BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang bersar dengan
keanekaragaman dan kemajemukan agama dan budaya yang dianut, hidup berdampingan
ditengah – tengah masyarakat. Pada waktu dahulu bangsa Indonesia pernah mendapat
pujian dan sanjungan dari dunia Internasional dan dijadikan model dalam hal
kerukunan bagi bangsa-bangsa lain. Hal yang demikian memberikan satu penilaian
bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Namun kebanggaan itu, pada
akhir-akhir ini seakan sirna dengan munculnya konflik di beberapa bagian
wilayah Indonesiadalam bentuk kekerasan dan kerusuhan masa yang dibarengi
dengan pengrusakan terhadap rumah – rumah ibadah. Sesungguhnyanya pemicu
konflik/kerusuhan tersebut bukan dikarenakan perbedaan agama semata, melainkan
lebih disebabkan oleh faktor non agama seperti faktor ekonomi, sosial, politik
dan lain sebagainya.[1]
Alasan yang mendasar tentang perlunya pendidikan agama
berwawasan kerukunan ini adalah kenyataan yang menunjukkan bahwa pendidikan
agama yang berlangsung selama ini belum secara optimal memberikan sumbangan
yang positif bagi terciptanya persaudaraan sejati. Oleh karena itu pendidikan
agama berwawasan kerukunan diarahkan untuk mengembangkan sikap dan tindakan
peserta didik yang dimotivasi oleh semangat kebaikan. Agama bertugas dalam
menjaga kehidupan agar menjadi tertib dan teratur. Maka agama berkecimpung
dalam peraturan dan hukum, dan ajaran. Agama hanya hidup dan punya arti kalau
dalam situasi membumi. Sebab kalau tidak agama hanya merupakan prinsip-prinsip
yang mengambang di udara.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
Arti agama?
2. Perlukah
kita beragama?
3. Bagaimana
pandangan Islam tentang kerukunan antar umat beragama?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Arti
Agama
istilah “Agama”
mempunyai dua macam pengertian yaitu pengertian secara asal-usul kata
(etimologi) dan pengertian secara istilah (terminologi) yaitu:
1. Agama
berasal dari bahasa sansekerta yang diartikan dengan: haluan, peraturan, jalan
atau kebaktian kepada Tuhan.
2.
Agama terdiri dari dua kata yaitu: A=
tidak, GAMA= kacau balau, tidak teratur. Jadi Agama berarti: tidak kacau balau
yang berarti teratur.
Dari kedua
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hidup beragama itu adalah hidup
yang teratur, sesuai dengan haluan, atau
jalan yang telah dilimpahkan Tuhan dan dijiwai oleh semangat kebaktian kepada
Tuhan. Agama bertugas menjaga kehidupan agar menjadi tertib dan teratur. Maka
agama berkecimpung dalam peraturan dan hokum, dan ajaran. Agama hanya hidup dan
punya arti kalau dalam situasi membumi. Sebab kalau tidak agama hanya merupakan
prinsip-prinsip yang mengambang di udara. Dalam realitas kehidupan terdapat
tidak sedikit orang menganut secara formal agama tertentu namun praktek
kehidupannya ternyata tidak mencerminkan sikap dan perilaku orang beragama.
Agama sebagai
realitas social di dalamnya tidak hanya terkandung ajaran yang bersifat
normatif doctrinal melainkan juga terdapat variabel pemeluk, tafsir ajaran,
lembaga keagamaan, tempat suci serta bagunan ideologi yang dibangun dan dibela
oleh para pemeluknya. Dengan demikian bila terjadi konflik antar agama maka
terdapat berbagai variabel yang terlibat, yang satu memperkuat yang lain, meski
meskipun ada juga aspek ajaran yang menjadi kekuatan pencegah.[2]
Nilai-nilai
kegamaan merupakan landasan bagi sebagian besar system nilai-nilai sosial, maka
pelajaran-pelajaran yang paling penting bagi anak-anak adalah pendidikan agama.
Nilai berakar lebih dalam dan karenanya lebih stabil dibandingkan dengan sikap
individu. Dalam hampir setiap masyarakat nilai-nilai keagamaan sangat
diprioritaskan karena nilai-nilai ini memberikan aturan-aturan yang paling
luhur mengenai hubungan antar manusia. Kehidupan yang penuh dengan kedamaian
secara idealistis berdasarkan pada keserasian pada dua nilai yakni nilai
ketentraman dan nilai ketertiban. Nilai ketentraman menunjuk pada keadaan
bebas, sedangkan ketertiban berarti disiplin. Manusia tidak mungkin hidup bebas
saja atau disiplin belaka. Dalam kehidupan sehari-hari senantiasa harus ada
keserasian antara kebebasan dengan keterikatan.
Paham pluralisme
yang membangun semangat kerukunan hidup umat beragama sebaiknya dikembangkan.
Lembaga yang paling strategis untuk keperluan tersebut adalah sekolah. Langkah
ini amat penting karena selama ini pelajaran agama di lembaga-lembaga
pendidikan formal terkesan lebih banyak mengarah pada semangat misionaris dan
dakwah. Alasan yang mendasar tentang perlunya pendidikan berwawasan kerukunan
ini adalah kenyataan yang menunjukkan bahwa pendidikan agama yang berlangsung
selama ini belum mampu memberikan kontribusi positif bagi terciptanya
persaudaraan sejati. Apalagi Peraturan Pemerintah secara tegas menyatakan bahwa
Pendidikan Agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga
kedamaian kerukunan hubungan intern dan antarumat beragama. [3]
Oleh karena itu
sudah selayaknya bila segala daya dan upaya pendidikan agama diarahkan untuk
mencapai fungsi tersebut. Dalam konteks Indonesia yang majemuk dari segi suku,
agama, budaya, bahasa, dan kepentingan politik perlu memikirkan terbentuknya
masyarakat yang terbuka. Karakteristik utama masyarakat yang terbuka adalah
yang bersandar pada nilai-nilai yang menghargai perbedaan. Kepada peserta didik
harus diajarkan bagaimana cara hidup ditengah pluralisme bangsanya, agar mereka
mampu hidup, baik dalam internal kelompoknya maupun dalam eksternal kelompok
lain. Mereka selalu bias hidup damai dengan lingkungannya. Kepada peserta didik
harus diajarkan tentang bagaimana memaknai perbedaan yang dibingkai dalam Bhinneka Tunggal Ika secara bijaksana
dan tepat. Pendidikan agama diarahkan untuk membentuk generasi yang mampu
beradaptasi dan hidup dengan berbagai golongan yang berbeda namun tetap tidak
terlepas dari akar budaya, agama, dan jati dirinya, serta mampu hidup damai
dalam masyarakat yang plural.
B.
Agama
dan cinta damai
Agama sebagai
pembawa damai sudah semestinya dapat hidup berdamai dengan agama-agama yang
berbeda. Oleh karena itu, sebagai seorang yang beragama, tidaklah pantas bicara
tentang kedamaian tanpa berusaha untuk hidup damai dengan pemeluk agama lain.
Usaha untuk membangun jembatan
komunikasi antaragama harusnya tak mengenal putus asa, walau beribu tantangan
berat melintang didepannya. Agama, diibaratkan seperti dua mata pisau. Satu
sisi dapat mempererat solidaritas, di sisi lain dapat menumbuhkan konflik
sosial. Solidaritas bisa terbangun bila komunitas manusia ada dalam satu payung
agama serta konflik mudah terpicu di antara komunitas berlainan agama.[4]
Kehidupan yang
penuh dengan kedamaian secara idealistis berdasarkan pada keserasian pada dua
nilai yakni, nilai ketentraman dan nilai ketertiban. Nilai ketentraman menunjuk
pada keadaan bebas, sedangkan ketertiban berarti disiplin. Manusia tidak
mungkin hidup bebas saja atau disiplin belaka. Dalam kehidupan sehari-hari
senantiasa harus ada keserasian antara kebebasan dengan keterikatan. Namun
dewasa ini tekanan lebih banyak di berikan
kepada ketertiban sehingga yang sangat diprioritaskan adalah disiplin.
Penekanan pada nilai ketertiban mengakibatkan bahwa aturan-aturan senantiasa
harus diawasi pelaksanaannya. Manusia akan mencari peluang terus untuk sekedar
bebas, karena yang demikian itu adalah kodrat manusia.
Fungsi agama
menunjuk kepada pengertian sumbangan yang diberikan agama, atau lembaga sosial
keagamaan, untuk menjaga keutuhan masyarakat. Dengan kata lain, adalah pada
masalah peranan yang telah dan masih dimainkan oleh agama, dalam rangka
mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat. Dari dimensi itu fungsi agama
baru dilihat dari fungsi sosial. Padahal agama memiliki dua fungsi. Pertama,
fungsi yang tidak disengaja, yang dilaksanakan dalam bentuk tingkah laku
keagamaan tertentu. Oleh para sosiolog disebut sebagai fungsi laten
(tersembunyi). Sedangkan fungsi yang disengaja, atau tujuan resmi, disebut
sebagai fungsi manifest (nyata). Fungsi laten dalam beberapa hal hampir sama
dengan fungsi sosial.
Keragaman yang
ada kalanya masih dapat dihimpun dalam bingkai perbedaan adalah rahmat tidak
jarang perbedaan tersebut menjurus pada konflik antara kelompok yang cenderung
membawa laknat. Keragaman tradisi keagamaan selanjutnya menimbulkan keragaman
pula dalam hal merespon perkembangan dan tantangan yang dihadapi. Pada gilirannya
keragaman tersebut ditambah dengan makin kompleksnya masyarakat modern yang
menimbulkan institusi-institusi yang semakin beragam pula, menjadi sebab
terjadinya proses perbedaan struktural dalam suatu agama.
C.
Perlunya
agama
Manusia tidak
dapat dipisahkan dari agama, dan agama tidak boleh dijauhkan dari mereka. Hidup
beragama adalah sesuai dengan martabat manusia sebagai makhluk yang tertinggi
di bumi ini. Kita harus menginsyafi bahwa manusia mempunyai martabat yang lebih
tinggi dari makhluk-makhluk lainnya itu. Manusia telah dikaruniai jasmani dan
rohani yang lebih baik. Manusia telah dikaruniai akal di samping hawa nafsu
yang dengan akalnya itu ia dapat menciptakan kemajuan-kemajuan dalam hidupnya. Di
samping manusia dikaruniai Agama, untuk mengendalikan akal dan hawa nafsunya
itu, agar manusia dapat menciptakan kehidupan yang aman dan tenteram, rukun
damai, serta adil dan makmur. Agama adalah untuk manusia-manusia yang berakal
sehat. Orang-orang yang tidak berakal sehat memang tidak memerlukan agama, dan
kalaupun mereka beragama namun agama itu tidak berfaedah bagi mereka. [5]
Hidup beragama
adalah sesuai dengan martabat manusia sebagai makhluk yang tertinggi.
