BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Islam
menganjurkan kepada manusia untuk mencari ilmu sebagai bekal mengatasi segala
permasalahan hidup dan juga membimbing umatnya supaya berakhlak mulia serta
berilmu pengetahuan. Menuntut ilmu merupakan kewajian di mana saja dan kapan
saja, karena ilmu merupakan penyelamat di dunia dan bekal di akhirat kelak.
Jika manusia belum memiliki ilmu, dalam Islam dianjurkan untuk bertanya kepada
mereka yang memiliki ilmu tersebut.
Firman
Allah Swt. dalam surat an-Nahl ayat 43:
4 (#þqè=t«ó¡sù @÷dr& Ìø.Ïe%!$# bÎ) óOçGYä. w tbqçHs>÷ès? ÇÍÌÈ
Artinya :
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (Q.S. An-Nahl : 43)
Dengan
itu, tak ada satu orangpun yang berhak menghentikan atau melarang seseorang
dalam mencari ilmu (belajar). Setiap individu berhak mendapatkan pendidikan dan
tak ada kata akhir dari suatu proses belajar. Bahkan, Islam sangat
menganjurkan,
sebagaimana
sabda Nabi Saw;
طلب
العلم فرىضة على كل مسلم ومسلمة
“Menuntut
ilmu itu fardu atas setiap muslimin dan muslimat” (al-Ghazali, tt:27).
Berdasarkan alasan dan ajaran Islam tersebut,
para ahli pendidikan Islam sejak dahulu sehingga sekarang secara serius
melaksanakan proses pendidikan dalam upaya untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan. Menurut Aminuddin Rasyad, bahwa Islam menginginkan
manusia individu (guru dan murid) dan masyarakat menjadi orang-orang yang
berpendidikan. Berpendidikan berarti berilmu, berketerampilan, berakhlak mulia,
berkepribadian luhur, pandai bermasyarakat dan bekerjasama untuk mengelola bumi
dan alam beserta isinya untuk kesejahteraan umat di dunia dan akhirat serta
dekat dengan Khalik-nya.[1]
Suatu hal yang penting diketahui oleh
seorang pendidik atau calon pendidik adalah sikap dan karakter anak didik. Anak
didik di sekolah yang dihadapi guru sudah membawa karakter yang terbentuk dari
lingkungan rumah tangga atau lingkungan masyarakat yang berbeda. Ada yang baik
da nada yang buruk, ada yang patuh da nada juga yang tidak patuh, dan
seterusnya. Mengetahui latar belakang dan karakter anak didik menjadi bahan
pertimbangan dalam menentukan alat pembelajaran, pendekatan dan metodenya yang
akan dilakukan oleh seorang guru sehingga tujuan pendidikan akan tercapai
dengan mudah. Sikap dan karakter anak didik ini dapat diubah darn dibentuk
sesuai dengan keinginan dan tujuan pendidikan. Di sinilah peran guru, orang tua
dan masyarakat yang amat penting dalam membentuk lingkungan anak didik yang
baik dan saling mendukung.[2]
Berdasarkan uraian tersebut, perlu digali
dan diteliti lebih mendalam untuk mendapatkan pemahaman yang sangat luas tentang
bagaimana seharusnya karakter peserta didik dibentuk dan dikembangkan agar tujuan
pendidikan tercapai sesuai dengan cita-cita para peserta didik. Dalam hal ini,
pembahasan tentang karakter peserta didik ini akan ditinjau dari aspek
pendidikan Islam.
B.
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas dapat di ambil beberapa
pokok permasalahan yang akan di bahas pada makalah ini, yaitu :
1.
Bagaimana hadist tentang peserta didik
?
2.
Apa pengertian dari karakter peserta didik ?
3.
Apa
saja macam-macam karakter dari peserta didik ?
4.
Apa
Faktor yang mempengaruhi karakter peserta didik?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hadits tentang karakter dan sifat anak didik
a.
