Senin, 06 Oktober 2014

Pendidikan Globalisasi

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pendidikan adalah aspek utama yang dapat menjamin manusia dapat menjadi manusia yang sepenuhnya dengan menerima ilmu pengetahuan yang berguna dalam menjalani kehidupan sebagai manusia. Pendidikan senantiasa berkembang mengikuti pola perkembangan manusia. Hal ini lah yang membuat pendidikan selalu menjadi aspek yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Melihat perkembangan zaman saat ini yang telah memasuki era globalisasi, membuat konsep pendidikan saat ini juga telah masuk ke dalam ranah globalisasi, yang dikenal dengan pendidikan global atau global education. Pendidikan global telah menjadi sebuah konsep yang muncul bersamaan dengan konsep glonalisasi itu sendiri, dimana nilai-nilai dalam pendidikan global pun banyak telah mengalami transformasi.
Dalam melihat perubahan paradigma pendidikan global ini juga harus dilihat bagaimana dengan konsep globalisasi itu sendiri, konsep globalisasi itu sendiri adalah konsep yang menyatakan bahwa hubungan antar aktor internasional itu bersifat borderless atau tanpa dibatasi oleh sekat-sekat batas negara. Konsep seperti ini mmeniscayakan bahwa interaksi-interaksi antar aktor dapat dengan mudah dilakukan. Konsep global education sendiri pun hampir menyerupai konsep globalisasi, dimana konsep pendidikan global ini pada umumnya meniscayakan bahwa pendidikan dimanapun harus dapat diakses oleh siapapun juga. Konsep pendidikan global ini digagas untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan juga untuk mengakomodasi seluruh peserta didik yang berada di setiap negara.
Konsep pendidikan global ini secara sederhana sebenarnya telah lama ada, sejak mulai diterimanya pelajar-pelajar asing di institusi-intitusi pendidikan lokal yang menunjukkan bahwa sudah mulai ada interaksi dan juga menunjukkan bahwa pendidikan tidak mengenal batas teritorial dan juga batas kewarganegaraan. Dalam hal ini dapat terlihat juga bahwa konsep pendidikan global pun merupakan sarana untuk pengembangan ilmu pengetahuan, karena dengan tidak dibatasinya seseorang untuk mempelajari sesuatu, maka akan muncul banyak sekali diskursus yang akan mampu memperkaya ilmu pengetahuan itu sendiri.
B.       Pemasalahan
a.       Apa Pengertian Pendidikan Global?
b.      Apa Tujuan Pendidikan Global?






BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian pendidikan Global
a.      Pengertian pendidikan
Pendidikan secara teoritis mengandung pengertian “memberi makan” (opvoending) kepada anak didik sehingga mendapat kepuasan rohaniyah, yang juga di terjemahkan dengan menumbuhkan fitrah dan kemampuan dasar manusia. Dari pengertian ini dapat di simpulkan dengan pengertian-pengertian lain sebagai berikut : Bahwasannya bimbingan itu di berikan oleh orang muslim (orang dewasa) dengan penuh kesadaran memberikan pelayanan kepada perkembangan jiwa anak.[1]
Dari segi bahasa pendidikan dapat di artikan perbuatan (hal, cara, dan sebagainya) mendidik; dan berarti pula pengetahuan tentang mendidik atau pemeliharaan (latihan-latihan dan sebagainya)badab, batin, dan lain-lain.[2]
Banyak rumusan pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya:
1.         John Dewey.
Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual, emosional ke arah alam dan sesama manusia
2.        Frederick J. Mc Donald
Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia.
3.         Thompson
Pendidikan adalah pengaruh lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap dalam kebiasaan perilaku, pikiran dan sifatnya.
4.        Ki Hajar Dewantara
Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
5.        Ahmad D. Marimba
Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.[3]
6.        Driakara
Pendidikan ialah pemanusiaan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke taraf insan.[4]
b.      Pengertian global
Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.[5]
Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
  • Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
  • Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
  • Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
  • Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
  • Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.
c.       Pengertian pendidikan global
Globalisasi telah menghampiri seluruh rakyat di belahan bumi manapun dengan membawa banyak dampak baik positif maupun negatif. Sisi positif dari globalisasi itu berada pada kemajuan teknologi informatika dan teknologi komunikasi. Dampak negatifnya kalau sampai kita hanya menjadi objek suatu arus globalisasi tanpa mampu berbuat. Oleh karenanya perlu banyak persiapan terutama mental guna menghadapi era tersebut. Dalam era tersebut dibutuhkan kemampuan untuk menjaring dan menyaring segala pengaruh yang masuk dari berbagai kebudayaan yang lain.
