Rabu, 07 Januari 2015

MAKALAH “Pendidikan Agama Berwawasan Kerukunan ”

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang bersar dengan keanekaragaman dan kemajemukan agama dan budaya yang dianut, hidup berdampingan ditengah – tengah masyarakat. Pada waktu dahulu bangsa Indonesia pernah mendapat pujian dan sanjungan dari dunia Internasional dan dijadikan model dalam hal kerukunan bagi bangsa-bangsa lain. Hal yang demikian memberikan satu penilaian bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Namun kebanggaan itu, pada akhir-akhir ini seakan sirna dengan munculnya konflik di beberapa bagian wilayah Indonesiadalam bentuk kekerasan dan kerusuhan masa yang dibarengi dengan pengrusakan terhadap rumah – rumah ibadah. Sesungguhnyanya pemicu konflik/kerusuhan tersebut bukan dikarenakan perbedaan agama semata, melainkan lebih disebabkan oleh faktor non agama seperti faktor ekonomi, sosial, politik dan lain sebagainya.[1]
Alasan yang mendasar tentang perlunya pendidikan agama berwawasan kerukunan ini adalah kenyataan yang menunjukkan bahwa pendidikan agama yang berlangsung selama ini belum secara optimal memberikan sumbangan yang positif bagi terciptanya persaudaraan sejati. Oleh karena itu pendidikan agama berwawasan kerukunan diarahkan untuk mengembangkan sikap dan tindakan peserta didik yang dimotivasi oleh semangat kebaikan. Agama bertugas dalam menjaga kehidupan agar menjadi tertib dan teratur. Maka agama berkecimpung dalam peraturan dan hukum, dan ajaran. Agama hanya hidup dan punya arti kalau dalam situasi membumi. Sebab kalau tidak agama hanya merupakan prinsip-prinsip yang mengambang di udara. 
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Arti agama?
2.      Perlukah kita beragama?
3.      Bagaimana pandangan Islam tentang kerukunan antar umat beragama?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Arti Agama
istilah “Agama” mempunyai dua macam pengertian yaitu pengertian secara asal-usul kata (etimologi) dan pengertian secara istilah (terminologi) yaitu:
1.      Agama berasal dari bahasa sansekerta yang diartikan dengan: haluan, peraturan, jalan atau kebaktian kepada Tuhan.
2.      Agama terdiri dari dua kata yaitu: A= tidak, GAMA= kacau balau, tidak teratur. Jadi Agama berarti: tidak kacau balau yang berarti teratur.
Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hidup beragama itu adalah hidup yang teratur, sesuai dengan haluan,  atau jalan yang telah dilimpahkan Tuhan dan dijiwai oleh semangat kebaktian kepada Tuhan. Agama bertugas menjaga kehidupan agar menjadi tertib dan teratur. Maka agama berkecimpung dalam peraturan dan hokum, dan ajaran. Agama hanya hidup dan punya arti kalau dalam situasi membumi. Sebab kalau tidak agama hanya merupakan prinsip-prinsip yang mengambang di udara. Dalam realitas kehidupan terdapat tidak sedikit orang menganut secara formal agama tertentu namun praktek kehidupannya ternyata tidak mencerminkan sikap dan perilaku orang beragama.
Agama sebagai realitas social di dalamnya tidak hanya terkandung ajaran yang bersifat normatif doctrinal melainkan juga terdapat variabel pemeluk, tafsir ajaran, lembaga keagamaan, tempat suci serta bagunan ideologi yang dibangun dan dibela oleh para pemeluknya. Dengan demikian bila terjadi konflik antar agama maka terdapat berbagai variabel yang terlibat, yang satu memperkuat yang lain, meski meskipun ada juga aspek ajaran yang menjadi kekuatan pencegah.[2]
Nilai-nilai kegamaan merupakan landasan bagi sebagian besar system nilai-nilai sosial, maka pelajaran-pelajaran yang paling penting bagi anak-anak adalah pendidikan agama. Nilai berakar lebih dalam dan karenanya lebih stabil dibandingkan dengan sikap individu. Dalam hampir setiap masyarakat nilai-nilai keagamaan sangat diprioritaskan karena nilai-nilai ini memberikan aturan-aturan yang paling luhur mengenai hubungan antar manusia. Kehidupan yang penuh dengan kedamaian secara idealistis berdasarkan pada keserasian pada dua nilai yakni nilai ketentraman dan nilai ketertiban. Nilai ketentraman menunjuk pada keadaan bebas, sedangkan ketertiban berarti disiplin. Manusia tidak mungkin hidup bebas saja atau disiplin belaka. Dalam kehidupan sehari-hari senantiasa harus ada keserasian antara kebebasan dengan keterikatan.
Paham pluralisme yang membangun semangat kerukunan hidup umat beragama sebaiknya dikembangkan. Lembaga yang paling strategis untuk keperluan tersebut adalah sekolah. Langkah ini amat penting karena selama ini pelajaran agama di lembaga-lembaga pendidikan formal terkesan lebih banyak mengarah pada semangat misionaris dan dakwah. Alasan yang mendasar tentang perlunya pendidikan berwawasan kerukunan ini adalah kenyataan yang menunjukkan bahwa pendidikan agama yang berlangsung selama ini belum mampu memberikan kontribusi positif bagi terciptanya persaudaraan sejati. Apalagi Peraturan Pemerintah secara tegas menyatakan bahwa Pendidikan Agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian kerukunan hubungan intern dan antarumat beragama. [3]   
Oleh karena itu sudah selayaknya bila segala daya dan upaya pendidikan agama diarahkan untuk mencapai fungsi tersebut. Dalam konteks Indonesia yang majemuk dari segi suku, agama, budaya, bahasa, dan kepentingan politik perlu memikirkan terbentuknya masyarakat yang terbuka. Karakteristik utama masyarakat yang terbuka adalah yang bersandar pada nilai-nilai yang menghargai perbedaan. Kepada peserta didik harus diajarkan bagaimana cara hidup ditengah pluralisme bangsanya, agar mereka mampu hidup, baik dalam internal kelompoknya maupun dalam eksternal kelompok lain. Mereka selalu bias hidup damai dengan lingkungannya. Kepada peserta didik harus diajarkan tentang bagaimana memaknai perbedaan yang dibingkai dalam Bhinneka Tunggal Ika secara bijaksana dan tepat. Pendidikan agama diarahkan untuk membentuk generasi yang mampu beradaptasi dan hidup dengan berbagai golongan yang berbeda namun tetap tidak terlepas dari akar budaya, agama, dan jati dirinya, serta mampu hidup damai dalam masyarakat yang plural.

B.     Agama dan cinta damai
Agama sebagai pembawa damai sudah semestinya dapat hidup berdamai dengan agama-agama yang berbeda. Oleh karena itu, sebagai seorang yang beragama, tidaklah pantas bicara tentang kedamaian tanpa berusaha untuk hidup damai dengan pemeluk agama lain. Usaha untuk membangun  jembatan komunikasi antaragama harusnya tak mengenal putus asa, walau beribu tantangan berat melintang didepannya. Agama, diibaratkan seperti dua mata pisau. Satu sisi dapat mempererat solidaritas, di sisi lain dapat menumbuhkan konflik sosial. Solidaritas bisa terbangun bila komunitas manusia ada dalam satu payung agama serta konflik mudah terpicu di antara komunitas berlainan agama.[4]
Kehidupan yang penuh dengan kedamaian secara idealistis berdasarkan pada keserasian pada dua nilai yakni, nilai ketentraman dan nilai ketertiban. Nilai ketentraman menunjuk pada keadaan bebas, sedangkan ketertiban berarti disiplin. Manusia tidak mungkin hidup bebas saja atau disiplin belaka. Dalam kehidupan sehari-hari senantiasa harus ada keserasian antara kebebasan dengan keterikatan. Namun dewasa ini  tekanan lebih banyak di berikan kepada ketertiban sehingga yang sangat diprioritaskan adalah disiplin. Penekanan pada nilai ketertiban mengakibatkan bahwa aturan-aturan senantiasa harus diawasi pelaksanaannya. Manusia akan mencari peluang terus untuk sekedar bebas, karena yang demikian itu adalah kodrat manusia. 
Fungsi agama menunjuk kepada pengertian sumbangan yang diberikan agama, atau lembaga sosial keagamaan, untuk menjaga keutuhan masyarakat. Dengan kata lain, adalah pada masalah peranan yang telah dan masih dimainkan oleh agama, dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat. Dari dimensi itu fungsi agama baru dilihat dari fungsi sosial. Padahal agama memiliki dua fungsi. Pertama, fungsi yang tidak disengaja, yang dilaksanakan dalam bentuk tingkah laku keagamaan tertentu. Oleh para sosiolog disebut sebagai fungsi laten (tersembunyi). Sedangkan fungsi yang disengaja, atau tujuan resmi, disebut sebagai fungsi manifest (nyata). Fungsi laten dalam beberapa hal hampir sama dengan fungsi sosial.
Keragaman yang ada kalanya masih dapat dihimpun dalam bingkai perbedaan adalah rahmat tidak jarang perbedaan tersebut menjurus pada konflik antara kelompok yang cenderung membawa laknat. Keragaman tradisi keagamaan selanjutnya menimbulkan keragaman pula dalam hal merespon perkembangan dan tantangan yang dihadapi. Pada gilirannya keragaman tersebut ditambah dengan makin kompleksnya masyarakat modern yang menimbulkan institusi-institusi yang semakin beragam pula, menjadi sebab terjadinya proses perbedaan struktural dalam suatu agama.

