Kamis, 11 Agustus 2016

TEORI, KONSEP, PONDASI, TUJUAN DAN PENDEKATAN KURIKULUM

Tags

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu sistem yang terbentuk dari komponen-komponen yang saling berinteraksi dan melaksankan fungsi tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Apabila salah satu komponen pembentuk tidak berfungsi, maka proses pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan akan sulit tercapai.
Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah kurikulum. Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karenanya kurikulum mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam dunia pendidikan, bahkan bisa dikatakan bahwa kurikulum memegang kedudukan dan kunci dalam pendidikan, karena hal ini berkaitan dengan penentuan arah, isi, dan proses pendidikan yang pada akhirnya menentukan macam dan kualifikasi out put lulusan pada suatu lembaga pendidikan.[1]
Tentunya semua orang berkepentingan dengan kurikulum, hal ini karena kita sebagai orang tua, sebagai warga masyarakat, sebagai pemimpin formal ataupun informal, dan sebagai praktisi pendidikan baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung selalu mengharapkan tumbuh dan berkembangnya anak, pemuda, dan generasi muda yang lebih baik, lebih mempunyai andil yang cukup besar dalam mewujudkan harapan tersebut.[2]
Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan suatu pondasi, konsep, teori, tujuan, dan pendekatan (aproach) yang kuat dan didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam, menyesuaikan dengan kompetensi apa yang dibutuhkan oleh negara, masyarakat, dan sekolah itu sendiri. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada konsep yang kuat maka berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Tentu dengan sendirinya akan berakibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia yang diharapkan.
Melihat dari latar belakang masalah di atas maka penyusuan makalah ini akan mencoba membahas kerangka umum kurikulum yang diharapkan secara garis besar sebagai dasar pengembangan kurikulum yang sifatnya dinamis dan up to date. Mengingat banyaknya pembahasan tentang wawasan kurikulum secara umum, maka penulis hanya membahas gambaran kurikulum berkisar tentang: (1) Definisi dan karakteristik kurikulum, (2) Peran, fungsi, dan tujuan kurikulum, (3) Teori dan konsep kurikulum, dan (4) Pondasi dan pendekatan kurikulum.
B. Definisi dan Karakteristik Kurikulum
Kata kurikulum berasal dari bahasa Latin Yunani curir artinya pelari dan currere artinya tempat berpacu, jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari star sampai finish.[3] Dalam dunia atletik kurikulum diartikan sebagai a race course, a place for running a chariot.[4]
Dalam bahasa Arab istilah kurikulum diartikan dengan manhaj yakni jalan terang atau jalan yang terang yang dilalui manusia pada bidang kehidupannya.[5] Apabila ditarik dalam konteks pendidikan maka secara etimologi kurikulum diartikan sebagai jalan terang yang harus dilalui oleh pendidik dan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan (kognitif), ketrampilan (psikomotorik), dan sikap nilai-nilai (afektif) dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan.[6]
Secara terminologi definisi kurikulum menurut para ahli yang dapat penulis himpunkan, antara lain:
1.      Oemar Hamalik, curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have under the direction of school, whatever in the classroom or not.[7]
2.      S. Nasution, kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar dibawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.[8]
3.      E. Mulyasa, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi standar, dan hasil belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai hasil kompetensi dasar dan tujuan pendidikan.[9]
4.      Ronald Doll, curriculum is all the experiences which are offered to learners under the auspices or direction of the school.[10]
Dari pandangan para ahli di atas mengenai definisi kurikulum, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa secara terminologi kurikulum adalah semua pengalaman, kegiatan, dan pengetahuan peserta didik dibawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau pendidik. Oleh karenanya definisi kurikulum secara eksplisit terdiri dari:[11]
1.      Jarak yang ditempuh dari star sampai finish untuk memperoleh mendali (dalam konteks pendidikan berarti sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari untuk memperoleh ijasah).
2.      Semua pengalaman belajar yang dialami peserta didik dan mempengaruhi perkembangan pribadinya.
3.      Semua kegiatan peserta didik dibawah tanggung jawab lembaga pendidikan.
Definisi kurikulum di atas merupakan gambaran secara umum, sedang secara khusus definisi kurikulum dibedakan menjadi karakteristik-karakteristik kurikulum berupa pilihan dan definisi masing-masing. Menurut Abdullah Idi kurikulum mempunya lima karakterstik, yaitu:[12]
