BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Islam yang bersumber pada
Al-Qur’an dan Hadist untuk membentuk manusia yang seutuhnya, yakni manusia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Allah SWT, dan untuk memelihara nilai-nilai
kehidupan sesama manusia agar dapat menjalankan pendidikan dapat menjalankan
seluruh kehidupannya, sebagaimana yang telah ditentukan Allah dan Rasulnya demi
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Pada masa Nabi, pendidikan Islam
berpusat di Madinah, setelah Rasulullah wafat kekuasaan pemerintahan Islam di
pegang oleh Khulafaurrasyidin. Wilayah Islam telah meluas diluar jazirah Arab
para khalifah ini memusatkan perhatiannya pada pendidikan keagamaan syiar agama
dan kokohnya pendidikan.
Tahun-tahun pemerintahan
khulafaurrasyidin merupakan perjuangan terus-menerus antara hak yang mereka
bawa dan dakwahkan kebatilan yang mereka perangi dan musuhi. Pada zaman
khulafaurrasyidin seakan-akan kehidupan Rasulullah SAW itu terulang kembali.
Pendidikan Islam masih tetap memantulkan al-Qur’an dan Sunnah di ibu kota
khilafah di Makkah, di Madinah dan di berbagai negeri lain yang ditaklukan oleh
orang-orang Islam.
B.
Rumusan
Masalah
Dari uraian latar
belakang di atas pemakalah dapat menguraikan beberapa pokok permasalahan yang
akan dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1.
Bagaimana Sejarah Sosial Pendidikan
Islam Pada Masa khalifah Abu Bakar as-Siddiq?
2.
Bagaimana Sejarah Sosial Pendidikan
Islam Pada Masa Khalifah Umar bin Khattab?
3.
Bagaimana Sejarah Sosial Pendidikan
Islam Pada Masa Khalifah Usman bin Affan?
4.
Bagaimana Sejarah Sosial Pendidikan Islam
Pada Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Sosial Pendidikan Islam Pada Masa Khalifah Abu Bakar as-Siddiq
1.
Sosial Masyarakat
Masa kepemimpinan Abu
Bakar terhitung sangat singkat, hanya dua tahun. Masa sesingkat itu habis untuk
menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama yang ditimbulkan oleh suku-suku
bangsa arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah di kota Madinah.
Mereka menganggap, bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad dengan
sendirinya batal setelah Nabi wafat. Oleh karena itu, mereka menentang
pemerintahan Abu Bakar. Dikarenakan sikap keras kepala dan penentangan mereka
yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan
persoalan ini dengan apa yang disebut perang Riddah (perang melawan
kemurtadan).[1]
2.
Pola Pendidikan
Dilihat dari sosial
masyarakat yang pada saat itu tidak semua berpihak pada pemerintahan, dengan
alasan diatas, Abu Bakar fokus untuk menangani pemberontakan orang-orang
murtad, pengaku nabi dan pembangkan zakat. Hal ini menyebabkan pendidikan
dimasa ini tidak banyak mengalami perubahan sejak masa Rasulullah SAW. Yakni
berkisar pada materi pendidikan seputar tauhid, akhlak, ibadah, kesehatan.[2]
a.
Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan pada masa Abu Bakar masih
seperti lembaga pendidikan pada masa Nabi, namun dari segi kuantitas maupun
kualitas sudah banyak mengalami perkembangan. Antara lain:
1)
Kuttab
Kuttab merupakan lembaga
pendidikan yang dibentuk setelah masjid. Lembaga ini mencapai tingkat kemajuan
yang berarti. Kemajuannya terjadi ketika masyarakat muslim telah menaklukkan
beberapa daerah dan menjalin kontak dengan bangsa-bangsa yang telah maju.[3]
2)
Masjid
Selain tempat untuk
beribadah, Masjid juga dijadikan sebagai lembaga pendidikan lanjutan
setelah anak-anak tamat belajar dari kuttab. Di Masjid ini ada dua dua tingkat
pendidikan yaitu tinggi dan menengah.[4]
b.
Materi Pendidikan
Materi pendidikan yang diajarkan pada kuttab
adalah membaca dan menulis, membaca al-Qur’an dan menghafalnya, pokok-pokok agama Islam. Sedangkan materi pendidikan
pada tingkat menengah dan tinggi adalah al-Qur’an dan tafsirnya, hadits dan syarahnya, kesehatan, dan fiqih (tasyri’).[5]
c.
Pendidik
Yang menjadi pendidik pada masa Abu Bakar
adalah beliau sendiri serta para sahabat rasul terdekat.[6]
B.
Sejarah
Sosial Pendidikan Islam Pada Masa Khalifah Umar bin Khattab
1.