Pendidikan selama ini dianggap kurang berhasil dalam mempersiapkan anak didiknya untuk memasuki dunia kerja yang telah dirasuki globalisasi dengan neoliberalisme. SDM kita ternyata masih menempati peringkat ke-112 di level internasional.
Pendidikan Perspektif Global atau disebut juga pendidikan Global artinya Pendidikan yang membekali wawasan global untuk membekali siswa memasuki era globalisasi sehingga Siswa mampu bertindak lokal dengan dilandasi wawasan global.[6]
Pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dan global dalam aspek ekonomi, seni budaya, SDM, bahasa, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain ke dalam kurikulum sekolah yang akhirnya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik yang dapat dimanfaatkan untuk persaingan global. Pendidikan Global dirasa perlu di sebabkan kemajuan komunikasi & transportasi yang dirasakan dunia semakin sempit, batas negara menjadi buram, proses universalisasi melanda berbagai aspek kehidupan
Pendidikan global mempersiapkan masa depan siswa dengan memberikan keterampilan analisis dan evaluasi yang luas. Keterampilan analisis dan evaluasi yang luas. Keterampilan ini akan membekali siswa untuk memahami dan memberikan reaksi terhadap isu internasional dan antar budaya. Pendidikan global juga mengenalkan siswa dengan berbagai strategi untuk berperan serta secara local, nasional dan internasional. Mata pelajaran harus menyajikan informasi yang relevan untuk meningkatkan kemampuan terlibat dalam kebijakan public. Oleh karena itu, pendidikan global mengangkat isu global dengan kepentingan local.
Adalah John Naisbit dan Patricia Abudence, futurology suami-istri terkemuka di dunia, dalam bukunya yang berjudul Megatrend 2000 meramalkan bahwa abad ke-21 adalah era baru. Suatu era dimana ekonomi global dan informasi merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari.[7]
Suatu era di mana relasi menggantikan hierarki sebagai modal utama menyelesaikan segala persoalan kehidupan. Suatu era di mana daya magnetisnya mampu memperbesar emosi, mempercepat perubahan, meningkatkan kesadaran dan memaksa kita memeriksa diri, nilai-nilai dan institusi-institusi kita. Teknologi komunikasi misalnya, selain memberikan manfaat berharga di dalam menghemat waktu, perjalanan fisikal manusia, juga berimplikasi kepada hubungan yang destruktif, seperti hilangnya persahabatan sejati, merosotnya intensitas tradisi silaturahmi dan yang trend dikalangan anak muda dewasa ini apa yang disebut dengan phone sex. Nisbit menyebutkan bahwa akan terjadi proses globalisasi melalui teknologi informasi, ada tiga mode yang diterima oleh banyak orang yaitu: makanan (food), pakaian (fashion), dan hiburan (entertainment). Media televisi telah mempercepat arus informasi dan membawa kita terlibat dalam informasi dunia.[8]
Globalisasi mempunyai dampak positif dan negative. Dampak positif globalisasi adalah munculnya masyarakat megakompetisi, dimana setiap orang berlomba berbuat yang terbaik untuk mencapai yang terbaik. Untuk berkompetisi dibutuhkan kualitas yang tinggi sehingga di era globalisas ini masyarakat menjadi dinamis, aktif dan kreatif karena mengejar keunggulan dan kualitas. Namun, globalisasi dapat menjadi ancaman bagi budaya bangsa.[9]
Globalisasi akan melahirkan budaya global sehingga mengancam budaya local yang menjadi karakteristik budaya nasional. Apalagi jika tingkat pendidikan masyarakat rendah, hal ini akan menjadi penyebab cepatnya masyarakat terseret arus globalisasi dengan menghilangkan jati diri dan identitas bangsa. Contohnya, remaja di Indonesia dapat dengan cepat meniru gaya berpakaian, tata rambut, berperilaku yang tidak cocok dengan jati diri bangsa Indonesia.
a.        Pendidikan Terbuka dalam Pendidikan Global
Pendidikan global yang berjalan beriringan dengan perkembangan berbagai macam aspek juga telah memunculkan beberapa kelengkapan dari pendidikan global itu sendiri, hal ini dapat terlihat dari diterapkannya konsep pendidikan terbuka atau open education atau secara lebih spesifik lagi dapat dilihat dalam bentuk Universitas Terbuka atau Open University. Konsep dari “keterbukaan” ini diartikan sebagai sebuah hal yang dimunculkan untuk mengakomodasi kebutuhan sosial dan pendidikan yang berkembang di masyarakat.
