Kamis, 11 Agustus 2016

Makalah Desain dan Komponen-Komponen Kurikulum

Tags

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Kurikulum didefinisikan ke dalam berbagai variasi seperti, ada yang memandangnya secara sempit, yaitu kurikulum sebagai kumpulan mata pelajaran atau bahan ajar. Ada yang mengartikannya secara luas, meliputi semua pengalaman yang diperoleh siswa karena pengarahan-bmbingan dan tanggung jawab sekolah. Kurikulum juga diartikan sebagai dokumen tertulis dari suatu rencana atau program pendidikan (written curriculum), dan juga sebagai pelaksanaan dari rencana (actual curriculum). Tidak semua yang ada dalam kurkulum tertulis, kemungkinan dilaksanakan di kelas.
Kurikulum merupakan rancangan pembelajaran dalam institusi pendidikan yang harus ditempuh peserta didik dalam jangka waktu tertentu. Dalam teks maupun prakteknya, kurikulum hendaknya senantiasa relevan dengan perkembangan zaman. Agar senantiasa relevan, kurikulum tentunya perlu dikembangkan dari waktu ke waktu agar isinya selalu berkembang sesuai tuntutan dan harapan berbagai pihak terkait.
Kurikulum dapat mencakup lingkup yang sangat luas, yaitu sebagai program pengajaran pada suatu jenjang pendidikan, dan dapat pula menyangkut lingkup yang sangat sempit, seperti program pengajaran suatu mata pelajaran untuk beberapa jam pelajaran. Apakah dalam lingkup yang luas maupun sempit, kurikulum membentuk desain yang menggambarkan pola organisasi dari komponen-komponen kurikulum dengan perlengkapan penunjangnya.
Komponen kurikulum merupakan suatu unsur yang perlu kita pahami agar dalam pelaksanaannya kita dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin di capai. Sedangkan, desain kurikulum merupakan suatu proses pengembangan kurikulum yang diawali dari perencanaan, yang dilanjutkan dengan validasi, implementasi dan evaluasi. Suatu program kurikulum apabila dilaksanakan tetapi kita tidak memahami konsepnya maka semua dapat diakatakan sia-sia, jadi untuk memahami komponen dan desain kurikulum itu sendiri dapat diakatakan penting bagi kita untuk memahami dan mempelajarinya
B.       Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas dapat di tarik beberapa pokok permasalahan yang akan di bahas dalam makalah ini, yaitu
1.        Apa saja komponen-komponen kurikulum?
2.        Apa saja desain pengembangan kurikulum?
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Komponen-Komponen Kurikulum
Kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia maupun binatang, yang memiliki susunan anatomi tertentu. Unsur atau komponen-komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian dan media, serta evaluasi. Keempat komponen tersebut berkaitan erat satu sama lain.
Suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian ini meliputi dua hal. Pertama, kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi dan perkembangan masyarakat. Kedua, kesesuaian antar komponen-komponen kurikulum, yaitu isi sesuai dengan tujuan, proses sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai dengan proses, isi dan tujuan kurikulum.[1]
1.        Komponen Tujuan
Tujuan memegang peranan penting, akan mengarahkan semua kegiatan pengajaran dan mewarnai komponen-komponen kurikulum lainnya. Tujuan kurikulum dirumuskan berdasarkan dua hal. Pertama perkembangan tuntutan, kebutuhan dan kondisi masyarakat. Kedua, didasari oleh pemikiran-pemikiran dan terarah pada pencapaian nilai-nilai filosofis, terutama falsafah negara. Kita mengenal beberapa kategori tujuan pendidikan, yaitu tujuan umum dan khusus, jangka panjang, menengah, dan jangka pendek.
Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah 1975/1976 dikenal kategori tujuan sebagai berikut.