1.      Curriculum as subject mater (bahan belajar) adalah gambaran kurikulum paling tradisional yang menggambarkan suatu kurikulum sebagai kombinasi bahan untuk membentuk kerangka isi materi yang diajarkan.
2.      Curriculum as experience (pengalaman) adalah suatu gambaran kurikulum sebagai perangkat pengalaman dimana seorang pendidik berlaku sebagai fasilitator untuk mempertinggi pertumbuhan kepribadian peserta didik.
3.      Curriculum as intention (perencanaan) adalah segala usaha untuk mengarah pada perencanaan kurikulum yang memperlihatkan bahwa para pendidik membuat suatu strategi yang disengaja melalui wacana-wacana tujuan dan sasaran.
4.      Curriculum as cultural reproduction (reproduksi budaya) adalah wujud refleksi kurikulum sebagai suatu kebudayaan masyarakat tertentu.
5.      Curriculum as currere (tempat berpacu) adalah proses pengalaman peserta didik dalam mengembangkan kepribadiannya.
C. Peran, Fungsi dan Tujuan Kurikulum
Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara sistematis mengembangkan peranan yang sangat penting bagi pendidikan peserta didik. Menurut Hamalik setidaknya ada tiga peranan kurikulum dalam pendidikan dimana ketiga peranan ini sama pentingnya dan diantara ketiganya perlu dilaksanakan secara berkeseimbangan, yaitu:[13]
1.      Peranan konservatif, yakni mentransmisikan dan mewariskan nilai budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa kini.
2.      Peranan kritis dan evaluatif, yakni menilai dan memilih nilai, budaya, pengetahuan yang relevan (kontrol atau filter sosial).
3.      Peranan kreatif, yakni pengembangan hal baru yang dibutuhkan masyarakat pada masa sekarang dan masa datang.
Fungsi kurikulum sendiri secara umum adalah sebagai alat untuk membantu peserta didik mengembangkan pribadinya ke arah tujuan pendidikan. Menurut Alexander Inglis dalam bukunya Principle os Secondary Education sebagaimana dikutip Hamalik, bahwa fungsi kurikulum sebagai alat pendidikan meliputi:[14]
1.      Fungsi penyesuaian (the adjustive of adaptive function), yaitu kurikulum harus dapat mengantar peserta didik agar mampu menyesuaikan diri dalam kehidupan sosial masyarakat.
2.      Fungsi pengintegrasian (the integrating function), yaitu kurikulum harus dapat mengembangkan pribadi peserta didik secara utuh, baik itu kemampuan kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
3.      Fungsi diferensiasi (the differentiating function), yaitu kurikulum harus dapat melayani setiap peserta didik dengan segala keunikannya.
4.      Fungsi persiapan (the propaedeutic function), yaitu kurikulum harus dapat memberikan pengalaman belajar bagi peserta didik.
5.      Fungsi pemilihan (the selective function), yaitu kurikulum harus dapat memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk belajar sesuai dengan bakat dan minatnya.
6.      Fungsi diagnostik (the diagnostik function), yaitu fungsi untuk mengenal berbagai kelemahan dan potensi peserta didik.
Dilihat dari cakupan dan tujuannya maka menurut McNeil sebagaimana dikutip Suratman, bahwa kurikulum memiliki tiga fungsi, antara lain:[15]
1.      Fungsi pendidikan umum (common and general education), yaitu mempersiapkan peserta didik agar mereka menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab sebagai warga negara yang baik.
2.      Fungsi suplementasi (suplementation), yaitu kemampuan untuk melayani peserta didik sesuai dengan potensi yang berbeda-beda kemudian dikembangkan sesuai dengan minat dan bakat masing-masing peserta didik.
3.      Fungsi keahlian (spesialization), yaitu mengembangkan kemampuan peserta didik sesuai dengan keahlian didasarkan atas minat dan bakat peserta didik.
Memperhatikan fungsi-fungsi di atas maka jelas kurikulum berfungsi untuk setiap orang atau lembaga yang berhubungan, baik langsung maupun tidak langsung dengan penyelenggaraan pendidikan. Oleh karena itu funsi kurikulum secara khusus sebagai pedoman pembelajaran adalah sebagai berikut:[16]
1.      Bagi guru, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran.
2.      Bagi kepala sekolah, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan pengawasan.
3.      Bagi orang tua dan masyarakat, kurikulum berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah.
4.      Bagi peserta didik, kurikulum berfungsi sebagai pedoman belajar.
Tujuan kurikulum sendiri menurut S. Nasution dapat dilihat secara hirarki mulai dari tujuan yang sangat umum (global) sampai tujuan yang sangat khusus (spesifik). Oleh karenanya secara hirarki tujuan kurikulum dibagi menjadi empat, antara lain:[17]
1.      Tujuan Pendidikan Nasional (TPN), adalah tujuan umum yang sarat dengan muatan filosofis negara. Hal ini secara jelas tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003, pasal 3 yang merumuskan bahwa
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

