Senin, 06 Oktober 2014

Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Implementasi Pendidikan Karakter

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kepemimpinan sangat penting dalam kehidupan kita, baik itu di sekolah, rumah, masyarakat maupun bangsa dan Negara. Jika dirumah pemimpin adalah ayah, di sekolah adalah kepala sekolah di masyarakat  adalah orang yang di amanahi jabatan, di Negara pun kita tahu bahwa ada yang namanya presiden.
Tanggung jawab seorang pemimpin sangatlah besar. Pemimoin yang baik adalah yang mampu memeimpin dirinya sendiri sebelum mampu memimpin orang lain. Kepemimpinan adalah hubungan yang erat antara seseorang dan sekelompok manusia karena adanya kepentingan bersama.
Di dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa tujuan Allah menciptakan manusia adalah untuk menjadi khalifa fil Ardh oleh karena itu sangat wajar jika manusia harus mampu memimpin dirinya dan mampu memimpin orang lain.
Dalam makalah ini kami akan membahas bagaimana seorang kepala sekolah mampu untuk memimpin sekolah itu sehingga apa yang di harapkan u ntuk menyukseskan implementasi pendidikan karakter dapat terwujud.
B.     Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, pemakalah mencoba untuk mampu menjabarkan beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1.      Apa Pengertian Kepemimpinan?
2.      Apa Fungsi Kepemimpinan Kepala Sekolah?
3.      Apa-apa Saja Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah?
4.      Seperti Apa Kualifikasi dan Kompetensi Kepala Sekolah?
5.      Apa Peran kepala Sekolah Dalam Menyukseskan Implementasi Pendidikan Karakter?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan sebagai bagian dari fungsi manajemen merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai tujuan organisasi. Secara etimologis istilah kepemimpinan dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia Jhon Echols merupakan terjemahan dari kata leadership (bahasa Inggris), yang berarti kepemimpinan.[1] Sementara itu, kata kepemimpinan berasal dari akar kata pemimpin, yang berarti seseorang yang dikenal oleh dan berusaha untuk mempengaruhi para pengikutnya, untuk merealisasikan apa yang menjadi visinya.[2]
Dalam pengertian terminology terdapat beberapa pengertian kepemimpinan yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Dalam Ensiklopedi Umum diterangkan bahwa kepemimpinan adalah, hubungan yang erat antara seseorang dengan sekelompok manusia kerena adanya kepentingan bersama, hubungan itu ditandai oleh tingkah laku yang tertuju dan terbimbing dari pada manusia yang seorang itu. Manusia atau orang ini biasanya disebut dengan memimpin atau pemimpin, sedang kelompok manusia yang mengikutinya disebut yang dipimpin.[3]
Selanjutnya, weshler sebagaimana dikutip oleh wahjosumidjo memberikan definisi kepemimpinan sebagai “Leadership is interpersonal influence exercised in a situation and directed, through the communication process, toward the attainment of a specified goal or goals”. Menurutnya kepemimpinan adalah pengaruh antara personal yang diuji dalam sebuah situasi dan diarahkan melalui proses komunikasi secara langsung, terhadap pencapaian satu tujuan atau beberapa tujuan.[4]
Hadari Nawawi menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mengarahkan, membimbing, mempengaruhi atau mengawasi fikiran, perasaan atau tindakan dan tingkah laku orang lain.[5] Sementara itu, Ngalim Purwanto menyatakan bahwa kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk di dalamnya kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela dan penuh semangat, ada kegembiraan batin serta merasa tidak terpaksa.[6]
Selain beberapa definisi di atas, ditemukan pula istilah kepemimpinan dalam terminology Islam. Padanya terdapat beberapa term yang berkaitan dengan pemimpin atau manager, yakni imam, khalifah, wali, ulil amri, rain dan malik. Istilah-istilah tersebut dimana konsep utamanya berkaitan dengan otoritas mengatur orang atau barang supaya dapat digunakan untuk mencapai tujuan organisasi. Selanjutnya dalam Al-Qur’an istilah kepemimpinan diungkapkan  dengan istilah khalifah. Pemakaian kata khalifah setelah Rasulullah Saw. wafat  menyentuh juga maksud yang terkandung dalam perkataan amir atau penguasa. Karena itu kedua istilah ini dalam bahasa Indonesia disebut pemimpin formal. Namun jika merujuk kepada firman Allah Swt.

øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (ÇÌÉÈ  
Artinya:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (Q.S Al-Baqarah: 30)[7]
Kedudukan non-formal dari seorang khalifah juga tidak bias dipisahkan. Perkataan khalifah dalam ayat tersebut tidak hanya ditujukan kepada para khalifah sesudah Nabi, tetapi penciptaan Nabi Adam as yang disebut sebagai manusia dengan tugas memakmurkan bumi yang meliputi menyeru orang lain berbuat ma’ruf dan diimbangi dengan mencegah dari perbuatan munkar.
Selain kata khalifah disebutkan juga kata ulil amri yang satu akar dengan kata amir sebagaimana disebutkan di atas. Kata Ulil Amri berarti pemimpin tertinggi dalam masyarakat Islam, sebagaimana firman Allah Swt. sebagai berikut:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( ÇÎÒÈ  
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri “ (Q.S An-Nisaa’: 59)[8]
Berdasarkan ayat Al-Qur’an tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa, kepemimpinan dalam Islam itu adalah kegiatan menuntun, membimbing, memandu dan menunjukkan jalan yang diridhai Allah Swt.
Berdasarkan pada beberapa pengertian kepemimpinan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam definisi kepemimpinan tersebut terdapat beberapa unsure penting, yaitu
1)      Kemampuan mempengaruhi orang lain, baik perseorangan maupun kelompok,
2)      Kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau orang lain, dan
3)      Untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
Oleh karena itu, kepemimpinan pada dasarnya ialah kemampuan menggerakkan, memberi motivasi dan mempengaruhi orang-orang agar bersedia melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan  melalui keberanian mengambil keputusan tentang kegiatan yang harus dilakukan. Kepemimpinan juga merupakan proses interaksi antar kedua belah pihak, yaitu seorang pemimpin dan yang dipimpinnya.
Kepemimpinan sangat ditentukan oleh situasi kerja atau keadaan anggota atau bawahan dan sumber daya pendukung organisasi. Karena itu jenis organisasi dan situasi kerja menjadi dasar pembentuk pola kepemimpinan seseorang. Maka berdasarkan pemikiran tersebut, kepemimpinan dalam pendidikan (seperti kepala sekolah) tentu sangat berbeda dengan kepemimpinan dalam organisasi lainnya. Karena sekolah merupakan lembaga yang memiliki karakteristik dan cirri khas tersendiri yang bersifat unik.
Maka kepemimpinan dalam pendidikan dapat diartikan sebagai suatu kesiapan, kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam proses mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan orang lain yang ada hubungannnya dengan pelaksanaan dan pemngembangan pendidikan dan pengajaran, agar segenap kegiatan pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien, yang pada gilirannya dapat mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan.[9]
Walau demikian, konsep kepemimpinan dalam pendidikan tidak bias dilepaskan dari konsep kepemimpinan secara umum. Secara formal kegiatan kepemimpinan harus diselenggarakan oleh seseorang yang menduduki posisi atau jabatan tertentu yang di lingkungannya terdapat sejumlah orang yang harus bekerja sama untuk mencapai satu tujuan.
Dalam lembaga pendidikan dasar dan menengah, yang disebut sebagai top manager adalah kepala sekolah atau kepala madrasah yang peranannya menggerakkan, mempengaruhi serta memberikan dorongan kepada sekuruh komponen yang ada dalam lembaga sekolah untuk dapat mencapai tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada lembaga sekolah yang dipimpinnya.
B.     Fungsi Kepemimpinan Kepala Sekolah
Sekolah merupakan organisasi yang bersifat kompleks, unik dan khas, yang tentunya berbeda dengan organisasi-organisasi lainnya. Dikatakan kompleks, karena sekolah merupakan organisasi yang didalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lainnya saling keterkaitan dan saling menentukan. Dikatakan unik dan khas, karena sekolah merupakan organisasi yang memiliki cirri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi lainnya.