Dalam konsep pendidikan terbuka tersebut, para pelaku atau para peserta didik tidak harus datang bertatap muka dengan pengajarnya, tapi dapat belajar melalui berbagai media komunikasi. Konsep pendidikan terbuka ini pada awalnya banyak mendapat tentangan dari berbagai aktor, karena mereka melihat bahwa efektifitas dari pendidikan tradisional dimana masih terdapat tataap muka di dalamnya masih lebih relevan dibandingkan dengan konsep pendidikan terbuka yang meminimalisir atau bahakan meniadakan tatap muka, sehingga kredibilitas dan kualitas pendidikan maupun hasil pendidikan terbuka mereka anggap masih belum dapat menyaingi pendidikan tradisional.
Tapi bila dilihat secara lebih objektif, maka dapat dilihat bahwa justru semangat dari globalisasi dan juga kepedulian akan kebutuhan sosial dan pendidikan yang tinggi di masyarakat dapat direpresentasian dengan baik oleh pendidikan terbuka tersebut. Konsep pendidikan terbuka dapat mengakomodasi kebutuhan pendidikan bagi para karyawan ataupun orang-orang yang sibuk untuk tetap mendapatkan hak mereka dalam hal pendidikan. Dan juga konsep pendidikan terbuka dapat memberikan pendidikan yang berkualitas terhadap orang-orang yang berada di luar negeri yang tidak mampu untuk menggapai pendidikan di luar negaranya.[10]
Konsep terbentuknya pendidikan terbuka inipun sebenarnya berawal dari berubahnya permintaan pasar atau peserta didik itu sendiri yang menginginkan sebuah pendidikan yang fleksibel juga mudah dijangkau oleh peserta didik dari manapun. Hal ini didasari dari perkembangan teknologi yang semakin cepat dan juga perkembangan kebutuhan manusia yang kompleks. Kebutuhan yang kompleks tersebutlah yang mendasari perubahan dalam permintaan kebutuhan pendidikan.
Dalam Pendidikan global yang dirpresentasikan oleh pendidikan terbuka ini mempunyai beberapa karakterisasi yang menitikberatkan pada proses bukan kepada isi, karakteristik tersebut, diantaraya ; kemampuan untuk berkomunikasi terutama komunikasi lintas budaya, kemampuan dalam bekerja baik dalam mebentuk maupun memimpin tim, dan biasanya kemampuan untuk mencari, mensintesiskan dan memanipulasi informasi.[11] Dalam Pendidikan global sendiri terdiri dari beberapa aspek, aspek-aspek tersebut antar lain :
1.        Interaksi antra budaya yang dilakukan melalui telekomunikasi yang menggunakan jaringan global.
2.        Dalam kegiatan glonalnya biasanya dikerjakan dalam pekerjaan kolektif, interaksi grup-grup kecil.
3.        Pelajaran disajikan dengan menggunaan web
4.        Komunikasi antara peserta didik dengan fakultas atau administrasi lainnya biasanya dilakukan secara online
5.        materi-materi kuliah umum, kuliah biasa dan seminar disajikan dan dibagikan melalui media internet.
Dalam kaitan seperti diatas, terdapat fakta unik bahwa bukanlah pendidikan global yang menyesuaikan diri dengan kondisi globalisasi, tetapi pendidikan globallah yang mendorong terjadiya globalisasi, mengingat pendidikan adalah langkah dalam melakukan perubahan-perubahan.
Dalam pendidikan global khususnya dalam pendidikan terbuka ini para pendidik juga dituntut untuk mampu mengembangkan gaya atau seni mnegajar yang baik dengan menerapkan global pedagogy bukan cultural pedagogy, justru akan membuat bahan pelajaran yang dibawakan olaeh pengajar akan dapat diterima dengan baik oleh peserta didik yang bersifat heterogen bukan bersifat homogen. Dituntut kreatifitas yang tinngi dan jga jiwa inobatif yang besar untuk dapat menghasilkan sebuah mutu pembelajaran yang berkualitas dan acceptable terhadap audiens yang mulikultural tersebut.
