BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kepemimpinan
sangat penting dalam kehidupan kita, baik itu di sekolah, rumah, masyarakat
maupun bangsa dan Negara. Jika dirumah pemimpin adalah ayah, di sekolah adalah
kepala sekolah di masyarakat adalah
orang yang di amanahi jabatan, di Negara pun kita tahu bahwa ada yang namanya
presiden.
Tanggung jawab
seorang pemimpin sangatlah besar. Pemimoin yang baik adalah yang mampu
memeimpin dirinya sendiri sebelum mampu memimpin orang lain. Kepemimpinan
adalah hubungan yang erat antara seseorang dan sekelompok manusia karena adanya
kepentingan bersama.
Di dalam
Al-Qur’an dikatakan bahwa tujuan Allah menciptakan manusia adalah untuk menjadi
khalifa fil Ardh oleh karena itu
sangat wajar jika manusia harus mampu memimpin dirinya dan mampu memimpin orang
lain.
Dalam makalah
ini kami akan membahas bagaimana seorang kepala sekolah mampu untuk memimpin
sekolah itu sehingga apa yang di harapkan u ntuk menyukseskan implementasi pendidikan
karakter dapat terwujud.
B.
Rumusan
Masalah
Dari uraian
latar belakang di atas, pemakalah mencoba untuk mampu menjabarkan beberapa
pokok permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1. Apa
Pengertian Kepemimpinan?
2. Apa
Fungsi Kepemimpinan Kepala Sekolah?
3. Apa-apa
Saja Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah?
4. Seperti
Apa Kualifikasi dan Kompetensi Kepala Sekolah?
5. Apa
Peran kepala Sekolah Dalam Menyukseskan Implementasi Pendidikan Karakter?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kepemimpinan
Kepemimpinan
sebagai bagian dari fungsi manajemen merupakan hal yang sangat penting untuk
mencapai tujuan organisasi. Secara etimologis istilah kepemimpinan dalam kamus
bahasa Inggris-Indonesia Jhon Echols merupakan terjemahan dari kata leadership (bahasa Inggris), yang berarti
kepemimpinan.[1]
Sementara itu, kata kepemimpinan berasal dari akar kata pemimpin, yang berarti
seseorang yang dikenal oleh dan berusaha untuk mempengaruhi para pengikutnya,
untuk merealisasikan apa yang menjadi visinya.[2]
Dalam pengertian
terminology terdapat beberapa pengertian kepemimpinan yang dikemukakan oleh
beberapa ahli. Dalam Ensiklopedi Umum
diterangkan bahwa kepemimpinan adalah, hubungan yang erat antara seseorang
dengan sekelompok manusia kerena adanya kepentingan bersama, hubungan itu ditandai
oleh tingkah laku yang tertuju dan terbimbing dari pada manusia yang seorang
itu. Manusia atau orang ini biasanya disebut dengan memimpin atau pemimpin,
sedang kelompok manusia yang mengikutinya disebut yang dipimpin.[3]
Selanjutnya,
weshler sebagaimana dikutip oleh wahjosumidjo memberikan definisi kepemimpinan
sebagai “Leadership is interpersonal
influence exercised in a situation and directed, through the communication
process, toward the attainment of a specified goal or goals”. Menurutnya
kepemimpinan adalah pengaruh antara personal yang diuji dalam sebuah situasi
dan diarahkan melalui proses komunikasi secara langsung, terhadap pencapaian
satu tujuan atau beberapa tujuan.[4]
Hadari Nawawi
menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mengarahkan, membimbing,
mempengaruhi atau mengawasi fikiran, perasaan atau tindakan dan tingkah laku
orang lain.[5]
Sementara itu, Ngalim Purwanto menyatakan bahwa kepemimpinan adalah sekumpulan
dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk di dalamnya
kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang
dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas yang dibebankan
kepadanya dengan rela dan penuh semangat, ada kegembiraan batin serta merasa
tidak terpaksa.[6]
Selain beberapa definisi
di atas, ditemukan pula istilah kepemimpinan dalam terminology Islam. Padanya
terdapat beberapa term yang berkaitan
dengan pemimpin atau manager, yakni imam, khalifah, wali, ulil amri, rain dan
malik. Istilah-istilah tersebut
dimana konsep utamanya berkaitan dengan otoritas mengatur orang atau barang
supaya dapat digunakan untuk mencapai tujuan organisasi. Selanjutnya dalam
Al-Qur’an istilah kepemimpinan diungkapkan
dengan istilah khalifah.