Karena sifatnya yang kompleks, unik dan khas inilah, sekolah sebagai organisasi memerlukan pemimpin yang mampu mengkoordinasikan hingga pada level yang lebih tinggi. Pemimpin dalam sekolah adalah kepala sekolah. Maka tidak jarang keberhasialan sekolah adalah keberhasialan kepala sekolah. Kepala sekolah yang berhasil ialah, kepala sekolah yang mampu memahami organisasi sekolah sebagai organisasi yang kompleks, unik dan khas, serta mampu melaksanakan peranan dan fungsi-fungsinya sebagai kepala sekolah. Sebagai seorang yang diberi tanggungjawab untuk memimpin sekolah.[10]
Sesuai dengan cirri-ciri sekolah sebagai organisasi yang bersifat kompleks, unik dan khas, maka tugas dan fungsi kepala sekolah juga harus dilihat dari berbagai sudut pandang. Kepala sekolah harus mampu melaksanakan tugasnya sertafungsi-fungsinya. Endang Mulyasa mengatakan bahwa fungsi kepemimpinan kepala sekolah itu terangkum dalam istilah EMASLIM-FM yakni fungsi educator, manager, administrator, supervisior, leader, innovator, dan motivator, figure dan mediator. Maka dengan demikian, pekerjaan kepala sekolah semakin hari semakin meningkat dan selalu meningkat sesuai dengan perkembangan pendidikan yang diharapkan. Oleh karena itu, hendaknya kepala sekolah lebih meningkatkan profesionalismenya.[11]
Pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut tidak bias dipisahkan satu sama lainnya, karena saling terkait dan mem pengaruhi, serta menyatun dalam pribadi kepala sekolah yang professional. Kepala sekolah yang mampu melaksanakan fungsi-fungsinya sebagaimana dikatakan, akan dapat menerapkan visinya menjadi aksi dalam paradigm baru manajemen pendidikan.
a.       Fungsi educator
Dalam menjalankan fungsinya sebagai educator (pendidik). Pendidik  adalah orang yang mendidik. Sedang mendidik diartikan memberikan latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Maka fungsi kepemimpinan kepala sekolah sebagai pendidik, harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan (para guru dan yang lainnya) di sekolah. Serta mampu menciptakan iklim yang kondusif, memberikan nasehat kepada setiap warga sekolah, memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kepandidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik, dan mengadakan program akselerasi bagi para peserta didik yang memiliki kecerdasan di atas normal.[12]
b.      Fungsi Manajer
Manajemen pada hakikatnya merupakan suatu proses merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin, dan mengendalikan usaha anggota organisasi serta mendayagunakan seluruh sumber-sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[13]
Berkaitan dengan define tersebut, maka ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu proses, pendayagunaan seluruh sumber organisasi dan pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Dikatakn suatu proses, karena semua manejer dengan ketangkasan dan keterampilan yang dimilikinya mengusahakan dan mendayagunakan berbagai kegiatan yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan. Proses tersebut menurut Wahjosumidjo, mencakup:
a)      Merencanakan, dalam arti kepala sekolah harus benar-benar memikirkan dan merumuskan dalam suatu program tujuan dan tindakan yang harus dilakukan;
b)      Mengorganisasikan, berarti kepala sekolah harus mampu menghimpun dan mengorganisasikan sumberdaya sekolah dan sumber-sumber material sekolah, karena keberhasilan sekolah sangat tergantung pada kemampuan dalam mengkoordinasikan berbagai sumber tersebut;
c)      Memimpin, dalam arti kepala sekolah harus mampu mengarahkan dan mempengaruhi sumber daya agar melakukan tugas-tugasnya secara esensial;
d)     Mengendalikan, dalam arti kepala sekolah memperoleh jaminan untuk keberjalanan sekolah mencapai tujuan.[14]
c.       Fungsi Administrator