Makhluk-makhluk lainnya di bumi itu lebih rendah martabatnya, dan mereka tidak memerlukan agama. Sebab itu,
orang-orang yang membenci agama, atau yang ingin menghapuskan agama-agama di
muka bumi ini berarti ingin menurunkan manusia itu kepada martabat yang lebih
rendah lagi hina, padahal kita sudah dikaruniai martabat yang mulia. Dari
sekian jiwa dari jumlah penduduk di dunia ini adalah umat yang beragama. Kalau
sekiranya agama itu memang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat bagi kehidupan
manusia, niscaya tak akan terdapat jumlah yang begitu besar dari
pemeluk-pemeluk agama dan niscaya kita tak akan mewarisi bangunan-bangunan
indah yang berupa kuil-kuil, candi-candi, gereja-gereja dan mesjid-mesjid, musholla-musholla
yang berjuta-juta jumlahnya, tersebar di seluruh pelosok dunia ini. Dan niscaya
juga Negara kita tak akan mengadakan suatu departemen khusus untuk mengurusi
kehidupan keagamaan bangsa kita. hidup beragama adalah sesuai dengan fitrah manusia,
adalah tuntutan hati nurani mereka. Sebab itu, orang-orang yang mengingkari
agama adalah membohongi hati nuraninya sendiri. Sebenarnya tidak ada alasan
bagi manusia untuk tidak mempercayai adanya Tuhan, dan untuk mengingkari
agama-Nya, sebagai:
1.
Apabila kita mengakui bahwa roti tidak
bisa ada orang yang membuatnya, mengapa kita tak percaya bahwa alam ini
termasuk diri kita sendiri, pasti ada pula penciptanya?
2.
Apabila kita suka berterima kasih kepada
seseorang yang memberi kita sepotong roti, mengapa kita tidak mau berterima
kasih kepada Tuhan yang telah menciptakan semua ala mini, termasuk diri kita
sendiri dan keluarga kita, serta harta kekayaan yang ada pada kita?
3.
Apabila kita bersedia menundukkan diri
kepada hokum-hukum dan peraturan-peraturan yang dibuat oleh manusia, mengapa
kita tidak mau tunduk dan patuh kepada hukum-hukum dan peraturan-peraturan
Tuhan Yang Maha Mengetahui kepentingan-kepentingan hamba-Nya, dan Maha Pengasih
kepada mereka?
Tak dapat diragukan bahwa agama telah memegang peranan
penting dalam pembentukan watak dan pembinaan bangsa. Orang-orang yang hidup
beragama dengan keyakinan yang teguh, niscaya semua ucapan-ucapan dan
perbuatan-perbuatannya akan ditujukannya kepada kebaikan, dan ia akan menjauhi
segala perkataan dan perbuatan yang tidak baik. Hal ini disebabkan karena:
kepercayaan tentang:
a) Adanya
Tuhan Yang Maha Mengetahui segala perbuatan dan gerak-gerik semua makhluknya,
baik yang dilakukan secara terang-terangan maupun dengan sembunyi-sembunyi.
b) Bahwa
Tuhan akan memberikan balasan di akhirat kelak atas semua perbuatan hamba-Nya
yang dilakukan selagi di dunia ini, baik atau buruk, dan betapapun kecilnya.
c) Semua
perintah-perintah dan larangan-larangan Tuhan itu bukanlah untuk kepentingan
Tuhan, melainkan untuk kepentingan manusia sendiri.
Dengan keyakinan
dan kesadaran yang serupa itu ia akan mematuhi peraturan-peraturan dan
hokum-hukum agama itu dengan ikhlas dan taat. Dan karena peraturan-peraturan
serta hukum-hukum itu semuanya ditujukan kepada kebaikan, maka niscaya
orang-orang yang menjalankannya akan mencapai kebaikan-kebaikan itu. Dengan
demikian buah dari kebaikan yang telah dilakukannya itu kembali kepada dirinya
sendiri dan masyarakatnya. Beragama pada dasarnya merupakan kecenderungan
manusia yang sesuai dengan instink dan fitrahnya untuk mengakui adanya kekuatan
yang luar biasa di atas alam yang ada ini.[6]
Instink itu
lahir karena kekaguman manusia melihat ciptaan yang tidak bertara ini. Oleh
karena itu beragama adalah tabiat atau naluri yang pertama. Pada manusia purba
instink mengagumi kekuasaan dan keagungan itu dalam bentuk mengakui banyak
Tuhan dalam bentuk pengakuannya bahwa tiap-tiap sesuatu ada yang menguasainy;
ada penguasa angin, penguasa air, dan ada penguasa setiap gerak pada diri
manusia yang memberi manfaat pada dirinya atau menimbulkan kemelaratan dan
kerusakan dalam alam ini.
Paham beragama
itu berjalan pula dengan perkembangan pikiran manusia. Semakin maju ilmu
manusia semakin sedikit Tuhan-Tuhan yang mereka percayai. Demikianlah dari
mempercayai banyak Tuhan (polytheisme) berangsur-angsur Tuhan-Tuhan mereka
berkurang pula; sehingga akhirnya hanya mengakui adanya satu Tuhan (monotheisme).
Pada hakikatnya umat manusia itu di dalam hidupnya selalu diliputi oleh dua hal
yang sangat dominan yaitu: harapan dan kecemasan. HARAP: akan kehidupan yang
baik, sejahtera, tenteram, aman, kecukupan rezeki serta segala yang
menyenangkan dan memuaskan. CEMAS: akan kehidupan yang tidak baik, malapetaka,
bencana, kesengsaraan, dan yang serba menakutkan. Di samping itu karena
kekaguman manusia atas segala proses yang terjadi di dalam alam ini, pergantian
siang dengan malam; timbulnya panas dan dingin, berpasang-pasangannya makhluk,
dan berbeda-bedanya bentuk manusia sekalipun berasal dari ibu bapak yang sama.
Dengan adanya
gejolak-gejolak hati manusia tersebut, maka manusia berusaha secara lahir dan
batin sesuai dengan apa yang diharapkan dan menolak/menghindarkan apa yang
ditakutkan. Usaha-usaha tersebut dapat dipengaruhi oleh alam/lingkungan di mana
manusia itu bertempat tinggal/hidup. Usaha-usaha lahiriah akan melahirkan
kebudayaan, usaha dalam bidang rohani melahirkan timbulnya akan kebutuhan
agama/tuntutan hidup. Karena lingkungan hidup berpengaruh, maka timbullah
berbagai macam kebudayaan sesuai dengan alam lingkungan tersebut.[7]
D.
Agama
dan kerukunan agama
"Rukun" dari Bahasa Arab
"ruknun" artinya asas-asas atau dasar, seperti rukun Islam. Rukun
dalam arti sifat adalah baik atau damai.
Kerukunan hidup umat beragama artinya hidup dalam suasana damai, tidak
bertengkar, walaupun berbeda agama. Kerukunan umat beragama adalah program
pemerintah meliputi semua agama, semua warga negara RI. Pada tahun 1967
diadakan musyawarah antar umat beragama, Presiden Soeharto dalam musyawarah
tersebut menyatakan antara lain: "Pemerintah tidak akan menghalangi
penyebaran suatu agama, dengan syarat penyebaran tersebut ditujukan bagi mereka
yang belum beragama di Indonesia. Kepada semua pemuka agama dan masyarakat agar
melakukan jiwa toleransi terhadap sesama umat beragama". Pada tahun 1972 dilaksanakan dialog antar
umat beragama. Dialog tersebut adalah suatu forum percakapan antar tokoh-tokoh
agama, pemuka masyarakat dan pemerintah. Tujuannya adalah untuk mewujudkan
kesadaran bersama dan menjalin hubungan pribadi yang akrab dalam menghadapi
masalah masyarakat. Kerukunan umat beragama bertujuan untuk
memotivasi dan mendinamisasikan semua umat beragama agar dapat ikut serta dalam
pembangunan bangsa. [8]
Kita tahun
bahwa semua agama-agama yang ada mengajarkan kepada umatnya untuk tidak membuat
kerusuhan dan kekerasan, nilai-nilai persatuan secara universal. Demikian juga
apa yang diamanatkan Undang-Undang dasar negara kita di dalam Garis-Garis Besar
Haluan Negara Tahun 199 yang antara lain disebutkan tentang kebijakan
pembangunan agama meliputi antara lain ; memamntapkan fungsi, peran dan
kedudukan agama sebagai landasan moral, spritual dan etika dalam
penyelenggaraan Negara serta mengupayakan agar segala peraturan perundang
undangan tidak bertentangan dengan moral agama-agama. Meningkatkan dan
memantapkan kerukunan hidup antar umat beraagama sehingga tercipta suasana
kehidupan yang harmonis dan saling menghormati dalam semangat kemajemukan
melalui dialog antar umat beragama dan pelaksanaan pendidikan agama yang baik
dan benar. Banyak tokok-tokoh agama yang menghendaki bahwa untuk mewujudkan
terjalinnya kerukunan tersebut diperlukan sikap toleransi, namun bukan hanya
sekedar toleransi, tetapi lebih dikembangkan lagi pada tahap apresiasi yang
artinya penghargaan dan penghormatan, bahkan mungkin pengakuan terhadap
kebenaran dan keselamatan juga ada pada agama yang lain. Kerukunan hidup umat
beragama merupakan suatu keadaan yang harmonis atau interaksi harmonis di dalam
individu-individu pemeluk agama, dimana tiap-tiap individu penganut agama mau
hidup saling hormat menghormati, percaya mempercayai sehingga dalam hubungan
interaksi terciptalah suasana yang selaras, tenteram, rukun dan damai. Dasar
Dasar Kerukunan dalam ajaran Hindu
Weda adalah kitab suci agama Hindu. Sebagai kitab suci agama Hidu maka ajaran Weda diyakini dan dipedomani oleh umat Hidu sebagai satu satunya sumber bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam hidup dan kehidupan. Diyakini sebagai kitba suci karena sifat isinya dan yang menurunkannya adalah Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) yang Maha Suci. Dari kitab suci Weda, mengalirkan ajaran Weda kepada kitab-kitab Smerti (Manawadarmasastra), Itihasa, Purana, Kitab-kita Agama, Tantra, Darsana dan Tattwa-tattwa yang ada di Indonesia. Weda mengandung ajaran yang memberikan keselamatan di dunia dan setelah meninggalnya nanti. Weda menuntun hidup umat manusia, menuntut hidup manusia dalam bermasyarakat. Dalam kitab Manawadharmasastra disebut. “Weda adalah sumber dari segala Dharma, yakni agama kemudia barulah Smerti, disamping sila (kebiasaan atau tingkahlaku yang baik dari orang yang menghayati dan mengamalkan ajaran Weda) dan kemudian Acara yakni tradisi yang baik dari orang-orang suci atau masyarakat yang diyakini baik serta akhirnya Amatusti, yakni rasa puas diri yang dipertanggung jawabkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa”. Bagaimana memupuk kerukunan hidup umat beragama menurut Hindu ? dalam konsep Hidup, ada beberapa nilai ajaran yang relevan dengan kerukunan hidup beragama yang diantaranya adalah ajaran : Tat Twan asi, Karmaphala dan Ajaran Ahimsa.
