BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Salah
satu misi mewujudkan visi bangsa Indonesia masa depan telah termuat dalam
Garis-Garis Besar Haluan Negara yaitu mewujudkan sistem dan iklim pendidikan
nasional yang demokratis dan bermutu guna memperteguh akhlak mulia, kreatif,
inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin dan
bertanggungjawab, berketerampilan serta menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam rangka mengembangkan kualitas manusia Indonesia Terlihat dengan
jelas GBHN mengamanatkan arah kebijakan di bidang pendidikan yaitu:
meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan
kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi
secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti
agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan; memberdayakan
lembaga pendidikan baik sekolah maupun pendidikan luar sekolah sebagai pusat
pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi
keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai.
Berangkat
dari hal tersebut diatas, secara formal upaya menyiapkan kondisi,
sarana/prasarana, kegiatan, pendidikan, dan kurikulum yang mengarah kepada
pembentukan watak dan budi pekerti generasi muda bangsa memiliki landasan
yuridis yang kuat.Namun, sinyal tersebut baru disadari ketika terjadi krisis
akhlak yang menerpa semua lapisan masyarakat. Tidak terkecuali juga pada
anak-anak usia sekolah. Untuk mencegah lebih parahnya krisis akhlak, kini upaya
tersebut mulai dirintis melalui Pendidikan Karakter bangsa.Dalam pemberian
Pendidikan Karakter bangsa di sekolah, para pakar berbeda pendapat.Setidaknya
ada tiga pendapat yang berkembang.Pertama, bahwa Pendidikan Karakter bangsa
diberikan berdiri sendiri sebagai suatu mata pelajaran. Pendapat kedua,
Pendidikan Karakter bangsa diberikan secara terintegrasi dalam mata pelajaran
PKn, pendidikan agama, dan mata pelajaran lain yang relevan. Pendapat ketiga,
Pendidikan Karakter bangsa terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter ?
2. Bagaimana bentuk-bentuk pembelajaran yang berkarakter ?
3. Bagaimana pendidikan karakter bangsa dalam keterpaduan
pembelajaran ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidikan Karakter
Jadi
pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha pengembangan dan mendidik
karakter seseorang, yaitu kejiwaan, akhlak dan budi pekerti sehingga menjadi
lebih baik. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran
atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan
karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school
life to foster optimal character development”.
Menurut
T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan
pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi
anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang
baik.
Dasar
pendidikan karakter ini, sebaiknya diterapkan sejak usia kanak-kanak atau yang
biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age), karena usia
ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang
dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya
terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir
dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari
dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter
anak.
Pendidikan
ke arah terbentuknya karakter bangsa para siswa merupakan tanggungjawab semua
guru.Oleh karena itu, pembinaannya pun harus oleh semua guru.Dengan demikian,
kurang tepat jika dikatakan bahwa mendidik para siswa agar memiliki karakter
bangsa hanya ditimpahkan pada guru mata pelajaran tertentu, semisal guru PKn
atau guru pendidikan agama.Walaupun dapat dipahami bahwa porsi yang dominan
untuk mengajarkan Pendidikan Karakter bangsa adalah para guru yang relevan
dengan Pendidikan Karakter bangsa.[1]
Tanpa
terkecuali, semua guru harus menjadikan dirinya sebagai sosok teladan yang
berwibawa bagi para siswanya. Sebab tidak akan memiliki makna apapun bila
seorang guru PKN mengajarkan menyelesaikan suatu masalah yang bertentangan
dengan cara demokrasi, sementara guru lain dengan cara otoriter. Atau seorang
guru pendidikan agama dalam menjawab pertanyaan para siswanya dengan cara yang
nalar yaitu dengan memberikan contoh perilaku para Nabi dan sahabat, sementara
guru lain hanya mengatakan asal-asalan dalam menjawab “Sesungguhnya setiap guru
yang mengajar haruslah sesuai dengan tujuan utuh pendidikan.Tujuan utuh
pendidikan jauh lebih luas dari misi pengajaran yang dikemas dalam Kompetensi
Dasar (KD).Rumusan tujuan yang berdasarkan pandangan behaviorisme dan menghafal
saja sudah tidak dapat dipertahankan lagi Para guru harus dapat membuka diri
dalam mengembangkan pendekatan rumusan tujuan, sebab tidak semua kualitas
manusia dapat dinyatakan terukur berdasarkan hafalan tertentu.Oleh karena itu,
menurut (Hasan, 2000) pemaksaan suatu pengembangan tujuan didalam kompetensi
dasar tidak dapat dipertahankan lagi bila hanya mengacu pada hafalan semata.