Pemakaian kata khalifah setelah
Rasulullah Saw. wafat menyentuh juga
maksud yang terkandung dalam perkataan amir
atau penguasa. Karena itu kedua istilah ini dalam bahasa Indonesia disebut
pemimpin formal. Namun jika merujuk kepada firman Allah Swt.
øÎ)ur tA$s%
/u
Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9
ÎoTÎ)
×@Ïã%y`
Îû
ÇÚöF{$#
ZpxÿÎ=yz
( (ÇÌÉÈ
Artinya:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
para malaikat, sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi.” (Q.S Al-Baqarah: 30)[7]
Kedudukan
non-formal dari seorang khalifah juga
tidak bias dipisahkan. Perkataan khalifah
dalam ayat tersebut tidak hanya ditujukan kepada para khalifah sesudah Nabi, tetapi penciptaan Nabi Adam as yang disebut
sebagai manusia dengan tugas memakmurkan bumi yang meliputi menyeru orang lain
berbuat ma’ruf dan diimbangi dengan
mencegah dari perbuatan munkar.
Selain kata khalifah disebutkan juga kata ulil amri yang satu akar dengan kata amir sebagaimana disebutkan di atas.
Kata Ulil Amri berarti pemimpin
tertinggi dalam masyarakat Islam, sebagaimana firman Allah Swt. sebagai
berikut:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$#
(#þqãYtB#uä
(#qãèÏÛr&
©!$#
(#qãèÏÛr&ur
tAqߧ9$#
Í<'ré&ur
ÍöDF{$#
óOä3ZÏB
( ÇÎÒÈ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri “
(Q.S An-Nisaa’: 59)[8]
Berdasarkan
ayat Al-Qur’an tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa, kepemimpinan dalam
Islam itu adalah kegiatan menuntun, membimbing, memandu dan menunjukkan jalan
yang diridhai Allah Swt.
Berdasarkan
pada beberapa pengertian kepemimpinan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa dalam definisi kepemimpinan tersebut terdapat beberapa unsure penting,
yaitu
1) Kemampuan
mempengaruhi orang lain, baik perseorangan maupun kelompok,
2) Kemampuan
mengarahkan tingkah laku bawahan atau orang lain, dan
3) Untuk
mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
Oleh
karena itu, kepemimpinan pada dasarnya ialah kemampuan menggerakkan, memberi
motivasi dan mempengaruhi orang-orang agar bersedia melakukan tindakan-tindakan
yang terarah pada pencapaian tujuan
melalui keberanian mengambil keputusan tentang kegiatan yang harus
dilakukan. Kepemimpinan juga merupakan proses interaksi antar kedua belah
pihak, yaitu seorang pemimpin dan yang dipimpinnya.
Kepemimpinan
sangat ditentukan oleh situasi kerja atau keadaan anggota atau bawahan dan
sumber daya pendukung organisasi. Karena itu jenis organisasi dan situasi kerja
menjadi dasar pembentuk pola kepemimpinan seseorang. Maka berdasarkan pemikiran
tersebut, kepemimpinan dalam pendidikan (seperti kepala sekolah) tentu sangat
berbeda dengan kepemimpinan dalam organisasi lainnya. Karena sekolah merupakan
lembaga yang memiliki karakteristik dan cirri khas tersendiri yang bersifat
unik.
Maka
kepemimpinan dalam pendidikan dapat diartikan sebagai suatu kesiapan, kemampuan
yang dimiliki oleh seseorang dalam proses mempengaruhi, mendorong, membimbing,
mengarahkan dan menggerakkan orang lain yang ada hubungannnya dengan
pelaksanaan dan pemngembangan pendidikan dan pengajaran, agar segenap kegiatan
pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien, yang pada gilirannya
dapat mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan.[9]
Walau
demikian, konsep kepemimpinan dalam pendidikan tidak bias dilepaskan dari
konsep kepemimpinan secara umum. Secara formal kegiatan kepemimpinan harus
diselenggarakan oleh seseorang yang menduduki posisi atau jabatan tertentu yang
di lingkungannya terdapat sejumlah orang yang harus bekerja sama untuk mencapai
satu tujuan.
Dalam
lembaga pendidikan dasar dan menengah, yang disebut sebagai top manager
adalah kepala sekolah atau kepala madrasah yang peranannya menggerakkan,
mempengaruhi serta memberikan dorongan kepada sekuruh komponen yang ada dalam
lembaga sekolah untuk dapat mencapai tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada
lembaga sekolah yang dipimpinnya.
B.