Karakter
Menerima Pelajaran
عن أبي موسى عن
النبي صلى الله عليه وسلم قال مثل مابعثني الله به من الهدى والعلم كمثل الغيث
الكثيرأصاب أرضافكان منها نقية قبلت الماء فأنبتت الكلأ والعشب الكثير وكانت منهاأخادب أمسكت الماء فنفع الله
بهاالناس فسربواوسقوا وزرعوا وأصابت منها طائفة أخرى إنماهي قيعان لاثمسك
ماءولاتنبت كلأفذلك مثل من فقه في دٍينٍ الله وَنَفَعَهُ مَابَعَثَنِي الله بِهِ
فَعَلِمَ وعلم ومثل من لم يرفع بذلك رأسا ولم يقبل هدى الله الذي أرسلتبه (متفق
عليه)
1.
Kosakata
(Mufradat)
a.
مابعثني الله به =
sesuatu yang aku diutus Allah dengannya
b.
الغيث =
hujan
c.
طائفة =
sebidang tanah
d.
نقية =
subur
e.
فأنبتت =
menumbuhkan
f.
الكلأ والعشب =
tumbuh-tumbuhan dan rumput yang hijau
g.
أخادب =
tanah tandus yang tidak dapat menumbuhkan tetumbuhan
h.
أمسكت =
menahan
i.
قيعان =
tanah datar licin (berlumut)
j.
فقه = paham
k.
لم يرفع بذلك رأسا =
tidak peduli, tidak memperhatikan,
berpaling dari
ilmu (asal artinya tidak
mengangkat kepala untuk ilmu)[3]
2.
Terjemahan
Dari Abi Musa r.a. berkata: Rasulullah
SAW bersabda: “ Sesungguhnya perumpamaan petunjuk (hidayah) dan ilmu yang
dengannya aku diutus oleh Allah bagaikan hujan yang jatuh mengenai Bumi. Di
antaranya ada bumi yang subur, ia dapat menerima air kemudian menumbuhkan
tumbuhan-tumbuhan dan rumput yang lebat. Di antaranya ada Bumi yang tandus
(tanah berbatu padas) yang dapat menahan air, lalu dengannya Allah memberikan
manfaat kepada manusia, sehingga mereka dapat minum, menyirami, dan bercocok
tanam daripadanya. Dan (air hujan) ada yang mengenai sebagian Bumi, sesungguhnya
ia tanah licin tidak dapat enahan air dan tidak dapt menumbuhkan tanaman.
Demikian itu, perumpamaan orang yang mengkaji agama Allah dan bermanfaat apa
yang aku diutus dengannya, ia mengetahui dan mengajarkan (kepada orang lain)
dan perumpamaan orang tidak peduli (tidak mampu mengambil manfaat apa yang aku
diutus dengannya), dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus
dengannya.” (HR. Muttafaq Alayh)[4]
3.
Penjelasan
(syarah Hadis)
Rasulullah SAW membuat perumpamaan yang
indah tentang ilmu dan petunjuk yang diberikan kepada manusia bagaikan hujan
yang menyirami Bumi. Kedua perumpamaan Bumi dan manusia membutuhkan siraman,
Bumi perlu siraman air agar menjadi tanah yang subur dan dapat menumbuhkan
tanaman-tanaman yang hijau kemudian dimanfaatkan untuk manusia. Demikian halnya
hati manusia perlu disiram dengan petunjuk dan ilmu, agar hatinya menjadi subur
menerima petunjuk mendapat ketenangan, kemudian diamalkan dan diajarkan
sehingga manfaatnya lebih luas. Al-Qurthubiy menyatakan bahwa Rasulullah SAW
membuat perumpamaan agama yang dibawanya bagaikan hujan yang sangat dibutuhkan
dalam kehidupan. Demikian juga, keadaan umat sebelum datangnya Rasulullah SAW
menunggu kehadirannya. Sebagaimana hujan berperan dapat menghidupkan Bumi yang
mati, ilmu juga dapat menghidupkan hati yang mati.
