BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan
mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan.Untuk memenuhi
sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Hal
ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa
pendidikan di setiap jenjang pendidikan.Hal tersebut berkaitan dengan
pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral,
sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di
Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan
seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard
skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft
skill).Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20
persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill.
Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil
dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard
skill.Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik
sangat penting untuk ditingkatkan.
B.
Permasalahan
Dari latar belakang masalah di atas maka pemakalah akan
membahas lebih lanjut tentang “Pentingnya
Pendidikan Karakter” dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah yag dimaksud dengan
pendidikan karakter?
2. Apakah tujuan pendidikan karakter
3. Apakah dampak dari pendidikan
karakter terhadap akademi peserta didik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pendidikan Karakter
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada
warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha
Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi
manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen
(stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan
itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas
hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah,
pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana
prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.[1]
Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan
di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi
acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan
penilaian di sekolah, tujuan pendidikan di SMP sebenarnya dapat dicapai dengan
baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan
dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada
tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan
internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu
pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand
design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis
satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan
operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan
jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses
psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual
and emotional development), Olah Pikir (intellectual development),
Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development),
dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan
dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand
design tersebut.
Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas
pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan
memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan.Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang
sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan
di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya
(70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya.Jika
dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya
sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.
Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan
keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian
kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas
kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam
mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar,
dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap
perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif
untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter
terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan
keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar
peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar
dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta didik .
Pendidikan karakter dapat
diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi
pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata
pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak
hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan
pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Kegiatan ekstra kurikuler yang
selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial
untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik.Kegiatan
Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu
pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat
mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan
atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah.Melalui
kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa
tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.[2]
Pendidikan karakter di sekolah
juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah.Pengelolaan yang
dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan
dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai.
Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan,
muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan,
dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan
salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.
Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter
seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif,
penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara
nyata. Permasalahan pendidikan karakter yang selama ini ada di SMP perlu segera
dikaji, dan dicari altenatif-alternatif solusinya, serta perlu dikembangkannya
secara lebih operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah.
B.
Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu
penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan
karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang,
sesuai standar kompetensi lulusan.Melalui pendidikan karakter diharapkan
peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya,
mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan
akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah
pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi,
kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga
sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas,
karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.
Sasaran pendidikan karakter adalah seluruh Sekolah di
Indonesia negeri maupun swasta. Semua warga sekolah, meliputi para
peserta didik, guru, karyawan administrasi, dan pimpinan sekolah menjadi
sasaran program ini. Sekolah-sekolah yang selama ini telah berhasil
melaksanakan pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best
practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah-sekolah
lainnya.Melalui program ini diharapkan lulusan memiliki keimanan dan ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi
akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai
norma-norma dan budaya Indonesia.Pada tataran yang lebih luas, pendidikan
karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah.
Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui
melalui pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana tercantum dalam
Standar Kompetensi Lulusan, yang antara lain meliputi sebagai berikut:[3]
1.
Mengamalkan
ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja;
2.
Memahami
kekurangan dan kelebihan diri sendiri;
3.
Menunjukkan
sikap percaya diri;
4.
Mematuhi
aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas;
5.
Menghargai
keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup
nasional;
6.
Mencari
dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara
logis, kritis, dan kreatif;
7.
Menunjukkan
kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif;
8.
Menunjukkan
kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya;
9.
Menunjukkan
kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari;
10.
Mendeskripsikan
gejala alam dan sosial;
11.
Memanfaatkan
lingkungan secara bertanggung jawab;
12.
Menerapkan
nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia;
13.
Menghargai
karya seni dan budaya nasional;
14.
Menghargai
tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya;
15.
Menerapkan
hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang dengan baik;
16.
Berkomunikasi
dan berinteraksi secara efektif dan santun;
17.
Memahami
hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat; Menghargai
adanya perbedaan pendapat;
18.
Menunjukkan
kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana;
19.
Menunjukkan
keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia
dan bahasa Inggris sederhana;
20.
Menguasai
pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah;
21.
Memiliki
jiwa kewirausahaan.
Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan
karakter adalah terbentuknya budaya sekolah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan
keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan
masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.
C.
Dampak
Pendidikan Karakter Terhadap Akademi Anak/Peserta didik
Mungkin banyak
yang bertanya-tanya sebenarnya apa sih dampak pendidikan karakter terhadap
keberhasilan akademik? Beberapa penelitian bermunculan untuk menjawab
pertanyaan ini.Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini
diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh
Character Education Partnership. Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil
studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, menunjukan
peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada
sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara
komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukan penurunan drastis
pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik.
Pendidikan
karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek
pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut
Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan
efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan
berkelanjutan.
Dengan
pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan
emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan,
karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam
tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Sebuah buku yang
baru terbit berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins,
et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh
positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa
ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor
resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi
pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan
bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.
Hal ini sesuai
dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat,
ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen
ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam
kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat
mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak
usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa.
Sebaliknya para remaja yang berkarakter atau mempunyai kecerdasan emosi tinggi
akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti
kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.
Pendidikan
karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter
adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter
yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya.
Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang
pendidikan karakter.Selain itu Daniel Goleman juga mengatakan bahwa banyak
orang tua yang gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya entah karena
kesibukan atau karena lebih mementingkan aspek kognitif anak.Namun ini semua
dapat dikoreksi dengan memberikan pendidikan karakter di sekolah.
