BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan
merupakan kegiatan yang penting dalam kemajuan manusia. Kegiatan pendidikan
pada dasarnya selalu tekait dua belah pihak yaitu: guru dan siswa. keterlibatan
dua pihak tersebut merupakan keterlibatan hubungan antar manusia (humam interaciton). Hubungan ini akan
serasi jika jelas hubungan masing-masing
pihak secara profesoinal. Yaitu hadir sebagai subjek dan objek yang
memilki hak dan kewajiban. Lebih jelas lagi Tahziduhu
Ndrahamenambahkan bahwa proses belajar mengajar terlibat empat pihak,
yaitu: (1). Pihak yang berusaha untuk belajar mengajar (2). Pihak yang berusaha
belajar (3). Pihak yang merupakan sumber pelajaran, dan (4). Pihak yang
berkepentingan atas hasil proses belajar mengajar.
Permasalahan
yang ada dalam dunia pendidikan formal bertambah dari tahun ke tahun. Salah
satu permasalahan uatama yang dihadapi bangsa Indonesia ini adalah rendahnya
mutu pendidikan formal pada setiap jenjang pendidikan. Usaha telah dilakukan
untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai
pelatihan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran,
perbaikan sarana dan prasarana pendidikan dan peningkatan mutu manajemen
sekolah. Namun demikian berbagai indicator mutu pendidikan belum menunjukan
peningkatan yang berarti.
Proses
pendidikan tidak terlepas dari kegiatan belajar mengajar dikelas. Kegiatan
belajar mengajar sangat ditentukan oleh kerja sama antara guru dan siswa. guru
dituntut untuk mampu menyajikan materi dengan optimal. Olehnya itu guru
diperlukan kreatifitas dan gagasan yang baru untuk mengembangkan cara penyajian
materi pelajaran disekolah. Kreativitas yang dimaksud adalah kemampuan seorang
guru dalam memilih metode, pendekatan, dan media yang tetap dalam penyajian
materi pelajaran.
Dalam proses
belajar mengajar pendidik memilki peran menentukan kualitas mengajaran yang
dilaksanakannya. Yakni memberikan pengetahuan (kongnitif), sikap dan nilai (affektif),
dan keterampilan (psikomotorik). Dengan
kata lain, tugas dan peran guru yang utama terletak dibidang pengajaran.
Pengajaran merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu
seorang guru dituntut untuk dapat mengolah kelas, pengguanaan metode mengajar,
strategi mengajar, maupun sikap dan karakteristik guru dalam mengelolah proses
belajar mengajar yang efektif, mengembangkan bahan pengajaran dengan baik, dan
meningkatkan kemampuan siswa untuk menyimak pelajaran dan menguasai tujuan
pendidikan yang harus mereka capai.
Dalam arti
sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina
kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.
Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan
atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia
menjadi dewasa. Pendidikan juga diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh
seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat
hidup atau penghidupan yang tinggi dalam arti mental.[1]
Salahnya
pemahaman seorang guru terhadap dirinya, memungkinkan guru tidak mampu secara baik
memerankan diri sebagai guru, dan tidak memenuhi kualifikasi sebagai guru. Guru
seharusnya dapat ditiru, atau ditutwuri handayani. Beberapa kasus yang kita
temukan yang perbuatan asusila dilakukan oleh guru, yang seharusnya tidak
terjadi jika melihat kualifikasi seorang guru. Hal ini selanjutnya akan menjadi
problem tersendiri dalam kegiatan pendidikan. Problem-problem ini terjadi
dikarenakan adanya problem filosofis yang belum tertanam dalam diri seorang
guru.
Masalah
pendidikan dan pengajar merupakan masalah yang cukup kompleks dimana banyak
factor yang mempengaruhinya. Salah satu factor tersebut adalah guru. Guru
merupakan komponen pengajaran yang memegang peranan penting dan utama, karena
proses belajar mengajar sangat ditentukan oleh factor guru. Tugas guru adalah
menyampaikan materi pelajaran kepada siswa melalui interaksi komunikasi dalam
proses belajar mengajar yang dilakukannya keberhasilan guru dalam menyampaikan
materi sangat tergantung pada kelancaran interaksi komunikasi membawa akibat
terhadap pesan yang diberikan guru.
Proses
komunikasi tersebut selalu mengalami perubahan sesuatudengan perkembangan zaman
dan majunya ilmunya ilmu pengetahuan. Guru memegang peranguru sangat penting
dalam proses pendidikan guru. Karena itu guru memilki kualifikasi professional sehingga
mampu mengemban tugan dan peranannya. Di katakana oleh William Taylor bahwa
masa mendatang peranan guru semakin bertambah luas. Guru merupakan agen
kongnitif, guru sebagai agen moral dan polotik, guru sebagai innovator, guru
berperan sebagai kooperatif, dan guru sebagai agen persamaan social dan
pendidikan. Menunjang proses pendidikan dengan memberikan pelayanan teknis dan
administrative.
Prestasi
merupakan hasil yang dicapai seseorang ketika mengerjakan tugas dan kegiatan
tertentu. Prestasi akademik adalah hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan
pembelajaran di sekolah atau di perguruan tinggi yang bersifat kongnitif dan
biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. Sementara prestasi
belajar adalah penguasan pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan oleh
mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau angka nilai yang
diberika oleh guru. Berdasarkan hal itu, prestasi belajar siswa dapat
dirumuskan sebagai berikut.
1. Prestasi belajar
siswa adalah hasil belajar yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan
tugas dan kegiatan pembelajaran di sekolah.
2. Prestasi belajar
siswa tersebut terutama dinilai aspek kognitifnya karena bersangkutan dengan
kemampuan siswa dalam pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesa dan evaluasi.
3. Prestasi belajar
dibuktikan dan ditunjukan melalui nilai atau angka nilai dari hasil evaluasi
yang dilakukan oleh guru terhadap tugas siswa dan ulangan-ulangan atau ujian
yang ditempuhnya. Hasil evaluasi tersebut didokumentasikan dalam buku nilai dan
wali kelas serta arsip yang ada dibagian administrasi kurikulum sekolah. Selain
itu, hasil evaluasi juga disampaikan kepada siswa dan orang tua melalui buku
yang disampaikan kepada siswa dan orang tua melalui buku yang disampaiakan pada
waktu pembagian rapor akhir semester, kenaikan atau kelulusan.
Jadi, prestasi belajar siswa terfokus pada nilai atau angka yang dicapai
siswa dalam proses pembelajaran di sekolah. Nilai tersebut terutama dilihat
dari sisi kognitif, karena aspek ini yang sering dinilai oleh guru untuk
melihat penguasaan pengetahuan sebagai ukuran pecapaian hasil belajar siswa.