a.         Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan jangka panjang, tujuan ideal pendidikan bangsa indonesia.[2] Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan pendidikan yang paling tinggi dalam hierarki tujuan-tujuan pendidikan yang ada, yang bersifat ideal dan umum yang dikaitkan dengan falsafah pancasila. Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk menciptakan manusia Indonesia yang beriman, bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan ruhani, kepribadian yang mantap, mandiri, dan memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.[3]
Tujuan pendidikan nasional menurut UU No. 2 Tahun 1989 pada dasarnya untuk membentuk anak didik menjadi manusa seutuhnya, yang mempunyai ilmu pengetahuan dan teknologi serta beriman dan bertakwa atau dikenal juga untuk membentuk manusia pancasilais.
b.        Tujuan Intitusional
Tujuan institusional merupakan sasaran pendidikan sesuatu lembaga pendidikan. Tujuan institusional merupakan tindak lanjut dari tujuan pendidikan nasional. Sistem pendidikan Indonesia memiliki jenjang yang melembaga pada suatu tingkatan. Tiap lembaga memiliki suatu tujuan pendidikan yang disebut tujuan institusional, karena itu dikenal bermacam-macam tujuan institusional, antara lain tujuan institusional SD/MI, SMP/MTs, SMA/ MA, Universitas/Akademi/UIN/IAIN/STAIN, dan lain sebagainya.[4]
Keberadaan tujuan pendidikan mesti menggambarkan kelanjutan dan memiliki relevansi yang kuat dengan tujuan pendidikan nasional. Agar tidak terjadi penyimpangan, tiap tujuan institusional mesti di dahului dengan pengertian pendidikan, dasar pendidikan, tujuan pendidikan nasional, dan tujuan umum lembaga yang dimaksud.
c.         Tujuan Kurikuler
Tujuan kurikuler merupakan tindak lanjut dari tujuan institusional dalam melaksanakan kegiatan pendidikan dari suatu lembaga pendidikan. Dengan demikian, isi pengajaran yang telah disusun diharapkan dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Suatu lembaga pendidikan memiliki tujuan kurikuler yang biasanya dapat dilihat dari GBPP suatu bidang studi. Dari GBPP (Garis-Garis BesarProgram Pengajaran) tersebut, terdapat suatu tujuan kurikuler yang perlu dicapi oleh anak didik setelah ia menyelesaikan pendidikannya.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa tujuan kurikuler mesti mencerminkan tindak lanjut dari tujuan kurikuler dan tujuan pendidikan nasional. Karena itu, penjabaran tujuan institusional dan tujuan pendidikan nasional mesti menggambarkan tujuan kurikuler sehingga akan terlihat jelas hubungan hierarkis dari ketiga tujuan pendidikan tersebut.
d.      Tujuan instruksional
Tujuan ini bersifat operasional, yaitu diharapkan dapat tercapai pada saat terjadinya proses belajar mengajar yang bersifat langsung dan terjadi setiap hari pembahasan. Untuk mencapai tujuan instruksional ini, biasanya seorang pendidik/guru perlu membuat Satuan Pelajaran (SP). Dalam upaya mencapai tujuannya, tujuan instruksional ini sangat ditentukan oleh kondisi proses belajar mengajar yang ada, antara lain kompetensi pendidikan, fasilitas belajar, anak didik, metode, lingkungan, dan faktor yang lain. Tujuan instruksional ada dua. Pertama, tujuan instruksional umum. Kedua, tujuan intruksional khusus.[5]
Tujuan pendidikan nasional yang berjangka panjang merupakan suatu tujuan pendidikan umum, sedangkan tujuan instruksional yang berjangka waktu cukup pendek merupakan tujuan yang bersifat umu yang biasanya abstrak dan luas, menjadi sasaran khusus yang lebih konkret, sempit dan terbatas.