Hasil
belajar atau pengalaman belajar dari sebuah proses pembelajaran dapat berdampak
langsung dan tidak langsung. Menurut (Joni, 1996) mengatakan Dampak langsung
pengajaran dinamakan dampak instruksional (instrucional effects) sedangkan dampak
tidak langsung dari keterlibatan para siswa dalam berbagai kegiatan belajar
yang khas yang dirancang oleh guru yang disebut dampak pengiring (nurturant
effects) Berikut ini penulis berikan sebuah contoh pembelajaran utuh yang
disiapkan seorang guru melalui RPP yang berkarakter.
Contoh : RPP yang berkarakter
Mata
Pelajaran : Bahasa Indonesia
Tema
: Lingkungan
Anak
Tema : Melakukan sesuatu berdasarkan penjelasan yang disampaikan secara lisan
-
Mengomentari tokoh-tokoh cerita anak
yang disampaikan secara lisan
-
Menceritakan pengalaman yang mengesankan
dengan menggunakan kalimat yang runtut dan mudah dipahami
Kelas/Semester
: IV/1
Waktu
: 2 X 35 menit
Dampak
Instruksional
Melalui
pengamatan, tanya jawab, latihan, dan penjelasan guru tentang "membuat
surat sederhana kepada seorang teman" para siswa diharapkan dapat:
–
Siswa dapat menjelaskan petunjuk membuat
alat pengukur debu
–
Siswa dapat membuat pertanyaan tentang
cara menggunakan
–
Siswa dapat menyebutkan nama dan sifat
tokoh dalam cerita binatang
–
Siswa dapat memberikan tanggapan dan
alasan tentang tokoh cerita binatang
–
Siswa dapat menceritakan peristiwa alam
melalui pengamatan gambar
Dampak
Pengiring
Setelah
selesai mengikuti pembelajaran ini, siswa diharapkan secara berangsur-angsur
dapat mengembangkan karakter
Disiplin
( Discipline )
Tekun
( diligence )
Tanggung
jawab ( responsibility )
Ketelitian
( carefulness)
Kerja
sama ( Cooperation )
Toleransi
( Tolerance )
Percaya
diri ( Confidence )
Keberanian
( Bravery )
Dari
contoh di atas dapat disimak bahwa tujuan utuh dari pengalaman belajar harus
dapat menampilkan dampak instruksional dan dampak pengiring.Dampak pengiring
adalah Pendidikan Karakter bangsa yang harus dikembangkan, tidak dapat dicapai
secara langsung, baru dapat tercapai setelah beberapa kegiatan belajar
berlangsung. Dalam penilaian hasil belajar, semua guru akan dan seharusnya
mengukur kemampuan siswa dalam semua ranah (Waridjan, 1991). Dengan penilaian
seperti itu maka akan tergambar sosok utuh siswa sebenarnya. Artinya, dalam
menentukan keberhasilan siswa harus dinilai dari berbagai ranah seperti
pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan perilaku (psikomotor).Seorang
siswa yang menempuh ujian Matematika secara tertulis, sebenarnya siswa tersebut
dinilai kemampuan penalarannya yaitu kemampuan mengerjakan soal-soal
Matematika.Juga dinilai kemampuan Pendidikan Karakter bangsanya yaitu kemampuan
melakukan kejujuran dengan tidak menyontek dan bertanya kepada teman dan hal
ini disikapi karena perbuatan-perbuatan tersebut tidak baik. Di samping itu, ia
dinilai kemampuan gerak-geriknya, yaitu kemampuan mengerjakan soal-soal ujian
dengan tulisan yang teratur, rapi, dan mudah dibaca (Waridjan, 1991). [2]
Selain
penilaian dilakukan terhadap semua kemampuan pada saat ujian berlangsung, boleh
jadi seorang guru memperhitungkan tindak-tanduk siswanya di luar ujian. Seorang
guru mungkin saja tidak akan meluluskan seorang siswa yang mengikuti ujian mata
pelajaran tertentu karena perilaku siswa tersebut sehari-harinya adalah kurang
sopan, selalu usil, dan suka berbuat keonaran meskipun dalam mengerjakan ujian
siswa itu berhasil baik tanpa menyontek dan menuliskan jawaban ujian dengan
tulisan yang jelas dan rapi. Oleh karena itu, akan tepat apabila pada setiap
mata pelajaran dirumuskan tujuan pengajaran yang mencakupi kemampuan dalam
semua ranah. Artinya, pada setiap rencana pembelajaran termuat kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotor; dampak instruksional; dan dampak pengiring.