B. Permasalahan
Dari uraian latar belakang di atas amaka penulis
dapat mengambil beberapa permasalahan tentang “Pengaruh
Kompetensi Guru Terhadap Prestasi Belajar Siswa”
yaitu sebagai berikut:
1. Apa pengertian pendidikan secara umum ?
2. Apa Pengertian Kompetensi ?
3. Apa pengertian Prestasi Belajar?
4. Apa saja aspek-aspek Guru yang Kompetensi?
5. Bagaimana Urgensi, Kompetensi Guru dalam menciptakan
Prestasi Belajar?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidikan
Pendidikan pada
dasarnya adalah sebuah proses transformasi pengetahuan menuju ke arah
perbaikan, penguatan dan penyempurnaan semua potensi manusia. Oleh karena itu,
pendidikan tidak mengenal ruang dan waktu, ia tidak dibatasi oleh tebalnya
tembok sekolah dan juga sempitnya waktu belajar di kelas. Pendidikan
berlangsung sepanjang hayat dan bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja
manusia dan mampu melakukan proses kependidikan.[2]
Dalam arti
sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina
kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.
Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan
atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia
menjadi dewasa. Pendidikan juga diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh
seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat
hidup atau penghidupan yang tinggi dalam arti mental.[3]
Pendidikan adalah hal yang sangat
penting untuk diperoleh anak-anak ataupun orang dewasa. Pendidikan menjadi
salah satu modal bagi seseorang agar dapat berhasil dan mampu meraih kesuksesan
dalam kehidupannya. Mengingat akan pentingnya pendidikan, maka pemerintah pun
mencanangkan program wajib belajar 9 tahun, melakukan perubahan kurikulum untuk
mencoba mengakomodasi kebutuhan siswa. Kesadaran akan pentingnya pendidikan bukan
hanya dirasakan oleh pemerintah, tetapi juga kalangan swasta yang mulai melirik
dunia pendidikan dalam mengembangkan usahanya. Sarana untuk memperoleh
pendidikan yang disediakan oleh pemerintah masih dirasakan sangat kurang dalam
upaya memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan.[4]
Pendidikan
merupakan kegiatan yang penting dalam kemajuan manusia. Kegiatan pendidikan
pada dasarnya selalu tekait dua belah pihak yaitu: guru dan siswa. keterlibatan
dua pihak tersebut merupakan keterlibatan hubungan antar manusia (humam interaciton). Hubungan ini akan
serasi jika jelas hubungan masing-masing
pihak secara profesoinal. Yaitu hadir sebagai subjek dan objek yang
memilki hak dan kewajiban. Lebih jelas lagi Tahziduhu
Ndrahamenambahkan bahwa proses belajar mengajar terlibat empat pihak,
yaitu: (1). Pihak yang berusaha untuk belajar mengajar (2). Pihak yang berusaha
belajar (3). Pihak yang merupakan sumber pelajaran, dan (4). Pihak yang
berkepentingan atas hasil proses belajar mengajar.
Istilah pendidikan seringkali tumpang tindih
dengan istilah pengajaran. Oleh karena itu, tidak heran jika pendidikan
terkadang juga dikatakan “pengajaran” atau sebaliknya , pengajaran disebut juga
pendidikan. Ini adalah istilah yang rancu sebagaimana orang sering keliru memahami
istilah sekolah dan belajar. Belajar dikatakan identik dengan sekolah, padahal
sekolah hanyalah salah satu dari tempat belajar bagi peserta didik. Belajar
merupakan bagian dari proses pendidikan yang mencakup totalitas keunggulan
kemanusiaan sebagai hamba (abd) dan pemakmur alam (khalifah) agar senantiasa
bersahabat dan memberikan kemanfaatan untuk kehidupan bersama.
Belajar atau sekolah sama-sama bermakna mencari ilmu
yang merupakan bagian penting dari proses pendidikan yang pada intinya adalah
transfer ilmu dan nilai moral. Kata ilm ini biasanya digabung dengan kata
pengetahuan sehingga menjadi ilmu pengetahuan.[5]
Ilmu menurut terminologi diartikan sebagai suatu keyakinan yang mantap dan
sesuai dengan fakta empirisnya, atau gambaran berdasarkan rasio.[6]
Pendidikan dalam bahasa arab biasa disebut dengan
istilah tarbiyah merupakan derivasi dari kata rabb sperti dinyatakan dalam Q.S
Fatihah (1) 2;
ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOÏm§9$# ÇÊÈ ßôJysø9$# ¬! Å_Uu úüÏJn=»yèø9$# ÇËÈ
Artinya:
“segala puji bagi Allah, Tuhan semesta
alam.”
Yaitu Tuhan yang mengatur dan
mendidik seluruh alam. Allah memberikan
informasi tentang arti penting perencanaan, penertiban dan peningkatan kualitas
alam. Manusia diharapkan selalu memuji
kepada tuhan yang mendidik alam semesta karenanya manusia juga harus
terdidik agar memiliki kemampuan untuk memahami alam yang telah terdidik oleh
Allah swt.
Para tokoh pendidikan muslim memiliki pengertian
masing-masing tentang pendidikan Islam. Salah satunya adalah pandangan modern
seorang ilmuwan muslim Bangladesh, DR. Muhammad S.A Ibrahimy, mengungkapkan
pengertian pendidikan Islam yang berjangkauan luas, sebagai berikut :
“Islamic education in true sense of
the term, is a system of education which enables a man to lead his life
according to the Islamic ideology, so that he maay easly mould his life in
accordancewith tenets of Islam. And thus peace and prosperety may prevail in
his own life as well as in the whole world. This Islamic scheme of education
is, of necessity an all embracing system, for Islam encompasses the entire
gamut of a muslems life. It can justly be said that all brances of learnng
which are not Islamic are included in the Islamic education. The scope of
Islamic education has been changing at different times. In aview of the demands
of the age and the development of science and technologi, its scope has also
wideded”. [7]
Menurutnya seorang ilmuwan muslim Bangladesh,
DR. Muhammad S.A Ibrahimy,
napas keislaman dalam pribadi seorang muslim merupakan elan vitale yang
menggerakan perilaku yang diperkokoh dengan ilmu pengetahuan yang luas.
Sehingga ia mampu memberikan jawaban yang tepat guna terhadap tantangan
perkembangan ilmu dan teknologi.
Sedangkan DR. Yusuf Qaradhawi memberikan pengertian
pendidikan Islam sebagai pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya, rohani
dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya.[8]
Pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam
perang, dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan
kejahatannya, manis dan pahitnya. Menurut DR. Mohammad Natsir, maksud ‘didikan’
di sini ialah satu pimpinan jasmani dan ruhani yang menuju kepada kesempurnaan
dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan sesungguhnya.
Orang-orang
islam baik sebagai pemerintah, pendidikan, pembaharu-pembaharu, ibu bapak, dan
pelajar-pelajar selalu memandang kepada pendidikan dan pengajaran itu sebagai alat yang terbaik untuk membina
pribadi pelajar dari segi individual dan sosial, bagi kesempurnaan
syarat-syarat kehidupan bahagia dan jalan yang terbik untuk memuaskan
kebutuhan-kebutuhannya dan mengangkat derajat kesediaan dan kecakapannya. Hal
ini juga merupakan alat yang terbaik untuk membina masyarakat dan umat dan
melaksanakan kebangkitan, kemajuan dan kekuatannya dari segi materil dan
spiritual.
Selain itu, Prof. DR. Hasan Langgulung merumuskan pendidikan
Islam sebagai proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan
pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk
beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.[9]
Oleh karenanya, proses tersebut berupa bimbingan (pimpinan, tuntunan, usulan)
oleh subjek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan,
intuisi dan lain sebagainya) dan raga objek didik dengan bahan-bahan materi
tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya pribadi
tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran Islam.