2.         Komponen isi dan struktur program/materi
Komponen isi dan struktur program/materi merupakan materi yang diprogramkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Isi atau materi yang dimaksud biasanya berupa materi bidang-bidang studi, misalnya Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Fiqh, Akhlak, Tsyri’, Bahasa Arab dan lain sebagainya. Bidang-bdang studi tersebut disesuaikan dengan jenis, jenjang, dan jalur pendidikan yang ada, dan bidang-bidang studi tersebut biasanya dicantumkan atau dimuatkan dalam sturktur program kurikulum suatu sekolah.[6]
Materi kurikulum pada hakkatnya adalah isi kurikulum. Dalam Undang-undang Pendidikan tentang sistem Pendidikan Naisonal telah ditetapkan, bahwa . . . “Isi kurikulum merupakan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan suatu pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional” (Bab IX, ps. 39).[7]
Siswa belajar dalam bentuk interaksi dengan lingkungannya, lingkungan orang-orang, alat-alat dan ide-ide. Tugas utama seorang guru adalah menciptakan lingkungan tersebut, untuk mendorong siswa melakukan interaksi yang produktif dan memberikan pengalaman belajar yang dibutuhkan. Kegiatan dan lingkungan demikian dirancang dalam suatu rencana mengajar, yang mencakup komponen-komponen: tujuan khusus, sekuens bahan ajar, strategi mengajar, media dan sumber belajar, serta evaluasi hasil mengajar.[8]
Hilda Taba memberikan kriteria untuk memilih isi/materi kurikulum sebagai berikut:
a)        Materi itu harus sahih dan signifikan, artinya harus menggambarkan pengetahuan mutakhir
b)        Materi itu harus relevan dengan kenyataan sosial dan kultural agar peserta didik lebih mampu memahami fenomena dunia, termasuk perubahan-perubahan yang terjadi
c)        Materi itu harus mengandung keseimbangan antara keluasan dan kedalaman
d)       Meteri harus mencakup berbagai ragam tujuan
e)        Materi harus sesuai dengan kemampuan dan pengalaman peserta didik, dan
f)         Materi harus sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta didik.
Begitu juga, Ronald C.Doll dalam Zainal Arifin mengemukakan beberapa kriteria pemilihan materi kurikulum, yaitu:
a)        Validitas dan signifikasi materi
b)        Adanya keseimbangan materi
c)        Kesesuaian materi dengan kebutuhan dan minat murid
d)       Kemantapan materi, dalam arti tidak cepat usang
e)        Hubungan antara materi dengan ide pokok dan konsep-konsep
f)         Kemampuan peserta didik untuk mempelajari materi, dan
g)        Kemungkinan menjelaskan materi itu dengan data dari disiplin lain.
Pemilihan isi kurikulum dapat juga mempertimbangkan kriteria sebagai berikut:
a)        Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
b)        Sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik
c)        Bermanfaat bagi peserta didik, masyarakat, dunia kerja, bangsa dan negara, baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang, dan
d)       Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.[9]
3.        Komponen media/sarana-prasarana
Media merupakan sarana perantara dalam mengajar. Sarana dan prasarana atau media merupakan alat bantu untuk memudahkan dalam mengaplikasikan isi kurikulum agar lebih mudah dimengerti oleh anak didik dalam proses belajar mengajar. Pemakaian media dalam proses belajar mengajar merupakan suatu hal yang perlu dlaksanakan oleh seorang pendidik agar apa yang disampaikannya terhadap anak didik dapat memiliki makna penting bagi anak didik yang telah berhasil menyerap dan memahami suatu materi pelajaran yang telah ditempuhnya.[10]
Ketepatan memilih alat media merupakan suatu hal yang dituntut bagi seorang pendidik agar materi yang ditransfernya bisa berjalan sebagaimana mestinya, dan tujuan pengajaran atau pendidikan daro proses belajar mengajar yang ada diharapkan bisa tercapai dengan baik.[11]
Media mengajar merupakan segala macam bentuk perangsang dan alat yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar. Perumusan di atas menggambarkan pengertian media yang cukup luas, mencakup berbagai bentuk perangsang belajar yang sering disebut sebagai audio visual aid, serta berbagai bentuk alat penyaji perangsang belajar, berupa alat-alat elektronika seperti mesin pengajaran, film, audio cassette, video cassette, televisi dan komputer.
Rowntree mengelompokkan media mengajar menjadi lima macam dan disebut Modes, yaitu Interaksi insani, realita, pictorial, simbol tertulis, dan rekaman suara.
Gagne mengemukakan lima macam perangsang belajar disertai alat-alat untuk menyajikannya[12], yaitu:
No
Perangsang
Alat
1
Kata-kata tertulis
Buku, pengajaran berprogram, bagan, proyektor slide, poster, cheklist.
2
Kata-kata lisan
Guru, tape recording
3
Gambar dan kata-kata lisan
Slide-tapes, slide bersuara, ceramah dan poster
4
Gambar bergerak, kata-kata dan suara lain
Proyektor film bergerak, televisi, demonstrasi
5
Konsep-konsep teoritis melalui gambar
Film bergerak, permainan boneka/wayang