C.    Perlunya agama
Manusia tidak dapat dipisahkan dari agama, dan agama tidak boleh dijauhkan dari mereka. Hidup beragama adalah sesuai dengan martabat manusia sebagai makhluk yang tertinggi di bumi ini. Kita harus menginsyafi bahwa manusia mempunyai martabat yang lebih tinggi dari makhluk-makhluk lainnya itu. Manusia telah dikaruniai jasmani dan rohani yang lebih baik. Manusia telah dikaruniai akal di samping hawa nafsu yang dengan akalnya itu ia dapat menciptakan kemajuan-kemajuan dalam hidupnya. Di samping manusia dikaruniai Agama, untuk mengendalikan akal dan hawa nafsunya itu, agar manusia dapat menciptakan kehidupan yang aman dan tenteram, rukun damai, serta adil dan makmur. Agama adalah untuk manusia-manusia yang berakal sehat. Orang-orang yang tidak berakal sehat memang tidak memerlukan agama, dan kalaupun mereka beragama namun agama itu tidak berfaedah bagi mereka. [5]
Hidup beragama adalah sesuai dengan martabat manusia sebagai makhluk yang tertinggi. Makhluk-makhluk lainnya di bumi itu lebih rendah martabatnya,  dan mereka tidak memerlukan agama. Sebab itu, orang-orang yang membenci agama, atau yang ingin menghapuskan agama-agama di muka bumi ini berarti ingin menurunkan manusia itu kepada martabat yang lebih rendah lagi hina, padahal kita sudah dikaruniai martabat yang mulia. Dari sekian jiwa dari jumlah penduduk di dunia ini adalah umat yang beragama. Kalau sekiranya agama itu memang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat bagi kehidupan manusia, niscaya tak akan terdapat jumlah yang begitu besar dari pemeluk-pemeluk agama dan niscaya kita tak akan mewarisi bangunan-bangunan indah yang berupa kuil-kuil, candi-candi, gereja-gereja dan mesjid-mesjid, musholla-musholla yang berjuta-juta jumlahnya, tersebar di seluruh pelosok dunia ini. Dan niscaya juga Negara kita tak akan mengadakan suatu departemen khusus untuk mengurusi kehidupan keagamaan bangsa kita. hidup beragama adalah sesuai dengan fitrah manusia, adalah tuntutan hati nurani mereka. Sebab itu, orang-orang yang mengingkari agama adalah membohongi hati nuraninya sendiri. Sebenarnya tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak mempercayai adanya Tuhan, dan untuk mengingkari agama-Nya, sebagai:
1.            Apabila kita mengakui bahwa roti tidak bisa ada orang yang membuatnya, mengapa kita tak percaya bahwa alam ini termasuk diri kita sendiri, pasti ada pula penciptanya?
2.            Apabila kita suka berterima kasih kepada seseorang yang memberi kita sepotong roti, mengapa kita tidak mau berterima kasih kepada Tuhan yang telah menciptakan semua ala mini, termasuk diri kita sendiri dan keluarga kita, serta harta kekayaan yang ada pada kita?
3.            Apabila kita bersedia menundukkan diri kepada hokum-hukum dan peraturan-peraturan yang dibuat oleh manusia, mengapa kita tidak mau tunduk dan patuh kepada hukum-hukum dan peraturan-peraturan Tuhan Yang Maha Mengetahui kepentingan-kepentingan hamba-Nya, dan Maha Pengasih kepada mereka?
Tak dapat   diragukan bahwa agama telah memegang peranan penting dalam pembentukan watak dan pembinaan bangsa. Orang-orang yang hidup beragama dengan keyakinan yang teguh, niscaya semua ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatannya akan ditujukannya kepada kebaikan, dan ia akan menjauhi segala perkataan dan perbuatan yang tidak baik. Hal ini disebabkan karena: kepercayaan tentang:
a)      Adanya Tuhan Yang Maha Mengetahui segala perbuatan dan gerak-gerik semua makhluknya, baik yang dilakukan secara terang-terangan maupun dengan sembunyi-sembunyi.
b)      Bahwa Tuhan akan memberikan balasan di akhirat kelak atas semua perbuatan hamba-Nya yang dilakukan selagi di dunia ini, baik atau buruk, dan betapapun kecilnya.
c)      Semua perintah-perintah dan larangan-larangan Tuhan itu bukanlah untuk kepentingan Tuhan, melainkan untuk kepentingan manusia sendiri.   
Dengan keyakinan dan kesadaran yang serupa itu ia akan mematuhi peraturan-peraturan dan hokum-hukum agama itu dengan ikhlas dan taat. Dan karena peraturan-peraturan serta hukum-hukum itu semuanya ditujukan kepada kebaikan, maka niscaya orang-orang yang menjalankannya akan mencapai kebaikan-kebaikan itu. Dengan demikian buah dari kebaikan yang telah dilakukannya itu kembali kepada dirinya sendiri dan masyarakatnya. Beragama pada dasarnya merupakan kecenderungan manusia yang sesuai dengan instink dan fitrahnya untuk mengakui adanya kekuatan yang luar biasa di atas alam yang ada ini.[6]
Instink itu lahir karena kekaguman manusia melihat ciptaan yang tidak bertara ini. Oleh karena itu beragama adalah tabiat atau naluri yang pertama. Pada manusia purba instink mengagumi kekuasaan dan keagungan itu dalam bentuk mengakui banyak Tuhan dalam bentuk pengakuannya bahwa tiap-tiap sesuatu ada yang menguasainy; ada penguasa angin, penguasa air, dan ada penguasa setiap gerak pada diri manusia yang memberi manfaat pada dirinya atau menimbulkan kemelaratan dan kerusakan dalam alam ini.
Paham beragama itu berjalan pula dengan perkembangan pikiran manusia. Semakin maju ilmu manusia semakin sedikit Tuhan-Tuhan yang mereka percayai. Demikianlah dari mempercayai banyak Tuhan (polytheisme) berangsur-angsur Tuhan-Tuhan mereka berkurang pula; sehingga akhirnya hanya mengakui adanya satu Tuhan (monotheisme). Pada hakikatnya umat manusia itu di dalam hidupnya selalu diliputi oleh dua hal yang sangat dominan yaitu: harapan dan kecemasan. HARAP: akan kehidupan yang baik, sejahtera, tenteram, aman, kecukupan rezeki serta segala yang menyenangkan dan memuaskan. CEMAS: akan kehidupan yang tidak baik, malapetaka, bencana, kesengsaraan, dan yang serba menakutkan. Di samping itu karena kekaguman manusia atas segala proses yang terjadi di dalam alam ini, pergantian siang dengan malam; timbulnya panas dan dingin, berpasang-pasangannya makhluk, dan berbeda-bedanya bentuk manusia sekalipun berasal dari ibu bapak yang sama.
Dengan adanya gejolak-gejolak hati manusia tersebut, maka manusia berusaha secara lahir dan batin sesuai dengan apa yang diharapkan dan menolak/menghindarkan apa yang ditakutkan. Usaha-usaha tersebut dapat dipengaruhi oleh alam/lingkungan di mana manusia itu bertempat tinggal/hidup. Usaha-usaha lahiriah akan melahirkan kebudayaan, usaha dalam bidang rohani melahirkan timbulnya akan kebutuhan agama/tuntutan hidup. Karena lingkungan hidup berpengaruh, maka timbullah berbagai macam kebudayaan sesuai dengan alam lingkungan tersebut.[7]

D.    Agama dan kerukunan agama
"Rukun" dari Bahasa Arab "ruknun" artinya asas-asas atau dasar, seperti rukun Islam. Rukun dalam arti sifat  adalah baik atau damai. Kerukunan hidup umat beragama artinya hidup dalam suasana damai, tidak bertengkar, walaupun berbeda agama. Kerukunan umat beragama adalah program pemerintah meliputi semua agama, semua warga negara RI. Pada tahun 1967 diadakan musyawarah antar umat beragama, Presiden Soeharto dalam musyawarah tersebut menyatakan antara lain: "Pemerintah tidak akan menghalangi penyebaran suatu agama, dengan syarat penyebaran tersebut ditujukan bagi mereka yang belum beragama di Indonesia. Kepada semua pemuka agama dan masyarakat agar melakukan jiwa toleransi terhadap sesama umat beragama".  Pada tahun 1972 dilaksanakan dialog antar umat beragama. Dialog tersebut adalah suatu forum percakapan antar tokoh-tokoh agama, pemuka masyarakat dan pemerintah. Tujuannya adalah untuk mewujudkan kesadaran bersama dan menjalin hubungan pribadi yang akrab dalam menghadapi masalah masyarakat. Kerukunan umat beragama bertujuan untuk memotivasi dan mendinamisasikan semua umat beragama agar dapat ikut serta dalam pembangunan bangsa. [8]
Kita tahun bahwa semua agama-agama yang ada mengajarkan kepada umatnya untuk tidak membuat kerusuhan dan kekerasan, nilai-nilai persatuan secara universal. Demikian juga apa yang diamanatkan Undang-Undang dasar negara kita di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 199 yang antara lain disebutkan tentang kebijakan pembangunan agama meliputi antara lain ; memamntapkan fungsi, peran dan kedudukan agama sebagai landasan moral, spritual dan etika dalam penyelenggaraan Negara serta mengupayakan agar segala peraturan perundang undangan tidak bertentangan dengan moral agama-agama. Meningkatkan dan memantapkan kerukunan hidup antar umat beraagama sehingga tercipta suasana kehidupan yang harmonis dan saling menghormati dalam semangat kemajemukan melalui dialog antar umat beragama dan pelaksanaan pendidikan agama yang baik dan benar. Banyak tokok-tokoh agama yang menghendaki bahwa untuk mewujudkan terjalinnya kerukunan tersebut diperlukan sikap toleransi, namun bukan hanya sekedar toleransi, tetapi lebih dikembangkan lagi pada tahap apresiasi yang artinya penghargaan dan penghormatan, bahkan mungkin pengakuan terhadap kebenaran dan keselamatan juga ada pada agama yang lain. Kerukunan hidup umat beragama merupakan suatu keadaan yang harmonis atau interaksi harmonis di dalam individu-individu pemeluk agama, dimana tiap-tiap individu penganut agama mau hidup saling hormat menghormati, percaya mempercayai sehingga dalam hubungan interaksi terciptalah suasana yang selaras, tenteram, rukun dan damai. Dasar Dasar Kerukunan dalam ajaran Hindu
Weda adalah kitab suci agama Hindu. Sebagai kitab suci agama Hidu maka ajaran Weda diyakini dan dipedomani oleh umat Hidu sebagai satu satunya sumber bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam hidup dan kehidupan. Diyakini sebagai kitba suci karena sifat isinya dan yang menurunkannya adalah Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) yang Maha Suci. Dari kitab suci Weda, mengalirkan ajaran Weda kepada kitab-kitab Smerti (Manawadarmasastra), Itihasa, Purana, Kitab-kita Agama, Tantra, Darsana dan Tattwa-tattwa yang ada di Indonesia. Weda mengandung ajaran yang memberikan keselamatan di dunia dan setelah meninggalnya nanti. Weda menuntun hidup umat manusia, menuntut hidup manusia dalam bermasyarakat. Dalam kitab Manawadharmasastra disebut. “Weda adalah sumber dari segala Dharma, yakni agama kemudia barulah Smerti, disamping sila (kebiasaan atau tingkahlaku yang baik dari orang yang menghayati dan mengamalkan ajaran Weda) dan kemudian Acara yakni tradisi yang baik dari orang-orang suci atau masyarakat yang diyakini baik serta akhirnya Amatusti, yakni rasa puas diri yang dipertanggung jawabkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa”. Bagaimana memupuk kerukunan hidup umat beragama menurut Hindu ? dalam konsep Hidup, ada beberapa nilai ajaran yang relevan dengan kerukunan hidup beragama yang diantaranya adalah ajaran : Tat Twan asi, Karmaphala dan Ajaran Ahimsa.
Tatawamasi adalah merupakan ajaran sosial tanpa batas, saya adalah kamu dan sebaliknya kamu adalah saya dan segala mahluk adalah sama sehingga menolong orang lain berarti menolong diri sendiri. Kamu dan aku adalah bersaudara, anatara saya dan kamu sesungguhnya adalah bersaudara, hakekat atman yang menjadikan hidup antara saya dan kamu berasal dari satu sumber yaitu Tuhan. Atman yang menghidupkan tubuh mahluk hidup ada;ah merupakan percikan terkecil dari Tuhan, Kita sama-sama mahluk ciptaan Tuhan. [9]
Ajaran Tattwamasi mengajak setiap orang penganut agama untuk turut merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain. Tattwamasi merupakan kata kunci untuk dapat membina agar terjalin hubungan yang serasi atas dasar saling asah, asih dan asuh diantara sesama mahluk hidup.“Orang arif bijaksana melihat semuanya sama, baik kepada Brahmana budiman yang rendah hati, maupun terhadap mahluk hidup lainnya, orang yang hinapapa sekalipun, walaupun perbuatan jahat yang dilakukan orang lain terhadap dirimu, perbuatan orang sadhu hendaknya sebagai balasannnya, janganlah sekali-sekali membalas dengan perbautan jahat, sebab orang yang berhasrat kejahatan itu pada hakekatnya akan mengahncurkan dirinya sendiri”.
Nilai kerukunan juga termuat dalam ajaran Tata Susila Hindu. Tata Susila merupakan ajaran pengendalian diri dalam pergaulan hidup. manusia sebagai mahluk sosial, ia tidak hidup sendian, ia selalu bersama – sama dengan orang lain. Manusia hanya dapat hidup bersama – sama dengan orang lain. Hanya dalam hidup bersama, manusia dapat berkembang dengan wajar. Untuk mewujudkan keselarasan dan kerukunan sebagaimana dimaksud, maka ajaran Tata Susila diapresiasikan dalam bentuk ajaran Tri Kaya Parisuda yang artinya tiga prilaku manusia yang disucikan :

1.      Manachika Parisudha, yaitu berpikir yang baik dan benar.
2.      Wacika Parisudha, yaitu berkata yang baik dan benar.
3.      Kayika Parisudha, yaitu yang berbuat baik dan benar.