Pada Hadis di atas ada tiga karakter
manusia sebagai anak didik dalam menerima ilmu atau petunjuk yang diumpamakan
seperti ragam tanah atau Bumi ketika menerima siraman hujan dari langit,
sebagai berikut:
a.
Bagaikan
Bumi subur
Karakter anak
didik diumpamakan seperti Bumi subur ketika disiram dengan air hujan. Bumi itu
dapat minum atau menyerap air, menumbuhkan tanaman-tanaman, tumbuhan-tumbuhan,
dan rumput hijau yang subur.
Karakter anak
didik pertama ini karakter yang terbaik di antara tiga karakter yang ada nanti,
karena karakter inilah yang menjadi tujuan pendidikan, yaitu membentuk pribadi
anak yang baik dan memiliki ilmu pengetahuan yang bermanfaat yakni diamalkan
dan diajarkan. Alangkah manfaatnya jika tanah yang subur itu dapat
menumbuhkan berbagai buah-buahan dan
sayur mayor yang mengandung vitamin yang amat penting bagi kesehatan manusia.
Alangkah manfaatnya jika ilmu seseorang yang diamalkan dan diajarkan kepada
orang lain dapat menerangi dirinya dan masyarakat di sekitarnya. Orang pertama
ini disebut sebagai orang alim yang mengamalkan ilmunya untuk dirinya dan
mengajarkannya kepada orang lain.[5]
b.
Bagaikan
Bumi tandus dan gersang
Bumi tandus ini hanya dapat menampung
air belakang, tetapi tidak dapat menyerap untuk menumbuhkan tanaman-tanaman
atau tumbuhan-tumbuhan. Memang ia dapat memberi manfaat kepada manusia seperti
untuk minum, untuk menyirami dan untuk bercocok tanam, tetapi ia tidak dapat
mengambil manfaat untuk dirinya. Ini sebuah perumpamaan karakter anak didik
yang pandai, cerdas, dan pintar semua buku sudah dibaca dan seolah-olah semua
ilmu dikuasai. Tetapi ilmu itu sebatas di ajarkan dan diinformasikan kepada
orang lain, sementara ilmu itu tidak diamalkan untuk dirinya. Karakter anak
didik kedua ini bagaikan lilin yang menerangi benda disekitarnya, tetapi
membakar dirinya.
Karakter kedua ini kurang etis,
seharusnya ilmu yang telah didapatkan untuk kepentingan diri sendiri terlebih
dahulu, kemudian keluarga dan baru untuk orang lain. Otang kedua ini hanya
memindahkan berita, hanya meriwayatkan, hanya menyampaikan, dan hanya
menceritakan kepada orang lain.
c.
Bagaikan
Bumi licin mendatar
Bentuk karakter anak didik ketiga
diumpamakan seperti bumi licin mendatar tidak dapat menyerap dan tidak dapat
menampung air.[6]
Karakter sebagaian anak didik ketiga ini
tidak dapat berbuat sesuatu yang bermanfaat baik untuk dirinya maupun untuk
orang lain. Mereka tidak dapat menyerap ilmu dan tidak dapat menampung ilmu.
Tidak ada ilmu yang menempel di otak mereka, tidak ada ilmu yang dapat
menumbuhkan buah amal nyata untuk dirinya dan tidak ada orang lain yang
mendapat pengajaran daripadanya. Mereka tidak mau mendengarkan ilmu atau
mendengar tetapu tidak memelihara ilmu itu, tidak untuk diamalkan dan tidak untuk
diajarkan.
Karakter ketiga ini yang terendah di
antara tiga karekter di atas, karena keberadaannya kurang berfungsi sebagai
anak didik, keberadaannya kurang bermanfaat dari berbagai arah.
Orang ketiga ini tidak mau mengambil
manfaat dari petunjuk dan ilmu yang dibawa Nabi dan tidak memberi manfaat
kepada orang lain bahkan tidak menerima petunjuk atau ilmu dari Nabi. Kalau
demikian halnya bisa jadi tergolong orang kafir.[7]
B.