Islam yang diwahyukan kepada Rasulullah Muhammad mengandung
implikasi kependidikan yang bertujuan untuk menjadi rahmatan lil ‘alamin. Di
dalamnya terkandung suatu potensi yang mengacu kepada dua fenomena perkembangan
, yaitu:
a. Potensi psikologis dan pedagogis
yang mempengaruhi manusia untuk menjadi sosok pribadi yang berkualitas bijak
dan menyandang derajat mulia melebihi makhluk-makhluk lainnya.
b. Potensi perkembangan kehidupan
manusia sebagai ‘khalifah’ di muka bumi yang dinamis dan kreatif serta
responsif terhadap lingkungan sekitarnya, baik yang alamiah maupun yang
ijtima'iyah dimana Tuhan menjadi potensi sentral perkembangannya.
Pada
intinya adalah, pendidikan tidak dapat dilepaskan dari tiga unsur dimana hal
ini juga sebagai asal muasal manusia dan ketiganya tidak dapat dipisahkan:
Ø Jasad.
Ø Ruh.
Ø Intelektualitas.
Semua
manusia adalah sama dalam komposisi ini. Mereka semua tercipta dan dilahirkan
ke alam dunia ini dengan dasar penciptaan dan kehidupan yang tidak berbeda.
Berdasarkan
hal-hal di atas, Islam memandang pendidikan sebagai sesuatu yang identik dan
tidak terpisahkan.
Dari pendapat-pendapat para tokoh
Islam di atas terlihat perbedaan yang mendasar antara pendidikan pada umumnya
dengan pendidikan Islam. Perbedaan yang menonjol adalah bahwa pendidikan Islam,
bukan hanya mementingakan pembentukan pribadi untuk kebahagiaan dunia, tetapi
juga untuk kebahagiaan di akhirat. Lebih dari itu, pendidikan Islam berusaha
membentuk pribadi yang bernafaskan ajaran-ajaran Islam, sehingga
pribadi-pribadi yang terbentuk itu tidak terlepas dari nilai-nilai agama. Hal
ini mendorong perlunya mengetahui tujuan-tujuan pendidikan Islam secara jelas.
Adapun tujuan-tujuan pendidikan yang
dimaksud adalah perubahan-perubahan pada tiga bidang asasi, yaitu :
Ø Tujuan-tujuan individual yang
berkaitan dengan individu-individu, pelajaran (learning) dengan
kepribadian-kepribadian mereka dan apa yang berkaitan dengan individu-individu
tersebut, seperti perubahan yang diinginkan pada tingkah laku, aktivitas dan
pencapainnya, dan pada pertumbuhan yang diinginkan pada pribadi mereka, serta
pada persiapan yang dimestikan kepada mereka pada kehidupan dunia dan akhirat.
Ø Tujuan sosial yang berkaitan dengan
kehidupan masyarakat dan keseluruhan tingkah laku masyarakat umumnya, serta
tentang perubahan yang diinginkan terkait dengan kehidupan dan pertumbuhan
memperkaya pengalaman dan kemajuan yang diinginkan.
Ø Tujuan-tujuan profesional yang berkaitan
dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi
dan sebagai suatu aktifitas di antara aktifitas-aktifitas masyarakat.[10]
Meski demikian tujuan akhir
pendidikan Islam tidak lepas dari tujuan hidup seseorang Muslim. Pendidikan
Islam itu sendiri hanyalah suatu sarana untuk mencapai tujuan hidup Muslim,
bukan tujuan akhir (QS. Al-Dzariat: 56). Tujuan hidup Muslim ini pula yang
menjadi tujuan pendidikan di dunia Islam sepanjang sejarahnya, semenjak jaman
Nabi Muhammad saw hingga sekarang.
Pemahaman
tentang pendidikan menurut Islam sebagaimana yang telah dijelaskan memiliki
perbedaan-perbedaan yang sangat mencolok dengan bagaimana dunia barat memahami
pendidikan. Jika dalam Islam pendidikan harus meliputi tiga aspek seperti di
atas, maka dalam pandangan barat semua aspek itu tidak perlu selalu
diidentikkan. Dalam pendidikan barat juga lebih ditekankan pada rasionalitas
semata.
Dan di dalam World Conference on
Muslim Education yang pertama di Mekkah, 31 Maret-8 April 1977 lebih dipertegas
lagi dan diberi definisi sebagai berikut:
“Education should aim at balanced growth of the total personality of man through the training of man's spirit, intellect, the rational self, feeling and bodily senses. Education should therefore cater for the growth of man in all its aspects, spiritual, intelectual, imaginative, physical, scinentific, linguistic, both individually and collectively and motivate all these aspects toward goodness and attainment of perfection. The ultimate aim of Muslim education lies in the realization of complete submission to Allah on the level of idividual, the community and humanity at large”.[11]
“Education should aim at balanced growth of the total personality of man through the training of man's spirit, intellect, the rational self, feeling and bodily senses. Education should therefore cater for the growth of man in all its aspects, spiritual, intelectual, imaginative, physical, scinentific, linguistic, both individually and collectively and motivate all these aspects toward goodness and attainment of perfection. The ultimate aim of Muslim education lies in the realization of complete submission to Allah on the level of idividual, the community and humanity at large”.[11]
Tujuan pendidikan Islam yang ingin
dicapai tentunya harus berangkat dari dasar-dasar pokok pendidikan dalam ajaran
Islam, yaitu keutuhan (syumuliah), keterpaduan, kesinambungan, keaslian,
bersifat praktikal, kesetiakawanan dan keterbukaan. Dan yang paling penting
adalah tujuan pendidikan tersebut dapat diterjemahkan secara operasional ke
dalam silabus dan mata pelajaran yang diajarkan di berbagai tingkat pendidikan,
rendah, menengah dan perguruan tinggi, malah juga pada lembaga-lembag
pendidikan non formal.
Pendidikan
merupakan suatu system yang teratur dan
mengemban misi yang cukup luas yaitu segala sesuatu yang bertalian dg perkembangan
fisik, kesehatan, keterampilan, pikiran, perasaan, kemauan, sosial sampai
kepada masalah kepercayaan atau keimanan. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah
sebagai suatu lembaga pendidikan formal mempunyai suatu muatan beban yang cukup
berat dalam melaksanakan misi pendidikan tersebut. Lebih-lebih kalau dikaitkan
dengan pesatnya perubahan zaman dewasa ini yang sangat berpengaruh terhadap
anak-anak didik dalam berfikir, bersikap dan berperilaku, khususnya terhadap
mereka yang masih dalam tahap perkembangan dalam transisi yang mencari
identitas diri.[12]
B.
Pengertian Kompetensi
Kompetensi
guru merupakan kemampuan, kecakapan atau ketrampilan untuk menstransfer
pengetahuan dan mendidik serta membimbing siswa dalam proses belajar mengajar.
Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 045/U/2002, kompetensi
diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggungjawab yang
dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam
melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu. Menurut PP RI No.