Sosial Masyarakat
Sebelum Abu Bakar
wafat, beliau telah menyaksikan persoalan yang timbul di kalangan kaum muslimin
sejak Rasul wafat, berdasarkan hal inilah Abu Bakar menunjuk penggantinya yaitu
Umar bin Khattab, yang tujuannya adalah untuk mencegah supaya tidak terjadi
perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijakan Abu Bakar
tersebut ternyata diterima masyarakat.[7]
Masa pemerintahan Umar
bin Khatthab sekitar 10 tahun ini, mengalami perluasan wilayah kekuasaan. Yang
mana Madinah sebagai pusat pemerintahan. Dengan meluasnya wilayah Islam
mengakibatkan meluas pula kehidupan dalam segala bidang. Untuk memenuhi
kebutuhan ini diperlukan manusia yang memiliki ketrampilan dan keahlian,
sehingga dalam hal ini diperlukan pendidikan.
Pada masa khalifah
Umar bin Khattab, sahabat-sahabat yang sangat berpengaruh tidak
diperlukan untuk keluar daerah kecuali atas izin dari khalifah dan dalam waktu
yang terbatas. Jadi, kalau ada diantara umat Islam yang ingin belajar harus
pergi ke Madinah, ini berarti bahwa penyebaran ilmu dan pengetahuan para
sahabat dan tempat pendidikan terpusat di Madinah.[8]
2.
Pola Pendidikan
Pada masa Khalifah
Umar bin Khattab, pendidikan juga tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya,
Pola penddidikan di masa ini mengalami perkembangan. Khalifah saat itu sering
mengadakan penyuluhan (pendidikan) di kota Madinah. Beliau juga menerapkan
pendidikan di Masjid-masjid dan mengangkat guru dari sahabat-sahabat untuk
tiap-tiap daerah yang ditaklukkan. Mereka bukan hanya bertugas mengajarkan
al-Qur’an, akan tetapi juga dibidang Fiqih.
a.
Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan pada masa Umar ini juga sama
dengan masa Khalifah Abu bakar, namun dari segi kemajuan lembaga pendidikan
begitu pesat, sebab Umar memerintah negara dalam keadaan stabil dan aman.
Sehingga masjid dijadikan sebagai pusat pendidikan, juga dibentuknya pusat
pendidikan di berbagai kota.
Pendidikan pada masa itu berada di bawah pengaturan gubernur. Di samping itu
juga terdapat kemajuan di bidang lain, seperti pengiriman pos surat,
kepolisian, Baitul Mal dan sebagainya. Adapun sumber gaji para pendidik
waktu itu diambilkan dari daerah yang ditaklukan dan dari Baitul Mal.[9]
b.
Materi Pendidikan
Materi pendidikan pada masa Umar aalah materi
pada Kuttab pada masa Abu bakar di samping materi yang diajarkan ditambah
dengan beberapa mata pelajaran dan keterampilan. Ketika Umar menjadi Khalifah
ia menginstruksikan kepada pendidik agar anak-anak diajarkan berenang,
mengendarai onta, memanah, membaca, menghafal syair-syair yang mudah, dan
peribahasa.
Tuntutan belajar bahasa Arab pun juga sudah mulai
kelihatan. Orang yang baru masuk Islam dari daerah yang ditaklukkan harus
belajar bahasa Arab jika ingin belajar dan memahami pengetahuan Islam.
Materi pendidikan pada tingkat menengah dan
tinggi terdiri dari membaca al-Qur’an dan tafsirnya, hadits dan mengumpulkannya, dan fiqih (tasyri’).[10]
c.
Pendidik
Yang menjadi pendidik pada masa Umar adalah
beliau sendiri serta guru-guru yang beliau angkat. Umar merupakan seorang
pendidik yang sering melakukan penyuluhan pendidikan di kota
Madinah. Beliau juga menerapkan pendidikan di masjid-masjid dan
pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap daerah yang
ditaklukkan.[11]
Berdasarkan hal di
atas, pelaksanaan pendidikan di masa Khalifah Umar bin Khattab lebih maju,
sebab selama Umar memerintah negara berada dalam keadaan stabil dan aman, ini
disebabkan di samping telah diterapkannya masjid sebagai pusat pendidikan, juga
telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam di berbagai kota dengan materi
yang dikembangkan, baik dari ilmu bahasa, menulis, dan pokok ilmu–ilmu lainnya.
Pendidikan dikelola di bawah pengaturan Gubernur yang berkuasa saat itu, serta
diiringi kemajuan di berbagai bidang, seperti jawatan pos, kepolisian,
baitulmal, dan sebagainya. Adapun sumber gaji para pendidik pada waktu itu
diambilkan dari daerah yang ditaklukan dan dari baitulmal.[12]
C.