Weda adalah kitab suci agama Hindu. Sebagai kitab suci agama Hidu maka ajaran Weda diyakini dan dipedomani oleh umat Hidu sebagai satu satunya sumber bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam hidup dan kehidupan. Diyakini sebagai kitba suci karena sifat isinya dan yang menurunkannya adalah Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) yang Maha Suci. Dari kitab suci Weda, mengalirkan ajaran Weda kepada kitab-kitab Smerti (Manawadarmasastra), Itihasa, Purana, Kitab-kita Agama, Tantra, Darsana dan Tattwa-tattwa yang ada di Indonesia. Weda mengandung ajaran yang memberikan keselamatan di dunia dan setelah meninggalnya nanti. Weda menuntun hidup umat manusia, menuntut hidup manusia dalam bermasyarakat. Dalam kitab Manawadharmasastra disebut. “Weda adalah sumber dari segala Dharma, yakni agama kemudia barulah Smerti, disamping sila (kebiasaan atau tingkahlaku yang baik dari orang yang menghayati dan mengamalkan ajaran Weda) dan kemudian Acara yakni tradisi yang baik dari orang-orang suci atau masyarakat yang diyakini baik serta akhirnya Amatusti, yakni rasa puas diri yang dipertanggung jawabkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa”. Bagaimana memupuk kerukunan hidup umat beragama menurut Hindu ? dalam konsep Hidup, ada beberapa nilai ajaran yang relevan dengan kerukunan hidup beragama yang diantaranya adalah ajaran : Tat Twan asi, Karmaphala dan Ajaran Ahimsa.
Tatawamasi
adalah merupakan ajaran sosial tanpa batas, saya adalah kamu dan sebaliknya
kamu adalah saya dan segala mahluk adalah sama sehingga menolong orang lain
berarti menolong diri sendiri. Kamu dan aku adalah bersaudara, anatara saya dan
kamu sesungguhnya adalah bersaudara, hakekat atman yang menjadikan hidup antara
saya dan kamu berasal dari satu sumber yaitu Tuhan. Atman yang menghidupkan
tubuh mahluk hidup ada;ah merupakan percikan terkecil dari Tuhan, Kita
sama-sama mahluk ciptaan Tuhan. [9]
Ajaran
Tattwamasi mengajak setiap orang penganut agama untuk turut merasakan apa yang
sedang dirasakan orang lain. Tattwamasi merupakan kata kunci untuk dapat
membina agar terjalin hubungan yang serasi atas dasar saling asah, asih dan asuh
diantara sesama mahluk hidup.“Orang arif bijaksana melihat semuanya sama, baik
kepada Brahmana budiman yang rendah hati, maupun terhadap mahluk hidup lainnya,
orang yang hinapapa sekalipun, walaupun perbuatan jahat yang dilakukan orang
lain terhadap dirimu, perbuatan orang sadhu hendaknya sebagai balasannnya,
janganlah sekali-sekali membalas dengan perbautan jahat, sebab orang yang
berhasrat kejahatan itu pada hakekatnya akan mengahncurkan dirinya sendiri”.
Nilai
kerukunan juga termuat dalam ajaran Tata Susila Hindu. Tata Susila merupakan
ajaran pengendalian diri dalam pergaulan hidup. manusia sebagai mahluk sosial,
ia tidak hidup sendian, ia selalu bersama – sama dengan orang lain. Manusia
hanya dapat hidup bersama – sama dengan orang lain. Hanya dalam hidup bersama,
manusia dapat berkembang dengan wajar. Untuk mewujudkan keselarasan dan
kerukunan sebagaimana dimaksud, maka ajaran Tata Susila diapresiasikan dalam
bentuk ajaran Tri Kaya Parisuda yang artinya tiga prilaku manusia yang
disucikan :
1. Manachika Parisudha, yaitu berpikir
yang baik dan benar.
2. Wacika Parisudha, yaitu berkata yang
baik dan benar.
3. Kayika Parisudha, yaitu yang berbuat
baik dan benar.
Jika ketiga hal diatas dapat dikendalikan dengan baik dan
benar, maka dengan sendirinya kerukunan sesama mahluk ciptaan Tuhan itui dapat
diwujudkan dalam hidup ditengah – tengah masyarakat yang majemuk. Lebih lanjut,
nilai kerukunan dapat dilihatdalam ajaran tentang karma Phala. Keyakinan
tentang Karma Phala tertuang dalam Sradha yang kelima dari lima Sradha dalam
ajaran hindu. Apa yang diperbuat oleh manusia akan menghasilkan akibat dari
perbuatannya. Ada akibat yang baik dan ada akibat yang buruk. Akibat dari
perbuatan yang baik memberikan rasa senang dan akibat yang buruk memberikan
kesusahan ataupun penderitaan. Oleh karena itu ajaran hindu mengajarkan kepada
umatnya untuk selalu berbuat yang baik. Karma Phala sebagai hukum sebagai
akibat dapat dijadikan suatu pedoman dalam menjalin kerukunan.
Ajaran Ahimsa merupakan salah satu bentuk penerapan nilai –
nilai kerukunan antar umat beragama dari sisi pandang hindu. Ahimsa berarti
tidak membunuh, tidak menyakiti mahluk lain adalah kebajikan yang utama atau
dharma yang paling tinggi . ahimsa adalah perjuangan tanpa kekerasan. Jika
melanggar hukum alam, maka akibatnya alam akan berbalik melanggar orang yang
melangarnya. Prilaku yang bersifat pengrusakan, mengancam, membakar emosi dan
semacamnya bertentangan dengan prinsip Ahimsa karma, termasuk didalamnya
menyakiti hati orang lain atau atau agama orang lain yang niatnya tidak baik,
maupun kata – kata yang kasar, pedas dan mengupat. Bila perbuatan ini terjadi
maka terhambatlah usaha untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama.
Pengembangan Kerukunan Yang Berwawasan Multikultural.
Weda sebagai kitab suci agama hindu diyakini bersumber dari
Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang diwahyukan melalui pendengaran suci para maba
rsi pada zaman dahulu. Weda diyakini oleh umat hindu sebagai “ anadi – ananta “
yakni tidak berawal.atau tidak diketahui kapan diturunkan dan berlaku sepanjang
zaman. Agama hindu adalah agama yang mengajarkan ajaran yang universal. [10]Ia
memberikan kebebasan kepada penganut – penganutnya untyuk menghayati dan
merasakan sari – sari ajarannya. Penganut hindu tidak hanya menghafalkan apa
yang diajarkan kitab sucinya tetapi juga menerapkannya dalam aspek kehidupan
sehari – hari. Dengan sifatnya yang universal, maka agama hindu bukanlah agama
untuk satu golongan atau bangsa saja. Semua ajaran hindu bernafaskan weda.,
walaupun seringkali dalam bentuknya yang lain. Semangat ajaran weda meresapi
seluruh ajaran hindu. Ia laksana sumber air yang mengalir terus melalui sungai
– suangi yang panjang, sepanjang abad melalui daeraha – daerah yang sangat
luas. Karena panjangnya masa, luasnya daerah yang dilalui, wajahnya dapat
berubah namun intisari ajarannya selalu sama. Pesan – pesan yang disampaikan
adalah kebenaran abadi yang berlaku kapanpun dan dimanapun berada.
Dalam
agama hindu antara agama dan kultur ( budaya ) masyarakat terjalin suatu
hubungan yang selaras dan saling mempengaruhi. Karena tidak jarang dalam
dpelaksanaan agama terkait dengan pelaksanaan budaya masyarakat setempat.
Apabila kita menoleh kembali pada awal masuknya hindu ke Nusantara, maka jelas
bagi kita bahwa hindu membawa misi yang damai tanpa merusak budaya masyarakat
yang dilaluinya, namun hindu dapat memperkaya nilai - nilai budaya setempat,
sehingga ajaran hindu dengan mudah dapat diserap dan dapat berkembang serta
mencapai puncak kejayaannya pada kejayaan kerajaan maja pahit di jawa timur.