Jika ketiga hal diatas dapat dikendalikan dengan baik dan benar, maka dengan sendirinya kerukunan sesama mahluk ciptaan Tuhan itui dapat diwujudkan dalam hidup ditengah – tengah masyarakat yang majemuk. Lebih lanjut, nilai kerukunan dapat dilihatdalam ajaran tentang karma Phala. Keyakinan tentang Karma Phala tertuang dalam Sradha yang kelima dari lima Sradha dalam ajaran hindu. Apa yang diperbuat oleh manusia akan menghasilkan akibat dari perbuatannya. Ada akibat yang baik dan ada akibat yang buruk. Akibat dari perbuatan yang baik memberikan rasa senang dan akibat yang buruk memberikan kesusahan ataupun penderitaan. Oleh karena itu ajaran hindu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu berbuat yang baik. Karma Phala sebagai hukum sebagai akibat dapat dijadikan suatu pedoman dalam menjalin kerukunan.
Ajaran Ahimsa merupakan salah satu bentuk penerapan nilai – nilai kerukunan antar umat beragama dari sisi pandang hindu. Ahimsa berarti tidak membunuh, tidak menyakiti mahluk lain adalah kebajikan yang utama atau dharma yang paling tinggi . ahimsa adalah perjuangan tanpa kekerasan. Jika melanggar hukum alam, maka akibatnya alam akan berbalik melanggar orang yang melangarnya. Prilaku yang bersifat pengrusakan, mengancam, membakar emosi dan semacamnya bertentangan dengan prinsip Ahimsa karma, termasuk didalamnya menyakiti hati orang lain atau atau agama orang lain yang niatnya tidak baik, maupun kata – kata yang kasar, pedas dan mengupat. Bila perbuatan ini terjadi maka terhambatlah usaha untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama. Pengembangan Kerukunan Yang Berwawasan Multikultural.
Weda sebagai kitab suci agama hindu diyakini bersumber dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang diwahyukan melalui pendengaran suci para maba rsi pada zaman dahulu. Weda diyakini oleh umat hindu sebagai “ anadi – ananta “ yakni tidak berawal.atau tidak diketahui kapan diturunkan dan berlaku sepanjang zaman. Agama hindu adalah agama yang mengajarkan ajaran yang universal. [10]Ia memberikan kebebasan kepada penganut – penganutnya untyuk menghayati dan merasakan sari – sari ajarannya. Penganut hindu tidak hanya menghafalkan apa yang diajarkan kitab sucinya tetapi juga menerapkannya dalam aspek kehidupan sehari – hari. Dengan sifatnya yang universal, maka agama hindu bukanlah agama untuk satu golongan atau bangsa saja. Semua ajaran hindu bernafaskan weda., walaupun seringkali dalam bentuknya yang lain. Semangat ajaran weda meresapi seluruh ajaran hindu. Ia laksana sumber air yang mengalir terus melalui sungai – suangi yang panjang, sepanjang abad melalui daeraha – daerah yang sangat luas. Karena panjangnya masa, luasnya daerah yang dilalui, wajahnya dapat berubah namun intisari ajarannya selalu sama. Pesan – pesan yang disampaikan adalah kebenaran abadi yang berlaku kapanpun dan dimanapun berada.
Dalam agama hindu antara agama dan kultur ( budaya ) masyarakat terjalin suatu hubungan yang selaras dan saling mempengaruhi. Karena tidak jarang dalam dpelaksanaan agama terkait dengan pelaksanaan budaya masyarakat setempat. Apabila kita menoleh kembali pada awal masuknya hindu ke Nusantara, maka jelas bagi kita bahwa hindu membawa misi yang damai tanpa merusak budaya masyarakat yang dilaluinya, namun hindu dapat memperkaya nilai - nilai budaya setempat, sehingga ajaran hindu dengan mudah dapat diserap dan dapat berkembang serta mencapai puncak kejayaannya pada kejayaan kerajaan maja pahit di jawa timur. Tumbuh dan berkembangnya budaya suatu daerah dapat dijadikan sebagai warna tersendiri sebagai lapisan paling luar dari agama hindu, namun inti dari keyakinan hindu itu sendiri tetap sama pada setiap daerah. Kalau dilihat dari fakta sejarah, wujud dari budaya agama itu dari zaman ke zaman mengalami perubahan bentuk, namun tetap memiliki konsep yang konsisten artinya prinsip ajaran agama itu tidak berubah yaitu bertujuan menghayati Ida Sang Hyang Widi Wasa itulah yang mengilhami tumbuh dan berkembangnya budaya agama dan ini pula yang melahirkan variasi bentuk budaya agama. Penghayatan kepada tuhan dapat dilakukan dengan mengembangkan nilai – nilai budaya. Dan salah satu pola yang dikembangkan adalah melalui budaya agama. Budaya agama dikembangkan lagi melalui pendalaman sastra – sastra yang ditulis oleh para tokoh –tokoh agama ( Para Maha Rsi, para Rakawi, Bhagawan dll ) yang bersumber dari kitab – kitab weda.[11]
 Budaya agama melahirkan upacara agama. Dengan pelaksanaan budaya agama maka dapat dikembangkan nilai – nilai kerukunan, baik kerukunan intern umat beragama maupun kerukunan antar umat beragama. Dalam kata sambutan Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada pembukaan Pesta Kesenian Di Bali ( PKB 27 ) hari sabtu 17 juni 2005. Presiden mengingatkan para generasi muda untuk tidak merasa rendah diri dalam mewarisi dan mengembangkan nilai – nilai tradisional yang ada dimasyarakat. Lebih lanjut dikatakan “ jangan merasa rendah diri dengan warisan tradisi, meski kita tengah berhadapan dengan aneka perkembangan global belakangan ini “. Kesenian yang bersumber dari tradisi harus terus dapat diperthankan, digali dan dikembangkan ditengah – tengah arus modernisasi dan globalisasi yang terus melanda dunia. Namun presiden juga mengingatkan, dalam upaya mempertahankan nilai – nilai tradisional yang ada hendaknya hal itu tidak menjadi penghalang masyarakat Indonesia untuk berkembang kearah modern dan maju. Masyarakat hendaknya tetap bisa menjadi masyarakat modern dengan berpijak pada warisan tradisi yang tumbuh dan berkembang diseluruh Nusantara. Dengan cara itu kita dapat menunjukkan kepada masyarakat dunia apa yang menjadikan cita – cita sebagai bangsa yang beradab yang menjunjung tinggi dan menghormati nilai – nilai taradisional sebagai warisan dari kemanusiaan sejagat.
Terakhir kami petikkan satu bait sastra hindu yang mengungkapkan bagaimana seorang pemimpin yang benar – benar menjadi suri tauladan ditengah – tengah rakyat dan bangsa. Kakawin ramayana sargah yang artinya :Amat budiman ( utama ) sang raja dasaratha Memahami benar isi weda dan sangat bhakti kepada tuhan .Tak pernah lupa memuja leluhurnya. Sangatlah mencintai ( sayang ) kepada seluruh keluarganya.Dari petikan bait tersebut saja sudah banyak kita dapatkan nilai - nilai hidup yang bermutu tinggi dan bernilai universal. Seorang raja yang demikian sibuk dan besar tanggung jawabnya selalau meningkatkan mutu dirinya dengan mendalami kitab suci, melaksanakan sujud bhakti kepada tuhan dan para leluhur dan tidak kurang pula perhatiannya kepada pembinaan dan pendidikan kepada sekluruh keluarga dan rakyatnya. Demikian jugalah hendaknya yang harus dilakukan oleh seluruh umat manusia, sehingga kerukunan kita harapkan bukan hanya sekedar kerukunan yang semu dan hanya dimulut tetapi lebih diekspresikan didalam hidup dan kehidupan ini. Semoga dengan semakin meningkatnya kegiatan seperti yang kita laksanakan ini, kerukunan semakin dalam dan cita – cita bersama dapat diwujud nyatakan di dalam hidup ini.[12]

E.     Landasan hukum kerukunan
Ada empat landasan hukum kerukunan yaitu:
1.      Landasan Idiil, yaitu Pancasila (sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa).
2.      Landasan Konstitusional, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 29 ayat 1: "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa". Dan Pasal 29 ayat 2: "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu".
3.      Landasan Strategis, yaitu Ketatapan MPR No.IV tahun 1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara. Dalam GBHN dan Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) tahun 2000, dinyatakan bahwa sasaran pembangunan bidang agama adalah terciptanya suasana kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang penuh keimanan dan ketaqwaan, penuh kerukunan yang dinamis antar umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, secara bersama-sama makin memperkuat landasan spiritual., moral dan etika bagi pembangunan nasional, yang tercermin dalam suasana kehidupan yang harmonis, serta dalam kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa selaras dengan penghayatan dan pengamalan Pancasila.
4.      Landasan Operasional
a.       UU No. 1/PNPS/l 965 tentang larangan dan pencegahan penodaan dan penghinaan agama.
b.      Keputusan bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama RI. No.01/Ber/Mdn/1969 tentang pelaksanaan aparat pemerintah yang menjamin ketertiban dan kelancaran pelaksanaan dan pengembangan ibadah pemeluk agama oleh pemeluknya.
c.       SK. Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri RI. No.01/1979 tentang tata cara pelaksanaan pensyiaran agama dan bantuan luar negeri kepada lembaga-lembaga keagamaan swasta di Indonesia.
d.      Surat edaran Menteri Agama RI. No.MA/432.1981 tentang penyelenggaraan peringatan hari besar keagamaan.[13]

F.     Wadah kerukunan kehidupan beragama
Pada awalnya wadah tersebut diberi nama Konsultasi Antar Umat Beragama, kemudian berubah menjadi Musyawarah Antar Umat Beragama. Ada tiga kerukunan umat beragama, yaitu sebagai berikut:
1.      Kerukunan antar umat beragama.
2.      Kerukunan intern umat beragama.
3.      Kerukunan umat beragama dengan pemerintah.
Usaha memelihara kesinambungan pembangunan nasional dilakukan antara lain:
1.      Menumbuhkan kesadaran beragama.
2.      Menumbuhkan kesadaran rasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap Pancasila dan UUD 1945.
3.      Menanamkan kesadaran untuk saling memahami kepentingan agama masing-masing.
4.      Mencapai masyarakat Pancasila yang agamis dan masyarakat beragama Pancasilais.