Pengertian karakter anak didik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata
karakter berasal dari kata “karakteristik” yang artinya sifat-sifat kejiwaan,
akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lainnya.[8] Selanjutnya,
disebutkan bahwa karakter adalah ciri khusus atau mempunyai ciri khas yang sesuai
dengan perwatakan tertentu.
J.P Chaplin berpendapat, character adalah
watak atau sifat yang dapat dirumuskan dalam tiga pengertian, yaitu[9]:
1.
Kualitas
atau sifat yang tetap terus menerus dan kekal yang dapat dijadikan ciri untuk
mengidentifikasi seorang pribadi.
2.
Integrasi
atau sintesa dari sifat-sifat individual dalam bentuk satu atau kesatuan.
3.
Kepribadian
seseorang dipertimbangkan dari titik pandangan etis atau moral.
Sedangkan James Drever berpendapat beda,
bahwa character digunakan dalam pengertian biologis terhadap suatu sifat
dari suatu organisme dalam dimana ia dapat dibandingkan dengan organisme
lainnya.[10]
Di bidang psikologi digunakan kepada integrasi kebiasaan, sentimen dan ideal
yang membuat tindakan seseorang relatif stabil dan dapat diramalkan, sifat khusus
pada integrasi ini, atau tampil dalam aksi, disebut character traits dan
tes yang disusun untuk mengungkapkan sifat demikian adalah personality test.
Dengan demikian, yang dimaksud peserta didik
(siswa atau murid) adalah orang yang menginginkan (the wilier) ilmu, dan
menjadi salah satu sifat Allah Swt. Yang berarti Maha Menghendaki.[11]
Pengertian ini dapat dipahami karena seorang murid dalam pandangan pendidikan
Islam adalah orang yang menghendaki agar mendapatkan ilmu pengetahuan,
pengalaman dan kepribadian yang baik untuk bekal hidupnya agar bahagia di dunia
dan akhirat dengan jalan belajar yang sungguh-sungguh.
Istilah lain tentang peserta didik dalam
pendidikan Islam adalah Al-Thalib, yaitu orang yang mencari sesuatu.[12]
Artinya, seorang murid adalah orang yang tengah mencari ilmu pengetahuan,
keterampilan dan pembentukan karakter tertentu.
Pengertian peserta didik dalam istilah al-thalib
lebih bersifat aktif, mandiri, kreatif dan sedikit bergantung kepada guru.[13]
Peserta didik sebagai al-thalib dalam beberapa hal dapat meringkas, mengkritik
dan menambahkan informasi yang disampaikan oleh guru. Dalam konteks ini,
seorang guru dituntut bersifat terbuka, demokratis, memberi kesempatan dan
menciptakan suasana belajar yang saling mengisi, dan mendorong peserta didik
memecahkan masalahmasalah yang dihadapi. Dengan demikian, pembelajaran dari
guru harus merangsang peserta didik untuk belajar, berfikir, melakukan penalaran
yang memungkinkan peserta didik dan guru tercipta hubungan mitra belajar. Minat
dan pemahaman, timbal balik antara guru dan peserta didik ini akan memperkaya
kuri-kulum dan kegiatan belajar mengajar pada kelas bersangkutan.
Selanjutnya, istilah yang berhubungan erat
dengan pengertian peserta didik yaitu al-muta’allim, yaitu orang yang
mencari ilmu pengetahuan. Istilah muta’allim yang menunjukkan pengertian
peserta didik, sebagai orang yang menggali ilmu pengetahuan merupakan istilah
yang popular dalam karya-karya ilmiah para ahli pendidikan Islam.
Berdasarkan pengertian istilah “karakter”
dan “peserta didik” dari para ahli di atas, dapat dipahami bahwa karakter peserta
didik berarti sifat-sifat yang dimiliki individu sebagai siswa yang dapat
diidentifikasi sebagai orang yang mencari ilmu pengetahuan dengan
sungguh-sungguh untuk bekal di masa depan baik kehidupan dunia maupun akhirat.