2.      Tujuan Institusional (TI), adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga pendidikan yaitu sebagai kualifikasi yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik setelah mereka menempuh atau menyelesaikan program di suatu lembaga pendidikan.
3.      Tujuan Kurikuler (TK), adalah tujuan yang dicapai oleh setiap bidang studi atau mata pelajaran yaitu sebagai kualifikasi yang harus dimiliki peserta didik setelah mereka menyelesaikan suatu bidang studi tertentu dalam suatu lembaga pendidikan.
4.      Tujuan Pembelajaran atau Instruksional (TP), merupakan tujuan yang paling khusus berupa kemampuan atau ketrampilan yang diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik setelah mereka melakukan proses yang merupakan syarat mutlak bagi guru.
D. Teori dan Konsep Kurikulum
Teori merupakan suatu perangkat pernyataan yang bertalian satu sama lain dan disusun sedemikian rupa sehingga memberikan makna yang fungsional terhadap serangkaian kejadian.[18] Menurut George A. Beauchamp, curriculum by pointing it relationships among its elements and by directing its development, its use, and its evaluation.[19]
Teori kurikulum didefinisikan sebagai suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antar unsur-unsur kurikulum, petunjuk penggunaannya, dan evaluasi kurikulum. Beauchamp sendiri mengemukakan lima prinsip dalam teori kurikulum , yaitu:[20]
1.      Teori kurikulum harus dimulai dengan perumusan definisi tentang rangkaian kejadian yang dicakupnya.
2.      Teori kurikulum harus mempunyai kejelasan tentang nilai-nilai dan sumber-sumber pangkal tolaknya.
3.      Teori kurikulum perlu menjelaskan karakteristik dari desain kurikulumnya.
4.      Teori kurikulum harus menggambarkan proses-proses penentuan kurikulumnya serta interaksi di antara proses tersebut.
5.      Teori kurikulum hendaknya menyiapkan diri bagi proses penyempurnaannya.
Senada dengan Beauchamp maka Huenecke’s sebagaimana dikutip Rosmala Dewi, ia menggolongkan teori kurikulum menjadi empat jenis, yaitu:[21]
1.      Teori yang berorientasi pada struktural, dengan menganalisis komponen kurikulum dan hubungan timbal balik antar komponen.
2.      Teori yang berorientasi pada nilai, mengutamakan analisis nilai dan asumsi dari pembuatan kurikulum serta produk yang dihasilkan oleh para pembuat kurikulum.
3.      Teori yang berorientasi pada isi, yaitu berkonsentrasi pada isi kurikulum.
4.      Teori yang berorientasi pada proses, yaitu berkonsentrasi pada bagaimana kurikulum dikembangkan.
Konsep kurikulum sejatinya berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori kurikulum yang dianutnya, karena dengan adanya teori kurikulum maka akan menghasilkan suatu konsep kurikulum masing-masing. Secara garis besar konsep kurikulum mempunyai tiga domain yang digarap dan dikembangkan, yaitu:[22]
1.      Kurikulum sebagai substansi, yakni kurikulum dipandang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi peserta didik di sekolah atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai.
2.      Kurikulum sebagai suatu sistem, yakni sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem sekolah, sistem pendidikan, dan sistem masyarakat.
3.      Kurikulum sebagai suatu bidang studi, yakni bidang studi kurikulu sebagai suatu disiplin ilmu yang dikaji di lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi.
Menurut I.P. Simanjutak sebagaimana dikutip Hamalik bahwa konsep kurikulum harus berdasar atas prinsip-prinsip pertanyaan di bawah ini, antara lain:[23]
1.      Kurikulum berkenaan dengan fungsi apa?
2.      Kurikulum itu disediakan untuk siapa?
3.      Kurikulum diberikan untuk membantu menjadi apa?
4.      Hal-hal atau komponen apa saja yang tercakup dalam kurikulum?
5.      Bagaimana melaksankan kurikulum?
6.      Bagaimana cara mengevaluasi atau mengetahui hasil kurikulum?
Konsep kurikulum memiliki keterkaitan dengan teori kurikulum karena suatu konsep kurikulum mengacu atau berpedoman pada teori kurikulum yang digunakan. Menurut Zainal Arifin setidaknya ada empat macam teori kurikulum yang melahirkan konsep kurikulum, yaitu:[24]
1.      Teori kurikulum pendidikan klasik (perenialisme dan essensialisme) menghasilkan konsep kurikulum subjek akademis (rasionalisasi).
2.      Teori kurikulum pendidikan pribadi (progesif dan romantik-naturalisme) menghasilkan konsep kurikulum humanistik (aktualisasi diri).
3.      Teori kurikulum pendidikan teknologi (eksistensialisme) menghasilkan konsep kurikulum teknologis.
4.      Teori kurikulum pendidikan interaksional melahirkan konsep kurikulum rekonstruksi sosial.
Untuk lebih jelasnya hubungan antara teori dan konsep kurikulum dapat dilihat melalui tabel dibawah ini:[25] 


