implementasi”, h. 179
[45] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan Implementasi”, h. 180
[46] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan Implementasi”, h. 181
[47] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan Implementasi”, h. 182
[48] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan Implementasi”, h. 183

3 komentar


EmoticonEmoticon