BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan adalah aspek utama yang dapat menjamin manusia
dapat menjadi manusia yang sepenuhnya dengan menerima ilmu pengetahuan yang
berguna dalam menjalani kehidupan sebagai manusia. Pendidikan senantiasa
berkembang mengikuti pola perkembangan manusia. Hal ini lah yang membuat
pendidikan selalu menjadi aspek yang sangat penting bagi kelangsungan hidup
manusia. Melihat perkembangan zaman saat ini yang telah memasuki era
globalisasi, membuat konsep pendidikan saat ini juga telah masuk ke dalam ranah
globalisasi, yang dikenal dengan pendidikan global atau global education.
Pendidikan global telah menjadi sebuah konsep yang muncul bersamaan dengan
konsep glonalisasi itu sendiri, dimana nilai-nilai dalam pendidikan global pun
banyak telah mengalami transformasi.
Dalam melihat perubahan paradigma pendidikan global ini juga
harus dilihat bagaimana dengan konsep globalisasi itu sendiri, konsep
globalisasi itu sendiri adalah konsep yang menyatakan bahwa hubungan antar
aktor internasional itu bersifat borderless atau tanpa dibatasi oleh
sekat-sekat batas negara. Konsep seperti ini mmeniscayakan bahwa
interaksi-interaksi antar aktor dapat dengan mudah dilakukan. Konsep global
education sendiri pun hampir menyerupai konsep globalisasi, dimana konsep
pendidikan global ini pada umumnya meniscayakan bahwa pendidikan dimanapun
harus dapat diakses oleh siapapun juga. Konsep pendidikan global ini digagas
untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan juga untuk mengakomodasi seluruh
peserta didik yang berada di setiap negara.
Konsep pendidikan global ini secara sederhana sebenarnya
telah lama ada, sejak mulai diterimanya pelajar-pelajar asing di
institusi-intitusi pendidikan lokal yang menunjukkan bahwa sudah mulai ada
interaksi dan juga menunjukkan bahwa pendidikan tidak mengenal batas teritorial
dan juga batas kewarganegaraan. Dalam hal ini dapat terlihat juga bahwa konsep
pendidikan global pun merupakan sarana untuk pengembangan ilmu pengetahuan,
karena dengan tidak dibatasinya seseorang untuk mempelajari sesuatu, maka akan
muncul banyak sekali diskursus yang akan mampu memperkaya ilmu pengetahuan itu
sendiri.
B.
Pemasalahan
a. Apa
Pengertian Pendidikan Global?
b. Apa
Tujuan Pendidikan Global?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
pendidikan Global
a.
Pengertian
pendidikan
Pendidikan secara teoritis mengandung pengertian “memberi
makan” (opvoending) kepada anak didik sehingga mendapat kepuasan
rohaniyah, yang juga di terjemahkan dengan menumbuhkan fitrah dan kemampuan
dasar manusia. Dari pengertian ini dapat di simpulkan dengan pengertian-pengertian
lain sebagai berikut : Bahwasannya bimbingan itu di berikan oleh orang muslim
(orang dewasa) dengan penuh kesadaran memberikan pelayanan kepada perkembangan
jiwa anak.[1]
Dari segi bahasa pendidikan dapat di artikan perbuatan
(hal, cara, dan sebagainya) mendidik; dan berarti pula pengetahuan tentang
mendidik atau pemeliharaan (latihan-latihan dan sebagainya)badab, batin, dan
lain-lain.[2]
Banyak rumusan pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli
diantaranya:
1.
John Dewey.
Pendidikan
adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual,
emosional ke arah alam dan sesama manusia
2.
Frederick J. Mc Donald
Pendidikan
adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior)
manusia.
3.
Thompson
Pendidikan adalah
pengaruh lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan
yang tetap dalam kebiasaan perilaku, pikiran dan sifatnya.
4.
Ki Hajar Dewantara
Pendidikan
adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak,
agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang
selaras dengan alam dan masyarakatnya.
5.
Ahmad D. Marimba
Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh si
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama.[3]
6.
Driakara
Pendidikan ialah pemanusiaan manusia muda atau
pengangkatan manusia muda ke taraf insan.[4]
b.
Pengertian
global
Menurut asal
katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang
maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi
adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari
setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum
memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working
definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang
memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses
alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin
terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan
ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat
globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga
terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme
dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis
akan mengendalikan ekonomi
dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing.
Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia,
bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah
Globalisasi pada tahun 1985.[5]
Scholte melihat bahwa
ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
- Internasionalisasi:
Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam
hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya
masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
- Liberalisasi:
Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar
negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun
migrasi.
- Universalisasi:
Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material
maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat
menjadi pengalaman seluruh dunia.
- Westernisasi:
Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin
menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
- Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti
kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi
pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya.
Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi
sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.
c.
Pengertian
pendidikan global
Globalisasi
telah menghampiri seluruh rakyat di belahan bumi manapun dengan membawa banyak
dampak baik positif maupun negatif. Sisi positif dari globalisasi itu berada
pada kemajuan teknologi informatika dan teknologi komunikasi. Dampak negatifnya
kalau sampai kita hanya menjadi objek suatu arus globalisasi tanpa mampu
berbuat. Oleh karenanya perlu banyak persiapan terutama mental guna menghadapi
era tersebut. Dalam era tersebut dibutuhkan kemampuan untuk menjaring dan
menyaring segala pengaruh yang masuk dari berbagai kebudayaan yang lain.
Pendidikan
selama ini dianggap kurang berhasil dalam mempersiapkan anak didiknya untuk
memasuki dunia kerja yang telah dirasuki globalisasi dengan neoliberalisme. SDM
kita ternyata masih menempati peringkat ke-112 di level internasional.
Pendidikan
Perspektif Global atau disebut juga pendidikan Global artinya Pendidikan yang
membekali wawasan global untuk membekali siswa memasuki era globalisasi
sehingga Siswa mampu bertindak lokal dengan dilandasi wawasan global.[6]
Pendidikan
yang memanfaatkan keunggulan lokal dan global dalam aspek ekonomi, seni budaya,
SDM, bahasa, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain ke
dalam kurikulum sekolah yang akhirnya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi
peserta didik yang dapat dimanfaatkan untuk persaingan global. Pendidikan
Global dirasa perlu di sebabkan kemajuan komunikasi & transportasi yang
dirasakan dunia semakin sempit, batas negara menjadi buram, proses
universalisasi melanda berbagai aspek kehidupan
Pendidikan global mempersiapkan
masa depan siswa dengan memberikan keterampilan analisis dan evaluasi yang
luas. Keterampilan analisis dan evaluasi yang luas. Keterampilan ini akan
membekali siswa untuk memahami dan memberikan reaksi terhadap isu internasional
dan antar budaya. Pendidikan global juga mengenalkan siswa dengan berbagai
strategi untuk berperan serta secara local, nasional dan internasional. Mata
pelajaran harus menyajikan informasi yang relevan untuk meningkatkan kemampuan
terlibat dalam kebijakan public. Oleh karena itu, pendidikan global mengangkat
isu global dengan kepentingan local.
Adalah John Naisbit dan Patricia
Abudence, futurology suami-istri terkemuka di dunia, dalam bukunya yang
berjudul Megatrend 2000 meramalkan bahwa
abad ke-21 adalah era baru. Suatu era dimana ekonomi global dan informasi
merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari.[7]
Suatu era di mana relasi menggantikan hierarki sebagai
modal utama menyelesaikan segala persoalan kehidupan. Suatu era di mana daya
magnetisnya mampu memperbesar emosi, mempercepat perubahan, meningkatkan
kesadaran dan memaksa kita memeriksa diri, nilai-nilai dan institusi-institusi
kita. Teknologi komunikasi misalnya, selain memberikan manfaat berharga di
dalam menghemat waktu, perjalanan fisikal manusia, juga berimplikasi kepada
hubungan yang destruktif, seperti hilangnya persahabatan sejati, merosotnya
intensitas tradisi silaturahmi dan yang trend dikalangan anak muda dewasa ini
apa yang disebut dengan phone sex. Nisbit
menyebutkan bahwa akan terjadi proses globalisasi melalui teknologi informasi,
ada tiga mode yang diterima oleh banyak orang yaitu: makanan (food), pakaian
(fashion), dan hiburan (entertainment). Media televisi telah mempercepat arus
informasi dan membawa kita terlibat dalam informasi dunia.[8]
Globalisasi mempunyai dampak positif dan negative.