Usaha tersebut pada prinsipnya:
a.       Tidak mencampuradukan aqidah dengan bukan aqidah.
b.      Pertumbuhan dan kesemarakan tidak menimbulkan perbenturan.
c.       Yang dirukunkan adalah warga negara yang berbeda agama, bukan aqidah dan ajaran agama.
d.      Pemerintah bersikap preventif agar terbina stabilitas dan ketahanan nasional serta terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa. [14]


G.    Pembangunan kehidupan beragama
1.  Agama Sebagai Sumber Nilai Pembangunan
a.       Pembangunan untuk mencapai kebahagiaan hidup.
b.      Kebahagiaan material nisbi, kebahagiaan mutlak dari Allah, yaitu kebahagiaan batiniah dan lahiriah.
c.       Hakikat pembangunan adalah manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia dengan segala totalitasnya, peradabannya, kebudayaannya dan agamanya.
d.      Bila tidak total akan terjadi penyimpangan. Ini bertentangan dengan pembangunan nasional.
e.       Aspirasi sosial harus sejalan dengan keutuhan hidup secara perorangan masyarakat.
f.       Pembangunan untuk membangun manusia dan agama untuk kebahagiaan manusia.
g.      Pembangunan perlu nilai agama, agama memberi bentuk, arti dan kualitas hidup.
h.      Agama memberi motivasi dan tujuan pembangunan.

2.      Agama dan Ketahanan Nasional
a.       Ketahanan nasional berarti menyatukan kekuatan rakyat bersama aparat pemerintah dan alat keagamaan pemerintah.
b.      Agama besar di dunia mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan bangsa dalam wujud tradisi dan adat istiadat, serta corak kebudayaan Indonesia.
c.       Usaha bangsa Indonesia memerdekakan bangsa dan negara tidak terlepas dari pengaruh dan motivasi agama.
d.      Ketahanan nasional adalah dari, oleh dan untuk seluruh bangsa Indonesia yang beragama, maka ketahanan nasional harus terangkat dengan dukungan umat beragama.


H.    Pola pembinaan kerukunan umat beragama
1.      Perlunya Kerukunan Hidup Beragama
a.       Manusia Indonesia satu bangsa, hidup dalam satu negara, satu ideologi Pancasila. Ini sebagai titik tolak pembangunan.
b.      Berbeda suku, adat dan agama saling memperkokoh persatuan.
c.       Kerukunan menjamin stabilitas sosial sebagai syarat mutlak pembangunan.
d.      Kerukunan dapat dikerahkan dan dimanfaatkan untuk kelancaran pembangunan.
e.       Ketidak rukunan menimbulkan bentrok dan perang agama, mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negara.
f.       Kehidupan keagamaan dan kepercayaan makin dikembangkan sehingga terbina hidup rukun di antara sesama umat beragama untuk memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa dalam membangun masyarakat.
g.      Kebebasan beragama merupakan beban dan tanggungjawab untuk memelihara ketentraman masyarakat.
2.      Kerukunan Intern Umat Beragama
a.       Pertentangan di antara pemuka agama yang bersifat pribadi jangan mengakibatkan perpecahan di antara pengikutnya.
b.      Persoalan intern umat beragama dapat diselesaikan dengan semangat kerukunan atau tenggang rasa dan kekeluargaan. [15]
3.      Kerukunan Antar Umat Beragama
a.       Keputusan Menteri Agama No.70 tahun 1978 tentang pensyiaran agama dan pengembangan agama untuk menciptakan kerukunan hidup antar umat beragama.
b.      Pemerintah memberi perintah pedoman dan melindungi kebebasan memeluk agama dan melakukan ibadah menurut agamanya masing-masing.
c.       Keputusan Bersama Mendagri dan Menag No.l tahun 1979 tentang tata cara pelaksanaan pensyiaran agama dan bantuan luar negeri bagi lembaga keagamaan di Indonesia.
4.      Kerukunan Antar Umat Beragama dengan Pemerintah
a.       Semua pihak menyadari kedudukannya masing-masing sebagai komponen orde baru dalam menegakkan kehidupan berbangsa dan bernegara.
b.      Antara pemerintah dengan umat beragama ditemukan apa yang saling diharapkan untuk dilaksanakan.
c.       Pemerintah mengharapkan tiga prioritas, umat beragama, diharapkan partisipasi aktif dan positif dalam:
1)      Pemantapan ideologi Pancasila;
2)      Pemantapan stabilitas dan ketahanan nasional;
3)      Suksesnya pembangunan nasional;
4)      Pelaksanaan tiga kerukunan harus sejalan;
Pembinaan tiga kerukunan tersebut harus sejalan dan menyeluruh sebab hakikat ketiga bentuk itu saling berkaitan. [16]
Tahap-tahap kerukunan:
Musyawarah antar umat beragama → pendekatan bersifat politis.
1)      Pertemuan dan dialog → bersifat ilmiah filosofis menghasilkan (agree in disagreement) = setuju dalam perbedaan.
2)      Pendekatan praktis pragmatis yaitu meningkatkan pelayanan kepada masyarakat agar kehidupan beragama makin semarak, dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan bernegara.
Pada tanggal 30 Juni 1980 di bentuk wadah musyawarah antar umat beragama dalam keputusan Menteri Agama RI. No.35 tahun 1980 yang ditanda tangani wakil-wakil dari:
1.      Majelis Ulama Indonesia (MUI) dari golongan Islam.
2.      Dewan Gereja-gereja Indonesia (DGI) dari golongan Kristen Protestan.
3.      Majelis Agung Wali Gereja Indonesia (MAWI) dari golongan Katolik.
4.      Prasida Hindu Darma Pusat (PHDP) dari golongan Hindu.
5.      Perwalian Umat Budha Indonesia (WALUBI) dari golongan Budha.
6.      Sekretaris Jenderal Departemen Agama.

I.       Langkah-langkah pelaksanaan kerukunan  hidup beragama
1.      Dasar Pemikiran
a.       Landasan falsafat Pancasila dan Pembangunan Bangsa.
b.      Pancasila mengandung dasar yang dapat diterima semua pihak.
c.       Pembangunan tersebut wajib dilaksanakan dan disukseskan.
d.      Kerukunan bukan status quo, tetapi sebagai perkembangan masyarakat yang sedang membangun dengan berbagai tantangan dan persoalan.
e.       Kerukunan menimbulkan sikap mandiri
2.      Pedoman Pensyiaran Agama
a.       Pupuk rasa hormat-menghormati dan percaya-mempercayai.
b.      Hindarkan perbuatan menyinggung perasaan golongan lain.
c.       Pensyiaran jangan pada orang yang sudah beragama, dengan bujukan dan tekanan.
d.      Jangan pengaruhi orang yang telah menganut agama lain dengan: datang ke rumah, janji, hasut dan menjelekkan.
e.       Pensyiaran jangan dengan pamflet, majalah, obat dan buku di daerah atau rumah orang yang beragama lain.
3.      Bantuan Luar Negeri
a.       Bantuan luar negeri hanya untuk pelengkap.
b.      Pemerintah berhak mengatur, membimbing dan mengarahkan agar bermanfaat dan sesuai dengan fungsi dan tujuan bantuan.
4.      Tindak Lanjut
a.       Pemerintah perlu mengatur pensyiaran agama.
b.      Pensyiaran dilandaskan saling harga-menghargai, hormat-menghormati dan penghormatan hak seseorang memeluk agamanya.
c.       Perlu sikap terbuka.
d.      Bantuan luar negeri agar bermanfaat selaras dengan fungsi dan tujuan bantuan.
5.      Peraturan-peraturan tentang Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama
a.       Dakwah. Dakwah melalui radio tidak mengganggu stabilitas nasional, tidak mengganggu pembangunan nasional dan tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.  Keputusan Menteri Agama No.44 tahun 1978 : Dakwah; pengajian, majelis taklim, peringatan hari besar Islam, upacara keagamaan, ceramah agama, drama dan pertunjukkan seni serta usaha pembangunan seperti: madrasah, poliklinik, rumah sakit, rumah jompo dsb.
b.      Aliran Kepercayaan (Surat Menag No.B/5943/78). Diantaranya adalah: Tidak merupakan agama dan tidak mengarah kepada pembentukan agama baru, pembinaannya tidak termasuk DEPAG, penganut kepercayaan tidak kehilangan agamanya, serta tidak ada sumpah, perkawinan, kelahiran dan KTP menurut kepercayaan (Tap MPR No.IV/ MPR/78).
c.       Tenaga asing . Diantaranya adalah: tenaga asing harus memiliki izin bekerja tertulis dari Depnaker, diklat bagi tenaga WNI untuk menggantikan WNA, orang asing dapat melakukan kegiatan keagamaan dengan seizin Menag, Instruksi Menag. No.10 tahun l968, serta Keputusan Menag. No.23 tahun 1997 dan No.49 tahun 1980.
d.      Buku-buku
1)      Jaksa Agung berwenang melarang buku yang dapat mengganggu ketertiban umum.
2)      Barang siapa menyimpan, memiliki, mengumumkan, menyampaikan, menyebarkan, menempelkan, memperdagangkan dan mencetak kembali barang cetakan yang terlarang di hukum dengan hukuman kurungan setinggi-tingginya 1 tahun.
3)      Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama agar:
a)      Mengawasi dan meneliti peredaran mushaf Al-Qur'an dalam masyarakat dan toko, apakah sudah ada tanda tashih dari lajnah/panitia pentashih apa belum.
b)      Segera melaporkan kepada Balitbang Depag bila terdapat mushaf yang belum ada tanda tashih.
e.       Pembangunan tempat ibadah.
1)      Pembangunan tempat ibadah perlu izin Kepala Daerah.
2)      Kepala Daerah mengizinkan pendirian sarana ibadah setelah mempertimbangkan: pendapat Kanwil Depag setempat, planologi, dan kondisi keadaan setempat.
3)      Surat permohonan ditujukan kepada Gubernur, dilampiri: keterangan tertulis dari lurah setempat, jumlah umat yang akan menggunakan dan domisili, surat keterangan status tanah oleh kantor agraria, peta situasi dari Sudin Tata Kota, rencana gambar, dan daftar susunan pengurus/panitia.
4)      Kepala Daerah membimbing dan mengawasi, agar penyebaran agama: tidak menimbulkan perpecahan, tidak disertai intimidasi, bujukan, paksaan dan ancaman, serta tidak melanggar hukum, keamanan dan ketertiban umum.

J.      Pokok-pokok  ajaran islam tentang  kerukunan hidup beragama
Kerukunan hidup umat beragama di Indonesia adalah program pemerintah sesuai dengan GBHN tahun 1999 dan Propenas 2000 tentang sasaran pembangunan bidang agama. Kerukunan hidup di Indonesia tidak termasuk aqidah atau keimanan menurut ajaran agama yang dianut oleh warga negara Indonesia, yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Budha. Setiap umat beragama di beri kesempatan melakukan ibadah sesuai dengan keimanan dan kepercayaan masing-masing. [17]
1.      Pengertian Kerukunan Menurut Islam
Kerukunan dalam Islam diberi istilah "tasamuh " atau toleransi. Sehingga yang di maksud dengan toleransi ialah kerukunan sosial kemasyarakatan, bukan dalam bidang aqidah Islamiyah (keimanan), karena aqidah telah digariskan secara jelas dan tegas di dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits. Dalam bidang aqidah atau keimanan seorang muslim hendaknya meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya agama dan keyakinan yang dianutnya sesuai dengan firman Allah S WT. dalam Surat Al-Kafirun (109) ayat 1-6 sebagai berikut:
ö@è% $pkšr'¯»tƒ šcrãÏÿ»x6ø9$# ÇÊÈ   Iw ßç6ôãr& $tB tbrßç7÷ès? ÇËÈ   Iwur óOçFRr& tbrßÎ7»tã !$tB ßç7ôãr& ÇÌÈ   Iwur O$tRr& ÓÎ/%tæ $¨B ÷Lnt6tã ÇÍÈ   Iwur óOçFRr& tbrßÎ7»tã !$tB ßç6ôãr& ÇÎÈ   ö/ä3s9 ö/ä3ãYƒÏŠ uÍ<ur ÈûïÏŠ ÇÏÈ

1.      Katakanlah: "Hai orang-orang kafir,
2.      Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3.      Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
4.      Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5.      Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
6.      Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."