Fungsi
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Sekolah
merupakan organisasi yang bersifat kompleks, unik dan khas, yang tentunya
berbeda dengan organisasi-organisasi lainnya. Dikatakan kompleks, karena
sekolah merupakan organisasi yang didalamnya terdapat berbagai dimensi yang
satu sama lainnya saling keterkaitan dan saling menentukan. Dikatakan unik dan
khas, karena sekolah merupakan organisasi yang memiliki cirri-ciri tertentu
yang tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi lainnya.
Karena sifatnya
yang kompleks, unik dan khas inilah, sekolah sebagai organisasi memerlukan
pemimpin yang mampu mengkoordinasikan hingga pada level yang lebih tinggi.
Pemimpin dalam sekolah adalah kepala sekolah. Maka tidak jarang keberhasialan
sekolah adalah keberhasialan kepala sekolah. Kepala sekolah yang berhasil
ialah, kepala sekolah yang mampu memahami organisasi sekolah sebagai organisasi
yang kompleks, unik dan khas, serta mampu melaksanakan peranan dan
fungsi-fungsinya sebagai kepala sekolah. Sebagai seorang yang diberi
tanggungjawab untuk memimpin sekolah.[10]
Sesuai dengan
cirri-ciri sekolah sebagai organisasi yang bersifat kompleks, unik dan khas,
maka tugas dan fungsi kepala sekolah juga harus dilihat dari berbagai sudut
pandang. Kepala sekolah harus mampu melaksanakan tugasnya
sertafungsi-fungsinya. Endang Mulyasa mengatakan bahwa fungsi kepemimpinan
kepala sekolah itu terangkum dalam istilah EMASLIM-FM yakni fungsi educator,
manager, administrator, supervisior, leader, innovator, dan motivator, figure
dan mediator. Maka dengan demikian, pekerjaan kepala sekolah semakin hari
semakin meningkat dan selalu meningkat sesuai dengan perkembangan pendidikan
yang diharapkan. Oleh karena itu, hendaknya kepala sekolah lebih meningkatkan
profesionalismenya.[11]
Pelaksanaan
tugas dan fungsi tersebut tidak bias dipisahkan satu sama lainnya, karena
saling terkait dan mem pengaruhi, serta menyatun dalam pribadi kepala sekolah
yang professional. Kepala sekolah yang mampu melaksanakan fungsi-fungsinya
sebagaimana dikatakan, akan dapat menerapkan visinya menjadi aksi dalam
paradigm baru manajemen pendidikan.
a. Fungsi
educator
Dalam
menjalankan fungsinya sebagai educator
(pendidik). Pendidik adalah orang yang
mendidik. Sedang mendidik diartikan memberikan latihan (ajaran, pimpinan)
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Maka fungsi kepemimpinan kepala sekolah
sebagai pendidik, harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan
profesionalisme tenaga kependidikan (para guru dan yang lainnya) di sekolah.
Serta mampu menciptakan iklim yang kondusif, memberikan nasehat kepada setiap
warga sekolah, memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kepandidikan, serta
melaksanakan model pembelajaran yang menarik, dan mengadakan program akselerasi
bagi para peserta didik yang memiliki kecerdasan di atas normal.[12]
b. Fungsi
Manajer
Manajemen pada
hakikatnya merupakan suatu proses merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan,
memimpin, dan mengendalikan usaha anggota organisasi serta mendayagunakan
seluruh sumber-sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.[13]
Berkaitan dengan
define tersebut, maka ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu
proses, pendayagunaan seluruh sumber organisasi dan pencapaian tujuan
organisasi yang telah ditetapkan. Dikatakn suatu proses, karena semua manejer
dengan ketangkasan dan keterampilan yang dimilikinya mengusahakan dan
mendayagunakan berbagai kegiatan yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan.