4.        Komponen strategi belajar mengajar
Dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik atau guru perlu memahami suatu strategi. Strategi menunjuk pada suatu pendekatan, metode dan peralatan mengajar yang diperlukan dalam pengajaran. Strategi pengajaran lebih lanjut dapat dipahami sebagai cara yang dimiliki oleh seorang pendidik atau guru dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian strategi di sini mempunyai arti komprehensif yang mesti dipahami dan dupayakan untuk pengaplikasannya oleh seorang pendidik terhadap anak didiknya sejak dari mempersiapkan pengajaran sampai proses evaluasi.
Dengan menggunakan strategi yang tepat, diharapkan hasil yang diperoleh dalam proses belajar mengajar dapat memuaskan baik bagi pendidik maupun anak didik. Namun, penggunaan strategi yang tepat dan akurat sangat ditentukan oleh tingkat kompetensi pendidik. Pendidik akhir-akhir ini sudah mulai mengarah pada two ways communication dalam proses belajar dan mengajar di kelas.[13]
5.        Komponen evaluasi
Evaluasi merupakan suatu komponen kurikulum, karena kurikulum adalah pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Dengan evaluasi dapat diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar siswa. Berdasarkan informasi itu dapat dibuat keputusan tentang kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan dan upaya bimbngan yang perlu dilakukan.[14]
Dalam mengevaluasi, biasanya seorang pendidik akan mengevaluasi anak didik dengan materi atau bahan yang telah diajarkannya, atau paling tidak ada kaitannya dengan yang telah diajarkan. Hal ini sangat penting, mengingat hasil penilaian atau hasil yang dimiliki oleh anak didik tidak jarang menjadi barometer atas keberhasilan proses pengajaran pada suatu sekolah dan berkaitan erat dengan masa depan anak didik.[15]