NO
TEORI KURIKULUM
KONSEP KURIKULUM
01
Teori Pendidikan Klasik (Classical Education)
a.  Definisi: teori yang memandang pendidikan sebagai upaya untuk memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya.
b.  Contoh: aliran perenialisme (pendidikan ningrat), essensialisme (pendidikan untuk mencari nafkah).
c.  Karakteristik:
1)   Orientasi masa lalu.
2)   Asumsi: ilmu, nilai, dan budaya.
3)   Guru adalah ekspert dan model.
Konsep Kurikulum Subjek Akademis
a.  Definisi: konsep kurikulum yang memberikan pengetahuan yang solid serta melatih peserta didik menggunakan ide-ide dan proses penelitian melalui metode ekspositori dan inkuisi.
b.  Orientasi: pengembangan pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu.
c.  Karakteristik:
1)   Kurikulum menekankan isi atau materi pelajaran.
2)   Isi kurikulum berasal dari disiplin ilmu (solid-sistematis).
3)   Peranan guru sangat dominan.
4)   Penyajian: eksplorasi dan inkuisi.
d. Skema konsep subjek akademis:

Flowchart: Connector: SISWA

02
Teori Pendidikan Pribadi (Personalized Education)
a.  Definisi: teori yang bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi tertentu.
b. Contoh:  aliran progesif (John Dewey) dan romantik-naturalisme (JJ Rousseou) yang terkenal dengan teori tabularasa dimana setiap individu dipandang fitrah.
c.  Karakteristik:
1)   Orientasi ke masa sekarang.
2)   Asumsi semua anak punya potensi.
3)   Pendidikan ibarat bertani.
4)   Guru adalah psikolog, bidan, motivator, dan fasilitator.
Konsep Kurikulum Humanistik:
a.  Definisi: suatu model konsep kurikulum yang bertujuan memperluas kesadaran diri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan dan proses aktualisasi diri.
b. Orientasi: pengembangan kepribadian, sikap, emosi, dan perasaan.
c.  Karakteristik:
1)   Siswa adalah subjek punya peran utama.
2)   Isi/ bahan sesuai minat dan kebutuhan siswa.
3)   Menekankan keutuhan pribadi.
4)   Penyampaian melalui discovery, inquiriy, penekanan masalah.
d. Skema:

 





  