Dengan demikian, masing-masing individu akan memiliki karakteristik yang
berbeda sesuai dengan kedudukan individu tersebut.
C.
Macam-macam karakter anak didik
Peserta didik dalam pendidikan Islam merupakan
unsur manusiawi yang memiliki latar belakang dan pengalaman berbedabeda.
Perbedaan pengalaman tersebut, dapat melahirkan kepribadian yang berbeda pula.
Teori ini yang dianut oleh aliran empiris-me, yang percaya bahwa kepribadian seseorang
ditentukan oleh pengalaman empiris. Di sisi lain, anak didik sebagai makhluk
ciptaan Allah, lahir ke alam dunia ini sudah memiliki pembawaan masing-masing yang
diciptakan-Nya, pembawaan ini pun dapat menentukan kepribadian seseorang. Teori
ini banyak dianut oleh aliran Nativisme, yang mengatakan bahwa anak ditentukan
oleh pembawaan; baik buruk seseorang tergantung pembawaannya. Namun demikian,
pendidikan Islam tidak memandang kedua hal tersebut secara berlawanan,
melainkan antara pembawaan dan pengalaman empiris saling melengkapi dan saling
menunjang dalam pembentukan karakteristik seseorang.
Prinsip-prinsip yang memberikan landasan
kokoh tentang karakter peserta didik dalam pendidikan Islam yaitu: sabar, ikhlas,
jujur, tawadhu’, qana’ah, toleran, tha’at, tawakal, khauf dan raja,
serta syukur.
1. Sabar
Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa kesabaran terdiri dari pengetahuan,
keadaan, dan amal. Pengetahuan di dalamnya seperti pohon, keadaan seperti
ranting-ranting, dan amal seperti buah. Atas dasar pengertian ini, Imam
al-Ghazali mengatakan bahwa maslahat keagamaan terdapat dalam kesabaran,
sehingga dalam diri manusia harus timbul kekuatan dan dorongan untuk melakukan kesabaran.[14]
2. Ikhlas
Ikhlas adalah perbuatan membersihkan dan memurnikan; sesuatu
yang bersih dari campuran yang mencemarinyaJika suatu perbuatan bersih dari
riya’ dan ditunjukkan bagi Allah Ta’ala, perbuatan itu dianggap Khalis
3. Jujur
Salah satu sifat seorang peserta didik yang dapat menentukan
kepercayaan orang lain, baik guru maupun teman sesamanya, adalah kejujuran.
Jujur dapat ditandai dengan sikap terbuka atas apa yang sebenarnya ada atau
terjadi pada dirinya.
4. Tawadhu’
Menjelaskan, bahwa yang dimaksud tawadhu’yaitu mengakui
kebenaran dari orang lain dan rujuk dari kesalahan kepada kebenaran. murid
harus bersikap tawadhu terhadap ilmu dan guru, karena hanya dengan sikap
tawadhu itulah ilmu dapat tercapai.