Pendidikan global memang sangat berbeda dengan pendidikan tradisional yang tentunya kedua paradigma ini menghasilkan hasil yang berbeda pula dalam hasil kualitas lulusannya. Dalam pendidikna global lebi banyak ditekankan aspek teknologi dalam penyampaiannya, pendidikan global juga dapat mendefinisikan sebuah pendekatan baru dalam mengajar dan dalam budaya mengajar dimana terfokus pada interaksi, aktifitas kebersamaan, manajemen pengetahuan dan upaya sistematis dalam ujian dan tset yang berbda pada pendidikan global akan mampu untuk menghasilkan transformasi individu, konstruksi sosial pengetahuan, dan komunikasi yang kesemuanya dibalut dalam perspektif lintas budaya. Tetapi perlu diingat bahwa pendidikan global bukan berarti semua adalah teknologi, teknologi adalah sebagai media penyampaian dan media utama bukan sebagai penentu dalam pendidikan global tersebut.[12]
b.        Pendidikan Berbasis teknologi
Dalam Pendidikan global yang sifatnya borderless dan tidak mengenal kewarganegaraan, akan menimbulkan sebuah dilema apabila pendidikan global ini tidak mampu unuk mencakup semuanya. Pendidikan global bisa berjalan tentu dengan media yang sampai sekarang pun teru berkemang menjadi semakin canggih dan juga semakin tanpa batas. Perkembangan teknologi media yang saat ini juga telah mengglobal memang telah membantu konsep pendidikan global menjadi sebuah konsep yang dapat diterima oleh semua pihak di semua negara.[13]
Konsep pendidikan global ini telah melakukan sinkronisasi aau dapat berjalan beriringan dengan perkembangan teknologi media, bahkan sudah dapat dikatakan sebagai sesuatu yang komplementer (saling melengkapi)
Semangat dari penggunaan teknologi sebagai media dalam pendidikan global adalah untuk mempermudah para peserta didik yang tidak punya banyak waktu untuk bertatap muka dengan pengajara ataupun berada dalam jarak yang sangat jauah bahakan lintas negara tetap dapat mengikuti pelajaran dengan menggunakan media tersebut. Hal inilah yang menjadikan pendidikan global bisa dibilang sebagai sarana untuk menerapkan pemerataan pendidikan bagi seluruh orang. Bebrapa keuntungan yang didapat dari penerapan teknologi ini adalah :
1.        Fleksibel dalam penggunaan waktu dan juga lokasi untuk mengakses pelajaran
2.        Peserta didik dapat memilih sendiri bahan pelajaran yang tersedia
3.        Dapat melakukan interaksi secara cepat dengan pengajar maupn dengan teman
4.        Hal ini relevan dalam pekerjaan yang terintegrasi dan juga dalam tujuan pembelajran individu
Dalam hal penerapan teknologi ini sendiri juga perlu diperhatikan dengan baik bahwa teknologi disini hanya sebagai media bukan penentu dari pendidikan global.[14]
Penerapan teknologi ini juga harusnya isa dimaksdukan sebagai sebuah sarana untuk semakin memperkuat hubungan antara pengakar dengan peserta didik, karena pengajar dapat melihat perkembangan pengetahuan dari peserta didiknya yang jauah jaraknya dan peserta didik dapat dengan mudah berineraksi dengan pengajarnya juga dengan mudah keterkaitan peserta didik dengan pengajar juga harus dapat di manage dengan baik oleh kedua belah pihak agar dapat mengahsilkan hasil yang maksimal, karena keterkaitan yang baik akan menhasilkan hasil yang baik juga.