19/tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, disebutkan bahwa pendidik
(guru) adalah agen pembelajaran yang harus memiliki empat jenis kompetensi,
yakni kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogok, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Sertifikat pendidik (guru)
diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan kualifikasi dan
kompetensi dalam menjalankan profesinya sebagai pendidik.[13]
Dalam peraturan pemerintah No. 16
Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru tertanggal
4 Mei 2007, disebutkan bahwa standar kompetensi guru dikembangkan secara utuh
dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial
dan professional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.
Dalam konteks tersebut berarti
bahwa penilaian atas kinerja guru merupakan penjumlahan komulatif atas semua
unsur kompetensi sebagai satu kesatuan yang utuh. Apabila salah satu kompetensi
ditinggalkan maka secara otomatis bahwa kinerja guru dalam melaksanakan
profesinya sebagai pendidik tidak terpenuhi. Ini berarti bahwa dalam pembuatan
laporan kinerja guru seyogyanya harus dibuat selengkap mungkin sesuai dengan prinsip
standar kompetensi profesi pendidik berlaku umum. Lebih lanjut dalam PP
tersebut disebutkan bahwa standar kompetensi guru mencakup kompetensi inti yang
selanjutnya dikembangkan menjadi kompetensi guru PAUD/TK/RA, kompetensi guru
kelas SD/MI. dan kompetensi guru mata pelajaran pada SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA,
dan SMK/MAK (untuk guru kelompok mata pelajaran normative dan adaptif).[14]
C.
Pengertian Prestasi
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang
dimaksud dengan prestasi adalah: Hasil
yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya).[15] Prestasi belajar dapat dinilai dengan cara:[16]
1)
Penilaian
formatif
Penilaian formatif adalah kegiatan penilaian yang bertujuan untuk
mencari umpan balik (feedback), yang selanjutnya hasil penilaian
tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar-mengajar yang sedang
atau yang sudah dilaksanakan.
2)
Penilaian
Sumatif
Penilaian sumatif adalah penilaian yang dilakukan untuk memperoleh
data atau informasi sampai dimana penguasaan atau pencapaian belajar siswa terhadap
bahan pelajaran yang telah dipelajarinya selama jangka waktu tertentu.
3)
Tes
Subsumatif
tes ini meliputi sejumlah bahasan pengajaran tertentu yang telah
diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran daya
serap anak didik untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar anak didik. Hasil
tes subsumatif ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses interaksi edukatif dan
diperhitungkan dalam menentukan nilai raport.[17]
Prestasi merupakan
hasil yang dicapai seseorang ketika ia mengerjakan tugas atau kegiatan
tertentu. Prestasi akademik adalah hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan
pembelajaran di sekolah atau di perguruan tinggi yang bersifat kognitif dan
biasanya ditentuka melalui pengukuran dan penilaian.
Sementara prestasi
belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh
mata pelajaran, lazimnya di tunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang
diberikan oleh guru. Berdasarkan hal itu , prestasi belajar siswa dapat
dirumuskan sebagai berikut; Prestasi belajar siswa adalah hasil belajar yang
dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran
di sekolah.
Prestasi belajar
siswa dibuktikan dan ditunjukkan melalui nilai atau angka nilai dari hasil
evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap tugas siswa dan ulangan-ulangan atau
ujian yang ditempuhnya. Hasil evaluasi tersebut di dokumentasikan dalam buku
nilai guru dan wali kelas serta arsip yang ada di bagian administrasi kurikulum
sekolah .Selain itu, hasil evaluasi juga disampaikan kepada siswa dan orangtua
melalui buku yang disampaikan pada waktu pembagian rapor akhir semester,
kenaikan atau kelulusan.
Jadi, prestasi
belajar siswa terfokus pada nilai atau angka yang dicapai siswa dalam proses
pembelajaran di sekolah. Nilai tersebut terutama dilihat dari sisi kognitif,
karena aspek ini sering di nilai oleh guru untuk melihat penguasaan pengetahuan
sebagai ukuran pencapaian hasil belajar siswa
Ø Tingkat Keberhasilan
a) Istimewa/maksimal : Apabila seluruh bahan pelajaran dapat dikuasai oleh
anak didik
b) Baik sekali/optimal : Apabila sebagian besar (76%-99%) bahan pelajaran
dapat dikuasai anak didik
c) Baik/minimal : Apabila bahan pelajaran dikuasai anak didik
hanya
66%-75% saja
d) Kurang :
Apabila bahan pelajaran dikuasai anak didik kurang
dari 60%
Ø Jenis-jenis prestasi Belajar
Pada prinsipnya,
pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah
sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Yang dapat dilakukan guru
dalam hal ini adalah mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap
penting yang dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar
siswa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun karsa. Kunci pokok untuk
memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa adalah mengetahui garis-garis
besar indikator (penunjuk adanya prestasi belajar) dikaitkan dengan jenis-jenis
prestasi yang hendak diukur.[19]
Dalam sebuah situs
yang membahas Taksonomi Bloom, dikemukakan mengenai teori Bloom yang menyatakan
bahwa, tujuan belajar siswa diarahkan untuk mencapai ketiga ranah. Ketiga ranah
tersebut adalah ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam proses kegiatan
belajar mengajar, maka melalui ketiga ranah ini pula akan terlihat tingkat
keberhasilan siswa dalam menerima hasil pembelajaran atau ketercapaian siswa
dalam penerimaan pembelajaran. Dengan kata lain, prestasi belajar akan terukur
melalui ketercapaian siswa dalam penguasaan ketiga ranah tersebut. Maka Untuk
lebih spesifiknya, penulis akan akan menguraikan ketiga ranah kognitif, afektif
dan psikomotorik sebagai yang terdapat dalam teori Bloom berikut:
1)
Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yangmenekankan aspek
intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. [20]
a) Pengetahuan (Knowledge)
Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan,
definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar dan
sebagainya. Pengetahuan juga diartikan sebagai kemampuan mengingat akan hal-hal
yang pernah dipelajaridan disimpan dalam ingatan.[21]
b)
Pemahaman (Comprehension)
Pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan untuk menangkap makna dan
arti yang dari bahan yang dipelajari.[22] Pemahaman juga dikenali
dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram,
arahan, peraturan, dan sebagainya.[23]
c)
Aplikasi (Application)
Aplikasi atau penerapan diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan
suatu kaidah atau metode bekerja pada suatu kasus atau problem yang konkret dan
baru.[24] Di
tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur,
metode, rumus, teori, dan sebagainya di dalam kondisi kerja.[25]
d)
Analisis (Analysis)
Analisis didefinisikan sebagai kemampuan untuk merinci suatu kesatuan
ke dalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat
dipahami dengan baik.[26]Di
tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan
membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil
untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan
faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit.[27]
e)
Sintesis (Synthesis)
Sintesis diartikan sebagai kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan
atau pola baru.[28]Sintesis
satu tingkat di atas analisa. Seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan
struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan
mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan
solusi yang dibutuhkan.[29]
f)
Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi diartikan sebagai kemampuan untuk membentuk suatu pendapat
mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat
itu, yang berdasarkan criteria tertentu.[30]Evaluasi dikenali dari
kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi,
dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan
nilai efektivitas atau manfaatnya.[31]
2)
Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.[32]Tujuan pendidikan ranah afektif adalah hail
belajar atau kemampuan yang berhubungan dengan sikap atau afektif. Taksonomi
tujuan pendidikan ranah afektif terdiri dari aspek:
a) Penerimaan (Receiving/Attending)
Penerimaan mencakup kepekaan akan adanya suatu perangsang dan
kesediaan untuk memperhatikan rangsangsangan itu, seperti buku pelajaran atau
penjelasan yang diberikan oleg guru.[33]
b)
Tanggapan (Responding)
Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya.
Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.[34]
c)
Penghargaan (Valuing)
Penghargaan atau penilaian mencakup kemampuan untuk memberikan
penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu.mulai
dibentuk suatu sikap menerima, menolak atau mengabaikan, sikap itu dinyatakan
dalam tingkah laku yang sesuai dengan konsisten dengan sikap batin.[35]
d)
Pengorganisasian (Organization)
Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di
antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.[36] Pengorganisasian juga
mencakup kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan
pegangan dalam kehidupan. Nilai- nilai yang diakui dan diterima ditempatkan
pada suatu skala nilai mana yang pokok dan selalu harus diperjuangkan, mana
yang tidak begitu penting.[37]
e)
Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value
or Value Complex)
Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga
menjadi karakteristik gaya-hidupnya.[38]Karakterisasinya mencakup
kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikin rupa, sehingga
menjadi milik pribadi (internalisasi) dan menjadi pegangan nyata dan jelas
dalam mengatur kehidupannya sendiri.[39]
3)
Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan
aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan
mengoperasikan mesin.[40] Alisuf Sabri dalam buku Psikologi Pendidikan
menjelaskan, keterampilan ini disebut .motorik. karena keterampilan ini
melibatkan secara langsung otot, urat dan persendian, sehingga keterampilan
benar-benar berakar pada kejasmanian. Orang yang memiliki keterampiulan
motorik, mampu melakukan serangkaian gerakan tubuh dalam urutan tertentu dengan
mengadakan koordinasi gerakan-gerakan anggota tubuh secara terpadu. Ciri khas
dari keterampilan motorik ini ialah adanya kemampuan .Automatisme. yaitu
gerakan-gerik yang terjadi berlangsung
secara teratur dan berjalan dengan enak, lancar dan luwes tanpa harus disertai
pikiran tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa hal itu dilakukan. Keterampilan
motorik lainnya yang kaitannya dengan pendidikan agama ialah keterampilan
membaca dan menulis huruf Arab, keterampilan membaca dan melagukan ayat-ayat
Al-Qur.an, keterampilan melaksanakan gerakan-gerakan shalat. Semua jenis
keterampilan tersebut diperoleh melalui proses belajar dengan prosedur latihan.[41]
1) Bakat untuk mempelajari sesuatu
2) Mutu pengajaran
3) Kesanggupan untuk memahami pelajaran
4) Ketekunan
5) Waktu yang tersedia untuk belajar
D.
Aspek-aspek Kompetensi Guru
Profesional
Istilah kompetensi
guru nerupakan salah satu dari kompetensi yang harus dimilikki oleh setiap guru
dalam jenjang pendidikan apapun. Kompetensi-kompetensi lainnya adalah
kompetensi kepribadian dan kompetensi kemasyarakat. Secara teoritis ketiga
jenis kompetensi itu saling menjalin secara terpadu dalam diri guru. Guru yang
terampil mengajar tentu harus pula memiliki pribadi yang baik dan mampu
melakukan sosialitas[43]
Adapun karakteristik
kompetensi guru dalam uraian diatas telah di jelaskan, bahwa jabatan guru
adalah suatu jabatan profesi. Guru disini adalah guru yang melakukan fungsinya
di sekolah. Dala hal ini, telah terkandung suatu konsep bahwa guru professional
yang kerja melakukan fungsi dan tujuan sekolah harus memiliki kompetensi-kompetensi
yang dituntut agar mampu melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Tanpa
mengabaikan kemungkinan adanya perbedaan tuntutan professional yang disebabkan
oleh adanya perbedaan lingkungan kultural dari setiap institusi sekolah sebagai
indicator, maka guru dinilai kompeten secara professional apabila;
a. Guru tersebut mampu
mengembangkan tugas tanggung jawab dengan sebaik-baiknya.
b. Guru tersebut mampu
melaksanakan peranan-peranannya secara berhasil.
c. Guru tersebut mampu
bekerja dalam usaha mencapai tujuan
pendidikan (tujuan instruksional) sekolah
d. Guru tersebut mampu
melaksanakan peranannya dalam proses mengajar dan belajar dalam kelas.
Dalam buku yang
ditulis oleh E. Mulyasa, Kompetensi yang harus dimiliki seorang guru itu
mencakup empat aspek sebagai berikut:
1) Kompetensi
Pedagogik.
Dalam Standar
Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a dikemukakan bahwa
kompetensi pedagogik adalah kemapuan mengelola pembelajaran peserta didik yang
meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.[44]
Adapun contoh
kompetensi paedagogik adalah:[45]
v Memahami karakteristik
peserta didik dari aspek fisik, sosial, moral, kultural, emosional, dan
intelektual.
v Memahami latar belakang
keluarga dan masyarakat peserta didik dan kebutuhan belajar dalam konteks
kebhinekaan nusantara.
v Memahami gaya dan
kesulitan belajar peserta didik.
v Memfasilitasi
pengembangan peserta didik.
v Menguasai teori dan
prinsip belajar serta pembelajaran yang mendidik.
v Mengembangkan kurikulum
yang mendorong keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran.
v Merancang, melaksanakan,
dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran yang mendidik.
2) Kompetensi
Kepribadian.
Dalam Standar
Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan bahwa
yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang
mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta
didik, dan berakhlak mulia.[46]
Adapun yang menjadi kompetensinya adalah:[47]
v Menampilkan diri sebagai
pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
v Menampilkan diri sebagai
pribadi yang berakhlak mulia dan sebagai teladan bagi peserta didik dan
masyarakat.
v Mengevaluasi kinerja
sendiri.
v Mengembangkan diri secara
berkelanjutan.
3) Kompetensi
Profesional.
Dalam Standar
Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c dikemukakan bahwa
yang dimaksud kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing pesrta didik
memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan[48].
Kompetensi ini menuntut adanya:[49]
v Menguasai substansi
bidang studi dan metodologi keilmuannya.
v Menguasai struktur dan
materi kurikulum bidang studi.
v Menguasai dan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran.
v Mengorganisasikan materi
kurikulum bidang studi.
v Menungkatkan kualitas
pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas.
4) Kompetensi
Sosial.
Dalam Standar
Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d dikemukakan bahwa
yang dimaksud dengan kompetensi social adalah kemampuan guru sebagai bagian
dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserte didik, dan
masyarakat sekitar.[50]
Adapun kompetensi social di antaranya:[51]
v Memahami secara efektif
dan empatik dengan peserta didik dan pihak-pihak yang terkait.
v Kontribusi terhadap
pengembangan pendidikan di sekolah dan masyarakat.
v Berkontribusi terhadap
pengembangan pendidikan di tingkat lokal, regional, nasional, dan global.
v Memanfaatkan teknologi
informasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.