Namun
masalahnya, kebijakan pendidikan di Indonesia juga lebih mementingkan aspek
kecerdasan otak, dan hanya baru-baru ini saja pentingnya pendidikan budi
pekerti menjadi bahan pembicaraan ramai.Ada yang mengatakan bahwa kurikulum
pendidikan di Indonesia dibuat hanya cocok untuk diberikan pada 10-20 persen
otak-otak terbaik.Artinya sebagian besar anak sekolah (80-90 persen) tidak
dapat mengikuti kurikulum pelajaran di sekolah.
Akibatnya
sejak usia dini, sebagian besar anak-anak akan merasa “bodoh” karena kesulitan
menyesuaikan dengan kurikulum yang ada. Ditambah lagi dengan adanya sistem
ranking yang telah “memvonis” anak-anak yang tidak masuk “10 besar”, sebagai
anak yang kurang pandai.Sistem seperti ini tentunya berpengaruh negatif
terhadap usaha membangun karakter, dimana sejak dini anak-anak justru sudah
“dibunuh” rasa percaya dirinya.
Rasa tidak
mampu yang berkepanjangan yang akan membentuk pribadi yang tidak percaya diri,
akan menimbulkan stress berkepanjangan. Pada usia remaja biasanya keadaan ini
akan mendorong remaja berperilaku negatif. Maka, tidak heran kalau kita lihat
perilaku remaja kita yang senang tawuran, terlibat kriminalitas, putus sekolah,
dan menurunnya mutu lulusan SMP dan SMU.Jadi, pendidikan karakter atau budi
pekerti plus adalah suatu yang urgent untuk dilakukan.Kalau kita peduli untuk
meningkatkan mutu lulusan SD, SMP dan SMU, maka tanpa pendidikan karakter
adalah usaha yang sia-sia.Kami ingin mengutip kata-kata bijak dari pemikir
besar dunia.
Pendidikan
karakter memang sangat penting dalam proses pembentukan akhlak setiap individu
masyarakat Indonesia, ketika tercapainya atau bahkan terlaksananya upaya
pendidikan karakter yang akan dijadikan sebagai kurikulum disetiap jenjang
pendidikan di tingkat dasar hingga perguruan tinggi maka, hal tersebut akan
dapat menghasilkan para penerus bangsa yang memilki akhlak yang sesuai dengan
kemanusiaan, sehingga nilai-nilai pancasila ataupun hal-hal yang terkandung
dalam UUD 1945 dapat terlaksana dengan baik, dan hal itu tidak hanya dijadikan
sebagai sarana memperoleh atau pencarian dalam menemukan suatu jatidiri bangsa,
melainkan dapat juga untuk senantiasa mengembalikan atau bahkan dapat
mempertahankan suatu peradaban bangsa, terutama Negara Kesatuan Republik
Indonesia. [4]
Ketika suatu peradaban
bangsa dapat dipertahankan dari berbagai permasalahan yang melanda, maka negara
tersebut telah berhasil dalam menciptakan masyarakat yang berkarakter, karena
dengan terciptannya suatu masyarakat yang memilki akhlak, moral, serta
kepribadian yang terpuji bangsa atau negara akan jauh dari berbagai tantangan
global atau modernisasi zaman yang hal itu banyak sekali dihadapi oleh banyak
negara yang tidak sedikit juga mengalami krisis ekonomi, politik, sosial, dsb.
Pendidikan karakter sebagai usaha mencapai
mempertahankan peradaban bangsa, hal tersebut akan terbukti ketika apa yang
diinginkan termasuk jalan melalui pendidikan sebagai upaya untuk memperbaiki
bangsa ini untuk terlepas dari berbagai krisis, akan berjalan dengan baik. Tentunya
hal tersebut tidak hanya peran guru, ataupun orang tua saja, tetapi mencakup
keseluruhan dari elemen bangsa Indonesia.
Bangsa yang
beradab terlihat dari sikap dan kinerja para penyelenggaranya terlebih dahulu,
dan lalu kemudian hal tersebut akan di contoh oleh rakyatnya yang dalam negara
yang berbentuk demokrasi seperti Indonesia yaitu rakyatlah sebgai pemegang
kekuasaan tertinggi. Prof. Dr. Quraish Shihab tentang hukum panen “Tanamkanlah tindakan, anda akan menuai
kebiasaan. Tanamkanlah kebiasaan, anda akan mendapatkan karakter. Tanamkanlah
karakter anda akan mengukir nasib”.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Karakter
merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha
Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud
dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan
karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada
warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha
Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi
manusia insan kamil.
Dengan
pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan
emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan,
karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan,
termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis
B.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat
disarankan bahwa :
-
Pendidikan karakter sebaiknya harus ditanamkan sejak
kecil pada anak agar karakter-karakter baik dapat bertumbuh dalam dirinya.
-
Lingkungan
sekolah yang positif dapat membantu seorang siswa dalam membangun karakternya.
Oleh arena itu, pihak sekolah hendaknya menciptakan lingkungan sekolah yang
positif.
-
Sebaiknya,
guru sebagai orang tua siswa di sekolah dapat menanamkan pendidikan karakter
kepada mereka dengan cara memberi teladan dan disiplin tentang pendididkan
karakter yang baik.
Kemendiknas.,“Pembinaan Pendidikan
Karakter di Sekolah Menengah Pertama”.Jakarta, 2010.
Joni, T. Raka., ’’Pembelajaran Terpadu’’.
Jakarta: Dirjen Dikti Bagian Proyek PPGSD, 1996.
Mulyana,“Kurikulum
Berbasis Kompetensi”.Bandung: Remaja
Rosdakarya,
2003.
Trianto,“Pembelajaran
Inovatif Berorientasi Konstruktivistik”, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2009
[4]Trianto,“Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktivistik”, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2009
EmoticonEmoticon