Sejarah
Sosial Pendidikan Islam Pada Masa Khalifah Usman bin Affan
1.
Sosial Masyarakat
Masa pemerintahan
Utsman yang berlangung kurang lebih 11 tahun, masa yang lumayan lama ini
stabilitas politik mulai memanas, hal ini disebabkan terjadinya fitnah
dikalangan masyarakat. Salah satunya terdapat beberapa wilayah yang hendak
melepaskan diri dari pemerintahan Ustman bin Affan, yang disebabkan dendam lama
sebelum ditaklukkan Islam. Daerah tersebut adalah Khurasan dan
Iskandariah. Selain itu ada dua hal yang menyebabkan rasa kebencian kepada
Khalifah semakin memuncak, yaitu kelemahan Utsman dan sikap Nepotisme. Utsman
memang memiliki perangai yang berbeda dengan Khalifah sebelumnya. Jika umar
dengan ketegasannya menimbulkan wibawa dan disegani oleh masyarakat, berbeda
dengan Utsman yang bersikap lemah lembut. Sedangkan sikap Nepotismenya
diwujudkan dalam bentuk pemerintahan. Pasalnya, pada masa ini banyak
gubernur-gubernur yang dilepas jabatannya, dan digantikan dengan kerabatnya
sendiri. Antara lain Mughirah bin Syu’bah gubernur Kufah digantikan Sa’ad bin
Abi Waqqash, Abu Musa al-‘Asy’ari gubernur Bashrah digantikan Abdullah bin
‘Amir bin Kariz, ‘Amr bin ‘Ash gubernur Mesir digantikan abdullah bin Sa’d bin
Abi Sarah.[13]
Saif bin Umar mengatakan, bahwa sebab terjadinya pemberontakan beberapa kelompok
menentang pemerintah adalah disebabkan seorang yahudi bernama Abdullah bin
Saba’ yang berpura-pura masuk Islam dan pergi kedaerah Mesir untuk menyebarkan
idenya tersebut dibeberapa kalangan masyarakat. Maka mulailah masyarakat
mengingkari kepemimpinan Ustman Bin Affan serta mencelanya.
2.
Pola Pendidikan
Pola pendidikan tidak
jauh berbeda dengan pola pendidikan yang diterapkan pada masa Umar. Hanya saja
pada periode ini, para sahabat yang asalnya dilarang untuk keluar dari kota
Madinah kecuali mendapatkan izin dari Khalifah, mereka diperkenankan
untuk keluar dan mentap di daerah-daerah yang mereka sukai. Dengan kebijakan
ini, maka orang yang menuntut ilmu (para peserta didik) tidak merasa kesulitan
untuk belajar ke Madinah.[14]
Khalifah Utsman bin
Affan sudah merasa cukup dengan pendidikan yang sudah berjalan, namun begitu
ada satu usaha yang cemerlang yang telah terjadi di masa ini yang disumbangkan
untuk umat Islam, dan sangat berpengaruh luar biasa bagi pendidikan Islam,
yaitu untuk mengumpulkan tulisan ayat-ayat al-Qur’an. Penyalinan ini terjadi
karena perselisiahn dalam bacaan al-Qur’an. Berdasarkan hal tersebut, khalifah
Usman memerintahkan kepada tim yang dimpimpin Zaid bin Tsabit, Abdullah bin
Zubair, Zaid bin Ash, dan Abdurrahman bin Harist.[15]
Bila terjadi
pertikaian bacaan, maka harus diambil pedoman kepada dialek suku Quraisy, sebab
al-Qur’an ini diturunkan dengan lisan Quraisy. Zaid bin Tsabit bukan orang
Quraisy, sedangkan ketiganya adalah orang Quraisy.
Tugas mendidik dan
mengajar umat pada masa Utsman bin Affan diserahkan pada umat itu sendiri,
artinya pemerintah tidak mengangkat guru-guru, dengan demikian para pendidik
sendiri melaksanakan tugasnya hanya dengan mengharap keridhaan Allah.
D.
Sejarah
Sosial Pendidikan Islam Pada Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
1.
Sosial Masyarakat
Beberapa hari setelah
pembunuhan Ustman bin Affan, stabilitas keamanan kota madinah menjadi rawan.