Untuk menunjang kompetensi di atas, pendidik juga
harus memiliki kualifikasi akademik sebagai berikut:[52]
v Pendidik pada lembaga
pendidikan anak usia dini sampai pada SMTA wajib memiliki kualifikasi akademik
minimal S1 atau D4.
v Pendidik pada lembaga
sarjana harus memiliki kualifikasi minimal S2.
v Pendidik pada program
magister harus memiliki kualifikasi akademik D3.
Dalam PERMENDIKNAS
RI No. 16 Tahun. 2007 (Pasal 1 dan 2) mengenai Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru dijelaskan pula bahwa:
Pasal 1
(1)
Setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi
guru yang berlaku secara nasional.
(2)
Standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
Dalam SISDIKNAS juga
dibahas mengenai kompetensi guru, yakni:[53]
Pasal 42
(1) Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum
dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan
rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang
pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi.
(3) Ketentuan mengenai kualifikasi pendidik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Pasal 43
(1) Promosi dan penghargaan bagi pendidik dan
tenaga kependidikan dilakukan berdasarkan latar belakang pendidikan,
pengalaman, kemampuan, dan prestasi kerja dalam bidang pendidikan.
(2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh
perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang
terakreditasi.
(3) Ketentuan mengenai promosi, penghargaan, dan
sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Dari penjelasan yang
telah dikemukakan di atas mengenai aspek-aspek kompetensi guru profesional,
untuk memudahkan penulis dalam melakukan penelitian, maka indikator yang akan
diteliti dalam skripsi ini akan merujuk kepada pendapat yang ditulis oleh Nana
Sudjana dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar.
Menurut Nana Sudjana, untuk keperluan analisis tugas guru sebagai pengajar,
maka kemampuan guru atau kompetensi guru yang banyak hubungannya dengan usaha
meningkatkan proses dan hasil belajar dapat diguguskan ke dalam empat kemampuan
yakni:
a.
Merencanakan program belajar mengajar.
Makna atau arti dari
perencanaan/program belajar mengajar tidak lain adalah suatu proyeksi/perkiraan
guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pengajaran itu
berlangsung. Dalam kegiatan tersebut secara terinci harus jelas ke mana siswa
akan dibawa (tujuan), apa yang harus siswa pelajari (isi bahan pelajaran),
bagaimana cara siswa mempelajarinya (metode dan teknik) dan bagaimana kita
mengetahui bahwa siswa telah mencapainya (penilaian).[54]
b.
Menguasai bahan pelajaran.
Kemampuan menguasai
bahan pelajaran sebagai bahan integral dari proses belajar mengajar, jangan
dianggap pelengkap bagi profesi guru. Guru yang bertaraf profesional penuh
mutlak harus menguasai bahan yang akan diajarkannya. Penguasaan bahan pelajaran
ternyata memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa. Nana Sudjana
mengutip pendapat yang dikemukakan oleh Hilda Taba yang menyatakan bahwa
keefektifan pengajaran dipengaruhi oleh (a) karakteristik guru dan siswa, (b)
bahan pelajaran, dan (c) aspek lain yang berkenaan dengan sistuasi pelajaran.
Jadi terdapat hubungan yang positif antara penguasaan bahan pelajaran oleh guru
dengan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Artinya, makin tinggi penguasaan
bahan pelajaran oleh guru makain tinggi pula hasil belajar yang dicapai siswa.
c.
Melaksanakan dan memimpin/mengelola proses belajar mengajar.
Melaksanakan atau
mengelola program belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan program yang
telah dibuat. Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar kemampuan yang dituntut
adalah keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar
sesuai dengan rencana yang telah disusun dalam perencanaan. Guru harus dapat
mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah kegiatan mengajar
dihentikan, ataukah diubah metodenya,, apakah mengulang kembali pelajaran yang
lalu, manakala para siswa belum dapat mencapai tujuan pengajaran. Pada tahap
ini di samping pengetahuan teori tentang belajar mengajar, tentang pelajar,
diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknik mengajar. Misalnya
prinsip-prinsip mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran, penggunaan metode
mengajar, keterampilan menilai hasil belajar siswa, keterampilan memilih dan
menggunakan strategi atau pendekatan mengajar.
d.
Menilai kemajuan proses belajar mengajar.
Setiap guru harus
dapat melakukan penilaian tentang kemajuan yang dicapai para siswa, baik secara
iluminatif-obsrvatif maupun secara struktural-objektif. Penilaian secara
iluminatif-observatif dilakukan dengan pengamatan yang terus menerus tentang
perubahan dan kemajuan yang dicapai siswa. Sedangkan penilaian secara
structural objektif berhubungan dengan pemberian skor, angka atau nilai yang
biasa dilakukan dalam rangka penilaian hasil belajar siswa.[55]
Selain indikator di
atas, peneliti juga melihat beberapa kompetensi yang harus diaplikasikan pada
aktivitas keguruan:
a.
Kompetensi yang Didasarkan atas Wawasan
Teoritis
Guru memerlukan
kompetensi khusus yang berkenaan dengan tugasnya. Hal itu karena pendidikan
tidak terjadi secara alami, tetapi dengan disengaja (disadari). Kompetensi guru
tentu saja sinkron dengan bidang-bidang n admisistrasi. Sehubungan dengan
menguasai pokok-pokok pelajaran, maka kompetensi yang harus di penuhi adalah:[56]
1)
Menguasai
bahan pelajaran yang akan diajarkan kepada pelajar. Penguasaan di sini tidak
hanya menguasai seluk beluknya bahan tersebut, tetapi juga meyakini bahwa apa
yang diajarkan guru tersebut memiliki kebenaran berdasarkan sumber-sumber yang
dipercaya.
2)
Memiliki
kemampuan menyusun perencanaan program belajar-mengajar dengan mengetahui arti
dan tujuan perencanaan, serta menguasai secara teoritis dan praktis unsur-unsur
yang ada dalam perencanaan, bentuk-bentuk perencanaan, dan prosedur kegiatan
belajar-mengajar.
3)
Memiliki
kreatifitas untuk menciptakan dan menumbuhkan kegiatan pelajar, kemampuan
mengubah perencanaan apabila diperlukan, dan kemampuan mengelola kelas.
4)
Memiliki
kemampuan melakukan penilaian kemajuan bahan pelajaran.
b.
Sertifikasi
Setelah memiliki kompetensi
yang didasarkan atas wawasan teoritis, seorang guru masih juga belum bisa
langsung menjadi professional. Profesi menuntut adanya proses pengakuan
kompetensi. Proses ini yang disebut dengan sertifikasi. Ada dua badan yang
memiliki otoritas untuk memberikan sertifikat: pertama, badan pemerintahan yang menjamin kepentingan umum bahwa
yang direkrut benar-benar memiliki kompetensi, kedua organisasi profesi itu sendiri.[57]
c.
Kompetensi Kepribadian
Persyaratan guru yang berkenaan dengan dirinya, yaitu:[58]
1)
Hendaknya
guru senantiasa insyaf akan pengawasan Allah terhadapnya.
2)
Hendaknya
guru memelihara kemuliaan ilmu.