Dampak positif globalisasi adalah munculnya masyarakat megakompetisi, dimana
setiap orang berlomba berbuat yang terbaik untuk mencapai yang terbaik. Untuk
berkompetisi dibutuhkan kualitas yang tinggi sehingga di era globalisas ini
masyarakat menjadi dinamis, aktif dan kreatif karena mengejar keunggulan dan
kualitas. Namun, globalisasi dapat menjadi ancaman bagi budaya bangsa.[9]
Globalisasi akan melahirkan budaya
global sehingga mengancam budaya local yang menjadi karakteristik budaya
nasional. Apalagi jika tingkat pendidikan masyarakat rendah, hal ini akan
menjadi penyebab cepatnya masyarakat terseret arus globalisasi dengan
menghilangkan jati diri dan identitas bangsa. Contohnya, remaja di Indonesia
dapat dengan cepat meniru gaya berpakaian, tata rambut, berperilaku yang tidak
cocok dengan jati diri bangsa Indonesia.
a.
Pendidikan
Terbuka dalam Pendidikan Global
Pendidikan global yang berjalan beriringan dengan
perkembangan berbagai macam aspek juga telah memunculkan beberapa kelengkapan
dari pendidikan global itu sendiri, hal ini dapat terlihat dari diterapkannya
konsep pendidikan terbuka atau open education atau secara lebih spesifik lagi
dapat dilihat dalam bentuk Universitas Terbuka atau Open University. Konsep
dari “keterbukaan” ini diartikan sebagai sebuah hal yang dimunculkan untuk
mengakomodasi kebutuhan sosial dan pendidikan yang berkembang di masyarakat.
Dalam konsep pendidikan terbuka tersebut, para pelaku atau
para peserta didik tidak harus datang bertatap muka dengan pengajarnya, tapi
dapat belajar melalui berbagai media komunikasi. Konsep pendidikan terbuka ini
pada awalnya banyak mendapat tentangan dari berbagai aktor, karena mereka
melihat bahwa efektifitas dari pendidikan tradisional dimana masih terdapat
tataap muka di dalamnya masih lebih relevan dibandingkan dengan konsep
pendidikan terbuka yang meminimalisir atau bahakan meniadakan tatap muka,
sehingga kredibilitas dan kualitas pendidikan maupun hasil pendidikan terbuka
mereka anggap masih belum dapat menyaingi pendidikan tradisional.
Tapi bila dilihat secara lebih objektif, maka dapat dilihat
bahwa justru semangat dari globalisasi dan juga kepedulian akan kebutuhan
sosial dan pendidikan yang tinggi di masyarakat dapat direpresentasian dengan
baik oleh pendidikan terbuka tersebut. Konsep pendidikan terbuka dapat
mengakomodasi kebutuhan pendidikan bagi para karyawan ataupun orang-orang yang
sibuk untuk tetap mendapatkan hak mereka dalam hal pendidikan. Dan juga konsep
pendidikan terbuka dapat memberikan pendidikan yang berkualitas terhadap
orang-orang yang berada di luar negeri yang tidak mampu untuk menggapai
pendidikan di luar negaranya.[10]
Konsep terbentuknya pendidikan terbuka inipun sebenarnya
berawal dari berubahnya permintaan pasar atau peserta didik itu sendiri yang
menginginkan sebuah pendidikan yang fleksibel juga mudah dijangkau oleh peserta
didik dari manapun. Hal ini didasari dari perkembangan teknologi yang semakin
cepat dan juga perkembangan kebutuhan manusia yang kompleks. Kebutuhan yang
kompleks tersebutlah yang mendasari perubahan dalam permintaan kebutuhan
pendidikan.
Dalam Pendidikan global yang dirpresentasikan oleh
pendidikan terbuka ini mempunyai beberapa karakterisasi yang menitikberatkan
pada proses bukan kepada isi, karakteristik tersebut, diantaraya ; kemampuan
untuk berkomunikasi terutama komunikasi lintas budaya, kemampuan dalam bekerja
baik dalam mebentuk maupun memimpin tim, dan biasanya kemampuan untuk mencari,
mensintesiskan dan memanipulasi informasi.[11]
Dalam Pendidikan global sendiri terdiri dari beberapa aspek, aspek-aspek
tersebut antar lain :
1.
Interaksi
antra budaya yang dilakukan melalui telekomunikasi yang menggunakan jaringan
global.
2.
Dalam
kegiatan glonalnya biasanya dikerjakan dalam pekerjaan kolektif, interaksi
grup-grup kecil.
3.
Pelajaran
disajikan dengan menggunaan web
4.
Komunikasi
antara peserta didik dengan fakultas atau administrasi lainnya biasanya
dilakukan secara online
5.
materi-materi
kuliah umum, kuliah biasa dan seminar disajikan dan dibagikan melalui media
internet.
Dalam kaitan seperti diatas, terdapat fakta unik bahwa
bukanlah pendidikan global yang menyesuaikan diri dengan kondisi globalisasi,
tetapi pendidikan globallah yang mendorong terjadiya globalisasi, mengingat
pendidikan adalah langkah dalam melakukan perubahan-perubahan.