Dengan demikian, seorang guru akan menilai kemampuan dalam semua ranah ujian
suatu mata pelajaran secara absah, tanpa ragu, dan dapat dipertangungjawabkan.
Berdasarkan
pada pemikiran-pemikiran dan prinsip-prinsip tersebut maka dapat dimengerti
bahwa Pendidikan Karakter bangsa menghendaki keterpaduan dalam pembelajarannya
dengan semua mata pelajaran. Pendidikan Karakter bangsa diintegrasikan ke dalam
semua mata pelajaran, dengan demikian akan menghindarkan adanya "mata
pelajaran baru, alat kepentingan politik, dan pelajaran hafalan yang
membosankan."
B.
Bentuk-Bentuk
Pembelajaran Terpadu Yang Bekarakter
Menurut
Cohen dalam Degeng (1989), terdapat tiga kemungkinan variasi pembelajaran
terpadu yang berkenaan dengan pendidikan yang dilaksanakan dalam suasana
pendidikan progresif yaitu kurikulum terpadu (integrated curriculum), hari
terpadu (integrated day), dan pembelajaran terpadu (integrated learning).
Kurikulum terpadu adalah kegiatan menata keterpaduan berbagai materi mata
pelajaran melalui suatu tema lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna
sehingga batas antara berbagai bidang studi tidaklah ketat atau boleh dikatakan
tidak ada.Hari terpadu berupa perancangan kegiatan siswa dari sesuatu kelas
pada hari tertentu untuk mempelajari atau mengerjakan berbagai kegiatan sesuai
dengan minat mereka.Sementara itu, pembelajaran terpadu menunjuk pada kegiatan
belajar yang terorganisasikan secara lebih terstruktur yang bertolak pada
tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai titik pusatnya (center
core/center of interst).
Lebih
lanjut, model-model pembelajaran inovatif dan terpadu yang mungkin dapat
diadaptasi, seperti yang ditulis oleh Trianto, 2009, dalam bukunya yang
berjudul Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik adalah sebagai
berikut:
(1)
Fragmentasi
Dalam
model ini, suatu disiplin yang berbeda dan terpisah dikembangkan merupakan
suatu kawasan dari suatu mata pelajaran
(2)
Koneksi
Dalam
model ini, dalam setiap topik ke topik, tema ke tema, atau konsep ke konsep isi
mata pelajaran dihubungkan secara tegas
(3)
Sarang
Dalam
model ini, guru mentargetkan variasi keterampilan (sosial, berpikir, dan
keterampilan khusus) dari setiap mata pelajaran.
(4) Rangkaian/Urutan
Dalam
model ini, topik atau unit pembelajaran disusun dan diurutkan selaras dengan
yang lain. Ide yang sama diberikan dalam kegiatan yang sama sambil mengingatkan
konsep-konsep yang berbeda.
(5)
Patungan
Dalam
model ini, perencanaan dan pembelajaran menyatu dalam dua disiplin yang
konsep/gagasannya muncul saling mengisi sebagai suatu sistem.