Proses tersebut menurut Wahjosumidjo, mencakup:
a) Merencanakan,
dalam arti kepala sekolah harus benar-benar memikirkan dan merumuskan dalam
suatu program tujuan dan tindakan yang harus dilakukan;
b) Mengorganisasikan,
berarti kepala sekolah harus mampu menghimpun dan mengorganisasikan sumberdaya
sekolah dan sumber-sumber material sekolah, karena keberhasilan sekolah sangat
tergantung pada kemampuan dalam mengkoordinasikan berbagai sumber tersebut;
c) Memimpin,
dalam arti kepala sekolah harus mampu mengarahkan dan mempengaruhi sumber daya
agar melakukan tugas-tugasnya secara esensial;
d) Mengendalikan,
dalam arti kepala sekolah memperoleh jaminan untuk keberjalanan sekolah
mencapai tujuan.[14]
c. Fungsi
Administrator
Kepala sekolah
juga berfungsi sebagai administrator. Sebagai administrator menurut Mulyasa
kepala sekolah memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas
pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan dan pendokumenan
seluruh program sekolah. Secara spesifik, kepala sekolah harus memiliki
kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola
administrasi peserta didik, mengelola admistrasi personalia, mengelola
administrasi sarana dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan dan
mengelola administrasi keuangan. Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara
efektif dan efisien agar dapat menunjang produktivitas sekolah.[15]
d. Fungsi
Supervisor
Kegiatan utama
pendidikan di sekolah dalam rangka mewujudkan tujuannya adalah kegiatan
pembelajaran, sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah bermuara pada
pencapaian efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Oelh karena itu, salah satu
tugas kepala sekolah adalah sebagai supervisor, yaitu mensupervisi pekerjaan
yang dilakukan oleh tenaga kependidikan.[16]
Secara etimologi
istilah supervise berasal dari kata super dan visi yang sering dimaknai dengan
melihat dan meninjau dari atas atu menilik dan menilai dari atas, yang
dilakukan oleh pihak atasan terhadap aktivitas, kreativitas dan kinerja
bawahan.[17]
Pengertian
supervise secara terminology seperti yang diungkapkan Carter Good’s Dictionary of Education yang dikutip oleh Mulyasa
sebagai berikut, segala usaha pejabat sekolah dalam memimpin guru-guru dan
tenaga kependidikan lainnya, untuk memperbaiki pengajaran termasuk
menstimulasi, menyeleksi pertumbuhan dan perkembangan jabatan guru-gruru,
menyeleksi dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran dan
metode-metode mengajar serta evaluasi pengajaran.
Supervisi
sesungguhnya dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah yang berperan sebagai supervisor, tetapi dalam system
organisasi pendidikan modern diperlukan supervisor
khusus yang lebih independent, dan dapat meningkatkan objektivitas dalam
pembinaan dan pelaksanaan tugasnya.
Jika supervise
dilaksanakan oleh kepala sekolah, maka ia harus mampu melakukan berbagai
pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan.
Pengawasan dan pengendalian ini merupakan control agar kegiatan pendidikan di
sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan dan pengendalian
juga merupakan tindakan prefentif untuk mencegah agar teenage kependidikan
tidak melakukan penyimpangan dan lebih berhati-hati dalam melaksanakan
pekerjaannya.
e. Fungsi
Leader
Kepala sekolah
sebagai leader harus mampu memberikan
petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka
komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas.[18]
Kepala sekolah sebagai leader harus
memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman
dan pengetahuan professional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasan.
Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagi leader
dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan,
visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan dan kemampuan
berkomunikasi.[19]
f. Fungsi
Inovator
Dalam rangka
melakukan peran dan fungsinya sebagai innovator, kepala sekolah harus memiliki
strategi yang tepat untk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan,
mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan
kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah, dan mengembangkan model-model
pembelajaran inovatif.
Kepala sekolah
sebagai innovator menurut Mulyasa akan tercermin dari cara-cara dia melakukan
pekerjaannya secara konstruktif, keratif, delegatif, integrative, rasional dan
objektif, pragmatis, keteladanan, disiplin serta adaptable dan fleksibel.[20]
g. Fungsi
Motivator
Sebagai
motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan
motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan
fungsinya. Menurut Mulyasa motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan
lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan
secara efektif dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan
pusat sumber belajar.[21]
h. Fungsi
Figur dan Mediator
Selain sebagai
fungsi sebagaimana telah disebutkan di atas, juga terdapat dua fungsi lain
sebagai kepala sekolah. Dalam perkembangan selanjutnya, terutama dalam
mengembangkan pendidikan yang lebih bermartabat, kepala sekolah harus mampu
menjadi figure dan mediator, bagi perkembangan masyarakat dan sekitarnya.[22]
C.
Gaya
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Gaya keemimpinan
adalah cara yang dipergunakan oleh pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya.