Sikap sinkritisme dalam agama yang menganggap bahwa semua agama adalah benar tidak sesuai dan tidak relevan dengan keimanan seseorang muslim dan tidak relevan dengan pemikiran yang logis, meskipun dalam pergaulan sosial dan kemasyarakatan Islam sangat menekankan prinsip toleransi atau kerukunan antar umat beragama. Apabila terjadi perbedaan pendapat antara anggota masyarakat (muslim) tidak perlu menimbulkan perpecahan umat, tetapi hendaklah kembali kepada Al-Qur'an dan Al-Hadits.
Dalam sejarah kehidupan Rasulullah SAW., kerukunan sosial kemasyarakatan telah ditampakkan pada masyarakat Madinah. Pada saat itu rasul dan kaum muslim hidup berdampingan dengan masyarakat Madinah yang berbeda agama (Yahudi danNasrani). Konflik yang terjadi kemudian disebabkan adanya penghianatan dari orang bukan Islam (Yahudi) yang melakukan bekerja sama untuk menghancurkan umat Islam.[18]
2.      Pandangan Islam Terhadap Pemeluk Agama lain
a.       Darul Harbi (daerah yang wajib diperangi)
Islam merupakan agama rahmatan lil-'alamin yang memberikan makna bahwa perilaku Islam (penganut dan pemerintah Islam) terhadap non muslim, dituntut untuk kasih sayang dengan memberikan hak dan kewajibannya yang sama seperti halnya penganut muslim sendiri dan tidak saling mengganggu dalam masalah kepercayaan. Islam membagi daerah (wilayah) berdasarkan agamanya atas Darul Muslim dan Darul Harbi. Darul Muslim adalah suatu wilayah yang didiami oleh masyarakat muslim dan diberlakukan hukum Islam. Darul Harbi adalah suatu wilayah yang penduduknya memusuhi Islam. Penduduk Darul Harbi selalu mengganggu penduduk Darul Muslim, menghalangi dakwah Islam, melakukan penyerangan terhadap Darul Muslim. Terhadap penduduk Darul Harbi yang demikian bagi umat Islam berkewajiban melakukan jihad (berperang) melawannya, seperti difirmankan dalam Al-Qur'an Surat Al-Mumtahanah (60) ayat 9 yang artinya:
$yJ¯RÎ) ãNä39pk÷]tƒ ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNä.qè=tG»s% Îû ÈûïÏd9$# Oà2qã_t÷zr&ur `ÏiB öNä.̍»tƒÏŠ (#rãyg»sßur #n?tã öNä3Å_#t÷zÎ) br& öNèdöq©9uqs? 4 `tBur öNçl°;uqtFtƒ šÍ´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqßJÎ=»©à9$# ÇÒÈ  
Artinya:
“Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.”[19]

Di dalam sejarah dinyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW. sebagai pendiri negara Islam Madinah dalam memahami apakah negeri itu termasuk Darul Islam, Darul Harbi atau Daruz Zimmy. Nabi SAW. berkirim surat kepada:
1)      Hercules Maharaja Rumawy, yang diantar oleh perutusan di bawah pimpinan Dakhiyah bin Khalifah Al-Kalby Al-Khazrajy.
2)      Kaisar Persia, yang dibawa perutusan di bawah pimpinan Abdullah bin Huzaifah as-Sahmy.
3)      Negus, Maharaja Habsyah, yang diantar oleh perutusan di bawah pimpinan Umar bin Umaiyah Al-Diamary.
4)      Muqauqis, Gubernur Jenderal Rumawy untuk Mesir, yang dibawa oleh perutusan di bawah pimpinan Khatib bin Abi Balta'ah Al-Lakny.
5)      Hamzah bin Ali Al-Hanafy, Amir Negeri Yamamah, yang diantar perutusan di bawah pimpinan Sulaith bin Amr Al-Amiry.
6)      Al-Haris bin Abi Syuruz, Amir Ghasan, dibawa oleh Syuja bin Wahab
7)      Al-Munzir bin Saury, Amir Al-Bakhrain, yang dibawa oleh perutusan di bawah pimpinan Al-Ala bin Al-Khadlany.
8)      Dua putera Al-Jalandy, Jifar dan Ibad, yang dibawa oleh Amr bin Ash.

Sekalipun surat-surat Nabi SAW. ini tidak di terima dengan baik, namun dengan surat Nabi SAW dapat diketahui mana Daruz Zimmy (yaitu daerah kekuasaan yang penguasa dan masyarakatnya tidak beragama Islam, namun tidak membenci, menghalangi dan menyerang Islam). Daruz Zimmy tidak boleh diperangi dan Islam mengharuskan untuk menghormatinya. Sebaliknya Darul Harbi, yaitu suatu wilayah kekuasaan yang mereka menyerang Islam, menghalangi dakwah Islam dan membenci serta menyerang Darul Muslim, maka penguasa yang demikian mesti diserang dan diperangi dengan jihad oleh penguasa Darul Muslim.
Dalam suatu perintah Islam, tidaklah akan memaksa masyarakat untuk memeluk Islam dan Islam hanya disampaikan melalui dakwah (seruan) yang merupakan kewajiban bagi setiap muslim berdasarkan pemikiran wahyu yang menyatakan bahwa: "Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam". Kufur Zimmy ialah individu atau kelompok masyarakat bukan Islam, akan tetapi mereka tidak membenci Islam, tidak membuat kekacauan atau kerusakan, tidak menghalangi dakwah Islam. Mereka ini dinamakan kufur zimmy yang harus dihormati oleh pemerintah Islam dan diperlakukan adil seperti umat Islam dalam pemerintahan serta berhak diangkat sebagai tentara dalam melindungi daerah Darul Muslim dan yang demikian adalah meneladani pemerintahan Islam "Negara Madinah". Adapun agama keyakinan individu atau kelompok kufur zimmy adalah diserahkan mereka sendiri dan umat Islam tidak diperbolehkan mengganggu keyakinan mereka. Adapun pemikiran Al-Qur'an dalam masalah kufur zimmy, seperti dalam Al-Qur'an Qs. Al-Mumtahanah (60) : 8 :
 žw â/ä38yg÷Ytƒ ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNs9 öNä.qè=ÏG»s)ムÎû ÈûïÏd9$# óOs9ur /ä.qã_̍øƒä `ÏiB öNä.̍»tƒÏŠ br& óOèdrŽy9s? (#þqäÜÅ¡ø)è?ur öNÍköŽs9Î) 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÏÜÅ¡ø)ßJø9$# ÇÑÈ  
Artinya:
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.”

Kufur Musta'man ialah pemeluk agama lain yang meminta perlindungan keselamatan dan keamanan terhadap diri dan hartanya. Kepada mereka Pemerintah Islam tidak memberlakukan hak dan hukum negara. Diri dan harta kaum musta'man harus dilindungi dari segala kerusakan dan kebinasaan serta bahaya lainnya, selama mereka berada di bawah lindungan perintah Islam.[20] Kufur Mu'ahadah ialah negara bukan negara Islam yang membuat perjanjian damai dengan pemerintah Islam, baik disertai dengan perjanjian tolong-menolong dan bela-membela atau tidak.
Kerukunan intern umat Islam di Indonesia harus berdasarkan atas semangat ukhuwah Islamiyyah (persaudaraan sesama muslim) yang tinggal di Negara Republik Indonesia, sesuai dengan firman-Nya dalam Qs. Al-Hujurat (49) :10.
$yJ¯RÎ) tbqãZÏB÷sßJø9$# ×ouq÷zÎ) (#qßsÎ=ô¹r'sù tû÷üt/ ö/ä3÷ƒuqyzr& 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ÷/ä3ª=yès9 tbqçHxqöè? ÇÊÉÈ  
Artinya:
“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”
Kesatuan dan persatuan intern umat Islam diikat oleh kesamaan aqidah (keimanan), akhlak dan sikap beragamanya didasarkan atas Al-Qur'an dan Al-Hadits. Adanya perbedaan pendapat di antara umat Islam adalah rahmat asalkan perbedaan pendapat itu tidak membawa kepada perpecahan dan permusuhan (perang). Adalah suatu yang wajar perbedaan pendapat disebabkan oleh masalah politik, seperti peristiwa terjadinya golongan Ahlu Sunnah dan golongan Syi'ah setelah terpilihnya Khalifah Ali bin Abi Thalib, juga munculnya partai-partai Islam yang semuanya menjadikan Islam sebagai asas politiknya.
Kerukunan Antar Umat Beragama Menurut Islam
Kerukunan umat Islam dengan penganut agama lainnya di Indonesia didasarkan atas falsafah Pancasila dan UUD1945. Hal-hal yang terlarang adanya toleransi adalah adanya dalam masalah aqidah dan ibadah, seperti pelaksanaan sosial, puasa dan haji, tidak dibenarkan adanya toleransi, sesuai dengan firman-Nya dalam Qs. Al-Kafirun (109) : 6 :
ö/ä3s9 ö/ä3ãYƒÏŠ uÍ<ur ÈûïÏŠ ÇÏÈ  
Artinya: “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."[21]