Tumbuh dan berkembangnya budaya suatu daerah dapat dijadikan sebagai warna
tersendiri sebagai lapisan paling luar dari agama hindu, namun inti dari
keyakinan hindu itu sendiri tetap sama pada setiap daerah. Kalau dilihat dari
fakta sejarah, wujud dari budaya agama itu dari zaman ke zaman mengalami
perubahan bentuk, namun tetap memiliki konsep yang konsisten artinya prinsip
ajaran agama itu tidak berubah yaitu bertujuan menghayati Ida Sang Hyang Widi
Wasa itulah yang mengilhami tumbuh dan berkembangnya budaya agama dan ini pula
yang melahirkan variasi bentuk budaya agama. Penghayatan kepada tuhan dapat
dilakukan dengan mengembangkan nilai – nilai budaya. Dan salah satu pola yang
dikembangkan adalah melalui budaya agama. Budaya agama dikembangkan lagi
melalui pendalaman sastra – sastra yang ditulis oleh para tokoh –tokoh agama (
Para Maha Rsi, para Rakawi, Bhagawan dll ) yang bersumber dari kitab – kitab
weda.[11]
Budaya agama melahirkan upacara agama. Dengan
pelaksanaan budaya agama maka dapat dikembangkan nilai – nilai kerukunan, baik
kerukunan intern umat beragama maupun kerukunan antar umat beragama. Dalam kata
sambutan Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada pembukaan Pesta Kesenian Di Bali
( PKB 27 ) hari sabtu 17 juni 2005. Presiden mengingatkan para generasi muda
untuk tidak merasa rendah diri dalam mewarisi dan mengembangkan nilai – nilai
tradisional yang ada dimasyarakat. Lebih lanjut dikatakan “ jangan merasa
rendah diri dengan warisan tradisi, meski kita tengah berhadapan dengan aneka
perkembangan global belakangan ini “. Kesenian yang bersumber dari tradisi
harus terus dapat diperthankan, digali dan dikembangkan ditengah – tengah arus
modernisasi dan globalisasi yang terus melanda dunia. Namun presiden juga
mengingatkan, dalam upaya mempertahankan nilai – nilai tradisional yang ada
hendaknya hal itu tidak menjadi penghalang masyarakat Indonesia untuk
berkembang kearah modern dan maju. Masyarakat hendaknya tetap bisa menjadi
masyarakat modern dengan berpijak pada warisan tradisi yang tumbuh dan
berkembang diseluruh Nusantara. Dengan cara itu kita dapat menunjukkan kepada
masyarakat dunia apa yang menjadikan cita – cita sebagai bangsa yang beradab
yang menjunjung tinggi dan menghormati nilai – nilai taradisional sebagai warisan
dari kemanusiaan sejagat.
Terakhir
kami petikkan satu bait sastra hindu yang mengungkapkan bagaimana seorang
pemimpin yang benar – benar menjadi suri tauladan ditengah – tengah rakyat dan
bangsa. Kakawin ramayana sargah yang artinya :Amat budiman ( utama ) sang raja
dasaratha Memahami benar isi weda dan sangat bhakti kepada tuhan .Tak pernah
lupa memuja leluhurnya. Sangatlah mencintai ( sayang ) kepada seluruh
keluarganya.Dari petikan bait tersebut saja sudah banyak kita dapatkan nilai -
nilai hidup yang bermutu tinggi dan bernilai universal. Seorang raja yang
demikian sibuk dan besar tanggung jawabnya selalau meningkatkan mutu dirinya
dengan mendalami kitab suci, melaksanakan sujud bhakti kepada tuhan dan para
leluhur dan tidak kurang pula perhatiannya kepada pembinaan dan pendidikan
kepada sekluruh keluarga dan rakyatnya. Demikian jugalah hendaknya yang harus
dilakukan oleh seluruh umat manusia, sehingga kerukunan kita harapkan bukan
hanya sekedar kerukunan yang semu dan hanya dimulut tetapi lebih diekspresikan
didalam hidup dan kehidupan ini. Semoga dengan semakin meningkatnya kegiatan
seperti yang kita laksanakan ini, kerukunan semakin dalam dan cita – cita
bersama dapat diwujud nyatakan di dalam hidup ini.[12]
E.
Landasan hukum kerukunan
Ada empat
landasan hukum kerukunan yaitu:
1. Landasan
Idiil, yaitu Pancasila (sila pertama yakni Ketuhanan Yang
Maha Esa).
2. Landasan
Konstitusional, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Pasal
29 ayat 1: "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa". Dan Pasal
29 ayat 2: "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya
itu".
3. Landasan
Strategis, yaitu Ketatapan MPR No.IV tahun 1999 tentang
Garis-Garis Besar Haluan Negara. Dalam GBHN dan Program Pembangunan Nasional
(PROPENAS) tahun 2000, dinyatakan bahwa sasaran pembangunan bidang agama adalah
terciptanya suasana kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, yang penuh keimanan dan ketaqwaan, penuh kerukunan yang dinamis antar umat
beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, secara bersama-sama
makin memperkuat landasan spiritual., moral dan etika bagi pembangunan
nasional, yang tercermin dalam suasana kehidupan yang harmonis, serta dalam
kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa selaras dengan penghayatan dan
pengamalan Pancasila.
4. Landasan Operasional
a. UU
No. 1/PNPS/l 965 tentang larangan dan pencegahan penodaan dan penghinaan agama.
b. Keputusan
bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama RI. No.01/Ber/Mdn/1969 tentang
pelaksanaan aparat pemerintah yang menjamin ketertiban dan kelancaran
pelaksanaan dan pengembangan ibadah pemeluk agama oleh pemeluknya.
c. SK.
Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri RI. No.01/1979 tentang tata cara
pelaksanaan pensyiaran agama dan bantuan luar negeri kepada lembaga-lembaga
keagamaan swasta di Indonesia.
d. Surat
edaran Menteri Agama RI. No.MA/432.1981 tentang penyelenggaraan peringatan hari
besar keagamaan.[13]
F.
Wadah kerukunan kehidupan beragama
Pada awalnya wadah
tersebut diberi nama Konsultasi Antar Umat Beragama, kemudian berubah menjadi
Musyawarah Antar Umat Beragama. Ada tiga kerukunan umat beragama, yaitu sebagai
berikut:
1. Kerukunan
antar umat beragama.
2. Kerukunan
intern umat beragama.
3. Kerukunan
umat beragama dengan pemerintah.
Usaha memelihara
kesinambungan pembangunan nasional dilakukan antara lain:
1. Menumbuhkan
kesadaran beragama.
2. Menumbuhkan
kesadaran rasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap Pancasila dan UUD 1945.
3. Menanamkan
kesadaran untuk saling memahami kepentingan agama masing-masing.
4. Mencapai
masyarakat Pancasila yang agamis dan masyarakat beragama Pancasilais.
Usaha tersebut pada prinsipnya:
a. Tidak
mencampuradukan aqidah dengan bukan aqidah.
b. Pertumbuhan
dan kesemarakan tidak menimbulkan perbenturan.
c. Yang
dirukunkan adalah warga negara yang berbeda agama, bukan aqidah dan ajaran
agama.
d. Pemerintah
bersikap preventif agar terbina stabilitas dan ketahanan nasional serta
terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa. [14]
G.
Pembangunan
kehidupan beragama
1.
Agama Sebagai Sumber Nilai Pembangunan
a. Pembangunan
untuk mencapai kebahagiaan hidup.
b. Kebahagiaan
material nisbi, kebahagiaan mutlak dari Allah, yaitu kebahagiaan batiniah dan
lahiriah.
c. Hakikat
pembangunan adalah manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
dengan segala totalitasnya, peradabannya, kebudayaannya dan agamanya.
d. Bila
tidak total akan terjadi penyimpangan. Ini bertentangan dengan pembangunan
nasional.
e. Aspirasi
sosial harus sejalan dengan keutuhan hidup secara perorangan masyarakat.
f. Pembangunan
untuk membangun manusia dan agama untuk kebahagiaan manusia.
g. Pembangunan
perlu nilai agama, agama memberi bentuk, arti dan kualitas hidup.
h. Agama
memberi motivasi dan tujuan pembangunan.
2. Agama
dan Ketahanan Nasional
a. Ketahanan
nasional berarti menyatukan kekuatan rakyat bersama aparat pemerintah dan alat
keagamaan pemerintah.
b. Agama
besar di dunia mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan bangsa
dalam wujud tradisi dan adat istiadat, serta corak kebudayaan Indonesia.
c. Usaha
bangsa Indonesia memerdekakan bangsa dan negara tidak terlepas dari pengaruh
dan motivasi agama.
d. Ketahanan
nasional adalah dari, oleh dan untuk seluruh bangsa Indonesia yang beragama,
maka ketahanan nasional harus terangkat dengan dukungan umat beragama.
H.
Pola pembinaan kerukunan umat
beragama
1. Perlunya
Kerukunan Hidup Beragama
a. Manusia
Indonesia satu bangsa, hidup dalam satu negara, satu ideologi Pancasila. Ini
sebagai titik tolak pembangunan.
b. Berbeda
suku, adat dan agama saling memperkokoh persatuan.
c. Kerukunan
menjamin stabilitas sosial sebagai syarat mutlak pembangunan.
d. Kerukunan
dapat dikerahkan dan dimanfaatkan untuk kelancaran pembangunan.
e. Ketidak
rukunan menimbulkan bentrok dan perang agama, mengancam kelangsungan hidup
bangsa dan negara.
f. Kehidupan
keagamaan dan kepercayaan makin dikembangkan sehingga terbina hidup rukun di
antara sesama umat beragama untuk memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa
dalam membangun masyarakat.
g. Kebebasan
beragama merupakan beban dan tanggungjawab untuk memelihara ketentraman
masyarakat.
2. Kerukunan
Intern Umat Beragama
a. Pertentangan
di antara pemuka agama yang bersifat pribadi jangan mengakibatkan perpecahan di
antara pengikutnya.
b. Persoalan
intern umat beragama dapat diselesaikan dengan semangat kerukunan atau tenggang
rasa dan kekeluargaan. [15]
3.
Kerukunan Antar Umat Beragama
a. Keputusan
Menteri Agama No.70 tahun 1978 tentang pensyiaran agama dan pengembangan agama
untuk menciptakan kerukunan hidup antar umat beragama.
b. Pemerintah
memberi perintah pedoman dan melindungi kebebasan memeluk agama dan melakukan
ibadah menurut agamanya masing-masing.
c. Keputusan
Bersama Mendagri dan Menag No.l tahun 1979 tentang tata cara pelaksanaan
pensyiaran agama dan bantuan luar negeri bagi lembaga keagamaan di Indonesia.
4. Kerukunan
Antar Umat Beragama dengan Pemerintah
a. Semua
pihak menyadari kedudukannya masing-masing sebagai komponen orde baru dalam
menegakkan kehidupan berbangsa dan bernegara.
b. Antara
pemerintah dengan umat beragama ditemukan apa yang saling diharapkan untuk
dilaksanakan.
c. Pemerintah
mengharapkan tiga prioritas, umat beragama, diharapkan partisipasi aktif dan
positif dalam:
1) Pemantapan
ideologi Pancasila;
2) Pemantapan
stabilitas dan ketahanan nasional;
3) Suksesnya
pembangunan nasional;
4) Pelaksanaan
tiga kerukunan harus sejalan;
Pembinaan tiga
kerukunan tersebut harus sejalan dan menyeluruh sebab hakikat ketiga bentuk itu
saling berkaitan. [16]
Tahap-tahap kerukunan:
Musyawarah
antar umat beragama → pendekatan bersifat politis.