Dalam pendidikan global khususnya dalam pendidikan terbuka
ini para pendidik juga dituntut untuk mampu mengembangkan gaya atau seni
mnegajar yang baik dengan menerapkan global pedagogy bukan cultural
pedagogy, justru akan membuat bahan pelajaran yang dibawakan olaeh pengajar
akan dapat diterima dengan baik oleh peserta didik yang bersifat heterogen
bukan bersifat homogen. Dituntut kreatifitas yang tinngi dan jga jiwa inobatif
yang besar untuk dapat menghasilkan sebuah mutu pembelajaran yang berkualitas
dan acceptable terhadap audiens yang mulikultural tersebut.
Pendidikan global memang sangat berbeda dengan pendidikan
tradisional yang tentunya kedua paradigma ini menghasilkan hasil yang berbeda
pula dalam hasil kualitas lulusannya. Dalam pendidikna global lebi banyak
ditekankan aspek teknologi dalam penyampaiannya, pendidikan global juga dapat
mendefinisikan sebuah pendekatan baru dalam mengajar dan dalam budaya mengajar
dimana terfokus pada interaksi, aktifitas kebersamaan, manajemen pengetahuan
dan upaya sistematis dalam ujian dan tset yang berbda pada pendidikan global
akan mampu untuk menghasilkan transformasi individu, konstruksi sosial
pengetahuan, dan komunikasi yang kesemuanya dibalut dalam perspektif lintas
budaya. Tetapi perlu diingat bahwa pendidikan global bukan berarti semua adalah
teknologi, teknologi adalah sebagai media penyampaian dan media utama bukan
sebagai penentu dalam pendidikan global tersebut.[12]
b.
Pendidikan
Berbasis teknologi
Dalam Pendidikan global yang sifatnya borderless dan tidak
mengenal kewarganegaraan, akan menimbulkan sebuah dilema apabila pendidikan
global ini tidak mampu unuk mencakup semuanya. Pendidikan global bisa berjalan
tentu dengan media yang sampai sekarang pun teru berkemang menjadi semakin
canggih dan juga semakin tanpa batas. Perkembangan teknologi media yang saat
ini juga telah mengglobal memang telah membantu konsep pendidikan global
menjadi sebuah konsep yang dapat diterima oleh semua pihak di semua negara.[13]
Konsep pendidikan global ini telah melakukan sinkronisasi
aau dapat berjalan beriringan dengan perkembangan teknologi media, bahkan sudah
dapat dikatakan sebagai sesuatu yang komplementer (saling melengkapi)
Semangat dari penggunaan teknologi sebagai media dalam
pendidikan global adalah untuk mempermudah para peserta didik yang tidak punya
banyak waktu untuk bertatap muka dengan pengajara ataupun berada dalam jarak
yang sangat jauah bahakan lintas negara tetap dapat mengikuti pelajaran dengan
menggunakan media tersebut. Hal inilah yang menjadikan pendidikan global bisa
dibilang sebagai sarana untuk menerapkan pemerataan pendidikan bagi seluruh
orang. Bebrapa keuntungan yang didapat dari penerapan teknologi ini adalah :
1.
Fleksibel
dalam penggunaan waktu dan juga lokasi untuk mengakses pelajaran
2.
Peserta
didik dapat memilih sendiri bahan pelajaran yang tersedia
3.
Dapat
melakukan interaksi secara cepat dengan pengajar maupn dengan teman
4.
Hal
ini relevan dalam pekerjaan yang terintegrasi dan juga dalam tujuan pembelajran
individu
Dalam hal penerapan teknologi ini sendiri juga perlu
diperhatikan dengan baik bahwa teknologi disini hanya sebagai media bukan
penentu dari pendidikan global.[14]
Penerapan teknologi ini juga harusnya isa dimaksdukan
sebagai sebuah sarana untuk semakin memperkuat hubungan antara pengakar dengan
peserta didik, karena pengajar dapat melihat perkembangan pengetahuan dari
peserta didiknya yang jauah jaraknya dan peserta didik dapat dengan mudah
berineraksi dengan pengajarnya juga dengan mudah keterkaitan peserta didik
dengan pengajar juga harus dapat di manage dengan baik oleh kedua belah pihak
agar dapat mengahsilkan hasil yang maksimal, karena keterkaitan yang baik akan
menhasilkan hasil yang baik juga.