Selanjutnya dalam pengertian sederhana, menurut Mulyasa gaya kepemimpinan adalah suatu norma perilaku yang digunakan
seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain
seperti yang ia lihat. Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku
seseorang pemimpin yang khas pada saat mempengaruhi yang dipimpinnya, apa yang
dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan, cara pemimpin untuk bertindak dalam
mempengaruhi anggota kelompok membentuk gaya kepemimpinannya.[23]
Ngalim Purwanto
menjelaskan juga terdapat empat gaya kepemimpinan yang lain, yakni gaya
kepemimpinan otoriter,
Pseudo-demokratis, gaya kepemimpinan laisez
faire (gaya bebas) dan gaya kepemimpinan demokratis.[24]
a. Gaya
Kepemimpinan Otoriter
Otoriter atau
otokrat berasal dari kata autos, yang
berarti sendiri dan kratos yang
berarti kekuasaan atau kekuatan. Maka secara etimologi otoriter atau otokrat
berate penguasa absolute.[25]
Gaya kepemimpinan seperti ini identik dengan seorang dictator, bahwa memimpin
adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Penafsirannya, sebagai pemimpin tidak
lain adalah menunjukkan dan memberi perintah sehingga ada kesan bawahan atau
anggota-anggotanya hanya mengikuti dan menjalankannya, tidak boleh membantah
dan mengajukan saran.[26]
Gaya
kepemimpinan yang otoriter menurut Hadari Nawawi biasanya memiliki sifat-sifat
sebagai berikut:
a) Menganggap
organisasi yang dipimpinnya sebagai milik pribadi;
b) Mengidentifikasikan
tujuan pribadi dengan tujuan organisasi;
c) Menganggap
bawahan bak sebuah alat semata;
d) Tidak
menerima pendapat, saran atau kritik dari anggotanya;
e) Terlalu
bergantung kepada kekuasaan formalnya; dan
f) Cara
pendekatan kepada bawahannya dengan pendekatan paksaan dan bersifat kesalahan
hukuman.[27]
b. Gaya
Kepemimpinan Pseudo-Demokratis
Istilah pseudo berarti palsu. Maka pseudo
demokratis berate bukan atau tidak demokratis. Gaya kepemimpinan seperti ini
sebenarnya otokratis, tetapi dalam kepemimpinannya ia member kesan demokratis.
Seorang pemimpin yang bersifst pseudo-demokratis sering memakai “topeng”. Ia pura-pura memperlihatkan
sifat demokratis di dalam kepemimpinannya. Ia member hak dan kuasa kepada
guru-guru untuk menetapkan dan memutuskan sesuatu, tetapi sesungguhnya ia
bekerja dengan perhitungan. Ia mengatur siasat agar kemauannya terwujud kelak.[28]
c. Gaya
Kepemimpinan Bebas (Laissez Faire)
Gaya
kepemimpinan bebas atau laissez faire ini diartikan membiarkan
orang-orang berbuat sekehendaknya. Gaya kepemimpinan seperti ini sang pemimpin
praktis tidak memimpin. Pemimpin seperti ini sama sekali tidak memberikan
control dan koreksi terhadap pekerjaan para bawahan atau anggotanya.[29]
Prinsip gaya
kepemimpinan laissez faire (gaya
bebas) ini memiliki sifat-sifat antara lain:
a) Pembagian
tugas kerja diserahkan kepada nggota-anggota kelompok tanpa petunjuk dan
saran-saran.
b) Kekuasaan
dan tanggung jawab bersimpang siur, berserahkan dan tidak merata.
c) Tidak
memiliki tanggung jawab untuk mencapai sebuah tujuan.[30]
d. Gaya
Kepemimpinan Demokratis
Gaya
kepemimpinan demokratis ini adalah gaya kepemimpinan yang paling ideal.
Pemimpin yang demokratis adalah pemimpin yang kooperatif dan tidak dictator.
Dia selalu menstimulasi anggota-anggota kelompoknya dan selalu mempertimbangkan
kesanggupan serta kemampuan kelompoknya.[31]
Menurut Purwanto
pemimpin yang demokratis memiliki beberapa cirri antara dari kepemimpinan
antara lain sebagai berikut:
a) Dalam
menggerakkan bawahan bertitik tolak dari pendapat manusia makhluk termulia di
dunia;
b) Selalu
berusaha untuk menyingkonkan dan tujuan organisasi dengan tujuan pribadi;
c) Senang
menerima saran, pendapat dan kritik dari bawahan;
d) Mengutamakan
kerjasama dalam mencapai tujuan;
e) Memberikan
kebebasan seluas-luasnya kepada bawahan dan membimbingnya;
f) Mengusahakan
agar bawahan lebih sukses daripada dirinya’ dan
g) Selalu
mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.
D.