3)
Hendaknya
guru berzuhud
4)
Hendaknya
guru tidak berorientasi duniawi.
5)
Hendaknya
guru menjauhi mata pencaharian yang hina dalam pandangan syarak.
6)
Hendaknya
guru memelihara syiar-syiar Islam
7)
Guru
rajin melakukan hal-hal yang disunatkan oleh agama
8)
Guru
hendaknya memelihara akhlak yang mulia dalam pergaulannya.
9)
Guru
hendaknya mengisi waktu luangnya dengan kegiatan yang bermanfaat,
10)
Guru
hendaknya selalu belajar dan tidak merasa malu untuk menerima ilmu dari orang
yang lebih rendah kedudukannya.
11)
Guru
hendaknya rajin meneliti, menyusun, dan mengarang dengan memperhatikan
keterampilan dan keahlian yang
dibutuhkan untuk itu.
E.
Pengaruh
Kompetensi Guru dalam menciptakan Prestasi Belajar
Dalam
proses belajar mengajar pendidik memilki peran menentukan kualitas mengajaran
yang dilaksanakannya. Yakni memberikan pengetahuan (kongnitif), sikap dan nilai (affektif),
dan keterampilan (psikomotorik).
Dengan kata lain, tugas dan peran guru yang utama terletak dibidang pengajaran.
Pengajaran merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu
seorang guru dituntut untuk dapat mengolah kelas, pengguanaan metode mengajar,
strategi mengajar, maupun sikap dan karakteristik guru dalam mengelolah proses
belajar mengajar yang efektif, mengembangkan bahan pengajaran dengan baik, dan
meningkatkan kemampuan siswa untuk menyimak pelajaran dan menguasai tujuan
pendidikan yang harus mereka capai.
Proses
pendidikan tidak terlepas dari kegiatan belajar mengajar dikelas. Kegiatan
belajar mengajar sangat ditentukan oleh kerja sama antara guru dan siswa. guru
dituntut untuk mampu menyajikan materi dengan optimal. Olehnya itu guru
diperlukan kreatifitas dan gagasan yang baru untuk mengembangkan cara penyajian
materi pelajaran disekolah. Kreativitas yang dimaksud adalah kemampuan seorang
guru dalam memilih metode, pendekatan, dan media yang tetap dalam penyajian
materi pelajaran.
Kompetensi guru merupakan kemampuan, kecakapan atau
ketrampilan untuk menstransfer pengetahuan dan mendidik serta membimbing siswa
dalam proses belajar mengajar. Kompetensi guru merupakan faktor ekstrinsik yang
mempengaruhi prestasi belajar siswa. Faktor ekstrinsik adalah faktor pendorong
dari luar untuk membangkitkan semangat belajar siswa.
Kompetensi guru diklasifikasikan menjadi sepuluh
kompetensi yaitu kompetensi menguasai bahan, mengelola program belajar
mengajar,mengelola interaksi belajar mengajar, mengelola kelas, menggunakan
media/sumber, menguasai landasan pendidikan, menilai prestasi siswa untuk
kepentingan pengajaran, mengenal fungsi layanan bimbingan dan penyuluhan,
menyelenggarakan administrasi sekolah, dan mengenal prinsip-prinsip dan hasil
penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran. Agar penelitian ini lebih
terarah pada proses kegiatan belajar mengajar maka peneliti hanya mengambil
enam kompetensi yaitu kompetensi menguasai bahan, mengelola program belajar
mengajar,mengelola interaksi belajar mengajar, mengelola kelas, menggunakan media/sumber
dan menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.
Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan
kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran
yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian.
Profesionalisme guru yang dimaksud dalam skripsi ini adalah guru Fiqih yang
profesional. Adapun guru profesional itu sendiri adalah guru yang berkualitas,
berkompetensi, dan guru yang dikehendaki untuk mendatangkan prestasi belajar
serta mampu mempengaruhi proses belajar mengajar siswa, yang nantinya akan
menghasilkan prestasi belajar siswa yang lebih baik. Kompetensi guru yang
diteliti meliputi empat kategori. Pertama, kemampuan guru dalam merencanakan
program belajar mengajar. Kedua, kemampuan guru dalam menguasai bahan
pelajaran. Ketiga, kemampuan guru dalam melaksanakan dan memimpin/mengelola
proses belajar mengajar. Dan keempat, kemampuan dalam menilai kemajuan proses
belajar mengajar.
Prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai setelah melalui
proses kegiatan belajar mengajar. Prestasi belajar siswa dapat ditunjukkan
dalam bentuk nilai yang diberikan guru berupa raport yang merupakan hasil dari
beberapa bidang studi yang telah dipelajari oleh peserta didik.
Keberhasilan kegiatan proses belajar mengajar dapat diukur dengan
berhasil tidaknya tujuan yang telah ditetapkan. Pencapaian tujuan belajar
biasanya diukur dengan berhasil tidaknya dalam peningkatan prestasi belajar
siswa. Prestasi belajar berperan sebagai gambaran pemahaman siswa terhadap
bidang studi yang dipelajarinya. Namun pada kenyataannya tidak semua siswa
mampu mencapai prestasi belajar secara maksimal. Seperti kita ketahui dalam
mencapai prestasi belajar dipengaruhi oleh berbagai factor, salah satunya adalah
guru.
Guru yang kompeten akan mampu menciptakan kondisi belajar yang
optimal. Kompetensi yang dimiliki guru sangatmenentukanberhasil tidaknya
kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, dan akan berpengaruh pada pencapaian
prestasi belajar siswa. Cara pandang yang berbeda akan menimbulkan persepsi
yang berbeda pada kompetensi yang dimiliki guru, hal tersebut dapat berpengaruh
terhadap prestasi siswa
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan
merupakan suatu system yang teratur dan
mengemban misi yang cukup luas yaitu segala sesuatu yang bertalian dg
perkembangan fisik, kesehatan, keterampilan, pikiran, perasaan, kemauan, sosial
sampai kepada masalah kepercayaan atau keimanan. Hal ini menunjukkan bahwa
sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal mempunyai suatu muatan beban
yang cukup berat dalam melaksanakan misi pendidikan tersebut. Lebih-lebih kalau
dikaitkan dengan pesatnya perubahan zaman dewasa ini yang sangat berpengaruh
terhadap anak-anak didik dalam berfikir, bersikap dan berperilaku, khususnya
terhadap mereka yang masih dalam tahap perkembangan dalam transisi yang mencari
identitas diri.
Keberhasilan kegiatan proses belajar mengajar
dapat diukur dengan berhasil tidaknya tujuan yang telah ditetapkan. Pencapaian
tujuan belajar biasanya diukur dengan berhasil tidaknya dalam peningkatan
prestasi belajar siswa. Prestasi belajar berperan sebagai gambaran pemahaman
siswa terhadap bidang studi yang dipelajarinya. Namun pada kenyataannya tidak
semua siswa mampu mencapai prestasi belajar secara maksimal. Seperti kita
ketahui dalam mencapai prestasi belajar dipengaruhi oleh berbagai factor, salah
satunya adalah guru.