Dalam penerapan teknologi di dalam pendidikan global ini
juga meniscayakan terjadinya pembelajran secara online dengan berbagai aplikasi
yang disediakan oleh teknoloi tersebut. Pembelajran secara online ini memang
dimaksudkan untuk mempermudah bagi peserta didik untuk memperkaya ilmu
pengetahuannya dengan terus menjaga interaksinya dengan pengajar maupun peserta
didik yang lainnya.[15]
Hal yang ditekankan disini mungkin adalah kesediaan bagi para peserta didik
untuk meluangkan waktunya lebih banyak mendalami pembelajran secara online ini,
karena apabila melihat fokus pembelajran secara online ini, maka akan dilihat
bahwa perkembangan bahan ajar pun adalah sesuatu yang sangat cepat bisa
diakses. Dalam pembelajaran secra online ini akan menghasilkna beberapa
keuntungan yang diantaranya adalah :
1.
Menyediakan
struktur yang baik dalam pembelajaran online
2.
Melatih
murid maupun staff dan juga pengajar dalam penggunaan teknologi
3.
Maksimal
dalam memanfaatkan media dalam menyediakan bahan pembelajaran dan mendukung
interaksi
4.
Mengembangkan
pendekatan individu dalam kebutuhannya akan berbagi ilmu pengetahuan
Penerapan teknologi dalam pendidikan global ini memang
adalah hal yang sangat dibutuhkan karena peserta didik dapat terus
mengembangkan ilmu pengetahuaanya tanpa harus bertatap muka secara langsung
dengan pengajarnya. Penerapan teknologi ini juga sangat berguna dalam
menjangkau seluruh peserta didik, menghilangkan jarak antara peserta didik
dengan peserta didik ataupun peserta didik dengan pengajar. Dengan penerapan
teknologi akan membantu sebuah ilmu mendapat banyak perspektif dan mendapat
banyak sudut pandang yang berguna dalam memperkaya ilmu pengetahuan tersebut.
c.
Didaktik
pendidikan global
Sketsa didaktik
berikut ini diharapkan mampu menjelaskan tiga konsep utama dalam pendidikan
global. Wolfgang Klafki (1993), misalnya, menuntut bahwa dalam jangka menengah,
(mahasiswa seluruh dunia harus diperkenalkan kepada permasalahan kunci dunia
modern, yaitu perang dan damai; arti dan masalah prinsip-prinsip nasionalisme
dihubungkan dengan pertanyaan tentang keunikan budaya dan hubungan antarbudaya;
permasalahan lingkungan, terutama yang berkaitan dengan perubahan kesadaran dan
pola hidup; peningkatan tajam pertambahan penduduk bumi; kesenjangan sosial,
baik dalam lingkup nasional maupun antarbangsa; bahaya dan kemanjuran teknologi
baru serta hubungan antarmanusia dan subjektivitas perorangan.[16]
Secara spontan,
upaya pembentukan teori oleh Klafki ini terkesan masuk akal dan karena itu,
meski sudah agak lama, masih menjadi acuan menarik. Namun, di situlah
masalahnya, karena rancangan teoretis itu terkesan "acak" dan
"kebetulan". Karena itu, beberapa pertanyaan kritis berikut patut
diajukan untuk menjadi perhatian: bukankah deskripsi tentang berbagai
permasalahan kunci mengandung dua bahaya sekaligus? Pertama, bahaya ethnosentuisme
yang kemudian tertuang dalam deskripsi yang bias. Kedua, dihadapkan pada
kenyataan tentang kompleksitas dan abstraksi permasalahan, deskripsinya akan
selalu menjadi terlalu sederhana, bahkan disfungsional. Lebih jauh lagi, apakah
betul ada korelasi yang kuat antara pendidikan dan perilaku atau tindakan (yang
akan diambil) seseorang? Bukankah tidak realistis mengharapkan perorangan untuk
memberikan kontribusinya, mengingat kompleksnya permasalahan dan terbatasnya
ruang gerak untuk bertindak? Apa pun, berbagai keraguan itu tidak menafikan
tuntutan Klafki agar pendidikan umum saat ini tidak boleh lepas dari wawasan
global.
Pertengahan
1990-an, ada sebuah forum "Schule fuer Eine Welt" (Sekolah demi Dunia
yang Satu) dari Swis. Lewat diskusi intensif dengan berbagai kelompok aksi,
penanggung jawab sekolah-sekolah dan pakar pendidikan, muncul sebuah konsep
yang didasari empat Leitideen (ide arahan), yaitu "perluasan wawasan
kependidikan", "refleksi identitas", "perubahan pola
hidup" dan "hubungan antara lokal dan global". Keempat leitideen
itu sedikit banyak mengingatkan kita pada Klafki. Lebih dari itu, forum juga
mengajukan seperangkat kategori didaktik dan metode sebagai berikut.