K.    KERUKUNAN BERAGAMA DI INDONESIA
Kondisi keberagamaan rakyat Indonesia sejak pasca krisis tahun 1997 sangat memprihatinkan. Konflik bernuansa agama terjadi di beberapa daerah seperti Ambon dan Poso. Konflik tersebut sangat mungkin terjadi karena kondisi rakyat Indonesia yang multi etnis, multi agama dan multi budaya. Belum lagi kondisi masyarakat Indonesia yang mudah terprovokasi oleh pihak ketiga yang merusak watak bangsa Indonesia yang suka damai dan rukun. Sementara itu krisis ekonomi dan politik terus melanda bangsa Indonesia, sehingga sebagian rakyat Indonesia sudah sangat tertekan baik dari segi ekonomi, politik maupun beragama. Terakhir peristiwa dihancurkannya gedung World Trade Centre pada tanggal 11 September 2001 dan bom Bali pada tanggal 12 Oktober 2002 yang menewaskan 180 orang, yang berdampak diidentikkannya umat Islam dengan teroris dan dituduhnya Indonesia sebagai sarang teroris.
Dalam menghadapi konflik seperti di atas dan sesuai prinsip-prinsip kerukunan hidup beragama di Indonesia, kebijakan umum yang harus dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1.       Kebebasan beragama tidak membenarkan menjadikan orang lain yang telah menganut agama tertentu menjadi sasaran propaganda agama yang lain.
2.       Menggunakan bujukan berupa memberi uang, pakaian, makanan dan lainnya supaya orang lain pindah agama adalah tidak dibenarkan.
3.       Penyebaran pamflet, majalah, buletin dan buku-buku dari rumah ke rumah umat beragama lain adalah terlarang.
4.       Pendirian rumah ibadah harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan umat dan dihindarkan timbulnya keresahan penganut agama lain kerena mendirikan rumah ibadah di daerah pemukiman yang tidak ada penganut agama tersebut.
5.       Dalam masalah perkawinan, terlarang perkawinan antara umat Islam dengan penganut agama lain, seperti diatur dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974.
6.       Sasaran pembangunan bidang agama adalah terciptanya suasana kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang penuh keimanan dan ketaqwaan, kerukunan yang dinamis antar dan antara umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa secara bersama-sama makin memperkuat landasan spiritual, moral dan etika bagi pembangunan nasional. Sebagai warga negara Indonesia, umat Islam Indonesia harus berpartisipasi secara langsung dalam pembangunan negara Indonesia, bersama pemeluk agama lain.[22] Islam tidak membenarkan umat Islam bersikap eksklusif dalam tugas dan kewajiban bersama sebagai anggota warga negara Indonesia.
Beragama yang inklusif-pluralis berarti dapat menerima pendapat dan pemahaman agama lain memiliki basis ketuhanan dan kemanusiaan. Keberagamaan yang multikultural berarti menerima adanya keragaman ekspresi budaya yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan dan keindahan. Keberagaman yang humanis berarti mengakui pentingnya nilai-nilai kemanusiaan,  seperti menghormati hak asasi orang lain, peduli terhadap orang lain, berusaha membangun perdamaian dan kedamaian bagi seluruh umat manusia. Keberagaman yang multikultural berarti peduli terhadap adanya keragaman ekspresi budaya yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan dan keindahan. Kepedulian terhadap keberagaman sangat layak ditanamkan kepada segenap warga negara, karena Negara Republik Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan agama mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai warga Indonesia, saling menghormati, menghargai, dan bekerjasama dalam usia urusan duniawiyah.
Keberagaman yang berada di Indonesia sangat dipengaruhi oleh letak geografis yang sangat luas dengan ribuan pulau yang membentang dari sabang sampai merauke dan keberagaman ini dijadikan sebagai lambing Negara Republik Indonesia “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu tujuan. Keutamaan sikap peduli terhadap orang lain yang berbeda suku dan agama bukan berarti harus mengikuti adat-istiadat atau keyakinan serta agama mereka, tetapi dijadikan suatu kekayaan kebudayaan Indonesia yang harus di hormati karena Negara menjamin kemerdekaan bagi setiap individu untuk melaksanakan ajaran dan keyakinan mereka, dengan kata lain dengan jabara dari UUD 45, pasal 29 ayat 2, yaitu : Meyakini dan percaya kepada Tuhan yang Maha Esa menurut agama dan kepercayaannya masing-masing, membina adanya sikap saling menghargai dan sikap saling menghargai dan menghormati antar pemeluk agama, tidak saling menghina, melecehkan, mengejek penganut agama lain apalagi menyakiti atau menyiksa dengan cara-cara yang keji da tidak berperikemanusiaan.[23]
Pengakuan tentang keberadaan Sang Pencipta bukan hanya ada dalam konstitusiIndonesia tetapi pruduk hukum yang mengatur tentang kehidupan berbangsa danbernegara pun tak lupa mencantumkan kebesaran Illahi. Hal ini bisa kita jumpai kalimat “Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa” pada berbagai produk hukumyang mengakui bahwa Tuhanlah yang berada di balik rencana manusia. Disini saya cenderung berbicara masalah kehidupan beragama yang menjadibagian yang tak terpisahkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengapa demikian? Karena salah satu keunikan yang dimiliki bangsa ini adalah kehidupanberagama yang toleran, saling menghormati satu sama lain dan bisa hidupberdampingan dengan beda keyakinan. Oleh karena itu, tak heran jika dalamkunjungannya ke Indonesia 9-10 November 2010 lalu, Presiden Amerika SerikatBarack Husein Obama memuji Indonesia setinggi “langit” dengan mengatakan bahwa Indonesia adalah salah satu Negara yang memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia tetapi mampu berdampingan dengan pemeluk agama lain dan kondisi ini hanya terjadi di Indonesia sehinga menjadi kebanggaan tersendiri bagirakyat dan bangsa Indonesia. Pujian dan sanjungan seolah hanya sebagai “pemanis bibir” semata darimereka yang senantiasa memiliki maksud ibaratnya “ada udang di balik batu” mengingat hingga saat ini, Indonesia masih menyimpan persoalan terkait dengan kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi  ini. Sebagai contohnya adalah banyak kasus bernuansa SARA yang belum diselesaikan seperti penyerangan Jemaat HKGB di Bekasi beberapa waktu lalu. Terkait dengan permasalahan ini,akan dibahas lebih lanjut kenapa sehingga jati diri sebagai bangsa yang toleran semakin menepis seiring dengan kemajuan peradaban umat manusia di muka bumi.[24]
Rumusan Kebijakan Kehidupan Beragama di Indonesia Saat ini, Indonesia memiliki 6 agama yang diakui oleh Negara yaitu Islam,Kristen Protestan, Kristen Katholik, Hindu, Budha dan Khonghucu. Agama Khonghucu sendiri baru diakui oleh Negara pada rezim pemerintahan Megawati Soekarno Puteri. Untuk menjamin terselenggaranya kehidupan beragama di Indonesia, maka perlu ada kebijakan yang mengatur tentang kerukunan umat beragama. Kebijakan ini sangat penting mengingat dalam Negara yang majemuk seperti ini, terlebih sistem demokrasi yang menjamin kebebasan orang dalam berpendapat, berkarya dan memiliki kepercayaan berdasarkan keyakinannya terkadang menimbulkan konflik di tengah masyarakat. Kasus terakhir yang membuat para petinggi republik ini “kebakaran jenggot” adalah kasus penyerangan jemaat HKGB di Bekasi. Sebelumnya kasus serupa menimpa jamah Ahmadiyah yang lain adalah sekelompok umat islam yang berbeda aliran dengan umat Islam pada umumnya. Kondisi ini mengindikasikan bahwa peran Negara begitu lemah dalam mengatur hubungan kerukunan umat beragama. Oleh sebab itu, perlu adanya ketegasan sikap dalam bentuk kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatur kerukunan umat beragama di Indonesia.Ada dua kebijakan besar yang diambil pemerintah dalam membangun dan memelihara kerukunan umat beragama di Indonesia yaitu:1) Pemerintah berupaya memberdayakan masyarakat pada umumnya dan kelompok-kelompok agama serta pemuka agama pada khususnya untuk menyelesaikan sendiri masalah-masalah kerukunan umat beragama, seperti pendirian wadah-wadah musyawarah antar umat beragama di tingkat provinsi,kabupaten/kota, dan kecamatan.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Daerah dan instansi pemerintah lainnya memfasilitasi dan memberi dukungan terhadap berbagai dialog antar umat beragama, pendidikan agama berwawasan kerukunan, dan pengembangan wawasan multikultural di kalangan pemuka agama. Dialog pengembangan wawasan multkultural antara pemuka agama pusat dan daerah misalnya, dalam beberapa tahun terakhir telah dilaksanakan di berbagai provinsi dengan difasilitasi pemerintah. Melalui kegiatan dialog ini telah terungkap sejumlah kearifan lokal yang berperan dalam membina kehidupan yang harmonis diantara warga masyarakat yang memeluk aneka ragam agama. Sebagai contoh, diSumatera Utara terdapat adat dalihan na tolu. Di Bali ada konsep menyama braya  (rasa persaudaraan). Di Jambi dan Pekanbaru dijumpai budaya dan adat Melayu yang sarat dengan petuah-petuah bijak yang menjunjung persatuan bangsa. Begitu juga di Jawa Timur ada konsep siro yo ingsung, ingsung yo siro , yang merupakan perwujudan kongkrit egalitarianisme dan sikap persaudaraan. Di Kalimantan Tengah terdapat Rumah Betang , yaitu rumah panjang yang dihuni berbagai anggota keluarga yang mungkin juga berbeda agama, yang dilandasi cinta, kasih sayang,persaudaraan dan kerukunan; begitu juga konsep handep/habaring hurung yangmenjunjung nilai-nilai gotong royong dan kebersamaan. Di Sulawesi Selatanterdapat kearifan setempat suku Bugis yaitu konsep sipakalebbi dan sipakatu yang berarti saling menghormati dan mengingatkan. Di Maluku Utara, konsep Mari Moi Ngone Foturu yang artinya bersatu, maka kita kuat memayungi semangat keberagaman masyarakat yang memiliki latar belakang agama, budaya, adat istiadat, dan bahasa yang berbeda. [25]
Demikian beberapa contoh kearifan lokal atau (local wisdoms) di sejumlah daerah, baik kearifan yang telah lama mentradisi menjadi bagian budaya daerah setempat maupun kearifan baru yang disepakati bersama. Selain itu, kegiatan-kegiatan dialog ini berhasil mengidentifikasi sejumlah halyang disebut-sebut potensi kerukunan dan ketidarukunan umat beragama pada setiap daerah. Dengan demikian, kegiatan dialog ini memberi sejumlah masukan untuk dikembangkan ataupun dihindari dalam rangka memantapkan kerukunan umat beragama di daerah itu.[26]
 Pemerintah memberikan rambu-rambu dalam pengelolaan kerukunan beragama itu, baik yang dilakukan oleh umat sendiri maupun pemerintah. Rambu-rambu itu berupa peraturan perundangan yang mengatur lalu lintas kehidupan warga Negara yang mungkin memiliki kepentingan berbeda karena kebetulan menganut agama berbeda.
Di antara peraturan perundang-undangan yang telah dimiliki untuk membina kerukunan umat beragama adalah sebagai berikut: Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Bab X A Hak AsasiManusia (HAM):Pasal 28 E ayat 1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,memilih pendidikan dan pengajaran memilih kewarganegaraan memilih tempat tinggal di wilayah Negara dan meninggalkannya serta berhak kembali; ayat 2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. Pasal 28 J ayat 1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Ayat 2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntunan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, dan keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. UUD Tahun 1945 yang berbunyi: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan keperaturan” . Undang-Undang Nomor 1 PNPS/1965 tanggal 27 Januari 1965 tentangPencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, beserta Penjelasanny . UU No. 5 Tahun 1969. Undang-Undang ini telah berhasil menjaga kerukunan umat beragama dan mengurangi atau bahkan mencegah pernyataan penistaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME) dan pernyataan kebencian antarumat beragama di depan publik. Undang-Undang tonomi Khusus bagi Provinsi Papua, khusus Pasal 53-55 yang mengatur tentang pemberian bantuan kepada organisasi keagamaan di Papua. Keputusan Menteri Agama Nomor 70 Tahun 1978, tanggal 1 Agustus 1978 tentang Pedoman Penyiaran Agama di Indonesia. Keputusan Menteri  Nomor  70 Tahun 1978, tanggal 15 Agustus 1978 tentang Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia. Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1979, tanggal 2 Januari 1979 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia ;. Instruksi Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1978 tanggal 11 April 1978 Kebijaksanaan Mengenai Aliran-Aliran Kepercayaan ; Instruksi Menteri Agama Nomor 14 Tahun 1979 tanggal 31 Agustus 1978 tentang Tindak Lanjut Istruksi Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1978, tanggal 11 April1978 tentang Kebijaksanaan Mengenai Aliran-Aliran Kepercayaan. Instruksi Menteri Agama Nomor 8 Tahun 1979, tanggal 27 September 1979 tentang Pembinaan Bimbingan, dan Pengawasan terhadap Organisasi dan Aliran dalam Islam yang  Bertentangan dengan Ajaran Islam. Surat Edaran Menteri Agama Nomor MA/432/1981 tanggal 2 September 1981. Tentang Penyelenggaraan Hari-Hari Besar Keagamaan12 Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 Bab 31 yang 6 menetapkan arah dan kebijakan dan program-program pokok pembangunan dibidang agama.
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 tentang Visi dan Misi Departemen AgamaSeperti diketahui, sekitar akhir tahun 2004 atau awal 2005 mencuat kembali pendapat-pendapat dalam masyarakat yang menganjurkan untuk mencabut atau mempertahankan SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-Pemeluknya.
Merespon perkembangan tersebut, maka Departemen Agama melalui BadanLitbang dan Diklat Keagamaan telah melakukan kajian terhadap SKB tersebut padatanggal 31 Maret 2005, kajian tersebut telah selesai. Diantara hasil kajian tersebutadalah sebagai berikut:1. Bahwa masalah pendirian rumah ibadah memang dapat menjadi penyebab terganggunya hubungan antar umat beragama, karenanya perlu diaturkembali. Tanpa pengaturan justru dapat mengarah kepada suasana anarkis atau bahkan chaos .2. Bahwa dalam SKB Nomor 1/1969 tersebut terdapat kalimat-kalimat yangmultitafsir.3. Bahwa gahubungan antar umat beragama akibat persoalan pendiri danrumah ibadah biasanya terjadi karena kurangnya komunikasi antara pihak-pihak yang hendak mendirikan rumah ibadah dan umat beragama di sekitarlokasi pendirian rumah ibadah4. Bahwa adanya SKB tersebut ternyata tidak menghalangi berdirinya rumah-rumah ibadah baru. Setelah mengkaji data statistik yang ada denganmembandingkan keadaan tahun 1977 dan 2004, jumlah rumah ibadah bagisemua kelompok agama ternyata meningkat pesat, yaitu :rumah ibadah. Peningkatan kehidupan Beragama 3.di Indonesi. [27]
Kehidupan Beragama mProgram ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan kemudahan bagiumat beragama dalam melaksanakan ajaran agama, mendorong dan meningkatkanpartisipasi masyarakat dalam kegiatan pelayanan kehidupan beragama. Sasaranyang ingin dicapai adalah tertatanya sistem kelembagaan dan manajemenpelayanan serta terpenuhinya sarana dan prasarana keagamaan guna memberikemudahan bagi umat beragama dalam menjalankan ibadah. Kegiatan pokok yangdilaksanakaan antara lain meliputi:1. Memberikan bantuan untuk rehabilitasi tempat ibadah dan pengembangun perpustakaan tempat peribadatan;2. Meningkatkan pelayanan nikah melalui peningkatan kemampuan dan jangkauan petugas pencatat nikah serta pembanguna dan rehabilitasi balai bnikah dan penasehat perkawinan (KUA);3. Memberikan bantuan sertifikasi tanah wakaf, tanah gereja, pelaba pura danwihara serta hibah;4. Meningkatkan fungsi dan peran tempat ibadah sebagai pusat pembelajardan pemberdayaan masyarakat melalui bantuan untuk pengembanganperpustakaan;5. Meningkatkan mutu pembinaan pelayanan, perlindungan jamaah, efisiensi,transparansi, dan partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalampenyelenggara ibadah haji;6. Meningkatkan pelayanan pembinaan keluarga sakinah/sukinah/hitasukiyah/bahagia;7. Meningkatkan pembinaan jaminan produk halal dan pelatihan bagi pelaku usaha, auditor,serta meningkatkan kerja sama sektor terkait di bidang produkhalal;8. Meningkatkan pelayanan dan pengelolaan zakat dan wakaf serta ibadahsosial lainnya;9. Memberikan bantuan kitab suci dan lektur keagamaan;
 