(6)
Jala-jala
Dalam
model ini, tema/topik yang bercabang ditautkan ke dalam kurikulum.Dengan
menggunakan tema itu, pembelajaran mencari konsep/gagasan yang tepat.
(7)
Untaian
Simpul
Dalam
model ini, pendekatan metakurikuler menjalin keterampilan berpikir, sosial,
intelegensi, teknik, dan keterampilan belajar melalui variasi disiplin.
(8)
Integrasi
Dalam
model ini, pendekatan interdisipliner memasangkan antar mata pelajaran untuk saling
mengisi dalam topik dan konsep dengan beberapa tim guru dalam model integrasi
riil. [3]
(9)
Peleburan
Dalam
model ini, suatu disiplin menjadi bagian yang tak terpisahkan dari keahliannya,
para pebelajar menjaring semua isi melalui keahlian dan meramu ke dalam
pengalamannya.
(10)
Jaringan
Dalam
model ini, pebelajar menjaring semua pembelajaran melalui pandangan keahliannya
dan membuat jaringan hubungan internal mengarah ke jaringan eksternal dari
keahliannya yang berkaitan dengan lapang.
C.
Pendidikan
Karakter Bangsa dalam Keterpaduan Pembelajaran
Pendidikan
karakter bangsa dalam keterpaduan pembelajaran dengan semua mata pelajaran
sasaran integrasinya adalah materi pelajaran, prosedur penyampaian, serta
pemaknaan pengalaman belajar para siswa. Konsekuensi dari pembelajaran terpadu,
maka modus belajar para siswa harus bervariasi sesuai dengan karakter
masing-masing siswa Variasi belajar itu dapat berupa membaca bahan rujukan,
melakukan pengamatan, melakukan percobaan, mewawancarai nara sumber, dan
sebagainya dengan cara kelompok maupun individual.
Terselenggaranya
variasi modus belajar para siswa perlu ditunjang oleh variasi modus penyampaian
pelajaran oleh para guru.Kebiasaan penyampaian pelajaran secara eksklusif dan
pendekatan ekspositorik hendaknya dikembangkan kepada pendekatan yang lebih
beragam seperti diskoveri dan inkuiri.Kegiatan penyampaian informasi,
pemantapan konsep, pengungkapan pengalaman para siswa melalui monolog oleh guru
perlu diganti dengan modus penyampaian yang ditandai oleh pelibatan aktif para
siswa baik secara intelektual (bermakna) maupun secara emosional (dihayati
kemanfaatannya) sehingga lebih responsif terhadap upaya mewujudkan tujuan utuh
pendidikan.Dengan bekal varisai modus pembelajaran tersebut, maka skenario
pembelajaran yang di dalamnya terkait Pendidikan Karakter bangsa seperti contoh
berikut ini dapat dilaksanakan lebih bermakna.[4]
Penempatan
Pendidikan Karakter bangsa diintegrasikan dengan semua mata pelajaran tidak
berarti tidak memiliki konsekuensi.Oleh karena itu, perlu ada komitmen untuk
disepakati dan disikapi dengan saksama sebagai kosekuensi logisnya. Komitmen
tersebut antara lain sebagai berikut. Pendidikan Karakter bangsa (sebagai
bagian dari kurikulum) yang terintegrasikan dalam semua mata pelajaran, dalam proses
pengembangannya haruslah mencakupi tiga dimensi yaitu kurikulum sebagai ide,
kurikulum sebagai dokumen, dan kurikulum sebagai proses (Hasan, 2000) terhadap
semua mata pelajaran yang dimuati.
Pendidikan
Karakter bangsa. Lebih lanjut, Hasan (2000) mengurai bahwa pengembangan ide
berkenaan dengan folisifi kurikulum, model kurikulum, pendekatan dan teori
belajar, pendekatan atau model evaluasi. Pengembangan dokumen berkaitan dengan
keputusan tentang informasi dan jenis dokumen yang akan dihasilkan, bentuk/format
Silabus, dan komponen kurikulum yang harus dikembangkan. Sementara itu,
pengembangan proses berkenaan dengan pengembangan pada tataran empirik seperti
RPP, proses belajar di kelas, dan evaluasi yang sesuai. Agar pengembangan
proses ini merupakan kelanjutan dari pengembangan ide dan dokumen haruslah
didahului oleh sebuah proses sosialisasi oleh orang-orang yang terlibat dalam
kedua proses, atau paling tidak pada proses pengembangan kurikulum sebagai
dokumen.