Kepala sekolah juga berfungsi sebagai administrator. Sebagai administrator menurut Mulyasa kepala sekolah memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan dan pendokumenan seluruh program sekolah. Secara spesifik, kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola  administrasi peserta didik, mengelola admistrasi personalia, mengelola administrasi sarana dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan dan mengelola administrasi keuangan. Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara efektif dan efisien agar dapat menunjang produktivitas sekolah.[15]
d.      Fungsi Supervisor
Kegiatan utama pendidikan di sekolah dalam rangka mewujudkan tujuannya adalah kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Oelh karena itu, salah satu tugas kepala sekolah adalah sebagai supervisor, yaitu mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan.[16]
Secara etimologi istilah supervise berasal dari kata super dan visi yang sering dimaknai dengan melihat dan meninjau dari atas atu menilik dan menilai dari atas, yang dilakukan oleh pihak atasan terhadap aktivitas, kreativitas dan kinerja bawahan.[17]
Pengertian supervise secara terminology seperti yang diungkapkan Carter Good’s Dictionary of Education yang dikutip oleh Mulyasa sebagai berikut, segala usaha pejabat sekolah dalam memimpin guru-guru dan tenaga kependidikan lainnya, untuk memperbaiki pengajaran termasuk menstimulasi, menyeleksi pertumbuhan dan perkembangan jabatan guru-gruru, menyeleksi dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran dan metode-metode mengajar serta evaluasi pengajaran.
Supervisi sesungguhnya dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah yang berperan sebagai supervisor, tetapi dalam system organisasi pendidikan modern diperlukan supervisor khusus yang lebih independent, dan dapat meningkatkan objektivitas dalam pembinaan dan pelaksanaan tugasnya.
Jika supervise dilaksanakan oleh kepala sekolah, maka ia harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan pengendalian ini merupakan control agar kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan dan pengendalian juga merupakan tindakan prefentif untuk mencegah agar teenage kependidikan tidak melakukan penyimpangan dan lebih berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya.
e.       Fungsi Leader
Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas.[18] Kepala sekolah sebagai leader harus memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan professional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasan. Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagi  leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan dan kemampuan berkomunikasi.[19]
f.       Fungsi Inovator
Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai innovator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah, dan mengembangkan model-model pembelajaran inovatif.
Kepala sekolah sebagai innovator menurut Mulyasa akan tercermin dari cara-cara dia melakukan pekerjaannya secara konstruktif, keratif, delegatif, integrative, rasional dan objektif, pragmatis, keteladanan, disiplin serta adaptable dan fleksibel.[20]
g.      Fungsi Motivator
Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Menurut Mulyasa motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan pusat sumber belajar.[21]
h.      Fungsi Figur dan Mediator
Selain sebagai fungsi sebagaimana telah disebutkan di atas, juga terdapat dua fungsi lain sebagai kepala sekolah. Dalam perkembangan selanjutnya, terutama dalam mengembangkan pendidikan yang lebih bermartabat, kepala sekolah harus mampu menjadi figure dan mediator, bagi perkembangan masyarakat dan sekitarnya.[22]
C.    Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah
Gaya keemimpinan adalah cara yang dipergunakan oleh pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya. Selanjutnya dalam pengertian sederhana, menurut Mulyasa gaya kepemimpinan  adalah suatu norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku seseorang pemimpin yang khas pada saat mempengaruhi yang dipimpinnya, apa yang dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan, cara pemimpin untuk bertindak dalam mempengaruhi anggota kelompok membentuk gaya kepemimpinannya.[23]
Ngalim Purwanto menjelaskan juga terdapat empat gaya kepemimpinan yang lain, yakni gaya kepemimpinan  otoriter, Pseudo-demokratis, gaya kepemimpinan laisez faire (gaya bebas) dan gaya kepemimpinan demokratis.[24]
a.       Gaya Kepemimpinan Otoriter
Otoriter atau otokrat berasal dari kata autos, yang berarti sendiri dan kratos yang berarti kekuasaan atau kekuatan. Maka secara etimologi otoriter atau otokrat berate penguasa absolute.[25] Gaya kepemimpinan seperti ini identik dengan seorang dictator, bahwa memimpin adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Penafsirannya, sebagai pemimpin tidak lain adalah menunjukkan dan memberi perintah sehingga ada kesan bawahan atau anggota-anggotanya hanya mengikuti dan menjalankannya, tidak boleh membantah dan mengajukan saran.[26]
Gaya kepemimpinan yang otoriter menurut Hadari Nawawi biasanya memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a)      Menganggap organisasi yang dipimpinnya sebagai milik pribadi;
b)      Mengidentifikasikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi;
c)      Menganggap bawahan bak sebuah alat semata;
d)     Tidak menerima pendapat, saran atau kritik dari anggotanya;
e)      Terlalu bergantung kepada kekuasaan formalnya; dan
f)       Cara pendekatan kepada bawahannya dengan pendekatan paksaan dan bersifat kesalahan hukuman.[27]
b.      Gaya Kepemimpinan Pseudo-Demokratis
Istilah pseudo berarti palsu. Maka pseudo demokratis berate bukan atau tidak demokratis. Gaya kepemimpinan seperti ini sebenarnya otokratis, tetapi dalam kepemimpinannya ia member kesan demokratis. Seorang pemimpin yang bersifst pseudo-demokratis sering memakai “topeng”. Ia pura-pura memperlihatkan sifat demokratis di dalam kepemimpinannya. Ia member hak dan kuasa kepada guru-guru untuk menetapkan dan memutuskan sesuatu, tetapi sesungguhnya ia bekerja dengan perhitungan. Ia mengatur siasat agar kemauannya terwujud kelak.[28]
c.       Gaya Kepemimpinan Bebas (Laissez Faire)
Gaya kepemimpinan bebas atau laissez faire ini diartikan membiarkan orang-orang berbuat sekehendaknya. Gaya kepemimpinan seperti ini sang pemimpin praktis tidak memimpin. Pemimpin seperti ini sama sekali tidak memberikan control dan koreksi terhadap pekerjaan para bawahan atau anggotanya.[29]
Prinsip gaya kepemimpinan laissez faire (gaya bebas) ini memiliki sifat-sifat antara lain:
a)      Pembagian tugas kerja diserahkan kepada nggota-anggota kelompok tanpa petunjuk dan saran-saran.
b)      Kekuasaan dan tanggung jawab bersimpang siur, berserahkan dan tidak merata.
c)      Tidak memiliki tanggung jawab untuk mencapai sebuah tujuan.[30]
d.      Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis ini adalah gaya kepemimpinan yang paling ideal. Pemimpin yang demokratis adalah pemimpin yang kooperatif dan tidak dictator. Dia selalu menstimulasi anggota-anggota kelompoknya dan selalu mempertimbangkan kesanggupan serta kemampuan kelompoknya.[31]
Menurut Purwanto pemimpin yang demokratis memiliki beberapa cirri antara dari kepemimpinan antara lain sebagai berikut:
a)      Dalam menggerakkan bawahan bertitik tolak dari pendapat manusia makhluk termulia di dunia;
b)      Selalu berusaha untuk menyingkonkan dan tujuan organisasi dengan tujuan pribadi;
c)      Senang menerima saran, pendapat dan kritik dari bawahan;
d)     Mengutamakan kerjasama dalam mencapai tujuan;
e)      Memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada bawahan dan membimbingnya;
f)       Mengusahakan agar bawahan lebih sukses daripada dirinya’ dan
g)      Selalu mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.