Kualifikasi
Kepala Sekolah
Standar
Kepala Sekolah Madrasah ditetapkan dalam Permendiknas RI Nomor 13 Tahun 2007,
tentang kualifikasi dan kompetensi Kepala sekolah/ Madrasah. Dalam Permendiknas
tersebut disebutkan tentang kualifikasi Kepala Sekolah/Madrasah, yang terdiri
atas kualifikasi umum dan kualifikasi khusus.
a. Kualifikasi
Umum Kepala Sekolah/Madrasah
a) Memiliki
kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau
non kependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi;
b) Pada
waktu diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun;
c) Memiliki
pengalaman mengajar sekurang-kurangnnya 5 (lima) tahun menurut jenjang sekolah masing-masing,
kecuali di TK/RA memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun
di TK/RA; dan
d) Memiliki
pangkat serendah-rendahnya III/c bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi
non-PNS disertakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau
lembaga yang berwenang.
b. Kualifikasi
Khusus Kepala Sekolah/Madrasah
Adapun tentang
kualifikasi kepala sekolah/madrasah adalah:[32]
a) Kepala
Sekolah Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA) adalah sebagai berikut:
a. Berstatus
sebagai guru TK/RA
b. Memiliki
sertifikat pendidik sebagai guru TK/RA, dan
c. Memiliki
sertifikasi Kepala TK/RA yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan
pemerintah
b) Kepala
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) adalah sebagai berikut:
a. Berstatus
sebagai guru SD/MI
b. Memiliki
sertifikat pendidik sebagai guru SD/MI, dan
c. Memiliki
sertifikasi Kepala SD/MI yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan
pemerintah
c) Kepala
Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) adalah sebagai berikut:
a. Berstatus
sebagai guru SMP/MTs
b. Memiliki
sertifikat pendidik sebagai guru SMP/MTs, dan
c. Memiliki
sertifikasi Kepala SMP/MTs yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan
pemerintah
d) Kepala
Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) adalah sebagai berikut:
a. Berstatus
sebagai guru SMA/MA
b. Memiliki
sertifikat pendidik sebagai guru SMA/MA, dan
c. Memiliki
sertifikasi Kepala SMA/MA yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan
pemerintah
e) Kepala
Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK) adalah sebagai
berikut:
a. Berstatus
sebagai guru SMK/MAK
b. Memiliki
sertifikat pendidik sebagai guru SMK/MAK, dan
c. Memiliki
sertifikasi Kepala SMK/MAK yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan
pemerintah
f) Kepala
Sekolah Dasar Luar Biasa/ Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa/ Sekolah Menengah
Atas Luar Biasa (SDLB/SMPLB/SMALB) adalah sebagai berikut:
a. Berstatus
sebagai guru SDLB/SMPLB/SMALB
b. Memiliki
sertifikat pendidik sebagai guru SDLB/SMPLB/SMALB, dan
c. Memiliki
sertifikasi Kepala SDLB/SMPLB/SMALB yang diterbitkan oleh lembaga yang
ditetapkan pemerintah
g) Kepala
Sekolah Indonesia Luar Negeri adalah sebagai berikut:
a. Memiliki
pengalaman sekurang-kurangnya 3 tahun sebagai kepala sekolah;
b. Memiliki
sertifikat pendidik sebagai guru pada salah satu satuan pendidikan;dan
c. Memiliki
sertifikat kepala sekolah yang diterbitkan oleh lembaga yang telah ditetapkan
pemerintah.[33]
E.
Peran
kepala Sekolah Dalam Menyukseskan Implementasi Pendidikan Karakter
Disamping guru
dan tenaga kependidikan lainnya, kepala
sekolah memiliki peranan yang sangat penting dalam menyukseskan implementasi
pendidikan karakter di sekolah, terutama dalam mengkoordinasi, menggerakkan,
dan mengharmoniskan semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Kepala sekolah
adalah pemimpin tertinggi yang sangat berpengaruh dalam menentukan kemajuan
sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu factor yang dapat
mewujudkan perwujudan visi, misi dan tujuan sekolah melalui program-program
yang dilaksanakan secara bertahap dan terencana.
Dalam
menyukseskan implementasi pendidikan karakter di sekolah kepala sekolah paling
tidak harus melakukan berbagai program kegiatan
baik yang terkait dengan program sekolah secara keseluruhan maupun yang
terkait dengan tugas sehari-hari kepala sekolah. Pertama, untuk terkait dengan program sekolah secara keseluruhan,
tahapan yang harus dilakukan adalah:[34]
a. Mencermati
kalender pendidikan, sehingga ditemukan hari-hari efektif, setengah efektif
(karena ada kegiatan tertentu) dan hari-hari tidak efektif, seperti hari libur.
b. Jumlah
hari efektif dan setengah efektif merupakan dasar penyusunan program tahunan,
program semester dan rencana pembelajaran,
c. Penyusunan
program kegiatan ekstrakurikuler diupayakan ditempatkan di luar jam belajar,
sehingga tidak mengurangi jam belajar efektif,
d. Secara
periodic melakukan evaluasi terhadap implementasi pendidikan karakter dengan
melibatkan semua tenaga guru dan staf sekolah, sehingga ditemukan halangan dan
rintangan yang dihadapi, serta berbagai kemajuan yang telah dilalui.