Dalam penerapan teknologi di dalam pendidikan global ini juga meniscayakan terjadinya pembelajran secara online dengan berbagai aplikasi yang disediakan oleh teknoloi tersebut. Pembelajran secara online ini memang dimaksudkan untuk mempermudah bagi peserta didik untuk memperkaya ilmu pengetahuannya dengan terus menjaga interaksinya dengan pengajar maupun peserta didik yang lainnya.[15] Hal yang ditekankan disini mungkin adalah kesediaan bagi para peserta didik untuk meluangkan waktunya lebih banyak mendalami pembelajran secara online ini, karena apabila melihat fokus pembelajran secara online ini, maka akan dilihat bahwa perkembangan bahan ajar pun adalah sesuatu yang sangat cepat bisa diakses. Dalam pembelajaran secra online ini akan menghasilkna beberapa keuntungan yang diantaranya adalah :
1.        Menyediakan struktur yang baik dalam pembelajaran online
2.        Melatih murid maupun staff dan juga pengajar dalam penggunaan teknologi
3.        Maksimal dalam memanfaatkan media dalam menyediakan bahan pembelajaran dan mendukung interaksi
4.        Mengembangkan pendekatan individu dalam kebutuhannya akan berbagi ilmu pengetahuan
Penerapan teknologi dalam pendidikan global ini memang adalah hal yang sangat dibutuhkan karena peserta didik dapat terus mengembangkan ilmu pengetahuaanya tanpa harus bertatap muka secara langsung dengan pengajarnya. Penerapan teknologi ini juga sangat berguna dalam menjangkau seluruh peserta didik, menghilangkan jarak antara peserta didik dengan peserta didik ataupun peserta didik dengan pengajar. Dengan penerapan teknologi akan membantu sebuah ilmu mendapat banyak perspektif dan mendapat banyak sudut pandang yang berguna dalam memperkaya ilmu pengetahuan tersebut.

c.         Didaktik pendidikan global
Sketsa didaktik berikut ini diharapkan mampu menjelaskan tiga konsep utama dalam pendidikan global. Wolfgang Klafki (1993), misalnya, menuntut bahwa dalam jangka menengah, (mahasiswa seluruh dunia harus diperkenalkan kepada permasalahan kunci dunia modern, yaitu perang dan damai; arti dan masalah prinsip-prinsip nasionalisme dihubungkan dengan pertanyaan tentang keunikan budaya dan hubungan antarbudaya; permasalahan lingkungan, terutama yang berkaitan dengan perubahan kesadaran dan pola hidup; peningkatan tajam pertambahan penduduk bumi; kesenjangan sosial, baik dalam lingkup nasional maupun antarbangsa; bahaya dan kemanjuran teknologi baru serta hubungan antarmanusia dan subjektivitas perorangan.[16]
Secara spontan, upaya pembentukan teori oleh Klafki ini terkesan masuk akal dan karena itu, meski sudah agak lama, masih menjadi acuan menarik. Namun, di situlah masalahnya, karena rancangan teoretis itu terkesan "acak" dan "kebetulan". Karena itu, beberapa pertanyaan kritis berikut patut diajukan untuk menjadi perhatian: bukankah deskripsi tentang berbagai permasalahan kunci mengandung dua bahaya sekaligus? Pertama, bahaya ethnosentuisme yang kemudian tertuang dalam deskripsi yang bias. Kedua, dihadapkan pada kenyataan tentang kompleksitas dan abstraksi permasalahan, deskripsinya akan selalu menjadi terlalu sederhana, bahkan disfungsional. Lebih jauh lagi, apakah betul ada korelasi yang kuat antara pendidikan dan perilaku atau tindakan (yang akan diambil) seseorang? Bukankah tidak realistis mengharapkan perorangan untuk memberikan kontribusinya, mengingat kompleksnya permasalahan dan terbatasnya ruang gerak untuk bertindak? Apa pun, berbagai keraguan itu tidak menafikan tuntutan Klafki agar pendidikan umum saat ini tidak boleh lepas dari wawasan global.
Pertengahan 1990-an, ada sebuah forum "Schule fuer Eine Welt" (Sekolah demi Dunia yang Satu) dari Swis. Lewat diskusi intensif dengan berbagai kelompok aksi, penanggung jawab sekolah-sekolah dan pakar pendidikan, muncul sebuah konsep yang didasari empat Leitideen (ide arahan), yaitu "perluasan wawasan kependidikan", "refleksi identitas", "perubahan pola hidup" dan "hubungan antara lokal dan global". Keempat leitideen itu sedikit banyak mengingatkan kita pada Klafki. Lebih dari itu, forum juga mengajukan seperangkat kategori didaktik dan metode sebagai berikut.