03
Teori Pendidikan Teknologi
a.  Definisi: teori pendidikan yang mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi, hanya saja lebih diutamakan penguasaan kompetensi praktis bukan pemeliharaan budaya lama.
b. Contoh: eksistensialisme (pemeliharaan budaya)
c.  Karakteristik:
1)   Orientasi ke masa sekarang dan akan datang.
2)   Menekankan kompetensi.
3)   Kompetensi diuraikan menjadi perilaku yang dapat diamati.
4)   Peranan guru tidak dominan (dapat diganti alat-alat teknologi).
5)   Pendidikan bersifat ilmiah (science, experimental, terukur).
6)   Pendekatan sistem.
Konsep Kurikulum Teknologis
a.  Definisi: konsep kurikulum yang bertujuan memberikan penguasaan kompetensi bagi peserta didik, melalui metode pembelajaran individual, media buku atau elektronik sehingga mereka dapat menguasai ketrampilan-ketrampilan dasar tertentu.
b.  Orientasi: pengembangan perilaku atau kompetensi dalam berbagai bidang kehidupan.
c.  Karakteristik:
1)   Tujuan dirinci menjadi objektif.
2)   Menekankan isi (uraian kompetensi)
3)   Disain pembelajaran disusun sistemik (menggunakan analisis aproach).
4)   Isi disajikan dalam media tulis dan elektronik.
5)   Evaluasi menggunakan tes objektif.
d. Skema:
Flowchart: Connector: GURU
 












04
Teori Pendidikan Interaksional
a.  Definisi: suatu teori pendidikan yang bertolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya.
b. Contoh: aliran pragmatisme.
c.  Karakteristik:
1)   Orientasi ke masa lalu dan sekarang.
2)   Asumsi manusia adalah makhluk sosial.
3)   Menekankan pemecahan problema masyarakat.
4)   Tujuan pendidikan pembentukan masyarakat lebih baik.
5)   Pendidikan adalah kerja sama.
Konsep Rekonstrusi Sosial
a.  Definisi: konsep kurikulum yang memiliki tujuan utama menghadapkan peserta didik pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan yang dihadapi manusia.
b.  Orientasi: pengembangan kemampuan memecahkan problem-problem dalam masyarakat.
c.  Karakteristik:
1)      Tujuan pemecahan masalah masyarakat.
2)      Isi kurikulum problema dalam masyarakat.
3)      Metode mengajar kooperatif/ gotong royong/ kerja kelompok.
4)      Guru dan siswa belajar bersama.
d. Skema:



Flowchart: Connector: GURU
 








Sedangkan bagan implementasi teori dan konsep kurikulum yang penulis buat dapat di lihat pada gambar dibawah ini:


Ideal
Curriculum
 
Real Curriculum
 
 











E. Pondasi dan Pendekatan Kurikulum
Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang memiliki kedudukan cukup sentral dalam perkembangan pendidikan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu pondasi, landasan, atau asas yang kuat dalam pengembangan kurikulum agar pendidikan dapat menghasilkan manusia-manusia yang berkualitas. Abdullah Idi dan S. Nasution  mengemukakan bahwa kurikulum dibangun atas empat landasan utama, yaitu:[26]
1.      Landasan filosofis, yaitu berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan falsafah negara.
2.      Landasan psikologis, yaitu memperhitungkan faktor anak dalam kurikulum yakni psikologis anak, perkembangan anak, psikologi belajar dan bagaimana proses belajar anak.
3.      Landasan sosiologis, yaitu keadaan masyarakat, perkembangan dan perubahannya, kebudayaan manusia, hasil kerja manusia berupa pengetahuan dan lainnya.
4.      Landasan organisatoris, yaitu mempertimbangkan bentuk dan organisasi bahan pelajaran yang disajikan, landasan organisatoris biasa disebut dengan landasan hakikat pengetahuan (disiplin ilmu).
Bagan pondasi kurikulum serta pengembangannya sebagaimana dikemukakan oleh S. Nasution sebagai berikut:[27]
 




 