Dalam
pembelajaran terpadu agar pembelajaran efektif dan berjalan sesuai harapan ada
persyaratan yang harus dimiliki yaitu (a) kejelian profesional para guru dalam
mengantisipasi pemanfaatan berbagai kemungkinan arahan pengait yang harus
dikerjakan para siswa untuk menggiring terwujudnya kaitan-kaitan koseptual
intra atau antarmata bidang studi dan (b) penguasaan material terhadap
bidang-bidang studi yang perlu dikaitkan (Joni, 1996). Berkaitan dengan
Pendidikan Karakter bangsa sebagai pembelajaran yang terpadu dengan semua mata
pelajaran arahan pengait yang dimaksudkan dapat berupa pertanyaan yang harus
dijawab atau tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh para siswa yang mengarah
kepada perkembangan Pendidikan Karakter bangsa dan pengembangan kualitas
kemanusiaan.[5]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
landasan teori dan pembahasan yang terurai ditas maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
·
Cukup beralasan bila Pendidikan Karakter
bangsa dalam pembelajarannya diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran.
Alasan-alasan itu adalah karena meningkatkan akhlak luhur para siswa adalah
tanggung jawab semua guru, semua guru harus menjadi teladan yang berwibawa,
tujuan utuh pendidikan adalah membentuk sosok siswa secara utuh, pencapaian
pendidikan harus mencakupi dampak instruksional dan dampak pengiring.
·
Implementasi Pendidikan Karakter bangsa
terintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran, pengembangannya lebih memadai
pada model kurikulum terpadu dan pembelajaran terpadu dengan menentukan center
core pada mata pelajaran yang akan dibelajarkan.
·
Proses pengembangan Pendidikan Karakter bangsa
sebagai pembelajaran terpadu harus diproses seperti kuriklum lainya yaitu
sebagai ide, dokumen, dan proses; kejelian profesional dan penguasaan materi;
dukungan pendidikan luar sekolah; arahan spontan dan penguatan segera;
penilaian beragam; difusi, inovasi dan sosialisasi adalah komitmen-komitmen
yang harus diterima dan disikapi dalam pencanangan pembelajaran terpadu
Pendidikan Karakter bangsa.
B. Saran
Keterpaduan
Pendidikan Karakter adalah kegiatan pendidikan. Pendidikan Karakter diharapk
menjadi kegiatan-kegiatan diskusi, simulasi, dan penampilan berbagai kegiatan
sekolah untuk itu guru diharapkan lebih aktif dalam pembelajarannya. Lingkungan
sekolah yang positif membantu membangun karakter. Untuk itu benahi lingkungan
sekolah agar menjadi lingkungan yang positif.Guru harus disiplin lebih dulu
siswa pasti akan mengikuti disiplin .
DAFTAR
PUSTAKA
Hasan, S. Hamid, Pendekatan
Multikultural untuk Penyempurnaan Kurikulum, Bandung: Remaja
Rosdakarya,
2000.
Nurhadi, Burhan Yasin, Agus Genad Senduk, Pendekatan Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK, Malang: Universitas Negeri
Malang,
2004.
Trianto, Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2009
[2]Burhan
Yasin,
Nurhanudin, Pendekatan Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK,(Malang:Universitas negeri Malang, 2004). h. 324
[3]
Trianto, Pembelajaran Inovatif
Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:Prestasi Pustaka Publisher, 2009) h.119
[4]
Hamid.
S. Hasan, Pendekatan Multikultural untuk
Penyempurnaan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya , 200) h. 231
[5]
Trianto, Pembelajaran Inovatif
Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:Prestasi Pustaka Publisher, 2009), h.155
EmoticonEmoticon