1) Pertemuan
dan dialog → bersifat ilmiah filosofis menghasilkan (agree in disagreement) =
setuju dalam perbedaan.
2) Pendekatan
praktis pragmatis yaitu meningkatkan pelayanan kepada masyarakat agar kehidupan
beragama makin semarak, dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan bernegara.
Pada tanggal 30 Juni
1980 di bentuk wadah musyawarah antar umat beragama dalam keputusan Menteri
Agama RI. No.35 tahun 1980 yang ditanda tangani wakil-wakil dari:
1. Majelis
Ulama Indonesia (MUI) dari golongan Islam.
2. Dewan
Gereja-gereja Indonesia (DGI) dari golongan Kristen Protestan.
3. Majelis
Agung Wali Gereja Indonesia (MAWI) dari golongan Katolik.
4. Prasida
Hindu Darma Pusat (PHDP) dari golongan Hindu.
5. Perwalian
Umat Budha Indonesia (WALUBI) dari golongan Budha.
6. Sekretaris
Jenderal Departemen Agama.
I.
Langkah-langkah pelaksanaan
kerukunan hidup beragama
1. Dasar
Pemikiran
a. Landasan
falsafat Pancasila dan Pembangunan Bangsa.
b. Pancasila
mengandung dasar yang dapat diterima semua pihak.
c. Pembangunan
tersebut wajib dilaksanakan dan disukseskan.
d. Kerukunan
bukan status quo, tetapi sebagai perkembangan masyarakat yang sedang membangun
dengan berbagai tantangan dan persoalan.
e. Kerukunan
menimbulkan sikap mandiri
2. Pedoman
Pensyiaran Agama
a. Pupuk
rasa hormat-menghormati dan percaya-mempercayai.
b. Hindarkan
perbuatan menyinggung perasaan golongan lain.
c. Pensyiaran
jangan pada orang yang sudah beragama, dengan bujukan dan tekanan.
d. Jangan
pengaruhi orang yang telah menganut agama lain dengan: datang ke rumah, janji,
hasut dan menjelekkan.
e. Pensyiaran
jangan dengan pamflet, majalah, obat dan buku di daerah atau rumah orang yang
beragama lain.
3. Bantuan
Luar Negeri
a. Bantuan
luar negeri hanya untuk pelengkap.
b. Pemerintah
berhak mengatur, membimbing dan mengarahkan agar bermanfaat dan sesuai dengan
fungsi dan tujuan bantuan.
4. Tindak
Lanjut
a. Pemerintah
perlu mengatur pensyiaran agama.
b. Pensyiaran
dilandaskan saling harga-menghargai, hormat-menghormati dan penghormatan hak
seseorang memeluk agamanya.
c. Perlu
sikap terbuka.
d. Bantuan
luar negeri agar bermanfaat selaras dengan fungsi dan tujuan bantuan.
5. Peraturan-peraturan
tentang Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama
a. Dakwah.
Dakwah melalui radio tidak mengganggu stabilitas nasional, tidak mengganggu
pembangunan nasional dan tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Keputusan Menteri Agama No.44 tahun 1978 :
Dakwah; pengajian, majelis taklim, peringatan hari besar Islam, upacara
keagamaan, ceramah agama, drama dan pertunjukkan seni serta usaha pembangunan
seperti: madrasah, poliklinik, rumah sakit, rumah jompo dsb.
b. Aliran
Kepercayaan (Surat Menag No.B/5943/78). Diantaranya adalah: Tidak merupakan
agama dan tidak mengarah kepada pembentukan agama baru, pembinaannya tidak
termasuk DEPAG, penganut kepercayaan tidak kehilangan agamanya, serta tidak ada
sumpah, perkawinan, kelahiran dan KTP menurut kepercayaan (Tap MPR No.IV/
MPR/78).
c. Tenaga
asing . Diantaranya adalah: tenaga asing harus memiliki izin bekerja tertulis
dari Depnaker, diklat bagi tenaga WNI untuk menggantikan WNA, orang asing dapat
melakukan kegiatan keagamaan dengan seizin Menag, Instruksi Menag. No.10 tahun
l968, serta Keputusan Menag. No.23 tahun 1997 dan No.49 tahun 1980.
d. Buku-buku
1) Jaksa
Agung berwenang melarang buku yang dapat mengganggu ketertiban umum.
2) Barang
siapa menyimpan, memiliki, mengumumkan, menyampaikan, menyebarkan, menempelkan,
memperdagangkan dan mencetak kembali barang cetakan yang terlarang di hukum
dengan hukuman kurungan setinggi-tingginya 1 tahun.
3) Kepala
Kantor Wilayah Departemen Agama agar:
a) Mengawasi
dan meneliti peredaran mushaf Al-Qur'an dalam masyarakat dan toko, apakah sudah
ada tanda tashih dari lajnah/panitia pentashih apa belum.
b) Segera
melaporkan kepada Balitbang Depag bila terdapat mushaf yang belum ada tanda
tashih.
e. Pembangunan
tempat ibadah.
1) Pembangunan
tempat ibadah perlu izin Kepala Daerah.
2) Kepala
Daerah mengizinkan pendirian sarana ibadah setelah mempertimbangkan: pendapat
Kanwil Depag setempat, planologi, dan kondisi keadaan setempat.
3) Surat
permohonan ditujukan kepada Gubernur, dilampiri: keterangan tertulis dari lurah
setempat, jumlah umat yang akan menggunakan dan domisili, surat keterangan
status tanah oleh kantor agraria, peta situasi dari Sudin Tata Kota, rencana
gambar, dan daftar susunan pengurus/panitia.
4) Kepala
Daerah membimbing dan mengawasi, agar penyebaran agama: tidak menimbulkan
perpecahan, tidak disertai intimidasi, bujukan, paksaan dan ancaman, serta
tidak melanggar hukum, keamanan dan ketertiban umum.
J.
Pokok-pokok ajaran islam tentang kerukunan hidup beragama
Kerukunan hidup umat beragama di Indonesia adalah
program pemerintah sesuai dengan GBHN tahun 1999 dan Propenas 2000 tentang
sasaran pembangunan bidang agama. Kerukunan hidup di Indonesia tidak termasuk
aqidah atau keimanan menurut ajaran agama yang dianut oleh warga negara
Indonesia, yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Budha. Setiap
umat beragama di beri kesempatan melakukan ibadah sesuai dengan keimanan dan
kepercayaan masing-masing. [17]
1. Pengertian
Kerukunan Menurut Islam
Kerukunan dalam Islam diberi istilah "tasamuh
" atau toleransi. Sehingga yang di maksud dengan toleransi ialah kerukunan
sosial kemasyarakatan, bukan dalam bidang aqidah Islamiyah (keimanan), karena
aqidah telah digariskan secara jelas dan tegas di dalam Al-Qur'an dan
Al-Hadits. Dalam bidang aqidah atau keimanan seorang muslim hendaknya meyakini
bahwa Islam adalah satu-satunya agama dan keyakinan yang dianutnya sesuai
dengan firman Allah S WT. dalam Surat Al-Kafirun (109) ayat 1-6 sebagai
berikut:
ö@è% $pkr'¯»t crãÏÿ»x6ø9$# ÇÊÈ Iw ßç6ôãr& $tB tbrßç7÷ès? ÇËÈ Iwur óOçFRr& tbrßÎ7»tã !$tB ßç7ôãr& ÇÌÈ Iwur O$tRr& ÓÎ/%tæ $¨B ÷Lnt6tã ÇÍÈ Iwur óOçFRr& tbrßÎ7»tã !$tB ßç6ôãr& ÇÎÈ ö/ä3s9 ö/ä3ãYÏ uÍ<ur ÈûïÏ ÇÏÈ
1. Katakanlah:
"Hai orang-orang kafir,
2. Aku
tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3. Dan
kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
4. Dan
aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5. Dan
kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
6. Untukmu
agamamu, dan untukkulah, agamaku."
Sikap sinkritisme dalam agama yang menganggap bahwa
semua agama adalah benar tidak sesuai dan tidak relevan dengan keimanan
seseorang muslim dan tidak relevan dengan pemikiran yang logis, meskipun dalam
pergaulan sosial dan kemasyarakatan Islam sangat menekankan prinsip toleransi
atau kerukunan antar umat beragama. Apabila terjadi perbedaan pendapat antara
anggota masyarakat (muslim) tidak perlu menimbulkan perpecahan umat, tetapi
hendaklah kembali kepada Al-Qur'an dan Al-Hadits.
Dalam sejarah kehidupan Rasulullah SAW., kerukunan
sosial kemasyarakatan telah ditampakkan pada masyarakat Madinah. Pada saat itu
rasul dan kaum muslim hidup berdampingan dengan masyarakat Madinah yang berbeda
agama (Yahudi danNasrani). Konflik yang terjadi kemudian disebabkan adanya
penghianatan dari orang bukan Islam (Yahudi) yang melakukan bekerja sama untuk
menghancurkan umat Islam.[18]
2.
Pandangan Islam Terhadap Pemeluk
Agama lain
a. Darul
Harbi (daerah yang wajib diperangi)
Islam merupakan agama rahmatan lil-'alamin yang
memberikan makna bahwa perilaku Islam (penganut dan pemerintah Islam) terhadap
non muslim, dituntut untuk kasih sayang dengan memberikan hak dan kewajibannya
yang sama seperti halnya penganut muslim sendiri dan tidak saling mengganggu
dalam masalah kepercayaan. Islam membagi daerah (wilayah) berdasarkan agamanya
atas Darul Muslim dan Darul Harbi. Darul Muslim adalah suatu wilayah yang
didiami oleh masyarakat muslim dan diberlakukan hukum Islam. Darul Harbi adalah
suatu wilayah yang penduduknya memusuhi Islam. Penduduk Darul Harbi selalu
mengganggu penduduk Darul Muslim, menghalangi dakwah Islam, melakukan
penyerangan terhadap Darul Muslim. Terhadap penduduk Darul Harbi yang demikian
bagi umat Islam berkewajiban melakukan jihad (berperang) melawannya, seperti
difirmankan dalam Al-Qur'an Surat Al-Mumtahanah (60) ayat 9 yang artinya:
$yJ¯RÎ) ãNä39pk÷]t ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNä.qè=tG»s% Îû ÈûïÏd9$# Oà2qã_t÷zr&ur `ÏiB öNä.Ì»tÏ (#rãyg»sßur #n?tã öNä3Å_#t÷zÎ) br& öNèdöq©9uqs? 4 `tBur öNçl°;uqtFt Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqßJÎ=»©à9$# ÇÒÈ
Artinya:
“Sesungguhnya Allah hanya melarang
kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan
mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan
Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang
yang zalim.”[19]
Di dalam sejarah dinyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW.
sebagai pendiri negara Islam Madinah dalam memahami apakah negeri itu termasuk
Darul Islam, Darul Harbi atau Daruz Zimmy. Nabi SAW. berkirim surat kepada:
1) Hercules
Maharaja Rumawy, yang diantar oleh perutusan di bawah pimpinan Dakhiyah bin
Khalifah Al-Kalby Al-Khazrajy.