5. Qana’ah
Qana’ah adalah menerima cukup. Qana’ah merupakan kekayaan
yang sebenarnya. Rasulullah Saw bersabda:“Bukanlah kekayaan itu lantaran banyak
harta, kekayaan ialah kekayaan jiwa” . Dengan demikian, sifat qana’ah berkaitan
erat dengan cara penerimaan dan kondisi psikologis seorang anak didik terhadap
apa yang diperolehnya. Sifat qana’ah ini, tidak hanya berkaitan dengan cara
penerimaan terhadap materi, tetapi juga berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang
dimilikinya.[15]
6. Toleran
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa sifat toleran seorang
pelajar adalah menghindarkan perbedaan yang menyebabkan perpecahan demi meraih
lezatnya persaudaraan. Oleh karena itu, sifat toleran dapat menimbulkan
persaudaraan yang terpelihara dan terhindar dari saling permusuhan.[16]
7. Tha’at
Imam Syafi’i berkata “aku mengadukan masalahku kepada guruku
bernama Waki’, karena kesulitan dalam mendapatkan ilmu (sulit menghapal). Guruku
itu menasehatiku agar menjauhi perbuatan maksiat. Selanjutnya, guruku mengatakan
bahwa ilmu itu cahaya, dan cahaya Allah itu tidak akan diberikan kepada orang
yang berbuat maksiat”. Ungkapan Imam Syafi’i itu mengisyaratkan bahwa ilmu itu
hakikatnya cahaya dari Allah, dan hal itu hanya diberikan kepada hamba-Nya yang
tha’at.[17]
8. Tawakkal
Tawakal berarti pengandalan hati kepada Tuhan Yang Maha
Pelindung karena segala sesuatu keluar dari ilmu dan kekuasaan-Nya, sedangkan
selain Allah tidak dapat membahayakan dan tidak dapat memberinya manfaat.
9. Khauf dan Raja
Harapan (raja) dan takut (khauf ) termasuk kedudukan para
penempuh jalan Allah dan keadaan para pencari ridha Allah. Sifat yang ditunggu
apabila menimbulkan kesedihan di hati dinamakan rasa takut (khauf ). Jika menimbulkan
kegembiraan maka dinamakan harapan.[18]
Berkaitan dengan hal tersebut, Asma Hasan Fahmi mengatakan,
“para pelajar mendapat penghormatan dan penghargaan karena mereka mencari sesuatu
yang amat tinggi nilainya dalam dunia ini, yaitu ilmu pengetahuan”.[19]
D.
Faktor-faktor yang mempengaruhi karakter anak didik
Sardiman AM. menjelaskan, bahwa karakter
peserta didik adalah keseluruhan kelakuan dan kemampuan yang ada pada peserta
didik sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan sosialnya.[20]
Berdasarkan pada pengertian yang dikemukakan Sardiman tersebut, dapat dipahami
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi karakter peserta didik secara umum yaitu;
faktor pembawaan dan faktor lingkungan. Kedua faktor ini yang dominan
mempengaruhi karakteristik peserta didik.
1.
Faktor
Internal
Fleksibilitas (kelenturan) sifat peserta
didik ditinjau dari segi fisiologi, yaitu hasil dari hakikat jaringan urat
syaraf dan sel-sel otak.[21]
Syaraf dapat dipengaruhi oleh perulangan latihan yang menghasilkan adat
kebiasaan sifat tertentu.
2.
Faktor
Lingkungan
Lingkungan tempat peserta didik hidup diyakini
besar pengaruhnya terhadap pembentukan kepribadian dan karakter peserta didik,
Faktor lingkungan tersebut meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat
luas. Keluarga, merupakan lingkungan yang pertama dan utama dialami oleh
seorang peserta didik. Situasi keluarga akan turut menentukan bagaimana
karakter peserta didik dibentuk. Sedangkan sekolah, merupakan lingkungan tempat
bertemu peserta didik dengan teman-teman yang lain. Pertemuan mereka datang
dari berbagai budaya dan sosial yang berbeda-beda. Seorang peserta didik yang
secara psikologis berada pada masa pencarian identitas, akan mengikuti gaya
hidup temannya yang lain yang dianggapnya cocok dengan dirinya.
Dengan demikian, untuk terbentuknya karakter
peserta didik yang baik perlu dibangun suatu lingkungan yang baik, agar peserta
didik dalam menjalani hidupnya menuju pada pembinaan sifat-sifat yang positif.
Walaupun pada awalnya sifat seorang peserta didik adalah baik, namun karena hidup
dalam lingkungan yang tidak baik, ia dapat mengalami penyimpangan dan perubahan
kepribadian sesuai dengan watak lingkungan itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tentang karakter dan sifat peserta
didik tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan dengan pemaparan berikut:
1.