Kedua,
yang terkait dengan tugas sehari-hari sebagai kepala sekolah yang perlu
dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Mengalokasikan
lebih banyak waktu untuk peningkatan kualitas pendidikan karakter, kesiswaan,
pembinaan guru dan karyawan,
b. Menyediakan
waktu khusus untuk mengevaluasi jalannya pendidikan karakter,
c. Membuat
jadwal kerja dengan rincian waktu yang diketahui oleh semua warga sekolah,
d. Secara
periodic menyediakan waktu untuk bertemu/menerima guru dan staf serta peserta
didik, dengan jadwal yang diketahui oleh semua warga sekolah.[35]
Sesuai
dengan era demokrasi, seorang pemimpin di sekolah (yaitu kepala sekolah)
hendaknya melakukan tindakan berdasarkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang
demokratis, yakni adanya kebebasan berbicara, bertanya, memberi penghargaan
kepada sesame, terbuka, dan setara. Prinsip-prinsip tersebut dapat dijabarkan
sebagai berikut:
a) Memiliki
visi yang strategis dan jelas
b) Memiliki
kompetensi dan komitmen
c) Bertanggung
jawab
d) Dapat
dipercaya (Amanah)
e) Memberikan
otonomi
f) Mampu
memberikan motivasi
g) Bersikap
adil
h) Berani
mengambil keputusan
i)
Kreatif dan inovatif
j)
Partisipatif
k) Taat
hokum
l)
Dapat diteladani
m) Berorientasi
pada consensus
n) Saling
berkaitan.[36]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kepemimpinan
sebagai bagian dari fungsi manajemen merupakan hal yang sangat penting untuk
mencapai tujuan organisasi. Secara etimologis istilah kepemimpinan dalam kamus
bahasa Inggris-Indonesia Jhon Echols merupakan terjemahan dari kata leadership (bahasa Inggris), yang erarti
kepemimpinan. Sementara itu, kata kepemimpinan berasal dari akar kata pemimpin,
yang berarti seseorang yang dikenal oleh dan berusaha untuk mempengaruhi para
pengikutnya, untuk merealisasikan apa yang menjadi visinya.
Dalam pengertian
terminology terdapat beberapa pengertian kepemimpinan yang dikemukakan oleh
beberapa ahli. Dalam Ensiklopedi Umum
diterangkan bahwa kepemimpinan adalah, hubungan yang erat antara seseorang
dengan sekelompok manusia kerena adanya kepentingan bersama, hubungan itu
ditandai oleh tingkah laku yang tertuju dan terbimbing dari pada manusia yang
seorang itu. Manusia atau orang ini biasanya disebut dengan memimpin atau
pemimpin, sedang kelompok manusia yang mengikutinya disebut yang dipimpin.
Sesuai dengan
cirri-ciri sekolah sebagai organisasi yang bersifat kompleks, unik dan khas,
maka tugas dan fungsi kepala sekolah juga harus dilihat dari berbagai sudut
pandang. Kepala sekolah harus mampu melaksanakan tugasnya
sertafungsi-fungsinya. Endang Mulyasa mengatakan bahwa fungsi kepemimpinan
kepala sekolah itu terangkum dalam istilah EMASLIM-FM yakni fungsi educator,
manager, administrator, supervisior, leader, innovator, dan motivator, figure
dan mediator. Maka dengan demikian, pekerjaan kepala sekolah semakin hari semakin
meningkat dan selalu meningkat sesuai dengan perkembangan pendidikan yang
diharapkan. Oleh karena itu, hendaknya kepala sekolah lebih meningkatkan
profesionalismenya.
Ngalim Purwanto
menjelaskan juga terdapat empat gaya kepemimpinan yang lain, yakni gaya
kepemimpinan otoriter,
Pseudo-demokratis, gaya kepemimpinan laisez
faire (gaya bebas) dan gaya kepemimpinan demokratis.
Standar
Kepala Sekolah Madrasah ditetapkan dalam Permendiknas RI Nomor 13 Tahun 2007,
tentang kualifikasi dan kompetensi Kepala sekolah/ Madrasah. Dalam Permendiknas
tersebut disebutkan tentang kualifikasi Kepala Sekolah/Madrasah, yang terdiri
atas kualifikasi umum dan kualifikasi khusus.