2) Kaisar
Persia, yang dibawa perutusan di bawah pimpinan Abdullah bin Huzaifah as-Sahmy.
3) Negus,
Maharaja Habsyah, yang diantar oleh perutusan di bawah pimpinan Umar bin
Umaiyah Al-Diamary.
4) Muqauqis,
Gubernur Jenderal Rumawy untuk Mesir, yang dibawa oleh perutusan di bawah
pimpinan Khatib bin Abi Balta'ah Al-Lakny.
5) Hamzah
bin Ali Al-Hanafy, Amir Negeri Yamamah, yang diantar perutusan di bawah
pimpinan Sulaith bin Amr Al-Amiry.
6) Al-Haris
bin Abi Syuruz, Amir Ghasan, dibawa oleh Syuja bin Wahab
7) Al-Munzir
bin Saury, Amir Al-Bakhrain, yang dibawa oleh perutusan di bawah pimpinan
Al-Ala bin Al-Khadlany.
8) Dua
putera Al-Jalandy, Jifar dan Ibad, yang dibawa oleh Amr bin Ash.
Sekalipun surat-surat Nabi SAW. ini tidak di terima
dengan baik, namun dengan surat Nabi SAW dapat diketahui mana Daruz Zimmy
(yaitu daerah kekuasaan yang penguasa dan masyarakatnya tidak beragama Islam,
namun tidak membenci, menghalangi dan menyerang Islam). Daruz Zimmy tidak boleh
diperangi dan Islam mengharuskan untuk menghormatinya. Sebaliknya Darul Harbi,
yaitu suatu wilayah kekuasaan yang mereka menyerang Islam, menghalangi dakwah
Islam dan membenci serta menyerang Darul Muslim, maka penguasa yang demikian
mesti diserang dan diperangi dengan jihad oleh penguasa Darul Muslim.
Dalam suatu perintah Islam, tidaklah akan memaksa
masyarakat untuk memeluk Islam dan Islam hanya disampaikan melalui dakwah
(seruan) yang merupakan kewajiban bagi setiap muslim berdasarkan pemikiran
wahyu yang menyatakan bahwa: "Tidak ada paksaan untuk memasuki agama
Islam". Kufur Zimmy ialah individu atau kelompok masyarakat bukan Islam,
akan tetapi mereka tidak membenci Islam, tidak membuat kekacauan atau
kerusakan, tidak menghalangi dakwah Islam. Mereka ini dinamakan kufur zimmy
yang harus dihormati oleh pemerintah Islam dan diperlakukan adil seperti umat
Islam dalam pemerintahan serta berhak diangkat sebagai tentara dalam melindungi
daerah Darul Muslim dan yang demikian adalah meneladani pemerintahan Islam
"Negara Madinah". Adapun agama keyakinan individu atau kelompok kufur
zimmy adalah diserahkan mereka sendiri dan umat Islam tidak diperbolehkan
mengganggu keyakinan mereka. Adapun pemikiran Al-Qur'an dalam masalah kufur
zimmy, seperti dalam Al-Qur'an Qs. Al-Mumtahanah (60) : 8 :
w â/ä38yg÷Yt ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNs9 öNä.qè=ÏG»s)ã Îû ÈûïÏd9$# óOs9ur /ä.qã_Ìøä `ÏiB öNä.Ì»tÏ br& óOèdry9s? (#þqäÜÅ¡ø)è?ur öNÍkös9Î) 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÏÜÅ¡ø)ßJø9$# ÇÑÈ
Artinya:
“Allah tidak melarang kamu untuk
berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu
karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang Berlaku adil.”
Kufur Musta'man ialah pemeluk agama lain yang
meminta perlindungan keselamatan dan keamanan terhadap diri dan hartanya.
Kepada mereka Pemerintah Islam tidak memberlakukan hak dan hukum negara. Diri
dan harta kaum musta'man harus dilindungi dari segala kerusakan dan kebinasaan
serta bahaya lainnya, selama mereka berada di bawah lindungan perintah Islam.[20] Kufur
Mu'ahadah ialah negara bukan negara Islam yang membuat perjanjian damai dengan
pemerintah Islam, baik disertai dengan perjanjian tolong-menolong dan
bela-membela atau tidak.
Kerukunan intern umat Islam di Indonesia harus
berdasarkan atas semangat ukhuwah Islamiyyah (persaudaraan sesama muslim) yang
tinggal di Negara Republik Indonesia, sesuai dengan firman-Nya dalam Qs.
Al-Hujurat (49) :10.
$yJ¯RÎ) tbqãZÏB÷sßJø9$# ×ouq÷zÎ) (#qßsÎ=ô¹r'sù tû÷üt/ ö/ä3÷uqyzr& 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ÷/ä3ª=yès9 tbqçHxqöè? ÇÊÉÈ
Artinya:
“Orang-orang beriman itu
Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara
kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”
Kesatuan dan persatuan intern umat Islam diikat oleh
kesamaan aqidah (keimanan), akhlak dan sikap beragamanya didasarkan atas
Al-Qur'an dan Al-Hadits. Adanya perbedaan pendapat di antara umat Islam adalah
rahmat asalkan perbedaan pendapat itu tidak membawa kepada perpecahan dan
permusuhan (perang). Adalah suatu yang wajar perbedaan pendapat disebabkan oleh
masalah politik, seperti peristiwa terjadinya golongan Ahlu Sunnah dan golongan
Syi'ah setelah terpilihnya Khalifah Ali bin Abi Thalib, juga munculnya
partai-partai Islam yang semuanya menjadikan Islam sebagai asas politiknya.
Kerukunan Antar Umat Beragama Menurut
Islam
Kerukunan umat Islam dengan penganut agama lainnya
di Indonesia didasarkan atas falsafah Pancasila dan UUD1945. Hal-hal yang
terlarang adanya toleransi adalah adanya dalam masalah aqidah dan ibadah,
seperti pelaksanaan sosial, puasa dan haji, tidak dibenarkan adanya toleransi,
sesuai dengan firman-Nya dalam Qs. Al-Kafirun (109) : 6 :
ö/ä3s9 ö/ä3ãYÏ uÍ<ur ÈûïÏ ÇÏÈ
Artinya: “Untukmu
agamamu, dan untukkulah, agamaku."[21]
K. KERUKUNAN
BERAGAMA DI INDONESIA
Kondisi keberagamaan rakyat Indonesia sejak pasca
krisis tahun 1997 sangat memprihatinkan. Konflik bernuansa agama terjadi di
beberapa daerah seperti Ambon dan Poso. Konflik tersebut sangat mungkin terjadi
karena kondisi rakyat Indonesia yang multi etnis, multi agama dan multi budaya.
Belum lagi kondisi masyarakat Indonesia yang mudah terprovokasi oleh pihak
ketiga yang merusak watak bangsa Indonesia yang suka damai dan rukun. Sementara
itu krisis ekonomi dan politik terus melanda bangsa Indonesia, sehingga
sebagian rakyat Indonesia sudah sangat tertekan baik dari segi ekonomi, politik
maupun beragama. Terakhir peristiwa dihancurkannya gedung World Trade Centre
pada tanggal 11 September 2001 dan bom Bali pada tanggal 12 Oktober 2002 yang
menewaskan 180 orang, yang berdampak diidentikkannya umat Islam dengan teroris
dan dituduhnya Indonesia sebagai sarang teroris.
Dalam menghadapi konflik seperti di atas dan sesuai
prinsip-prinsip kerukunan hidup beragama di Indonesia, kebijakan umum yang
harus dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1. Kebebasan
beragama tidak membenarkan menjadikan orang lain yang telah menganut agama
tertentu menjadi sasaran propaganda agama yang lain.
2. Menggunakan
bujukan berupa memberi uang, pakaian, makanan dan lainnya supaya orang lain
pindah agama adalah tidak dibenarkan.
3. Penyebaran
pamflet, majalah, buletin dan buku-buku dari rumah ke rumah umat beragama lain
adalah terlarang.
4. Pendirian
rumah ibadah harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan umat dan dihindarkan
timbulnya keresahan penganut agama lain kerena mendirikan rumah ibadah di
daerah pemukiman yang tidak ada penganut agama tersebut.
5. Dalam
masalah perkawinan, terlarang perkawinan antara umat Islam dengan penganut
agama lain, seperti diatur dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974.
6. Sasaran
pembangunan bidang agama adalah terciptanya suasana kehidupan beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang penuh keimanan dan ketaqwaan,
kerukunan yang dinamis antar dan antara umat beragama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa secara bersama-sama makin memperkuat landasan spiritual,
moral dan etika bagi pembangunan nasional. Sebagai warga negara Indonesia, umat
Islam Indonesia harus berpartisipasi secara langsung dalam pembangunan negara
Indonesia, bersama pemeluk agama lain.[22]
Islam tidak membenarkan umat Islam bersikap eksklusif dalam tugas dan kewajiban
bersama sebagai anggota warga negara Indonesia.
Beragama yang
inklusif-pluralis berarti dapat menerima pendapat dan pemahaman agama lain
memiliki basis ketuhanan dan kemanusiaan. Keberagamaan yang multikultural
berarti menerima adanya keragaman ekspresi budaya yang mengandung nilai-nilai
kemanusiaan dan keindahan. Keberagaman yang humanis berarti mengakui pentingnya
nilai-nilai kemanusiaan, seperti
menghormati hak asasi orang lain, peduli terhadap orang lain, berusaha
membangun perdamaian dan kedamaian bagi seluruh umat manusia. Keberagaman yang
multikultural berarti peduli terhadap adanya keragaman ekspresi budaya yang
mengandung nilai-nilai kemanusiaan dan keindahan. Kepedulian terhadap
keberagaman sangat layak ditanamkan kepada segenap warga negara, karena Negara
Republik Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan agama mempunyai hak dan
kewajiban yang sama sebagai warga Indonesia, saling menghormati, menghargai,
dan bekerjasama dalam usia urusan duniawiyah.