Pada
Hadis di atas ada tiga karakter manusia sebagai anak didik dalam menerima ilmu
atau petunjuk yang diumpamakan seperti ragam tanah atau Bumi ketika menerima
siraman hujan dari langit, sebagai berikut:
a.
Bagaikan
Bumi subur
b.
Bagaikan
Bumi tandus dan gersang
c.
Bagaikan
Bumi licin mendatar
2.
Prinsip-prinsip
yang memberikan landasan kokoh tentang karakter peserta didik dalam pendidikan
Islam yaitu: sabar, ikhlas, jujur, tawadhu’, qana’ah, toleran, tha’at,
tawakal, khauf dan raja, serta syukur.
3.
Ada
dua faktor yang mempengaruhi karakter peserta didik, yaitu
a.
Faktor
Internal
b.
Factor
eksternal
B.
Implikasi
Pendidikan
Adapun
beberapa pelajaran yang dapat dipetik dari hadist di atas adalah :
a.
Anjuran
menuntut ilmu, mengamalkan dan mengajarkannya secara serius dan sungguh-sungguh
b.
Karakter
anak didik dalam menerima pelajaran ilmu bagaikan Bumi yang disirami air di
antara Bumi ada yang subur, ada yang tandus, da nada yang licin berlumut.
c.
Karakter
anak didik dalam menerima pelajaran ilmu: pertama, paham ilmu mengamalkan dan
mengajarkannya kepada orang lain. Kedua, paham ilmu tidak mengamalkan tetapi
mengajarkannya kepada orang lain. Ketiga. Tidak paham, tidak mengamalkan dan
tidak mengajarkannya.
d.
Keutamaan
penggabungan belajar dan mengajar
Dengan
demikian, implikasi pendidikannya bahwa seorang siswa harus menghiasi diri
dengan kesucian jiwa dan akhlak mulia dalam menuntut ilmu, sehingga dapat
menerima pancaran cahaya ilmu dari Allah Swt. Jika tidak demikian, ilmu yang
didapatkan oleh seorang peserta didik menjadi kurang bermanfaat dan tidak
menghantarkan pemilik ilmu tersebut pada derajat takwa.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, Ringkasan Ihya Ulumuddin Jakarta:
Pustaka Amani, 1995.
Al-Ghazali, Ringkasan Ihya Ulumuddin Jakarta:
Pustaka Amani, 1995, Jilid I.
AM, Sardiman. Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Rajawali Press, 2000.
Chaplin, J.P. Kamus
Lengkap Psikologi, Jakarta: Rajawali Press, 1999.
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Depdikbud, 1996.
Fahmi, Asma
Hasan. Sejarah dan Filsafat Pendidikan
Islam Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Hamka, Tasawuf Modern Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1990
James Drever, Kamus
Psikologi, Jakarta: Bina Aksar, 1986.
Khon, Abdul
Majid. Hadis Tarbawi : Hadis-Hadis
Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2014
Nata, Abuddin Filsafat Pendidikan Islam Jakarta:
Logos, 1997.
Nata, Abuddin. Perspektif
Islam Tentang Pola Hubungan Guru Dan Murid Jakarta: Rajawali Press, 2001
Tafsir, Ahmad. Epistimologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam, Bandung:
Fakultas Tarbiyah UUN Sunan Gunung Djati Bandung, 1995.
[1] Ahmad Tafsir, Epistimologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam (Bandung:
Fakultas Tarbiyah UUN Sunan Gunung Djati Bandung, 1995), h. 15
[2] Abdul Majid Khon, Hadis Tarbawi : Hadis-Hadis Pendidikan
(Jakarta: Kencana, 2014) h. 99-100
[8] Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Depdikbud, 1996), h. 445
[11] Abuddin Nata, Perspektif
Islam Tentang Pola Hubungan Guru Dan Murid (Jakarta: Rajawali Press, 2001),
h. 50.
[14] Al-Ghazali, Ringkasan Ihya Ulumuddin (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), h. 256
EmoticonEmoticon