Yang utama
berkaitan dengan menschenbild (gambaran manusia ideal), yaitu ia yang otonom
dan bertanggung jawab memperoleh pengakuan dan mampu menilai dengan jernih dan
etis, berdaya dan terbuka bagi perubahan serta belajar sepanjang hidup.
Prinsip-prinsip pendidikan global yang diajukan adalah (cara) berpikir terkait,
holistis, refleksi berorientasi pengalaman atau sejarah, orientasi pada aksi,
harmoni sosial, serta tanpa kekerasan (nonviolence). Persyaratan untuk mencapai
hal itu adalah keterpaduan berbagai institusi dan perencanaan kependidikan,
tempat dan suasana belajar, struktur waktu dan metode ajar-mengajar. Dengan
demikian, diharapkan tercipta kompetensi dasar manusia yang memiliki sensivitas
pengamatan, empati, perubahan perspektif, bertanggung jawab, refleksi diri,
kooperatif, kemampuan mengatasi konflik serta berpikir sistematis.[17]
Semua hal di
atas mengarah pada sebuah paradigma "satu dunia" sebagai kerangka
dasar. Faktor-faktor sosial yang menunjangnya adalah kesadaran tentang saling
ketergantungan secara global, perlunya information society, pengakuan tentang
eksistensi berbagai subkultur serta kemitraan gender, orientasi masa depan,
pembangunan berkelanjutan, pengakuan identitas budaya "kami" dan
"mereka", serta perlunya masyarakat berkeadilan. Kelebihan konsep
forum "Sekolah demi Dunia yang Satu" ini merupakan sebuah proses
diskusi dan inisiatif dari berbagai pihak dan bukan "olah pikir"
ilmuwan perorangan. Implikasinya jelas terlihat terutama dalam pengadaan alat
pengajaran dan dalam pendidikan guru.
Dua tahun lalu,
Hans Buehler mengembangkan konsep pendidikan global yang menekankan pentingnya
cara berpikir inklusif, bila tidak ingin sekadar memperluas informasi tentang
keterkaitan global. Orientasi (tujuan) pendidikan global, dengan demikian,
adalah pergelutan pelaku pendidikan dengan kompleksitas dan ambivalensi
permasalahan, serta keniscayaannya untuk mengambil sikap memihak.
"Kompleksitas", terutama berkaitan dengan proses globalisasi, menjadi
acuan awal. Dalam kenyataan, kompleksitas bukanlah jumlah dari berbagai hal
faktual, tetapi sesuatu yang tak jarang ambivalen. Untuk mengerti hal ini,
dibutuhkan cara berpikir inklusif. Agar tidak terjebak dalam sikap everything
goes, sedapat mungkin kita mengenali serta mengambil posisi memihak mereka yang
kalah dalam proses globalisasi.
Banyak suara
yang pesimistis. Keyakinan tentang "meningkatnya keterbukaan pasar, plus
meningkatnya laju pertumbuhan sama dengan meningkatnya lapangan kerja"
patut dipertanyakan. Perkembangan dunia terakhir menunjukkan hal yang
berlawanan. Selama 20 tahun terakhir, peningkatan produksi global meningkat
dari 4.000 menjadi 23.000 milyar dollar AS; tetapi pada saat yang sama, jumlah
orang miskin meningkat 20 persen lebih. Porsi 47 negara termiskin dalam
perdagangan dunia pun menyusut antara tahun 1960-1990, dari empat persen
menjadi tinggal satu persen.
Padahal, nilai
perdagangan dunia dari tahun 1974-1995 meningkat dari 479 milyar menjadi 4.940
milyar dollar AS (Beck 1997, Spiegel 1996). Maka, tidak heran ada yang
mengatakan, "...yang terjadi adalah marginalisasi negara miskin dalam
perdagangan dunia. Negara-negara itu hanyalah objek politik dunia"
(Nuscheler 1998, halaman 24). Ternyata, kesenjangan antara yang kaya dan
miskin, juga terjadi di negara-negara industri.[18]
Karena itu, Ulrich Beck mensinyalir, "Demokrasi terancam bila globalisasi
digenjot tanpa kontrol," Ia juga bertanya secara retorika: "Seberapa
jauh demokrasi mampu bertahan digerogoti kemiskinan?" (Beck, 1997, halaman
24)
Namun, mungkin
sebaiknya kita tidak terjebak dalam sudut pandang reduksionistis, yang melihat
segala-galanya dari sudut pandang penindasan dalam "dialektika budak-tuan
atau kapitalis-proletariat". Boleh jadi pembedaan antara
"globalisasi", "globalitas", dan "globalisme",
meminjam rumusan Ulrich Beck, membantu kita untuk keluar dari sudut pandang
hitam-putih itu. Globalisme adalah ideologi penguasa ekonomi dunia
(welmarktherrshaft) serta kaum NeoLiberalisme yang berpandangan
mono-kausalitas, yaitu melihat segala sesuatu hanya dari dimensi ekonomi.