Keberagaman yang berada di Indonesia sangat
dipengaruhi oleh letak geografis yang sangat luas dengan ribuan pulau yang
membentang dari sabang sampai merauke dan keberagaman ini dijadikan sebagai
lambing Negara Republik Indonesia “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya
berbeda-beda tetapi tetap satu tujuan. Keutamaan sikap peduli terhadap orang
lain yang berbeda suku dan agama bukan berarti harus mengikuti adat-istiadat
atau keyakinan serta agama mereka, tetapi dijadikan suatu kekayaan kebudayaan
Indonesia yang harus di hormati karena Negara menjamin kemerdekaan bagi setiap
individu untuk melaksanakan ajaran dan keyakinan mereka, dengan kata lain
dengan jabara dari UUD 45, pasal 29 ayat 2, yaitu : Meyakini dan percaya kepada
Tuhan yang Maha Esa menurut agama dan kepercayaannya masing-masing, membina
adanya sikap saling menghargai dan sikap saling menghargai dan menghormati
antar pemeluk agama, tidak saling menghina, melecehkan, mengejek penganut agama
lain apalagi menyakiti atau menyiksa dengan cara-cara yang keji da tidak
berperikemanusiaan.[23]
Pengakuan
tentang keberadaan Sang Pencipta bukan hanya ada dalam konstitusiIndonesia
tetapi pruduk hukum yang mengatur tentang kehidupan berbangsa danbernegara pun
tak lupa mencantumkan kebesaran Illahi. Hal ini bisa kita jumpai
kalimat “Dengan Rahmat Tuhan
Yang Maha Esa” pada berbagai produk hukumyang mengakui bahwa Tuhanlah yang berada
di balik rencana manusia. Disini saya cenderung berbicara masalah kehidupan
beragama yang menjadibagian yang tak terpisahkan dari kehidupan berbangsa dan
bernegara. Mengapa demikian? Karena salah satu keunikan yang dimiliki bangsa
ini adalah kehidupanberagama yang toleran, saling menghormati satu sama lain
dan bisa hidupberdampingan dengan beda keyakinan. Oleh karena itu, tak heran
jika dalamkunjungannya ke Indonesia 9-10 November 2010 lalu, Presiden Amerika
SerikatBarack Husein Obama memuji Indonesia setinggi “langit” dengan mengatakan
bahwa Indonesia adalah salah
satu Negara yang memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia tetapi mampu
berdampingan dengan pemeluk agama lain dan kondisi ini hanya terjadi di
Indonesia sehinga menjadi kebanggaan tersendiri bagirakyat dan bangsa
Indonesia. Pujian dan sanjungan seolah hanya sebagai “pemanis bibir”
semata darimereka yang senantiasa memiliki maksud ibaratnya “ada udang di balik
batu”
mengingat hingga saat ini,
Indonesia masih menyimpan persoalan terkait dengan kebebasan beragama yang
dijamin oleh konstitusi ini. Sebagai
contohnya adalah banyak kasus bernuansa SARA yang belum diselesaikan seperti
penyerangan Jemaat HKGB di Bekasi beberapa waktu lalu. Terkait dengan
permasalahan ini,akan dibahas lebih lanjut kenapa sehingga jati diri sebagai
bangsa yang toleran semakin menepis seiring dengan kemajuan peradaban umat
manusia di muka bumi.[24]
Rumusan Kebijakan Kehidupan Beragama di Indonesia
Saat ini, Indonesia memiliki 6
agama yang diakui oleh Negara yaitu Islam,Kristen Protestan, Kristen Katholik,
Hindu, Budha dan Khonghucu. Agama Khonghucu sendiri baru diakui oleh Negara
pada rezim pemerintahan Megawati Soekarno Puteri. Untuk menjamin
terselenggaranya kehidupan beragama di Indonesia, maka perlu ada kebijakan yang
mengatur tentang kerukunan umat beragama. Kebijakan ini sangat penting
mengingat dalam Negara yang majemuk seperti ini, terlebih sistem demokrasi yang
menjamin kebebasan orang dalam berpendapat, berkarya dan memiliki kepercayaan
berdasarkan keyakinannya terkadang menimbulkan konflik di tengah masyarakat. Kasus terakhir
yang membuat para petinggi republik ini “kebakaran jenggot” adalah kasus
penyerangan jemaat HKGB di Bekasi. Sebelumnya kasus serupa menimpa jamah Ahmadiyah
yang lain adalah sekelompok umat islam yang berbeda aliran dengan umat Islam
pada umumnya. Kondisi ini mengindikasikan bahwa peran Negara begitu lemah dalam
mengatur hubungan kerukunan umat beragama. Oleh sebab itu, perlu adanya ketegasan
sikap dalam bentuk kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatur
kerukunan umat beragama di Indonesia.Ada dua kebijakan besar yang diambil
pemerintah dalam membangun dan memelihara kerukunan umat beragama di Indonesia
yaitu:1) Pemerintah
berupaya memberdayakan masyarakat pada umumnya dan kelompok-kelompok agama serta
pemuka agama pada khususnya untuk menyelesaikan sendiri masalah-masalah
kerukunan umat beragama, seperti pendirian wadah-wadah musyawarah antar umat
beragama di tingkat provinsi,kabupaten/kota, dan kecamatan.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama, Kementerian Dalam
Negeri, Pemerintah Daerah dan instansi pemerintah lainnya memfasilitasi dan
memberi dukungan terhadap berbagai dialog antar umat beragama, pendidikan agama
berwawasan kerukunan, dan pengembangan wawasan multikultural di kalangan pemuka
agama. Dialog pengembangan wawasan multkultural antara pemuka agama pusat dan
daerah misalnya, dalam beberapa tahun terakhir telah dilaksanakan di berbagai provinsi
dengan difasilitasi pemerintah. Melalui kegiatan dialog ini telah terungkap sejumlah
kearifan lokal yang berperan dalam membina kehidupan yang harmonis diantara
warga masyarakat yang memeluk aneka ragam agama. Sebagai contoh, diSumatera
Utara terdapat adat dalihan na tolu. Di Bali ada konsep
menyama
braya (rasa
persaudaraan). Di Jambi dan Pekanbaru dijumpai budaya dan adat Melayu yang
sarat dengan petuah-petuah bijak yang menjunjung persatuan bangsa. Begitu juga
di Jawa Timur ada konsep siro yo ingsung, ingsung yo siro , yang merupakan perwujudan
kongkrit egalitarianisme dan sikap persaudaraan. Di Kalimantan Tengah terdapat
Rumah Betang , yaitu rumah panjang yang dihuni berbagai anggota keluarga
yang mungkin juga berbeda agama, yang dilandasi cinta, kasih
sayang,persaudaraan dan kerukunan; begitu juga konsep handep/habaring hurung yangmenjunjung nilai-nilai gotong
royong dan kebersamaan. Di Sulawesi Selatanterdapat kearifan setempat suku
Bugis yaitu konsep sipakalebbi dan sipakatu yang
berarti saling menghormati dan mengingatkan. Di Maluku Utara,
konsep Mari Moi Ngone Foturu yang artinya bersatu, maka kita
kuat memayungi semangat keberagaman masyarakat yang memiliki latar belakang
agama, budaya, adat istiadat, dan bahasa yang berbeda. [25]
Demikian beberapa contoh kearifan lokal atau (local wisdoms) di sejumlah daerah, baik
kearifan yang telah lama mentradisi menjadi bagian budaya daerah setempat maupun
kearifan baru yang disepakati bersama. Selain itu, kegiatan-kegiatan dialog ini
berhasil mengidentifikasi sejumlah halyang disebut-sebut potensi kerukunan dan
ketidarukunan umat beragama pada setiap daerah. Dengan demikian, kegiatan
dialog ini memberi sejumlah masukan untuk dikembangkan ataupun dihindari dalam
rangka memantapkan kerukunan umat beragama di daerah itu.[26]
Pemerintah memberikan rambu-rambu dalam
pengelolaan kerukunan beragama itu, baik yang dilakukan oleh
umat sendiri maupun pemerintah. Rambu-rambu itu berupa peraturan perundangan
yang mengatur lalu lintas kehidupan warga Negara yang mungkin memiliki
kepentingan berbeda karena kebetulan menganut agama berbeda.
Di antara peraturan perundang-undangan yang telah dimiliki untuk
membina kerukunan umat beragama adalah sebagai berikut: Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar
Tahun 1945 Bab X A Hak AsasiManusia (HAM):Pasal 28 E ayat 1)
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,memilih
pendidikan dan pengajaran memilih kewarganegaraan memilih tempat tinggal di
wilayah Negara dan meninggalkannya serta berhak kembali; ayat 2) Setiap orang
berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai
dengan hati nuraninya. Pasal 28 J ayat 1) Setiap orang wajib menghormati
hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat
berbangsa dan bernegara. Ayat 2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap
orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang
dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntunan yang adil
sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, dan keamanan dan ketertiban
umum dalam suatu masyarakat demokratis. UUD Tahun 1945 yang berbunyi: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan keperaturan” .
Undang-Undang Nomor 1 PNPS/1965 tanggal 27 Januari 1965 tentangPencegahan
Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, beserta Penjelasanny . UU No. 5 Tahun
1969. Undang-Undang ini telah berhasil menjaga kerukunan umat beragama dan
mengurangi atau bahkan mencegah pernyataan penistaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa (YME) dan pernyataan kebencian antarumat beragama di depan publik.
Undang-Undang tonomi Khusus bagi Provinsi Papua, khusus Pasal 53-55 yang
mengatur tentang pemberian bantuan kepada organisasi keagamaan di Papua.