8
10. Meningkatkan sarana dan kualitas tenaga teknis hisab rukyat;11. Melanjutkan pengembangan sistem infromasi keagamaan;12. Meningkatkan kualitas pelayanan keagamaan.3.2. Program Peningkatan Pemahaman, Penghayatan, Pengamalan, danPengembangan Nilai-Nilai KeagamaanProgram ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman, penghayatan,pengamalan dan pengembangan nilai-nilai ajaran agama bagi setiap individu,keluarga,masyarakat,dan penyelenggara negara. Sasaran yang ingin dicapai adalahmeningkatnya pemahaman penghayatan dan pengamalan agama,sertapengembangan nilai-nilai keagamaan.Kegiatanp okoky angd ilaksanakaann taral ainm eliputi:1. Melakukan penyuluhan dan bimbingan keagamaan bagi masyarakat danaparatur Negara melalui bantuan operasional untuk penyuluh agama;2. Menyediakan sarana dan prasarana penerangan dan bimbingan  7“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memelukagamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dankepercayaannya
.
 keagamaan;3. Melaksanakan pelatihan bagi penyuluh pembimbing, mubalig/dai danorientasi bagi pemuka agama;4. Mengembangkan materi, metodologi, manajemen penyuluhan dan bimbingankeagamaan;5. Memberikan bantuan paket dakwah untuk daerah tertinggal, bencana alam,pasca konflik;6. Memberikan bantuan penyelenggaraan musabaqah tilawatil qur'an (MTQ),Pesparawi Utsawa, Dharma Gita, Festival Seni Baca Kitab Suci AgamaBudha dan kegiatan sejenis lainnya; dan7. Membentuk jaringan dan kerjasama lintas sektor serta masyarakat untukmemberantas pornografi, pornoaksi, praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme(KKN), perjudian, penyalahgunaan narkoba, prostitusi dan berbagai jenispraktek asusila lainnya.3.3. Program Peningkatan Pendidikan Agama dan KeagamaanProgram ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemahaman,penghayatan dan pengamalan ajaran agama bagi peserta didik pada semua jenis, jalur dan jenjang pendidikan guna meningkatkan keimanan, ketakwaan, akhlakmulia, dan budi pekerti luhur yang terwujud dalam perilaku keseharian serta
 
9
mempersiapkan peserta didik menjadi ahli ilmu agama. Sasaran yang ingin dicapaiadalah terbinanyai ndividu-individu yang mampu memahami, menghayati, danmengamalkan ajaran-ajaran agama sehingga tercipta masyarakat beragama yangbaik, serta terbinanya calon-calon ahli ilmu agama yang kompeten.Kegiatan pokok yang dilaksanakaann taral ainm eliputi:1. Menata-ulang kurikulum dan materi pendidikan agama agar berwawasan multikultural, pengembangan konsep etika sosial berbasis nilai-nilai agama,metodologi pengajaran dan sistem evaluasi;2. Melanjutkan penataran tenaga kependidikan dan penyetaraan D -II dan D-IIIbagi guru agama;3. Melanjutkan pengembangan wawasan dan pendalaman materi bagi pendidik kdan tenaga kependidikan agama dan keagamaan melalui berbagai lokakarya,workshop, seminar, studi banding dan orientasi;4. Memenuhi kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan agama; pe5. Melaksanakan perkemahan pelajar/mahasiswa, lomba karya ilmiah agama,dan pementasan seni keagamaan;6. Membina dan mengembangkan bakat kepemimpinan keagamaan bagipeserta didik, santri, mahasiswa, dan guru/dosen agama;7. Menyelenggarakan pesantren kilat, pesantren kilat dbabaja/samanera/samaneril;8. Memberikan bantuan sarana/ peralatan, buku pelajaran agama, buku bacaanbernuansa agama lainnya pada sekolah umum, perguruan tinggi umum danlembaga pendidikan keagamaan;9. Melaksanakan pendidi pascasarjana (S -2 dan S-3) bagi pendidik dan tenaga kependidikan dan10. Melakukan kerjasama internasional program pendidikan agama dankeagamaan.3.4. Program Peningkatan Kerukunan Umat BeragamaProgram ini bertujuan untuk memantapkan dasar-dasar kerukunan intern dan antarumat beragama, dilandasi nilai-nilai luhur agama untuk mencapai keharmonisansosial menuju persatuan dan kesatuan nasional, Sasaran yang ingin dicapai adalahmeningkatnya suasana kehidupan keagamaan yang kondusif bagi pembinaankerukunan intern dan antar umat beragama.
 
10
Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi:1. Melakukan internalisasi ajaran agama di kalangan umat beragama;2. Membangun terciptanya hubungan antar umat beragama, majelis agamadengan pemerintah melalui forum dialog dan temu ilmiah;3. Mewujudkan sekretariat bersama antar umat beragama di seluruh provinsi; ko4. Melakukan silaturahmi/safari kerukunan umat beragama baik nasionalmaupun ditingkat daerah/regionaI;5. Membentuk Forum Komunikasi Kerukunan Antar Umat Beragama di tingkat propinsi, kabupaten/kota dan kecamatan;6. Melanjutkan pembentukan jaringan komunikasi kerukunan antar umat sberagama dan meningkatkan peran jaringan kerjasama antar umatberagama;7. Melakukan rekosialiasi tokoh-tokoh agama di daerah pasca konflik; 8. Menyediakan data kerukunan umat beragama;9. Pembinaan umat beragama di daerah pasca konflik;10. Sosialisasi wawasan multikultural bagi umat beragama; 11. Pengembangan wawasan multicultural bagi guru-guru agama; 12. Meningkatkan potensi kerukunan hidup umat beragama melalui pemanfaatan budaya setempat dan partisipasi masyarakat;13. Mendorong tumbuh kembangnya wadah-wadah kerukunan sebagai penggerak pembangunan;14. Melakukan silaturahmi antara pemuda agama, cendekiawan agama, tokoh agama;15. Menyelenggarakan lomba kegiatan keagamaan bernuansa kerukunan daerah potensi konflik; dan16. Meningkatkan kualitas tenaga penyuluh kerukunan umat beragama.


3.5. Program Pengembangan Lembaga-Lembaga sosial Keagamaan dan Lembaga Pendidikan KeagamaanProgram ini bertujuan untuk memberdayakan dan meningkatkan kapasitas,kualitas, serta peran lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikankeagamaan dalam menunjang perubahan sosial masyarakat, mengurangi dampaknegative ekstrimisme masyarakat, serta memberikan pelayanan pendidikan dan
 
11
pengembangan sumber daya manusia terutama bagi masyarakat pedesaan danekonomil emah.Sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatnya peranan lembaga-lembagasosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan dalam pembangunannasional dan memperkuat nilai-nilai keagamaan dalam rangka menghadapiperubahans osial. Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi:1. Memberdayakalne mbaga-lembaga social keagamaan seperti kelompok jemaah keagamaan, majelis taklim, organisasi keagamaan, Baitul Mal wat-Tamwil (BMT),2. Badan Amil Zakat, dan petugas wakaf; ku3. Memberikan bantuan untuk penyelenggaraan berbagai kegiatan lembagasosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan;4. Memberikan subsidi dan imbal-swadaya pembangunan dan rehabilitasisarana serta prasarana kepada lembaga sosial keagamaan dan lembagapendidikan keagamaan;5. Memberikan
block-grant 
dalam pengembangan manajemen lembaga sosialkeagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan;6. Melakukan kunjungan belajar antar lembaga sosial keagamaan dan lembagapendidikan keagamaan;7. Melanjutkan upaya pengkajian, penelitian dan pengembangan dalam rangka kpeningkatan mutu pembinaan lembaga-lembaga social keagamaan danlembaga pendidikan keagamaan;8. Membangun jaringan kerja sama dan sistem informasi tembaga sosialkeagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan;9. Meningkatkan kualitas tenaga pengelola lembaga-lembaga sosial keagamaandan lembaga pendidikan keagamaan.3.6. Program Penelitian dan Pengembangan AgamaProgram ini bertujuan untuk menyediakan data dan informasi bagipengembangan kebijakan pembangunan agama, penyediaan data dan informasibagi masyarakat akademik dan umum dalam rangka mendukung tercapainyaprogram-program pembangunan agama. Sasaran yang ingin dicapai adalahtersedianya data dan informasi keagamaan yang diperlukan dalam rangkamendukung pencapaian program pembangunan bidang agama.
 