D.    Kualifikasi Kepala Sekolah
Standar Kepala Sekolah Madrasah ditetapkan dalam Permendiknas RI Nomor 13 Tahun 2007, tentang kualifikasi dan kompetensi Kepala sekolah/ Madrasah. Dalam Permendiknas tersebut disebutkan tentang kualifikasi Kepala Sekolah/Madrasah, yang terdiri atas kualifikasi umum dan kualifikasi khusus.
a.       Kualifikasi Umum Kepala Sekolah/Madrasah
a)      Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau non kependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi;
b)      Pada waktu diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun;
c)      Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnnya 5 (lima)  tahun menurut jenjang sekolah masing-masing, kecuali di TK/RA memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA; dan
d)     Memiliki pangkat serendah-rendahnya III/c bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi non-PNS disertakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang.
b.      Kualifikasi Khusus Kepala Sekolah/Madrasah
Adapun tentang kualifikasi kepala sekolah/madrasah adalah:[32]
a)      Kepala Sekolah Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA) adalah sebagai berikut:
a.       Berstatus sebagai guru TK/RA
b.      Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru TK/RA, dan
c.       Memiliki sertifikasi Kepala TK/RA yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah
b)      Kepala Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) adalah sebagai berikut:
a.       Berstatus sebagai guru SD/MI
b.      Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SD/MI, dan
c.       Memiliki sertifikasi Kepala SD/MI yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah
c)      Kepala Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) adalah sebagai berikut:
a.       Berstatus sebagai guru SMP/MTs
b.      Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMP/MTs, dan
c.       Memiliki sertifikasi Kepala SMP/MTs yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah
d)     Kepala Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) adalah sebagai berikut:
a.       Berstatus sebagai guru SMA/MA
b.      Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMA/MA, dan
c.       Memiliki sertifikasi Kepala SMA/MA yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah
e)      Kepala Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK) adalah sebagai berikut:
a.       Berstatus sebagai guru SMK/MAK
b.      Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMK/MAK, dan
c.       Memiliki sertifikasi Kepala SMK/MAK yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah
f)       Kepala Sekolah Dasar Luar Biasa/ Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa/ Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SDLB/SMPLB/SMALB) adalah sebagai berikut:
a.       Berstatus sebagai guru SDLB/SMPLB/SMALB
b.      Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SDLB/SMPLB/SMALB, dan
c.       Memiliki sertifikasi Kepala SDLB/SMPLB/SMALB yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah
g)      Kepala Sekolah Indonesia Luar Negeri adalah sebagai berikut:
a.       Memiliki pengalaman sekurang-kurangnya 3 tahun sebagai kepala sekolah;
b.      Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru pada salah satu satuan pendidikan;dan
c.       Memiliki sertifikat kepala sekolah yang diterbitkan oleh lembaga yang telah ditetapkan pemerintah.[33]
E.     Peran kepala Sekolah Dalam Menyukseskan Implementasi Pendidikan Karakter
Disamping guru dan tenaga kependidikan  lainnya, kepala sekolah memiliki peranan yang sangat penting dalam menyukseskan implementasi pendidikan karakter di sekolah, terutama dalam mengkoordinasi, menggerakkan, dan mengharmoniskan semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Kepala sekolah adalah pemimpin tertinggi yang sangat berpengaruh dalam menentukan kemajuan sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu factor yang dapat mewujudkan perwujudan visi, misi dan tujuan sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara bertahap dan terencana.
Dalam menyukseskan implementasi pendidikan karakter di sekolah kepala sekolah paling tidak harus melakukan berbagai program kegiatan  baik yang terkait dengan program sekolah secara keseluruhan maupun yang terkait dengan tugas sehari-hari kepala sekolah. Pertama, untuk terkait dengan program sekolah secara keseluruhan, tahapan yang harus dilakukan adalah:[34]
a.       Mencermati kalender pendidikan, sehingga ditemukan hari-hari efektif, setengah efektif (karena ada kegiatan tertentu) dan hari-hari tidak efektif, seperti hari libur.
b.      Jumlah hari efektif dan setengah efektif merupakan dasar penyusunan program tahunan, program semester dan rencana pembelajaran,
c.       Penyusunan program kegiatan ekstrakurikuler diupayakan ditempatkan di luar jam belajar, sehingga tidak mengurangi jam belajar efektif,
d.      Secara periodic melakukan evaluasi terhadap implementasi pendidikan karakter dengan melibatkan semua tenaga guru dan staf sekolah, sehingga ditemukan halangan dan rintangan yang dihadapi, serta berbagai kemajuan yang telah dilalui.