Keputusan Menteri Agama Nomor 70 Tahun 1978, tanggal 1 Agustus 1978 tentang Pedoman
Penyiaran Agama di Indonesia. Keputusan Menteri Nomor 70
Tahun 1978, tanggal 15 Agustus 1978 tentang Bantuan Luar Negeri
kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia. Keputusan Bersama Menteri Agama
dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1979, tanggal 2 Januari 1979
tentang Tata Cara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga
Keagamaan di Indonesia ;. Instruksi Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1978 tanggal
11 April 1978 Kebijaksanaan Mengenai Aliran-Aliran Kepercayaan ; Instruksi
Menteri Agama Nomor 14 Tahun 1979 tanggal 31 Agustus 1978 tentang Tindak Lanjut Istruksi Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1978, tanggal
11 April1978 tentang Kebijaksanaan Mengenai Aliran-Aliran Kepercayaan. Instruksi
Menteri Agama Nomor 8 Tahun 1979, tanggal 27 September 1979 tentang Pembinaan Bimbingan, dan Pengawasan terhadap Organisasi
dan Aliran dalam Islam yang Bertentangan
dengan Ajaran Islam. Surat Edaran Menteri Agama Nomor MA/432/1981
tanggal 2 September 1981. Tentang Penyelenggaraan Hari-Hari Besar Keagamaan12
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 Bab 31 yang 6 menetapkan arah dan kebijakan dan
program-program pokok pembangunan dibidang agama.
Peraturan Bersama
Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 tentang Visi dan Misi
Departemen AgamaSeperti diketahui, sekitar akhir tahun 2004 atau
awal 2005 mencuat kembali pendapat-pendapat dalam masyarakat yang menganjurkan
untuk mencabut atau mempertahankan SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
Nomor 1 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan dalam
Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama
oleh Pemeluk-Pemeluknya.
Merespon perkembangan tersebut,
maka Departemen Agama melalui BadanLitbang dan Diklat Keagamaan telah melakukan
kajian terhadap SKB tersebut padatanggal 31 Maret 2005, kajian tersebut telah
selesai. Diantara hasil kajian tersebutadalah sebagai berikut:1. Bahwa masalah
pendirian
rumah ibadah memang dapat menjadi penyebab terganggunya hubungan antar
umat beragama, karenanya perlu diaturkembali. Tanpa pengaturan justru dapat
mengarah kepada suasana anarkis atau bahkan chaos hubungan antar umat beragama akibat persoalan
pendiri danrumah ibadah. Peningkatan kehidupan Beragama di Indonesi. [27] a
SKB tersebut ternyata tidak menghalangi berdirinya rumah-
Kehidupan Beragama m embangun Meningkatkan
pelayanan nikah melalui peningkatan kemampuan dan dan
rehabilitasi balai b antuan sertifikasi tanah wakaf, tanah gereja,
pelaba pura dan i dan peran tempat ibadah sebagai pusat pembelajar n pelayanan,
perlindungan jamaah, efisiensi, pelayanan pembinaan keluarga sakinah/sukinah/hita aan jaminan produk
halal dan pelatihan bagi pelaku bantuan kitab suci dan lektur keagamaan;
Meningkatkan sarana dan
kualitas tenaga teknis hisab rukyat; Melanjutkan pengembangan sistem infromasi keagamaan; Meningkatkan kualitas pelayanan
keagamaan. Program Peningkatan
Pemahaman, Penghayatan, Pengamalan, dan sarana dan prasarana penerangan dan
bimbingan
keagamaan; Melaksanakan pelatihan bagi penyuluh pembimbing,
mubalig/dai dan materi, metodologi, manajemen penyuluhan dan bimbingan paket
dakwah untuk daerah tertinggal, bencana alam, atan Pendidikan Agama dan Keagamaan
urikulum dan materi
pendidikan agama agar berwawasan ataran tenaga
kependidikan dan penyetaraan D -II dan D-III embangan wawasan dan
pendalaman materi bagi pendidik k ebutuhan pendidik dan
tenaga kependidikan agama; pe rkemahan pelajar/mahasiswa, lomba karya ilmiah agama, Menyelenggarakan pesantren kilat, pesantren
kilat d an sarana/ peralatan, buku pelajaran agama, buku bacaan
pascasarjana (S -2 dan S-3) bagi pendidik dan Melakukan kerjasama
internasional program pendidikan agama dan
alisasi ajaran agama di
kalangan umat beragama; sekretariat bersama antar umat
beragama di seluruh provinsi; ko munikasi Kerukunan Antar
Umat Beragama di tingkat Melanjutkan pembentukan jaringan komunikasi kerukunan antar
umat s osialiasi
tokoh-tokoh agama di daerah pasca konflik; data kerukunan umat beragama; umat beragama di daerah
pasca konflik; Sosialisasi wawasan
multikultural bagi umat beragama; Pengembangan wawasan multicultural bagi guru-guru agama; Meningkatkan potensi kerukunan
hidup umat beragama melalui pemanfaatan Mendorong tumbuh
kembangnya wadah-wadah kerukunan sebagai Melakukan silaturahmi antara pemuda
agama, cendekiawan agama, tokoh Menyelenggarakan lomba kegiatan keagamaan bernuansa kerukunan Meningkatkan
kualitas tenaga penyuluh kerukunan umat beragama.
Program
Pengembangan Lembaga-Lembaga sosial Keagamaan dan
Amil Zakat, dan petugas wakaf; ku
njungan belajar antar lembaga sosial keagamaan
dan lembaga a pengkajian, penelitian dan pengembangan dalam rangka k ualitas tenaga pengelola lembaga-lembaga
sosial keagamaan
dan pengembangan dalam
rangka peningkatan kualitas dan i antisipasi dampak negatif
modernisasi, globalisasi, lomba-lomba
penulisan/karya ilmiah, buku cerita, sketsa
[28]Sejalan dengan
doktrin Islam tentang kerukunan hidup beragama, maka perlu mengembangkan mata
pelajaran PAI berwawasan kerukunan hidup umat beragama, karena pendidikan agama
Islam harus beradaptasi dengan lingkungan masyarakat dan berorientasi ke depan.
Karena memang praktek pendidikan harus sesuai dengan perkembangan masyarakat,
teori-teori pendidikan dan giliran berikutnya teori-teori pendidikan harus
bersumber dari suatu pandangan hidup masyarakat yang bersangkutan. PAI
berwawasan kerukunan beragama memiliki 3 orientasi, yaitu : (1) orientasi diri
melalui pemahaman para siswa; (2) orientasi sekolah melalui muatan kurikulum,
silabi, dan materi ajar; serta (3) orientasi sosial, yaitu suasana lingkungan
dimana para siswa dapat mengalami secara langsung kehdiupan beragama yang
beragam. Disertasi ini menawarkan format materi kurikulum PAI Berwawasan
Kerukunan Hidup Beragama untuk SMUN. [29]
peningkatan kerukunan umat beragama.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Istilah “Agama”
mempunyai dua macam pengertian yaitu pengertian secara asal-usul kata
(etimologi) dan pengertian secara istilah (terminologi) yaitu:
1. Agama
berasal dari bahasa sansekerta yang diartikan dengan: haluan, peraturan, jalan
atau kebaktian kepada Tuhan.
2. Agama
terdiri dari dua kata yaitu: A= tidak, GAMA= kacau balau, tidak teratur. Jadi
Agama berarti: tidak kacau balau yang berarti teratur.
Dari kedua
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hidup beragama itu adalah hidup
yang teratur, sesuai dengan haluan, atau
jalan yang telah dilimpahkan Tuhan dan dijiwai oleh semangat kebaktian kepada
Tuhan. Agama bertugas menjaga kehidupan agar menjadi tertib dan teratur. Maka
agama berkecimpung dalam peraturan dan hokum, dan ajaran. Agama hanya hidup dan
punya arti kalau dalam situasi membumi. Sebab kalau tidak agama hanya merupakan
prinsip-prinsip yang mengambang di udara. Dalam realitas kehidupan terdapat
tidak sedikit orang menganut secara formal agama tertentu namun praktek
kehidupannya ternyata tidak mencerminkan sikap dan perilaku orang beragama.
Agama sebagai
realitas social di dalamnya tidak hanya terkandung ajaran yang bersifat
normatif doctrinal melainkan juga terdapat variabel pemeluk, tafsir ajaran,
lembaga keagamaan, tempat suci serta bagunan ideologi yang dibangun dan dibela
oleh para pemeluknya. Dengan demikian bila terjadi konflik antar agama maka
terdapat berbagai variabel yang terlibat, yang satu memperkuat yang lain, meski
meskipun ada juga aspek ajaran yang menjadi kekuatan pencegah.
B.
Saran
Penulis
menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan untuk
itu kritik dan saran dari para pembaca sekalian sangat diharapkan demi untuk
perbaikkan makalah ini kedepannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abd Rohim Ghazali, Puasa untuk Semua, Kompas 12-9-2007.
Ahmadi Abu, Perbandingan Agama, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1991.
Ali
Mukti , Ilmu Perbandingan Agama, Yogyakarta:
Al-Falah, 1965.
Assyaukanie Lutfhi, Pendidikan Agama Melalui Pelajaran Agama, Kompas, 2003.
Amir Wardan, Perbandingan Agama, Semarang: CV Putra Toha, 1976.
Barnadib
Imam, Pendidikan Perbandingan, Yogyakarta:
Andi Offset, 1987.
Blekker, Pertemuan Agama-Agama Dunia, Bandung: 1964.
Haldani Achmad, Al-Qur”an & Terjemahannya Edisi
Ilmu Pengetahuan, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2009.
Hamka, Pelajaran Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1961.
Komaruddin Hidayat, Konflik Antar Agama, Kompas. Selasa, 18
Januari 2000.
Murhanudin, Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam Berwawasan Kerukunan, Jakarta:
Puslitbang Penda, 2007.
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia, No:55 Tahun 2007, Tentang Pendidikan agama dan Pendidikan Keagamaan,
Bab II, Pasal 2, ayat 1.
Rivai
Moh., Perbandingan Agama, Jakarta:
Jayamurni, 1964.
Sulan, Bahan Ajar Pendidikan Agama Hindu
Berwawasan Kerukunan, Jakarta: Puslitbang Penda,
Soemanto, Perubahan Sosial & Pendidikan Agama, Jakarta: Suara Karya, 1989.
Syarif Mufti, Perbandingan Agama-Agama, Jakarta, 1970.
UUD 1945 Bab X Pasal 28 : 1.
Www.kerukunan antar agama.com,
Sabtu 30 Juli 2012. 19.30.
1 komentar so far
kok gak bisa di kopas say
EmoticonEmoticon