12
Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi:1. Melakukan kajian dan pengembangan dalam rangka peningkatan mutupembinaan dan partisipasi masyarakat untuk mendukung pelayanankehidupan beragama, peningkatan pemahaman, penghayatan, pengamalandan pengembangan nilai-nilai keagamaan, peningkatan mutu dan relevansipendidikan agama dan keagamaan, peningkatan kerukunan dan harmonisasikehidupan beragama, peningkatan mutu pembinaan lembaga socialkeagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan, dan pemberdayaan sertapemanfaatan lektur keagamaan;2. Melakukan kajia dan pengembangan dalam rangka peningkatan kualitas danperluasan sarana kediklatan;3. Melakukan tinjauan bagi antisipasi dampak negatif modernisasi, globalisasi, dan Perubahan sosial yang semakin cepat dan kompleks;4. Melakukan sosialisasi hasil-hasil penelitian dan pengembangan melaluikegiatan workshop, seminar, penerbitan;5. Menyelenglomba-lomba penulisan/karya ilmiah, buku cerita, sketsa dan komik keagamaan;6. Meningkatkan kemampuan akademik tenaga struktural maupun fungsionalantara lain melalui bedah buku.
4. Penutup
4.1. Kesimpulan

Berbagai upaya telah dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintahuntuk mewujudkan suasana kehidupan yang harmonis, toleran, saling menghargaikeberagaman dan perbedaan. Namun sampai saat ini wujud harapan tersebut belumsepenuhnya dapat direalisasikan. Konflik sosial masih acapkali terjadi di beberapawilayah di tanah air dalam beberapa tahun terakhir. Dari hasil evaluasi ini beberapahal yang dapat ditarik menjadi kesimpulan antara lain adalah bahwa berbagai upayayang dilaksanakan selama ini belum dapat dikoordinasi secara baik. Intervensidalam bentuk kebijakan dan kegiatan yang dilakukan masih bersifat sektoral belumterintegrasi, Di samping itu, pemerintah sering terlambat dalam penyelesaianmasalah sehingga konflik tersebut sudah menjadi luas baik dalam dimensi cakupanluas wilayah dan bentuk serta sifat dari konflik itu sendiri. Sehingga memerlukanwaktu, biaya, dan tenaga yang lebih besar.
 
13
4.2. Saran/RekomendasiSebagai rekomendasi kedepan dalam rangka meningkatkan efisiensi danefektifitas peningkatan kerukunan umat beragama. [28]Sejalan dengan doktrin Islam tentang kerukunan hidup beragama, maka perlu mengembangkan mata pelajaran PAI berwawasan kerukunan hidup umat beragama, karena pendidikan agama Islam harus beradaptasi dengan lingkungan masyarakat dan berorientasi ke depan. Karena memang praktek pendidikan harus sesuai dengan perkembangan masyarakat, teori-teori pendidikan dan giliran berikutnya teori-teori pendidikan harus bersumber dari suatu pandangan hidup masyarakat yang bersangkutan. PAI berwawasan kerukunan beragama memiliki 3 orientasi, yaitu : (1) orientasi diri melalui pemahaman para siswa; (2) orientasi sekolah melalui muatan kurikulum, silabi, dan materi ajar; serta (3) orientasi sosial, yaitu suasana lingkungan dimana para siswa dapat mengalami secara langsung kehdiupan beragama yang beragam. Disertasi ini menawarkan format materi kurikulum PAI Berwawasan Kerukunan Hidup Beragama untuk SMUN. [29]



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Istilah “Agama” mempunyai dua macam pengertian yaitu pengertian secara asal-usul kata (etimologi) dan pengertian secara istilah (terminologi) yaitu:
1.      Agama berasal dari bahasa sansekerta yang diartikan dengan: haluan, peraturan, jalan atau kebaktian kepada Tuhan.
2.      Agama terdiri dari dua kata yaitu: A= tidak, GAMA= kacau balau, tidak teratur. Jadi Agama berarti: tidak kacau balau yang berarti teratur.
Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hidup beragama itu adalah hidup yang teratur, sesuai dengan haluan,  atau jalan yang telah dilimpahkan Tuhan dan dijiwai oleh semangat kebaktian kepada Tuhan. Agama bertugas menjaga kehidupan agar menjadi tertib dan teratur. Maka agama berkecimpung dalam peraturan dan hokum, dan ajaran. Agama hanya hidup dan punya arti kalau dalam situasi membumi. Sebab kalau tidak agama hanya merupakan prinsip-prinsip yang mengambang di udara. Dalam realitas kehidupan terdapat tidak sedikit orang menganut secara formal agama tertentu namun praktek kehidupannya ternyata tidak mencerminkan sikap dan perilaku orang beragama.
Agama sebagai realitas social di dalamnya tidak hanya terkandung ajaran yang bersifat normatif doctrinal melainkan juga terdapat variabel pemeluk, tafsir ajaran, lembaga keagamaan, tempat suci serta bagunan ideologi yang dibangun dan dibela oleh para pemeluknya. Dengan demikian bila terjadi konflik antar agama maka terdapat berbagai variabel yang terlibat, yang satu memperkuat yang lain, meski meskipun ada juga aspek ajaran yang menjadi kekuatan pencegah.




B.     Saran
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan untuk itu kritik dan saran dari para pembaca sekalian sangat diharapkan demi untuk perbaikkan makalah ini kedepannya.



DAFTAR PUSTAKA

Abd Rohim Ghazali, Puasa untuk Semua, Kompas 12-9-2007.
         Ahmadi Abu, Perbandingan Agama, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991.
Ali  Mukti , Ilmu Perbandingan Agama, Yogyakarta: Al-Falah, 1965.
Assyaukanie Lutfhi, Pendidikan Agama Melalui Pelajaran Agama, Kompas, 2003.
Amir Wardan, Perbandingan Agama, Semarang: CV Putra Toha, 1976.
Barnadib  Imam, Pendidikan Perbandingan, Yogyakarta: Andi Offset, 1987.
Blekker, Pertemuan Agama-Agama Dunia, Bandung: 1964.
         Haldani Achmad, Al-Qur”an & Terjemahannya  Edisi Ilmu Pengetahuan, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2009.
Hamka, Pelajaran Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1961.
Komaruddin Hidayat, Konflik Antar Agama, Kompas. Selasa, 18 Januari 2000.
Murhanudin, Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam Berwawasan Kerukunan, Jakarta: Puslitbang Penda, 2007.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, No:55 Tahun 2007, Tentang Pendidikan agama dan Pendidikan Keagamaan, Bab II, Pasal 2, ayat 1.
 Rivai  Moh., Perbandingan Agama, Jakarta: Jayamurni, 1964.
Sulan, Bahan Ajar Pendidikan Agama Hindu  Berwawasan Kerukunan, Jakarta: Puslitbang Penda,
Soemanto, Perubahan Sosial & Pendidikan Agama, Jakarta: Suara Karya, 1989.
Syarif Mufti, Perbandingan Agama-Agama, Jakarta, 1970.
UUD 1945 Bab X Pasal 28 : 1.
Www.kerukunan antar agama.com, Sabtu 30 Juli 2012. 19.30.




       [1]Lutfhi Assyaukanie, Pendidikan Agama Melalui Pelajaran Agama, (Kompas, 2003)
       [2]Komaruddin Hidayat, Konflik Antar Agama, Kompas. Selasa, 18 Januari 2000.
       [3]Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, No:55 Tahun 2007, Tentang Pendidikan agama dan Pendidikan Keagamaan, Bab II, Pasal 2, ayat 1. 
       [4]Abd Rohim Ghazali, Puasa untuk Semua, Kompas 12-9-2007.
       [5]Abu Ahmadi, Perbandingan Agama, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991) h. 5.
       [6] Abu Ahmadi, Perbandingan Agama, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991) h.7.
       [7] Abu Ahmadi, Perbandingan Agama, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991) h.8.
       [8]Www.kerukunan antar agama.com, Sabtu 30 Juli 2012. 19.30.
         [9]Imam Barnadib, Pendidikan Perbandingan, (Yogyakarta: Andi Offset, 1987) h. 28.
       [10]Imam Barnadib, Pendidikan Perbandingan, (Yogyakarta: Andi Offset, 1987) h. 29.
       [11]Sulan, Bahan Ajar Pendidikan Agama Hindu  Berwawasan Kerukunan, (Jakarta: Puslitbang Penda, 2007) h.4.
       [12]Sulan, Bahan Ajar Pendidikan Agama Hindu  Berwawasan Kerukunan, (Jakarta: Puslitbang Penda, 2007) h.5.
       [13]Moh. Rivai, Perbandingan Agama, (Jakarta: Jayamurni, 1964)
       [14]Www.kerukunan antar agama.com, Sabtu 30 Juli 2012. 19.30.
       [15]Amir Wardan, Perbandingan Agama, (Semarang: CV Putra Toha, 1976)
       [16]Abu Ahmadi, Sejarah Agama, (Solo: Ramadhani, 1989)
       [17]Murhanudin, Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam Berwawasan Kerukunan, (Jakarta: Puslitbang Penda, 2007) h. 14.
       [18]Murhanudin, Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam Berwawasan Kerukunan, (Jakarta: Puslitbang Penda, 2007) h. 16.

       [19]Achmad Haldani, Al-Qur”an & Terjemahannya  Edisi Ilmu Pengetahuan, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2009) h.550.
       [20]Hamka, Pelajaran Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1961)
       [21] Achmad Haldani, Al-Qur”an & Terjemahannya  Edisi Ilmu Pengetahuan, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2009) h.604.
       [22]Soemanto, Perubahan Sosial & Pendidikan Agama, (Jakarta: Suara Karya, 1989)
       [23]Mufti Syarif, Perbandingan Agama-Agama, (Jakarta, 1970)
       [24]Mufti Syarif, Perbandingan Agama-Agama, (Jakarta, 1970)
       [25]Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama, (Yogyakarta: Al-Falah, 1965).
       [26]UUD 1945 Bab X Pasal 28 : 1.
       [27]Blekker, Pertemuan Agama-Agama Dunia, (Bandung: 1964)
       [28]Blekker, Pertemuan Agama-Agama Dunia, (Bandung: 1964)
       [29]Wardan Amir, Perbandingan Agama, (Semarang: CV. Toha Putra,1976) 

1 komentar so far


EmoticonEmoticon