Dimensi lainnya terlupakan.
Sementara
globalisasi, menurut Beck, adalah proses dengan dampak penyerahan kedaulatan
national state (negara nasional) kepada perusahaan transnasional (global
players). Dengan jaringan yang kuat dan luas, kekuasaan perusahaan raksasa
transnasional ini dari waktu ke waktu semakin mencengkeram. Contoh-contoh
aktual gurita jaringan transnasional adalah dalam bidang otomotif, perbankan,
dan produsen komputer.[19]
Terakhir, globalitas, masih menurut Beck, adalah kenyataan bahwa kita telah
lama hidup dalam sebuah masyarakat dunia, di mana ada "kebinekaan tanpa
ketunggalikaan".
Sebenarnya,
sejak beberapa tahun terakhir, pendidikan global telah mulai menjadi wacana
ilmiah di banyak negara. Hal ini dilatarbelakangi upaya untuk tidak melihat
kenyataan makin memburuknya kondisi global sebagai hal tak terhindarkan, tetapi
adalah tugas kependidikan untuk memperbaikinya. Saat ini, konsep yang diajukan
amat heterogen. Apa pun, dua posisi ekstrem, yaitu "pendidikan global
sekadar membantu memperkuat jaringan global players" atau sebaliknya
"pendidikan global harus diupayakan sebagai penolakan total untuk
bersinggungan dengan (proses) globalisasi", tidak boleh terjadi karena
tidak realistis dan karena itu tidak bertanggung jawab.
Di antara dua
posisi itu ada spektrum luas berbagai kepentingan. Perusahaan raksasa
transnasional sadar bahwa pemahaman antarbudaya telah mendongkrak kesuksesan
penjualan produknya. Birokrasi (pemerintahan) pun diharapkan sadar, tanpa
pemahaman itu, berbagai konflik dan kegagalan pembangunan sulit dihindarkan.
Negara berkembang, umumnya, mencemaskan "kolonisasi modern" yang terbawa
proses globalisasi. Banyak cendekiawan bernisiatif melawan keyakinan buta
tentang pertumbuhan dan pembangunan tanpa batas. Berbagai LSM sepakat dan
yakin, globalisasi adalah rekayasa manusia dan karena itu harus terlibat di
dalamnya, bila tidak ingin membiarkan proses globalisasi diatur segelintir
(pemilik) perusahaan raksasa. Boleh jadi, dalam proses ini, pendidikan global
menjadi semacam wadah yang memunculkan etika politik baru yang lebih baik.[20]
B.
Tujuan Pendidikan Global
1.
Mengembangkan
pengertian keberadaan mereka membentuk masyarakat
2.
Bahwa
mereka merupakan anggota masyarakat manusia
3.
Bahwa
mereka adalah penghuni planet bumi, dan kehidupannya tergantung pada planet
bumi tersebut
4.
Bahwa
mereka adalah partisipan atau pelaku aktif dalam masyarakat global
5.
Mendidik
siswa agar mampu hidup secara bijaksana dan bertanggung jawab, sebagai
individu, umat manusia, penghuni planet bumi, dan sebagai anggota masyarakat
global.[21]
Pendidikan
Global menekankan pada:
1.
Kesadaran
terhadap perspektif global
2.
Memahami
sistim-sistim global
3.
Sejarah
globalisasi
4.
Saling
pengertian terhadap budaya bangsa lain
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan secara teoritis mengandung pengertian “memberi
makan” (opvoending) kepada anak didik sehingga mendapat kepuasan
rohaniyah, yang juga di terjemahkan dengan menumbuhkan fitrah dan kemampuan
dasar manusia. Dari pengertian ini dapat di simpulkan dengan
pengertian-pengertian lain sebagai berikut : Bahwasannya bimbingan itu di
berikan oleh orang muslim (orang dewasa) dengan penuh kesadaran memberikan
pelayanan kepada perkembangan jiwa anak.