Yang utama berkaitan dengan menschenbild (gambaran manusia ideal), yaitu ia yang otonom dan bertanggung jawab memperoleh pengakuan dan mampu menilai dengan jernih dan etis, berdaya dan terbuka bagi perubahan serta belajar sepanjang hidup. Prinsip-prinsip pendidikan global yang diajukan adalah (cara) berpikir terkait, holistis, refleksi berorientasi pengalaman atau sejarah, orientasi pada aksi, harmoni sosial, serta tanpa kekerasan (nonviolence). Persyaratan untuk mencapai hal itu adalah keterpaduan berbagai institusi dan perencanaan kependidikan, tempat dan suasana belajar, struktur waktu dan metode ajar-mengajar. Dengan demikian, diharapkan tercipta kompetensi dasar manusia yang memiliki sensivitas pengamatan, empati, perubahan perspektif, bertanggung jawab, refleksi diri, kooperatif, kemampuan mengatasi konflik serta berpikir sistematis.[17]
Semua hal di atas mengarah pada sebuah paradigma "satu dunia" sebagai kerangka dasar. Faktor-faktor sosial yang menunjangnya adalah kesadaran tentang saling ketergantungan secara global, perlunya information society, pengakuan tentang eksistensi berbagai subkultur serta kemitraan gender, orientasi masa depan, pembangunan berkelanjutan, pengakuan identitas budaya "kami" dan "mereka", serta perlunya masyarakat berkeadilan. Kelebihan konsep forum "Sekolah demi Dunia yang Satu" ini merupakan sebuah proses diskusi dan inisiatif dari berbagai pihak dan bukan "olah pikir" ilmuwan perorangan. Implikasinya jelas terlihat terutama dalam pengadaan alat pengajaran dan dalam pendidikan guru.
Dua tahun lalu, Hans Buehler mengembangkan konsep pendidikan global yang menekankan pentingnya cara berpikir inklusif, bila tidak ingin sekadar memperluas informasi tentang keterkaitan global. Orientasi (tujuan) pendidikan global, dengan demikian, adalah pergelutan pelaku pendidikan dengan kompleksitas dan ambivalensi permasalahan, serta keniscayaannya untuk mengambil sikap memihak. "Kompleksitas", terutama berkaitan dengan proses globalisasi, menjadi acuan awal. Dalam kenyataan, kompleksitas bukanlah jumlah dari berbagai hal faktual, tetapi sesuatu yang tak jarang ambivalen. Untuk mengerti hal ini, dibutuhkan cara berpikir inklusif. Agar tidak terjebak dalam sikap everything goes, sedapat mungkin kita mengenali serta mengambil posisi memihak mereka yang kalah dalam proses globalisasi.
Banyak suara yang pesimistis. Keyakinan tentang "meningkatnya keterbukaan pasar, plus meningkatnya laju pertumbuhan sama dengan meningkatnya lapangan kerja" patut dipertanyakan. Perkembangan dunia terakhir menunjukkan hal yang berlawanan. Selama 20 tahun terakhir, peningkatan produksi global meningkat dari 4.000 menjadi 23.000 milyar dollar AS; tetapi pada saat yang sama, jumlah orang miskin meningkat 20 persen lebih. Porsi 47 negara termiskin dalam perdagangan dunia pun menyusut antara tahun 1960-1990, dari empat persen menjadi tinggal satu persen.
Padahal, nilai perdagangan dunia dari tahun 1974-1995 meningkat dari 479 milyar menjadi 4.940 milyar dollar AS (Beck 1997, Spiegel 1996). Maka, tidak heran ada yang mengatakan, "...yang terjadi adalah marginalisasi negara miskin dalam perdagangan dunia. Negara-negara itu hanyalah objek politik dunia" (Nuscheler 1998, halaman 24). Ternyata, kesenjangan antara yang kaya dan miskin, juga terjadi di negara-negara industri.[18] Karena itu, Ulrich Beck mensinyalir, "Demokrasi terancam bila globalisasi digenjot tanpa kontrol," Ia juga bertanya secara retorika: "Seberapa jauh demokrasi mampu bertahan digerogoti kemiskinan?" (Beck, 1997, halaman 24)
Namun, mungkin sebaiknya kita tidak terjebak dalam sudut pandang reduksionistis, yang melihat segala-galanya dari sudut pandang penindasan dalam "dialektika budak-tuan atau kapitalis-proletariat". Boleh jadi pembedaan antara "globalisasi", "globalitas", dan "globalisme", meminjam rumusan Ulrich Beck, membantu kita untuk keluar dari sudut pandang hitam-putih itu. Globalisme adalah ideologi penguasa ekonomi dunia (welmarktherrshaft) serta kaum NeoLiberalisme yang berpandangan mono-kausalitas, yaitu melihat segala sesuatu hanya dari dimensi ekonomi. Dimensi lainnya terlupakan.