Dalam
menyukseskan implementasi pendidikan karakter di sekolah kepala sekolah paling
tidak harus melakukan berbagai program kegiatan
baik yang terkait dengan program sekolah secara keseluruhan maupun yang
terkait dengan tugas sehari-hari kepala sekolah. Pertama, untuk terkait dengan program sekolah secara keseluruhan. Kedua, yang terkait dengan tugas sehari-hari.
B.
Saran
Penulis
menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan oleh
karena itu saran dan kritik dari teman-teman pembaca sangat di harapkan demi
perbaikan makalah ini kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Afifudin dan Bambang Syamsul, Supervisi Pendidikan, Bandung: Insan
Mandiri, 2005
Burhanudin, Analisis Administrasi, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1994
Departemen
Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung:
Diponegoro, 2001
Echols,
Jhon M. dan Hasan Sadily, Kamus
Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1997
Gunawan, Heri, Pendidikan
Karakter “Konsep dan Implementasi”, Bandung: Alfabeta, 2012
Indrafachrudi, Soekarto, Mengantar
Bagaimana Memimpin Sekolah Yang Baik, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993
Kartono, Kartini, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnorma itu?, Jakarta:
Raja Grafindo persada, 1998
Mulyasa, Endang, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi dan Implementasi,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004
Mulyasa, Endang, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2006
Mulyasa, Endang,
Manajemen Pendidikan Karakter, Jakarta: Bumi Aksara, 2011
Nawawi, Hadari, Kepemimpinan Menurut Islam, Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 1993
Pringgodigdo, Ensiklopedi Umum, Yogyakarta: Kanisius, 1993
Purwanto, Ngalim, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya,
1995
Purwanto, Ngalim dan Sutaadji
Djojopranoto, Administrasi Pendidikan,
Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1996
Sagala, Syaiful, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kepemimpinan, Memberdayakan Guru,
Tenaga Kependidikan dan Masyarakat dalam Manajemen Sekolah, Bandung:
alfabeta, 2009
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritis dan Permasalahannya,
Jakarta: Rajawali Press, 1999
[1] Jhon M. Echols dan Hasan Sadily,
Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta:
Gramedia, 1997), h. 351
[2] Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga
Kepemimpinan, Memberdayakan Guru, Tenaga Kependidikan dan Masyarakat dalam
Manajemen Sekolah, (Bandung: alfabeta, 2009), h. 214
[3] Pringgodigdo, Ensiklopedi Umum, (Yogyakarta: Kanisius,
1993), h. 549
[4] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan
Teoritis dan Permasalahannya, (Jakarta: Rajawali Press, 1999), h.17
[5] Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta:
Gajah Mada University Press, 1993), h. 19
[6] Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), h. 86
[7] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung:
Diponegoro, 2001), h. 6
[8] Ibid., h. 69
[9] Burhanudin, Analisis Administrasi, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 64-65
[10] Wahjosumidjo, Op Cit., h. 81
[11] Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 98
[13] Ibid., h. 108
[14] Wahjosumidjo, Op Cit., h. 94-95
[15] Endang Mulyasa, Op Cit., h. 107
[16] Ibid, h. 109
[17] Afifudin dan Bambang Syamsul
Arifin, Supervisi Pendidikan, (Bandung: Insan
Mandiri, 2005), h. 13
[18] Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, h.
114
[19] Wahjosumidjo, Op Cit., h. 128
[20] Endang Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, h.
118
[21] Ibid., h. 120
[22] Ibid., h. 98
[23] Endang Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi
dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 108
[24] Ngalim Purwanto dan Sutaadji
Djojopranoto, Administrasi Pendidikan,
(Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1996), h. 26
[25] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin
Abnorma itu?, (Jakarta: Raja Grafindo persada, 1998), h. 71
[26] Ngalim Purwanto, Op
Cit., h. 48
[27] Hadari Nawawi, Op Cit., h. 165
[28] Soekarto Indrafachrudi, Mengantar Bagaimana Memimpin Sekolah Yang
Baik, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993), h. 25-26
[29] Kartini Kartono, Op Cit., h.71
[30] Hadari Nawawi, Op Cit., h. 168
[31] Ngalim Purwanto dan Sutaadji
Djojopranoto, Op Cit., h. 31
[32] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan
Implementasi”, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 173-174
[33] Ibid., h. 175
[34] Ibid., h. 178
[35] Endang Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h.70
[36] Heri Gunawan, Op Cit., h. 179-183
EmoticonEmoticon