Kedua, yang terkait dengan tugas sehari-hari sebagai kepala sekolah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
a.       Mengalokasikan lebih banyak waktu untuk peningkatan kualitas pendidikan karakter, kesiswaan, pembinaan guru dan karyawan,
b.      Menyediakan waktu khusus untuk mengevaluasi jalannya pendidikan karakter,
c.       Membuat jadwal kerja dengan rincian waktu yang diketahui oleh semua warga sekolah,
d.      Secara periodic menyediakan waktu untuk bertemu/menerima guru dan staf serta peserta didik, dengan jadwal yang diketahui oleh semua warga sekolah.[35]
Sesuai dengan era demokrasi, seorang pemimpin di sekolah (yaitu kepala sekolah) hendaknya melakukan tindakan berdasarkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang demokratis, yakni adanya kebebasan berbicara, bertanya, memberi penghargaan kepada sesame, terbuka, dan setara. Prinsip-prinsip tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a)      Memiliki visi yang strategis dan jelas
b)      Memiliki kompetensi dan komitmen
c)      Bertanggung jawab
d)     Dapat dipercaya (Amanah)
e)      Memberikan otonomi
f)       Mampu memberikan motivasi
g)      Bersikap adil
h)      Berani mengambil keputusan
i)        Kreatif dan inovatif
j)        Partisipatif
k)      Taat hokum
l)        Dapat diteladani
m)    Berorientasi pada consensus
n)      Saling berkaitan.[36]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kepemimpinan sebagai bagian dari fungsi manajemen merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai tujuan organisasi. Secara etimologis istilah kepemimpinan dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia Jhon Echols merupakan terjemahan dari kata leadership (bahasa Inggris), yang erarti kepemimpinan. Sementara itu, kata kepemimpinan berasal dari akar kata pemimpin, yang berarti seseorang yang dikenal oleh dan berusaha untuk mempengaruhi para pengikutnya, untuk merealisasikan apa yang menjadi visinya.
Dalam pengertian terminology terdapat beberapa pengertian kepemimpinan yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Dalam Ensiklopedi Umum diterangkan bahwa kepemimpinan adalah, hubungan yang erat antara seseorang dengan sekelompok manusia kerena adanya kepentingan bersama, hubungan itu ditandai oleh tingkah laku yang tertuju dan terbimbing dari pada manusia yang seorang itu. Manusia atau orang ini biasanya disebut dengan memimpin atau pemimpin, sedang kelompok manusia yang mengikutinya disebut yang dipimpin.
Sesuai dengan cirri-ciri sekolah sebagai organisasi yang bersifat kompleks, unik dan khas, maka tugas dan fungsi kepala sekolah juga harus dilihat dari berbagai sudut pandang. Kepala sekolah harus mampu melaksanakan tugasnya sertafungsi-fungsinya. Endang Mulyasa mengatakan bahwa fungsi kepemimpinan kepala sekolah itu terangkum dalam istilah EMASLIM-FM yakni fungsi educator, manager, administrator, supervisior, leader, innovator, dan motivator, figure dan mediator. Maka dengan demikian, pekerjaan kepala sekolah semakin hari semakin meningkat dan selalu meningkat sesuai dengan perkembangan pendidikan yang diharapkan. Oleh karena itu, hendaknya kepala sekolah lebih meningkatkan profesionalismenya.
Ngalim Purwanto menjelaskan juga terdapat empat gaya kepemimpinan yang lain, yakni gaya kepemimpinan  otoriter, Pseudo-demokratis, gaya kepemimpinan laisez faire (gaya bebas) dan gaya kepemimpinan demokratis.
Standar Kepala Sekolah Madrasah ditetapkan dalam Permendiknas RI Nomor 13 Tahun 2007, tentang kualifikasi dan kompetensi Kepala sekolah/ Madrasah. Dalam Permendiknas tersebut disebutkan tentang kualifikasi Kepala Sekolah/Madrasah, yang terdiri atas kualifikasi umum dan kualifikasi khusus.