Sementara globalisasi, menurut Beck, adalah proses dengan dampak penyerahan kedaulatan national state (negara nasional) kepada perusahaan transnasional (global players). Dengan jaringan yang kuat dan luas, kekuasaan perusahaan raksasa transnasional ini dari waktu ke waktu semakin mencengkeram. Contoh-contoh aktual gurita jaringan transnasional adalah dalam bidang otomotif, perbankan, dan produsen komputer.[19] Terakhir, globalitas, masih menurut Beck, adalah kenyataan bahwa kita telah lama hidup dalam sebuah masyarakat dunia, di mana ada "kebinekaan tanpa ketunggalikaan".
Sebenarnya, sejak beberapa tahun terakhir, pendidikan global telah mulai menjadi wacana ilmiah di banyak negara. Hal ini dilatarbelakangi upaya untuk tidak melihat kenyataan makin memburuknya kondisi global sebagai hal tak terhindarkan, tetapi adalah tugas kependidikan untuk memperbaikinya. Saat ini, konsep yang diajukan amat heterogen. Apa pun, dua posisi ekstrem, yaitu "pendidikan global sekadar membantu memperkuat jaringan global players" atau sebaliknya "pendidikan global harus diupayakan sebagai penolakan total untuk bersinggungan dengan (proses) globalisasi", tidak boleh terjadi karena tidak realistis dan karena itu tidak bertanggung jawab.
Di antara dua posisi itu ada spektrum luas berbagai kepentingan. Perusahaan raksasa transnasional sadar bahwa pemahaman antarbudaya telah mendongkrak kesuksesan penjualan produknya. Birokrasi (pemerintahan) pun diharapkan sadar, tanpa pemahaman itu, berbagai konflik dan kegagalan pembangunan sulit dihindarkan. Negara berkembang, umumnya, mencemaskan "kolonisasi modern" yang terbawa proses globalisasi. Banyak cendekiawan bernisiatif melawan keyakinan buta tentang pertumbuhan dan pembangunan tanpa batas. Berbagai LSM sepakat dan yakin, globalisasi adalah rekayasa manusia dan karena itu harus terlibat di dalamnya, bila tidak ingin membiarkan proses globalisasi diatur segelintir (pemilik) perusahaan raksasa. Boleh jadi, dalam proses ini, pendidikan global menjadi semacam wadah yang memunculkan etika politik baru yang lebih baik.[20]
B.       Tujuan Pendidikan Global

1.        Mengembangkan pengertian keberadaan mereka membentuk masyarakat
2.        Bahwa mereka merupakan anggota masyarakat manusia
3.        Bahwa mereka adalah penghuni planet bumi, dan kehidupannya tergantung pada planet bumi tersebut
4.        Bahwa mereka adalah partisipan atau pelaku aktif dalam masyarakat global
5.        Mendidik siswa agar mampu hidup secara bijaksana dan bertanggung jawab, sebagai individu, umat manusia, penghuni planet bumi, dan sebagai anggota masyarakat global.[21]

Pendidikan Global menekankan pada:
1.        Kesadaran terhadap perspektif global
2.        Memahami sistim-sistim global
3.        Sejarah globalisasi
4.        Saling pengertian terhadap budaya bangsa lain



BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Pendidikan secara teoritis mengandung pengertian “memberi makan” (opvoending) kepada anak didik sehingga mendapat kepuasan rohaniyah, yang juga di terjemahkan dengan menumbuhkan fitrah dan kemampuan dasar manusia. Dari pengertian ini dapat di simpulkan dengan pengertian-pengertian lain sebagai berikut : Bahwasannya bimbingan itu di berikan oleh orang muslim (orang dewasa) dengan penuh kesadaran memberikan pelayanan kepada perkembangan jiwa anak.