B.       Desain Pengembangan Kurikulum
Desain kurikulum menyangkut pada pola pengorganisasian unsur-unsur atau  komponen kurikulum.Penyusunan desain kurikulum dapat di lihat dari dua dimensi, yaitu dimensi horizontal dan dimensi fertikal. Dimensi horizontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Susunan lingkup ini di integrasikan dengan proses belajar dan mengajar. Dimensi vertical menyangkut penyusunan sekuens bahan ajar berdasarkan tingkat kesukaran. Bahan tersebut disusun mulai dari yang mudah, kemudian menuju pada yang lebih sulit, atau mulai dari yang dasar kemudian dengan yang lanjutan.
Berdasarkan pada apa yang menjadi fokus pengajaran, terdapat tiga pola desain kurikulum, yaitu :
2.        Subject centered design adalah suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan ajar.
3.        Learner centered design adalah suatu desain kurikulum yang mengutamakan peranan siswa.
4.        Problem centered design adalah desain kurikulum yang berpusat pada masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarakat.
a.         Subject Centered Design.
   Subject centered design merupakan bentuk desain yang paling popular, paling tua dan paling banya digunakan. Dalam Subjec centered design, kurikulum di pusatkan pada isi atau materi yang akan diajarkan. Kurikulum tersusun atas sejumlah mata pelajaran,dan mata pelajaran tersebut diajarkan secara terpisah-pisah. Subjec centered berkembang  dari konsep pendidikan klasik yang demenekankan pada pengetahuan,nilai-nilai dan warisan budaya masa lalu,dan berupaya untuk mewariskan kepada generasi berikutnya.Karena mengutamakan isi atau bahan ajar ,maka desain kurikulum ini disebut juga subject academic curriculum.
Kelebihan model design kurikulum :
1.        Mudah disusun, dilaksanakan, dievaluasi dan disempurnakan.
2.        Para pengajar tidak perlu di persiapkan khusus, asal menguasai ilmu atau bahan yang akan diajarkan yang sudah di kuasai oleh pengajar.  
Kekurangan model design kurikulum :
1.        Karena pengetahuan yang di berikan secara terpisah-pisah, hal itu berentangan dengan kenyataan, sebab dalam kenyataan pengetahuan itu merupakan suatu kesatuan.
2.        Karena mengutamakan bahan ajar maka peran peserta didik sangat pasif.
3.        Pengajaran lebih menekankan pada pengetahuan dan kehidupan masa lalu,dengan demikian pengajaran lebih bersifat verbalistis dan kurang praktis.[16]
Atas dasar tersebut, para pengkritik menyarankan perbaikan ke arah yang lebh terntegrasi, praktis dan bermakna setya memberikan peran yang lebih aktif kepada siswa.
Pada model subject centered design curriculum di bagi menjadi tiga bagian yaitu:
a)        The Subject Design
The subject design merupakan bentuk desain yang paling murni dari subject centered design. Materi pelajaran di sajikan secara terpisah-pisah dalam bentuk mata - mata pelajaran. Model desain ini telah ada sejak lama. Pada abad ke-19 pendidikan tidak lagi di arahkan pada pendidikan umum (liberal art), tetapi pada pendidikan yang bersifat praktis, berkenaaan dengan mata pencaharian (pendidikan vokasional).
Pada saat itu mulai berkembang mata-mata pelajaran fisika, kimia, biologi ,bahasa yang masih bersifat teoritis, juga berkembang mata-mata pelajaran praktis seperti pertanian, ekonomi, tata buku, kesejahteraan keluarga, keterampilan, dan lain-lain. Isi pelajaran diambil dari pengetahuan dan nilai-nilai yang telah di temukan oleh ahli-ahli sebelumnya. Para siswa di tuntut untuk menguasai semua pengetahuan yang diberikan, apakah mereka menyenangi atau tidak, membutuhkan atau tidak karena pelajaran-pelajaran tersebut diberikan secara terpisah-pisah, maka siswa menguasainya pun terpisah-pisah pula. Tidak jarang siswa menguasai bahan hanya pada tahap hafalan,bahan di kuasai secara verbalistis.
Kelemahan – kelemahan bentuk kurikulum ini adalah :
1.        Kurikulum memberikan pengetahuan secara terpisah-pisah, satu terlepas dari yang lainnya.
2.        Isi kurikulum di ambil dari masa lalu,terlepas dari kejadian-kejadian yang sedang berlangsung sekarang.
3.        Kurikulum ini kurang memperhatiakan minat,kebutuhan,dan pengalaman peserta didik.
4.        Isi kurikulum berdasarkan sistematika ilmu sering menimbulkan kesukaran di dalam mempelajari dan menggunakannya.
5.        Kurikulum lebih mengutamakan isi dan kurang memperhatikan cara penyampaian. Cara penyampaian utama adalah ekspositori yang menyebabkan peranan siswa pasif.[17]
Kelebihan kurikulum ini adalah :
1.        Karena materi pelajaran diambil dari ilmu yang sudah tersusun secara sistematis logis,maka penyusunannya cukup mudah.
2.        Bentuk ini memudahkan para peserta didik untuk mengikuti pendidikan di perguruan tinggi, sebab pada perguruan tinggi umumnya digunakan bentuk ini.
3.        Bentuk kurikulum ini dapat dilaksanakan secara efisien, karena metode utamanya adalah metode ekspositori yang di kenal tingkat efisiensinya cukup tinggi.
4.        Bentuk kurikulum ini sangat ampuh sebagai alat utuk melestarikan dan mewariskan warisan budaya masa lalu.
b)        The Disciplines Design.
  Bentuk ini merupakan pengembangan dari subject design, keduanya masih menekankan kepada isi atau materi kurikulum. Walaupun bertolah dari hal yang sama tetapi antara keduanya terdapat perbedaan.  Pada disciplines design, isi kurikulum yang di berikan di sekolah adalah disiplin-disiplin ilmu. Menurut pandangan ini sekolah adalah makrokosmos dari dunia intelek, batu pertama dari hal itu adalah isi dari kurikulum. Para pengembang kurikulum dari aliran ini berpegang teguh pada disiplin-disiplin ilmu seperti fisika, biologi, psikologi, sosiologi dan lain-lain.
Perbedaan disciplines design dengan subject design salah satunya terletak pada tingkat penguasaan. Disciplines design tidak seperti subject design yang menekankan pada penguasaan fakta-fakta dan informasi. Pada model ini para peserta didik di dorong untuk memahami logika atau struktur dasar disiplin ilmu, memahami konsep-konsep, ide-ide dan prinsip-prinsip penting.
Juga didorong untuk memahami cara mencari dan menemukannya. Hanya dengan menguasai hal-hal itu, peserta didik akan memahami masalah dan mampu melihat hubungan berbagai fenomena baru. Proses belajarnya tidak lagi menggunakan pendekatan ekspositori yang menyebabkan peserta didik lebih banyak pasif, tetapi menggunakan pendekatan inkuri  dan diskaveri.[18]
Kelebihan disciplines design :
1.        Kurikulum ini bukan hanya memiliki organisasi sistematik dan efektif tetapi juga dapat memelihara integritas intelektual pengetahuan manusia.
2.        Peserta didik tidak hanya menguasai serentetan fakta, prinsip hasil hafalan tetapi menguasai konsep, hubungan dan proses-proses intelektual yang berkembang pada peserta didik.
Kelemahan disciplines design :
1.        Belum dapat memberikan pengetahuan terintegrasi.
2.        Belum mampu mengintegrasikan sekolah dengan masyarakat atau kehidupan.
3.        Belum bertolak dari minat dan kebutuhan atau pengalaman peserta didik.
4.        Susunan kurikulum belum efisien baik untuk kegiatan belajar maupun untuk penggunanya.
5.        Meskipun lebih luas di bandingkan dengan subject design tetapi secara akademis dan intelektual masih cukup sempit.[19]
c)        The Broad Fields Design
Tujuan pengembangan kurikulum board fields adalah menyiapkan para peserta didik yang kini hidup dalam dunia informasi yang sifatya spesialistis, dengan pemahaman yang bersifat menyeluruh. Bentuk kurikulum ini banyak digunakan di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, di sekolah menengah atas penggunaannya agak terbatas apalagi di perguruan tinggi sedikit sekali.
Kelebihan board fields :
1.        Karena dasarnya bahan yang terpisah-pisah, walaupun sudah terjadi penyatuan beberapa mata kuliah masih memungkinkan peyusunan warisan-warisan budaya secara sistematis dan teratur.
2.        Karena mengintegrasikan beberapa mata kuliah memungkinkan peserta didik melihat hubungan antara berbagai hal.
Kelemahan board fields:
1.        Kemampuan guru untuk tingkat sekolah dasar  guru mampu menguasai bidang yang luas, tetapi untuk tingkat yang lebih tinggi, apalagi di perguruan tinggi sukar sekali.
2.        Karena bidang yang di pelajari luas, maka tidak dapat diberikan secara mendetail, yang diajarkan hanya permukaannya saja.
3.        Pengintegrasian bahan ajar sedikit sekali, tidak menggambarkan kenyataan, tidak memberikan pengalaman yang sesungguhnya bagi siswa,dengan demikian kurang membangkitkan minat belajar.
4.        Meskipun kadarnya lebih rendah,dibandingkan dengan subject design tetapi model ini tetap menekankan penguasan bahan dan informasi. Kurang menekankan proses pencapaian tujuan yang sifatnya afektif dan kognitif tingkat tinggi.