Keempat pondasi atau landasan kurikulum di atas telah merupakan pegangan umum dalam pengembangan kurikulum, namun masih perlu lagi pegangan khusus yang lebih terperinci yakni dengan memilih pendekatan kurikulum yang serasi untuk kemudian menentukan mata pelajaran yang akan disajikan dengan tetap mempertimbangkan pondasi kurikulum.[28]
Hal tersebut di atas karena pendekatan lebih menekankan pada usaha dan penerapan langkah-langkah atau cara kerja dengan menerapkan strategi dan beberapa metode yang tepat, dan dijalankan sesuai dengan langkah-langkah sistematik untuk memperoleh hasil kerja yang lebih baik.
Studi tentang kurikulum sering mempertanyakan tentang jenis pendekatan (aproach) apa yang dipergunakan dalam pembahasan atau penyusunan kurikulum tersebut. Penggunaan suatu jenis pendekatan pada umumnya menentukan bentuk dan pola yang digunakan oleh kurikulum. Oleh karenanya secara teoritis menurut perkembangannya pendekatan kurikulum terdiri dari:[29]
1.      Pendekatan kompetensi (competency approach), yakni jalinan terpadu yang unik antara pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam pola berfikir dan pola bertindak, dimana pendekatan ini menitikberatkan pada semua domain yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2.      Pendekatan sistem (system approach), yaitu totalitas atau keseluruhan komponen yang saling berfungsi, berinteraksi, dan interdepensi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3.      Pendekatan klarifikasi nilai (value clarification approach), yakni langkah pengambilan keputusan tentang prioritas atas keyakinan sendiri berdasarkan pertimbangan yang rasional, logis, sesuai dengan perasaannya dan perasaan orang lain, serta aturan yang berlaku.
4.      Pendekatan komprehensif (comprehensive approach), pendekatan ini melihat, memperhatikan, dan menganalisis kurikulum secara keseluruhan.
5.      Pendekatan yang berpusat pada masalah (problem centered approach), pendekatan ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi berbagai masalah kurikulum secara khusus.
6.      Pendekatan terpadu, yaitu suatu pendekatan yang memadukan keseluruhan bagian dan indikator-indikatornya dalam suatu bingkai kurikulum untuk mencapai tujuan tertentu.
Keenam jenis pendekatan tersebut masing-masing memiliki penekanannya sendiri-sendiri dan karenanya menimbulkan kepercayaan yang prinsipil. Namun secara umum dalam studi tentang kurikulum terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:[30]
1.      Pendekatan sentralisasi (centralized approach), disebut juga pendekatan top-down yaitu pendekatan yang menggunakan sistem komando (dari atas ke bawah), artinya kurikulum dikembangkan oleh pemerintah pusat (Balitbang Kemdiknas) dan sesuai dengan garis komando.
2.      Pendekatan disentralisasi (dicentralized approach), disebut juga dengan pendekatan grass-rooth yaitu suatu sistem pendekatan yang dimulai dari akar rumput, dalam hal ini guru sebagai ujung tombak pengembang kurikulum di tingkat sekolah, baik secara individual maupun secara kelompok.


F. Kesimpulan
Kurikulum merupakan seperangkat kerangka pembelajaran yang direncanakan secara sistematik dan ideal sebagai proses pembelajaran peserta didik agar memudahkan mewujudkan tujuan pendidikan yang akan dicapai. Oleh karena itu agar hal tersebut terlaksana maka pendidik harus lebih dulu memahami kurikulum dengan baik, sehingga dapat menyajikannya dalam bentuk pengalaman yang bermakna bagi peserta didik. Jadi hakikatnya setiap perubahan kurikulum yang dikeluarkan dan ditetapkan oleh pemerintah hanya dapat direalisasikan berkat usaha pendidik.
Akhirnya, pembahasan definisi, karaktersistik, peran, fungsi, tujuan, teori dan konsep, pondasi dan pendekatan kurikulum dalam makalah ini akan lebih bermakna dan tepat guna apabila diadakan pelatihan dan pendidikan guru (pendidik) untuk memahami, menguasai, mengaplikasikan kurikulum yang berlaku pada suatu negara.


G. Referensi
Arifin, Zainal, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2011

Beauchamp, George A., Curriculum Theory, Illionis, The KAGG Press, 1975

Dewi, Rosmala, “Teori-Teori Kurikulum”, dalam http://rosmaladewi68.wordpress. com/2013/05/11/teori-teori-kurikulum.html., di akses Kamis, 24 Maret 2016, 10.00 WITA.