Dari segi bahasa pendidikan dapat di artikan perbuatan
(hal, cara, dan sebagainya) mendidik; dan berarti pula pengetahuan tentang
mendidik atau pemeliharaan (latihan-latihan dan sebagainya)badab, batin, dan
lain-lain.
Menurut asal
katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang
maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi
adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari
setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum
memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working
definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang
memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses
alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin
terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan
ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Globalisasi
telah menghampiri seluruh rakyat di belahan bumi manapun dengan membawa banyak
dampak baik positif maupun negatif. Sisi positif dari globalisasi itu berada
pada kemajuan teknologi informatika dan teknologi komunikasi. Dampak negatifnya
kalau sampai kita hanya menjadi objek suatu arus globalisasi tanpa mampu
berbuat. Oleh karenanya perlu banyak persiapan terutama mental guna menghadapi
era tersebut. Dalam era tersebut dibutuhkan kemampuan untuk menjaring dan
menyaring segala pengaruh yang masuk dari berbagai kebudayaan yang lain.
Pendidikan
Perspektif Global atau disebut juga pendidikan Global artinya Pendidikan yang
membekali wawasan global untuk membekali siswa memasuki era globalisasi
sehingga Siswa mampu bertindak lokal dengan dilandasi wawasan global.
Tujuan
Pendidikan Global
1.
Mengembangkan
pengertian keberadaan mereka membentuk masyarakat
2.
Bahwa
mereka merupakan anggota masyarakat manusia
3.
Bahwa
mereka adalah penghuni planet bumi, dan kehidupannya tergantung pada planet
bumi tersebut
4.
Bahwa
mereka adalah partisipan atau pelaku aktif dalam masyarakat global
5.
Mendidik
siswa agar mampu hidup secara bijaksana dan bertanggung jawab, sebagai
individu, umat manusia, penghuni planet bumi, dan sebagai anggota masyarakat
global.
B.
Saran
Penulis
menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan oleh
karena itu saran dan kritik dari teman-teman pembaca sangat di harapkan demi
perbaikan makalah ini kedepannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi, Moch. Ishom, Kaifa Nurobbi Abnaa
Ana, MMA Bahrul ‘Ulum:samsara, 2007
Driyarka, Driyarka Tentang Pendidikan, Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1950
Hoodbhoy, Perves, Islam dan Sains Persaingan Menegakkan Rasionalitas, Bandung:
Penerbit Pustaka,1997
Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1987
Nandika, Dodi, Pendidikan di Tengah Gelombang Perubahan, Jakarta: Pustaka LP3ES,
2007
Nata, Abuddin, Metodologi Setudi
Islam , Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2001
Soyomukti, Nurani, Pendidikan Berperspektif Globalisasi, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2008
Tholkhah, Iman, Membuka Jendela Pendidikan, Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 2004
Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992
UNESCO, Teknologi Komunikasi dan Informasi dalam
Pendidikan : Kurikulum Untuk Sekolah dan Program Pengembangan guru,
Jakarta: Gaung Persada, 2009
[1] Moch. Ishom Ahmadi, Kaifa
Nurobbi Abnaa Ana(MMA Bahrul ‘Ulum:samsara, 2007), h.23
[2] Abuddin Nata, Metodologi
Setudi Islam (jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2001),h. 285
[3] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam,
(Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1987), h. 19
[4] Driyarka, Driyarka Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1950),
h. 74
[6] Nurani Soyomukti, Pendidikan Berperspektif Globalisasi,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), h. 29
[7] Iman Tholkhah, Membuka Jendela Pendidikan (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2004), h. 1
[10] Dodi Nandika, Pendidikan di Tengah Gelombang Perubahan, (Jakarta:
Pustaka LP3ES, 2007), h. 88
[11] Dodi Nandika, Pendidikan di Tengah Gelombang Perubahan,
h. 90
[13] UNESCO, Teknologi Komunikasi dan Informasi dalam Pendidikan : Kurikulum Untuk
Sekolah dan Program Pengembangan guru, (Jakarta: Gaung Persada, 2009), h. 36
[15] UNESCO, Teknologi Komunikasi dan Informasi dalam Pendidikan : Kurikulum Untuk
Sekolah dan Program Pengembangan guru, h. 39
[18] Perves Hoodbhoy, Islam dan Sains Persaingan Menegakkan
Rasionalitas, (Bandung: Penerbit Pustaka,1997), h.62
[19] Perves Hoodbhoy, Islam dan Sains Persaingan Menegakkan
Rasionalitas, h. 64
EmoticonEmoticon