b.        Learner-centered design
Learner-centered design merupakan penyempurnaan terhadap beberapa kelemahan dari subject centered design. Desain ini mengutamakan peranan isi dari kurikulum. Learner centered, memberi tempat utama kepada peserta didik. Di dalam pendidikan, yang belajar dan berkembang adalah perserta didik sendiri.  Guru atau pendidik hanya berperan menciptakan situasi belajar mengajar, mendorong atau memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Learner centered design bersumber dari konsep Rousseau tentang pendidikan alam, menekankan perkembangan peserta didik. Pengorganisasian kurikulum didasarkan atas minat, kebutuhan dan tujuan peserta didik.
Ciri-ciri utama yang membedakan desain model learner centered dengan subject centered :
1.        Learner centered design mengembangkan kurikulum dengan bertolak dari peserta didik dan bukan dari isi.
2.        Kurikulum di kembangkan bersama antara guru dengan siswa dalam penyelesaian tugas-tugas pendidikan.[20]
c.         Problem Centered Design
Problem centered design berpanhkal pada filsafat yang mengutamakan peranan manusia. Konsep pendidikan para pengembang model kurikulum ini berangkat dari asumsi bahwa manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama. Konsep-konsep ini menjadi landasan pula dalam pengembangan kurikulum. Problem centered design menekankan pada isi maupun perkembangan peserta didik. Ada dua variasi model desain kurikulum ini, yaitu :
a)        The Areas of Living Design
Areas of Living desain menekankan prosedur belajar melalui pemecahan masalah dalam prosedur belajar ini tujuan bersifat proses dan bersifat isi di integrasikan.
Desain ini mempunyai beberapa kebaikan dari pada desain-desain lainnya. 
1.        The areas of living design merupakan the subject mater design tetapi dalam bentuk yang terintegrasi.
2.        Desain ini mendorong penggunaan prosedur dalam pemecahan masalah. 
3.        Menyajikan bahan ajar dalam bentuk yang relevan, yaitu untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan.
4.        Desain tersebut menyajikan bahan ajar yang fungsional.
5.        Motivasi belajar datang dari dalam diri peserta didik, tidak perlu di rangsang dari luar.
Kelemahan model desain ini. 
1.        Penentuan lingkup dan sekuens dari bidang-bidang kehidupan yang sangat esensial sangat sukar,timbul organisasi isi kurikulum yang berbeda.
2.        Lemahnya atau kurangnya integeritas dan kontinuitas organsasi isi kurikulum.[21]
b)        The Core design.
Timbul sebagai reaksi utama kepada separate subject design yang sifatnya terpisah-pisah dalam mengintegrasikan bahan ajar, mereka memilih mata pelajaran atau bahan ajar tertentu sebagai inti. Menurut konsep ini inti-inti bahan ajar dipusatkan pada kebutuhan individual dan sosial.
The core kurikulum diberikan guru-guru yang memiliki penguasaan dan berwawasan luas bukan spesialis. Ada beberapa variasi core kurikulum  :
1.        The separate subject core.
2.        The correlated core.
3.        The fused core.
4.        The activity / experience core.
5.        The areas of living core.
6.        The social problem core.[22]



BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan

Kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisasime manusia maupun binatang, yang memiliki susunan anatomi tertentu. Unsur atau komponen-komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, is atau materi, proses atau sistem penyampaian dan media, serta evaluasi. Keempat komponen tersebut berkaitan erat satu sama lain.
Yang termasuk komponen-komponen kurikulum adalah:
1.      Komponen Tujuan
2.      Komponen isi dan struktur program/materi
3.      Komponen media/sarana-prasarana
4.      Komponen strategi belajar mengajar
5.      Komponen evaluasi
Desain kurikulum menyangkut pada pola pengorganisasian unsur-unsur atau  komponen kurikulum.Penyusunan desain kurikulum dapat di lihat dari dua dimensi, yaitu dimensi horizontal dan dimensi vertikal.
Berdasarkan pada apa yang menjadi fokus pengajaran, terdapat tiga pola desain kurikulum, yaitu :
1.        Subject centered design adalah suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan ajar.
2.        Learner centered design adalah suatu desain kurikulum yang mengutamakan peranan siswa.
3.        Problem centered design adalah desain kurikulum yang berpusat pada masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarakat.



DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011
Idi, Abdullah, Pengembangan Kurikulum Teori & Praktik, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011
Hamalik, Oemar,  Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 1995
Subandijah,  Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2010



[1]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2010), h. 102.
[2]Nana Syaodih Sukmadinata,  Ibid.,, h. 103.
[3]Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori & Praktik (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 55.
[4]Abdullah Idi, Ibid., h. 56.
[5]Abdullah Idi, Ibid., h. 56-57.
[6]Abdullah Idi, Ibid., h. 57.
[7]Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 25.
[8]Nana Syaodih Sukmadinata, op.cit., h. 105.
[9]Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 89-90.
[10]Abdullah Idi, op.cit., h. 57-58.
[11]Subandijah,  Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), h. 5.
[12]Nana Syaodih Sukmadinata, op cit., h. 108-110.
[13]Abdullah Idi, op.cit., h.58.
[14]Oemar Hamalik, op.cit., h 29
[15]Abdullah Idi, op.cit., h.59.
[16]Nana Syaodih Sukmadinata, op.cit., h. 113-114.
[17]Nana Syaodih Sukmadinata, ibid., h. 114-115.
[18]Nana Syaodih Sukmadinata, ibid., h. 116.
[19]Nana Syaodih Sukmadinata, ibid., h. 117.
[20]Nana Syaodih Sukmadinata, ibid., h. 117-118.
[21]Nana Syaodih Sukmadinata, ibid., h. 120-121.
[22]Nana Syaodih Sukmadinata, ibid., h. 122.


EmoticonEmoticon