Profesionalisme guru
merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan
kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan
pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Profesionalisme guru yang
dimaksud dalam skripsi ini adalah guru Fiqih yang profesional. Adapun guru
profesional itu sendiri adalah guru yang berkualitas, berkompetensi, dan guru
yang dikehendaki untuk mendatangkan prestasi belajar serta mampu mempengaruhi
proses belajar mengajar siswa, yang nantinya akan menghasilkan prestasi belajar
siswa yang lebih baik.Prestasi merupakan hasil yang dicapai seseorang ketika ia
mengerjakan tugas atau kegiatan tertentu. Prestasi akademik adalah hasil
belajar yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran di sekolah atau di perguruan
tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan
penilaian.
DAFTAR PUSTAKA
Azra Azyumardi,. Esai-Esai
Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta: PT. LOGOS Wacana Ilmu,
1999.
Baba,
Mastang Ambo, pada perkuliahan Dasar-dasar
Kependidikan, 12 Mei 2010
Bahri Syaiful Djamarah,Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Edukatif, Jakarta: Rineka Cipta, 2005.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002.
Departemen Agama, Kendali Mutu,Pendidikan Agama Islam (Jakarta : Dirjen Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam,2001.
Armas,
Adnin, Westernisasi dan Islamisasi Ilmu,
dalam Majalah ISLAMIA, Thn. I, No.6, Juli-September 2005.
Hasbullah,
Dasar-dasar pendidikan, Jakarta: PT Raja
Grafindi Persada, 2009.
Langggulung
Hasan, Beberapa Pemikiran Tentang
Pendidikan Islam, Bandung: al-Ma'arif, 1980.
Muhammad Ali
al-Jurjany, Kitab at-Tarifat , Jeddah
: Al haramain,tt.
Mulyasa E, Standar Kompetensi dan
Sertifikasi Guru, (PT. Remaja Rosda Karya: Bandung, 2008.
Nasution S, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1995.
Ngalim
M Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 20009.
N.
Sudirman Dkk., Ilmu Pendidikan,
Bandung : Remaja Rosda Karya, 1992.
Roqib, Moh, Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta : PT. Lukis Printing Cemerlang,
2009.
Sabri
Alisuf, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996.
S.A.Muhammad Ibrahimy, Manusia dan Pendidikan, suatu analisa Psikologis, falsafat
dan pendidikan,( Jakarta: PT. Pustaka Al-Husna Baru, 2004.
Sudjana
Nana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 1998.
Syah
Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung:PT.
Remaja Rosdakarya, 2007.
Tim
Direktorat Janderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam/Direktorat Pembinaan
Agama Islam pada Sekolah Umum, Metodologi
Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Direktorat Janderal Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam/Direktorat Pembinaan Agama Islam pada Sekolah Umum, 2001.
UMoh..
Usman, Menjadi Guru Profesioanl,(Bandung
: PT. Remaja Rosdakarya,1995.
Warson
Ahmad Munawwir, Kamus Al-Munawwir, Yogyakarta: PP krapyak, tt.
Yusuf Qardhawi,, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna,
Jakarta: Bulan Bintang, 1980.
[4]Hasbullah,
Dasar-dasar pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindi Persada, 2009) h. 1
[5]Ahmad
Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir
(Yogyakarta: PP krapyak,tt) h 1037
[6]Ali
Muhammad al-Jurjany, Kitab at-Tarifat
(Jeddah : Al haramain,tt) h 155
[7]Muhammad S.A Ibrahimy, Manusia dan Pendidikan, suatu analisa Psikologis, falsafat dan pendidikan,( Jakarta: PT. Pustaka Al-Husna Baru,
2004)h.236
[8]Qardhawi, Yusuf, Pendidikan
Islam dan Madrasah Hasan al-Banna,( Jakarta: Bulan Bintang, 1980) h. 87
[10]Azyumardi, Azra. "Esai-Esai
Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. LOGOS Wacana Ilmu,
1999.) h.213
[11]Armas, Adnin, Westernisasi
dan Islamisasi Ilmu, dalam Majalah ISLAMIA, Thn. I, No.6, Juli-September
2005.
[12] Departemen Agama, Kendali Mutu,Pendidikan Agama Islam
(Jakarta : Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,2001), h. 10
[13]
http://45_ngadirin_pengembangan model audit kinerja guru.pdf 21 Maret 2011
[14] http://45_ngadirin_pengembangan model audit
kinerja guru.pdf 21 Maret 2011
[15]Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2002)h. 895.
[17] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 96.
[18] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif,h. 97
[19]Muhibbin Syah, Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya, 2007),
Cet. Ke-13,, h. 150.
[20]
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.
[23]http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.
[24] W.S. Winkel, Psikologi
Pengajaran., h. 247.
[25]
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.
[26] W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran., h.
247.
[27] http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.
[28] W.S. Winkel, Psikologi
Pengajaran , h. 249.
[29]
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.
[30] W.S. Winkel, Psikologi
Pengajaran., h. 246
[31]
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.
[32] W.S. Winkel, Psikologi
Pengajaran., h. 251
[33] W.S. Winkel, Psikologi
Pengajaran., h. 248.
[34]
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.
[35] W.S. Winkel, Psikologi
Pengajaran h. 248.
[36]
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.
[37] W.S. Winkel, Psikologi
Pengajaran h. 252
[38]
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.
[39] W.S. Winkel, Psikologi
Pengajaran ,h. 254
[40]
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.
[41] Alisuf Sabri, Psikologi
Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 99-100.
[42] S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar
Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 38-48
[43]Moh. U.
Usman, Menjadi Guru Profesioanl,
(Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,1995 ) h. 33
[44]E. Mulyasa, Standar
Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (PT. Remaja Rosda Karya: Bandung,
2008). h.75.
[45] Mastang Ambo Baba, pada
perkuliahan Dasar-dasar Kependidikan, 12
Mei 2010
[46] E. Mulyasa Standar
Kompetensi dan Sertifikasi Guru, h. 117
[47] Mastang Ambo Baba, pada
perkuliahan Dasar-dasar Kependidikan, 12
Mei 2010
[48] E. Mulyasa Standar
Kompetensi dan Sertifikasi Guru, h. 135.
[49] Mastang Ambo Baba, pada
perkuliahan Dasar-dasar Kependidikan, 12
Mei 2010
[51] Mastang Ambo Baba, pada
perkuliahan Dasar-dasar Kependidikan, 12
Mei 2010
[52] Mastang Ambo Baba, pada
perkuliahan Dasar-dasar Kependidikan, 12
Mei 2010
[53]
http:///sisdiknas.pdf diakses 25 maret 2011
[54] Nana Sudjana, Dasar-dasar
Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1998). h. 19-20.
[55] Nana Sudjana, Dasar-dasar
Proses Belajar Mengajar, h. 20-22.
[56] Tim Direktorat Janderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam/Direktorat Pembinaan Agama Islam pada Sekolah
Umum, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:
Direktorat Janderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam/Direktorat Pembinaan
Agama Islam pada Sekolah Umum, 2001), h. 7-8
[57] Nana Sudjana, Dasar-dasar
Proses Belajar Mengajar., h. 10
[58] Nana Sudjana, Dasar-dasar
Proses Belajar Mengajar, h. 14-16
EmoticonEmoticon