Gafqy bin Harb memegang keamanan ibukota Islam itu selama kira-kira lima hari
sampai terpilihnya Khalifah yang baru. Kemudian Ali bin Abi Thalib tampil menggantikan
Ustman bin Affan, dengan menerima baiat dari sejumlah kaum muslimin.[16]
Pada masa
pemerintahan Ali yang hanya sekitar enam tahun itu, terjadi kekacauan
politik dan pemberontakan, salah satunya disebabkan kebijakan Khalifah yang
memecat gubernur-gubernur yang diangkat oleh khalifah sebelumnya (Ustman bin
Affan). Seperti Ibnu Amir Gubernur Bashrah Ustman bin Hanif, Abdullah Gubernur
Mesir diganti Qais bin Sa’ad, tak terkecuali Mu’awiyah bin Abi Sufyan Gubernur
Damaskus, diminta untuk meletakkan jabatannya, namun menolak dan bahkan tidak
mau mengakui kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.
Selain itu, beliau
juga mengeluarkan kebijakan baru dengan menarik hasil tanah yang sebelumnya
telah hadiahkan oleh utsman kepada penduduk. Tidak lama setelah itu, terjadi kesalah-pahaman
diantara Ali bin Abi Thalib dengan Aisyah binti Abu Bakar, Thalhah dan Zubair.
Mereka berselisih mengenai penyelesaian kasus pembunuhan Ustman bin Affan. Hal
ini mengakitbatkan pergolakan politik hingga terjadinya peperangan yang dikenal
dengan peran Jamal yang dimenangi dari kubu Ali bin Abi
Thalib. Selain itu, pada masa ini terjadi perang shiffin.
Yaitu peperangan antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah bin Abi Sufwan,
gubernur Damaskus. Yang berakhir dengan Tahkim sebagai akibat
timbulnya golongan pembenci Ali bin Abi Thalib yang dikenal dengan Khawarij.
2.
Pola Pendidikan
Pada masa Ali bin Abi Thalib tidak terlihat
perkembangan pendidikan yang berarti, karena pada masa ini telah terjadi
kekacauan politik dan pemberontakan, sehingga pada masa ia berkuasa
pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali berkuasa
kegiatan pendidikan islam mendapat hambatan dan gangguan. Pada saat itu Ali
tidak dapat lagi memikirkan masalah pendidikan, sebab keseluruhan perhatiannya
ditumpahkan pada masalah keamanan di dalam pemerintahannya.[17]
Masa enam tahun dengan
situasi pemerintahan yang tidak stabil ini, dapat disimpulkan bahwa pendidikan
pada masa ini mendapat hambatan, dikarenakan Khalifah sendiri tidak
sempat untuk memikirkannya. Dan itu berarti pola pendidikannya tidak jauh
berbeda dengan masa-masa sebelumnya.[18]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan pada masa
khalifah Abu Bakar tidak jauh berbeda dengan pendidikan pada masa Rasulullah.
Pada masa khalifah Umar bin Khattab pendidikan sudah lebih meningkat di mana
pada masa Umar guru-guru sudah diangkat dan digaji untuk mengajar ke
daerah-daerah yang baru ditaklukkan. Pada masa khalifah Usman bin Affan,
pendidikan diserahkan kepada rakyat dan sahabat tidak hanya terfokus di Madinah
saja, tetapi sudah dibolehkan ke daerah-daerah untuk mengajar. Pada masa
khalifah Ali bin Abi Thalib, pendidikan kurang mendapat perhatian, ini
disebabkan pemerintahan Ali selalu dilanda konflik yang berujung kepada
kekacauan.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2009.
Arief, Armai, Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik, Bandung: Angkasa, 2005.
Langgulung, Hasan, Asas-Asas
Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Husna, 1988.
Ramayulis, Sejarah Pendidikan
Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2011.
Sukarno dan Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Islam, Bandung:
Angkasa, 1983.
Soekarno, Sejarah
dan Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Angkasa, 1990.
Syakir, Mahmud, al-Tarikh al-Islamy; al-Khulafau al-Rasyidun Vol.
III, Bairut: al-Maktab al-Islami, 2000.
Syamsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta; Prenada
Media, 2008.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 2008.
Zuhairini, Sejarah Pendidikan
Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
http://itarizki.blogspot.com/2011/04/pendidikan-masa-khulafaur-rasyidin.html
diakses tanggal 04 Mei 2016.
[10]Armai Arief, Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik (Bandung: Angkasa, 2005), h. 65.
[12]http://itarizki.blogspot.com/2011/04/pendidikan-masa-khulafaur-rasyidin.html
diakses tanggal 04 Mei 2016
[13]Mahmud Syakir, al-Tarikh
al-Islamy; al-Khulafau al-Rasyidun Vol. III (Bairut: al-Maktab al-Islami,
2000), h. 233.
[15]Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2009), h. 105.
[16]Samsul Munir Amin, Sejarah
Peradaban Islam, h. 109.
EmoticonEmoticon