Dalam menyukseskan implementasi pendidikan karakter di sekolah kepala sekolah paling tidak harus melakukan berbagai program kegiatan  baik yang terkait dengan program sekolah secara keseluruhan maupun yang terkait dengan tugas sehari-hari kepala sekolah. Pertama, untuk terkait dengan program sekolah secara keseluruhan. Kedua, yang terkait dengan tugas sehari-hari.

B.     Saran
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan oleh karena itu saran dan kritik dari teman-teman pembaca sangat di harapkan demi perbaikan makalah ini kedepannya.



DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Afifudin dan Bambang Syamsul,  Supervisi Pendidikan, Bandung: Insan Mandiri, 2005
Burhanudin, Analisis Administrasi, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Diponegoro, 2001
Echols,  Jhon M. dan Hasan Sadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1997
Gunawan,  Heri, Pendidikan Karakter “Konsep dan Implementasi”, Bandung: Alfabeta, 2012
Indrafachrudi,  Soekarto, Mengantar Bagaimana Memimpin Sekolah Yang Baik, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993
Kartono, Kartini, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnorma itu?, Jakarta: Raja Grafindo persada, 1998
Mulyasa, Endang, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi dan Implementasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004
Mulyasa, Endang, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006
Mulyasa,  Endang, Manajemen Pendidikan Karakter, Jakarta: Bumi Aksara, 2011
Nawawi, Hadari, Kepemimpinan Menurut Islam, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993
Pringgodigdo, Ensiklopedi Umum, Yogyakarta: Kanisius, 1993
Purwanto, Ngalim, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995
Purwanto, Ngalim dan Sutaadji Djojopranoto, Administrasi Pendidikan, Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1996
Sagala, Syaiful, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kepemimpinan, Memberdayakan Guru, Tenaga Kependidikan dan Masyarakat dalam Manajemen Sekolah, Bandung: alfabeta, 2009
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritis dan Permasalahannya, Jakarta: Rajawali Press, 1999



[1] Jhon M. Echols dan Hasan Sadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1997), h. 351
[2] Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kepemimpinan, Memberdayakan Guru, Tenaga Kependidikan dan Masyarakat dalam Manajemen Sekolah, (Bandung: alfabeta, 2009), h. 214
[3] Pringgodigdo, Ensiklopedi Umum, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 549
[4] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritis dan Permasalahannya, (Jakarta: Rajawali Press, 1999), h.17
[5] Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993), h. 19
[6] Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), h. 86
[7] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2001), h. 6
[8] Ibid., h. 69
[9] Burhanudin, Analisis Administrasi, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 64-65
[10] Wahjosumidjo, Op Cit., h. 81
[11] Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 98
[12]Ibid., h. 99
[13] Ibid., h. 108
[14] Wahjosumidjo, Op Cit., h. 94-95
[15] Endang Mulyasa, Op Cit., h. 107
[16] Ibid,  h. 109
[17] Afifudin dan Bambang Syamsul Arifin,  Supervisi Pendidikan, (Bandung: Insan Mandiri, 2005), h. 13
[18] Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, h. 114
[19] Wahjosumidjo, Op Cit., h. 128
[20] Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, h. 118
[21] Ibid., h. 120
[22] Ibid., h. 98
[23] Endang Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 108
[24] Ngalim Purwanto dan Sutaadji Djojopranoto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1996), h. 26
[25] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnorma itu?, (Jakarta: Raja Grafindo persada, 1998), h. 71
[26] Ngalim Purwanto,  Op Cit., h. 48
[27] Hadari Nawawi, Op Cit., h. 165
[28] Soekarto Indrafachrudi, Mengantar Bagaimana Memimpin Sekolah Yang Baik, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993), h. 25-26
[29] Kartini Kartono, Op Cit., h.71
[30] Hadari Nawawi, Op Cit., h. 168
[31] Ngalim Purwanto dan Sutaadji Djojopranoto, Op Cit., h. 31
[32] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan Implementasi”, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 173-174
[33] Ibid., h. 175
[34] Ibid., h. 178
[35] Endang Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h.70
[36] Heri Gunawan, Op Cit., h. 179-183


EmoticonEmoticon