Doll, Ronald, Curriculum Improment Decision Making and Process, t.t., Ally and Bacon, 1974

Hamalik, Oemar, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Cet. IV, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2010

Idi, Abdullah, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik, Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2011

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2005

Mulyasa, E., Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2007

Nasution, S., Asas-Asas Kurikulum, Cet. V, Jakarta, Bumi Aksara, 2003

---------------, Kurikulum dan Pengajaran, Cet. II, Jakarta, Bumi Aksara, 1995

Putra, Andra, “Pendekatan dan Model-Model Pengembangan Kurikulum”, dalam http://andraputra.blogspot.co.id/2014/03/pendekatan-dan-model-model-pengembangan.html, di akses Kamis, 24 Maret 2016, 10.00 WITA.

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 2009

Sanjaya, Wina, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta, Kencana Prenada, 2009

Sudrajat, Akhmad, “Teori Pendidikan dan Kurikulum”, dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/31/teori-pendidikan-dan-kurikulum, di akses Kamis, 24 Maret 2016, 10.00 WITA.

Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2006

Suratman, “Pengertian, Konsep, Fungsi, dan Peranan Kurikulum”, dalam http://suratmanskaters.blogspot.co.id/2012/09/pengertian-konsep-fungsi-dan-peranan.html, di akses Kamis, 24 Maret 2016, 10.00 WITA.

Team Didaktik Metodik/ Kurikulum, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, Cet. V, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1993

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Jakarta, Imperial Bhakti Utama, 2007

Webster, Webster’s New Dictionary of American Language, t.t., The World Publishing Company, 1964



[1]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 5.

[2]Ibid.

[3]S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum, Cet. V (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 1.

[4]Webster, Webster’s New Dictionary of American Language (t.t: The World Publishing Company, 1964), h. 361-362.

[5]Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h. 128.

[6]Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 1.

[7]Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Cet. IV (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 10.

[8]S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, Cet. II (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 5.

[9]E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 3.

[10]Ronald Doll, Curriculum Improment Decision Making and Process (t.t.: ally and Bacon, 1974), h. 22.

[11]S. Nasution, Asas-Asas..., op. cit., h. 3.

[12]Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 47-50.

[13]Oemar Hamalik, op. cit., h. 95.

[14]Ibid.

[15]Suratman, “Pengertian, Konsep, Fungsi, dan Peranan Kurikulum”, dalam http://suratmanskaters.blogspot.co.id/2012/09/pengertian-konsep-fungsi-dan-peranan.html, di akses Kamis, 24 Maret 2016, 10.00 WITA.

[16]Ibid.

[17]Team Didaktik Metodik/Kurikulum, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, Cet. V (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), h. 102-111, lihat juga Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Jakarta: Kencana Prenada, 2009), h. 106-117.

[18]Abdullah Idi, op. cit., h. 117.

[19]George A. Beauchamp, Curriculum Theory (Illionis: The KAGG Press, 1975), h. 58-59.

[20]Ibid., h. 82.

[21]Rosmala Dewi, “Teori-Teori Kurikulum”, dalam http://rosmaladewi68.wordpress.com/ 2013/05/11/teori-teori-kurikulum.html, di akses Kamis, 24 Maret 2016, 10.00 WITA.

[22]Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (Jakarta: Imperial Bhakti Utama, 2007), h. 94, lihat juga Nana Syaodih, op. cit., h. 27.

[23]Oemar Hamalik, op. cit., h. 11-12.

[24]Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h. 129.

[25]Akhmad Sudrajat, “Teori Pendidikan dan Kurikulum”, dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/31/teori-pendidikan-dan-kurikulum.html, di akses Kamis, 24 Maret 2016, 10.00 WITA.

[26]Abdullah Idi, op cit., h. 87, lihat juga S. Nasution, Asas-Asas..., op. cit., h. 11-14, lihat juga S. Nasution, Kurikulum dan..., op. cit., h. 6 dan 14.

[27]S. Nasution, Kurikulum dan..., op. cit., h. 7.

[28]Ibid., h. 43.

[29]Oemar Hamalik, op. cit., h. 96, lihat juga Zainul Arifin, op. cit, h. 58-62, lihat juga S. Nasution, ibid., h. 43-50.

[30]Andra Putra, “Pendekatan dan Model-Model Pengembangan Kurikulum”, dalam http://andraputra.blogspot.co.id/2014/03/pendekatan-dan-model-model-pengembangan.html, di akses Kamis, 24 Maret 2016, 10.00 WITA.


EmoticonEmoticon