Dari segi bahasa pendidikan dapat di artikan perbuatan (hal, cara, dan sebagainya) mendidik; dan berarti pula pengetahuan tentang mendidik atau pemeliharaan (latihan-latihan dan sebagainya)badab, batin, dan lain-lain.
Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Globalisasi telah menghampiri seluruh rakyat di belahan bumi manapun dengan membawa banyak dampak baik positif maupun negatif. Sisi positif dari globalisasi itu berada pada kemajuan teknologi informatika dan teknologi komunikasi. Dampak negatifnya kalau sampai kita hanya menjadi objek suatu arus globalisasi tanpa mampu berbuat. Oleh karenanya perlu banyak persiapan terutama mental guna menghadapi era tersebut. Dalam era tersebut dibutuhkan kemampuan untuk menjaring dan menyaring segala pengaruh yang masuk dari berbagai kebudayaan yang lain.
Pendidikan Perspektif Global atau disebut juga pendidikan Global artinya Pendidikan yang membekali wawasan global untuk membekali siswa memasuki era globalisasi sehingga Siswa mampu bertindak lokal dengan dilandasi wawasan global.
Tujuan Pendidikan Global

1.        Mengembangkan pengertian keberadaan mereka membentuk masyarakat
2.        Bahwa mereka merupakan anggota masyarakat manusia
3.        Bahwa mereka adalah penghuni planet bumi, dan kehidupannya tergantung pada planet bumi tersebut
4.        Bahwa mereka adalah partisipan atau pelaku aktif dalam masyarakat global
5.        Mendidik siswa agar mampu hidup secara bijaksana dan bertanggung jawab, sebagai individu, umat manusia, penghuni planet bumi, dan sebagai anggota masyarakat global.

B.       Saran
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan oleh karena itu saran dan kritik dari teman-teman pembaca sangat di harapkan demi perbaikan makalah ini kedepannya.




DAFTAR PUSTAKA
 Ahmadi, Moch. Ishom, Kaifa Nurobbi Abnaa Ana, MMA Bahrul ‘Ulum:samsara, 2007
Driyarka, Driyarka Tentang Pendidikan, Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1950
Hoodbhoy, Perves, Islam dan Sains Persaingan Menegakkan Rasionalitas, Bandung: Penerbit Pustaka,1997
Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1987
Nandika, Dodi, Pendidikan di Tengah Gelombang Perubahan, Jakarta: Pustaka LP3ES, 2007
Nata, Abuddin, Metodologi Setudi Islam , Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2001
Soyomukti, Nurani, Pendidikan Berperspektif Globalisasi, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008
Tholkhah, Iman, Membuka Jendela Pendidikan,  Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004
Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992
UNESCO, Teknologi Komunikasi dan Informasi dalam Pendidikan : Kurikulum Untuk Sekolah dan Program Pengembangan guru, Jakarta: Gaung Persada, 2009




[1] Moch. Ishom Ahmadi, Kaifa Nurobbi Abnaa Ana(MMA Bahrul ‘Ulum:samsara, 2007), h.23

[2] Abuddin Nata, Metodologi Setudi Islam (jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2001),h. 285
[3] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1987), h. 19
[4] Driyarka, Driyarka Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1950), h. 74
[6] Nurani Soyomukti, Pendidikan Berperspektif Globalisasi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), h. 29
[7] Iman Tholkhah, Membuka Jendela Pendidikan (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), h. 1
[9][9] Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992), h. 41
[10] Dodi Nandika, Pendidikan di Tengah Gelombang Perubahan, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 2007), h. 88
[11] Dodi Nandika, Pendidikan di Tengah Gelombang Perubahan, h. 90
[13] UNESCO, Teknologi Komunikasi dan Informasi dalam Pendidikan : Kurikulum Untuk Sekolah dan Program Pengembangan guru, (Jakarta: Gaung Persada, 2009), h. 36
[15] UNESCO, Teknologi Komunikasi dan Informasi dalam Pendidikan : Kurikulum Untuk Sekolah dan Program Pengembangan guru, h. 39
[18] Perves Hoodbhoy, Islam dan Sains Persaingan Menegakkan Rasionalitas, (Bandung: Penerbit Pustaka,1997), h.62
[19] Perves Hoodbhoy, Islam dan Sains Persaingan Menegakkan Rasionalitas, h. 64


EmoticonEmoticon