Senin, 06 Oktober 2014

Konsep Otonomi Pendidikan dalam sejarah

BAB I
PENDAHULUAN

A.         Latar Belakang
Sejarah adalah suatu peristiwa yang sangat bermakna sebab dilihat dari makna sejarah itu sendiri ialah adalah ilmu yang digunakan untuk mempelajari peristiwa penting masa lalu manusia. Pengetahuan sejarah meliputi pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan akan cara berpikir secara historis. Orang yang mengkhususkan diri mempelajari sejarah atau ahli sejarah disebut sejarawan. Pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung sejak masuknya islam ke Indonesia. Menurut catatan sejarah masuknya islam ke Indonesia dengan damai berbeda dengan daerah-daerah lain kedatangan islam di lalui lewat peperangan, seperti Mesir, Irak Parsi dan beberapa daerah lainnya. Peranan para pedagang dan mubalig sangat besar sekali andilnya dalam proses Islamisasi di Indonesia. Salah satu jalur proses Islamisasi itu adalah pendidikan. Hakikat pendidikan itu adalah pembentukan manusia ke arah yang di cita-citakan. Dengan demikian pendidikan Islam adalah proses pembentukan manusia kearah yang di cita-citakan Islam. Para pedagang atau mubalig adalah orang yang melakukan aktivitas pendidikan. Esensi dari pendidikan itu adalah dengan melihat unsur dasar pendidikan. Melihat kepada pendidikan Islam di Indonesia, maka dapat dilihat bahwa pendidikan islam tersebut telah banyak memainkan peranannya dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.[1]
B.         Rumusan masalah
1.   Bagaimana konsep otonomi pendidikan dalam sejarah?
2.   Bagaimana konsep otonomi & aplikasinya pada masyarakat?
BAB II
PEMBAHASAN


A.          Konsep Otonomi Pendidikan dalam Sejarah
Otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri, dan nomos yang berarti Hukum atau aturan . Dalam konteks etimologis ini ada  beberapa pengertian tentang otonomi. Otonomi diartikan sebagai ‘perundangan sendiri’,‘mengatur atau memerintah sendiri’ menurut perkembangan sejarahnya di Indonesia, otonomi selain mengandung arti juga mengandung pengertian ‘pemerintahan’. Secara konseptual banyak konsep tentang otonomi di antaranya otonomi sebagai hak mengatur dan memerintah daerah sendiri, hak mana diperoleh dari pemerintah pusat selain itu otonomi daerah adalah kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus da erah, dengan keuangan sendiri, menentukan hukum sendiri, dan pemerintahan sendiri. Otonomi juga diartikan sebagai hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah. Otonomi mempunyai makna kebebasan dan kemandirian.[2] Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Menurut Horton dan Hunt, lembaga pendidikan berkaitan dengan fungsi yang nyata (manifes) berikut:
1)       Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah.
2)       Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi dan bagi kepentingan masyarakat.
3)       Melestarikan kebudayaan.
4)       Menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam demokrasi.
Fungsi laten lembaga pendidikan adalah sebagai berikut.
1)       Mengurangi pengendalian orang tua. Melalui pendidikan, sekolah orang tua melimpahkan tugas dan wewenangnya dalam mendidik anak kepada sekolah.
2)       Menyediakan sarana untuk pembangkangan. Sekolah memiliki potensi untuk menanamkan nilai pembangkangan di masyarakat. Hal ini tercermin dengan adanya perbedaan pandangan antara sekolah dan masyarakat tentang sesuatu hal, misalnya pendidikan seks dan sikap terbuka.
3)       Mempertahankan sistem kelas sosial. Pendidikan sekolah diharapkan dapat mensosialisasikan kepada para anak didiknya untuk menerima perbedaan dan status yang ada dalam masyarakat. Sekolah juga diharapkan menjadi saluran mobilitas siswa ke status sosial yang lebih tinggi atau paling tidak sesuai dengan status orang tuanya.
Dalam konteks otonomi pendidikan, secara alamiah (nature) pendidikan adalah otonom. Otonomi pada hakikatnya bertujuan untuk memandirikan seseorang atau suatu lembaga atau suatu daerah, sehingga otonomi pendidikan mempunyai tujuan untuk memberi suatu otonomi dalam mewujudkan fungsi manajemen pendidikan kelembagaan. [3]Namun sejak dilaksanakannya otonomi pendidikan, ternyata pelaksanaannya belum berjalan sebagaimana diharapkan, justru pemberlakuan otonomi membuat banyak masalah yaitu mahalnya biaya pendidikan.
Sedangkan, pengertian otonomi pendidikan sesungguhnya terkandung makna demokrasi dan keadilan sosial, artinya pendidikan dilakukan secara demokrasi sehingga tujuan yang diharapkan dapat diwujudkan dan pendidikan diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat, sesuai dengan cita-cita bangsa dalam mencerdaskan bangsa.
Pengertian otonomi dalam konteks desentralisasi pendidikan, menurut Tilaar mencakup enam aspek, yakni:
(1) Pengaturan perimbangan kewenangan pusat dan daerah,
(2) Manajemen partisipasi masyarakat dalam pendidikan,
(3) Penguatan kapasitas manajemen pemerintah daerah,
(4) Pemberdayaan bersama sumber daya pendidikan,
(5) Hubungan kemitraan “stakeholders” pendidikan.
(6) Pengembangan infrastruktur sosial

Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 adalah terungkap pada bab Hak dan Kewajiban Warga Negara orang tua, Masyarakat dan Pemerintah. Pada bagian ketiga Hak dan Kewajiban Masyarakat Pasal 8 disebutkan bahwa “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan ; pasal 9 Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”. Begitu juga pada bagian keempat Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pasal 11 ayat (2) “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun”.[4] Khusus ketentuan bagi Perguruan  Tinggi, pasal 24 ayat (2) “Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat”.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep otonomi pendidikan mengandung pengertian yang luas, mencakup filosofi, tujuan, format dan isi pendidikan serta manajemen pendidikan itu sendiri. Implikasinya adalah setiap daerah otonomi harus memiliki visi dan misi pendidikan yang jelas dan jauh ke depan dengan melakukan pengkajian yang mendalam dan meluas tentang trend perkembangan penduduk dan masyarakat untuk memperoleh konstruk masyarakat di masa depan dan tindak lanjutnya, merancang sistem pendidikan yang sesuai dengan karakteristik budaya bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika dalam perspektif tahun 2020. Kemandirian daerah itu harus diawali dengan evaluasi diri, melakukan analisis faktor internal dan eksternal daerah guna mendapat suatu gambaran nyata tentang kondisi daerah sehingga dapat disusun suatu strategi yang matang dan mantap dalam upaya mengangkat  harkat dan martabat masyarakat daerah yang berbudaya dan berdaya saing tinggi melalui otonomi pendidikan yang bermutu dan produktif.[5]

B.           Permasalahan dalam otonomi pendidikan
Pelaksanaan desentralisasi pendidikan atau disebut Otonomi Pendidikan masih belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan yang diharapkan, disebabkan karena kekurangsiapan pranata sosial, politik dan ekonomi. Otonomi pendidikan akan memberi efek terhadap kurikulum, efisiensi administrasi, pendapatan dan biaya pendidikan serta pemerataannya. Ada 6 faktor yang menyebabkan pelaksanaan otonomi pendidikan belum jalan, yaitu :
 1) Belum jelas aturan permainan tentang peran dan tata kerja di tingkat kabupaten dan kota.
2) Pengelolaan sektor publik termasuk pengelolaan pendidikan yang belum siap untuk dilaksankana secara otonom karena SDM yang terbatas serta fasilitas yang tidak memadai.
3) Dana pendidikan dan APBD belum memadai.
4) Kurangnya  perhatian pemerintah maupun pemerintah daerah untuk lebih melibatkan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan.
 5) Otoritas pimpinan dalam hal ini Bupati, Walikota sebagai penguasa tunggal di daerah kurang memperhatikan dengan sungguh-sungguh kondisi pendidikan di daerahnya sehingga anggaran pendidikan belum menjadi prioritas utama.
(6) kondisi dan setiap daerah tidak memiliki kekuatan yang sama dalam penyelenggaraan pendidikan disebabkan perbedaan sarana, prasarana dan dana yang dimiliki. Hal ini mengakibatkan akan terjadinya kesenjangan antar daerah, sehingga pemerintah perlu membuat aturan dalam penentuan standar mutu pendidikan nasional dengan memperhatikan kondisi perkembangan kemandirian masing-masing daerah.[6]
Pendidikan telah sekian lama sebagai budak ideologi dan politik diluncurkan untuk mengabdi kepentingan kelompok dan pribadi. Akibatnya proses pendidikan tidak mencerdaskan dan mendewasakan anak didik, tetapi membodohi dan menciptakan sistem penindasan dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Implikasinya, pendidikan tidak berpihak pada pencerahan moral, tetapi lebih memainkan kekuasaan. Salah satu langkah reformasi internal di bidang pendidikan yang harus dilakukan segera adalah mengembalikkan otonomi pendidikan kepada sekolah dan guru. Selain itu, sekolah dan guru perlu diberi peranan lebih besar untuk ikut menyusun program belajar dan agenda evaluasi. Selama hal tersebut tidak dilakukan perubahan, maka selama itu pula sekolah serta guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya mendidik secara benar. Selama itu pula kita takkan dapat memperbaikki kesalahan-kesalahan fundamental yang terjadi di sekolah-sekolah. 

C.          Konsep otonomi dan aplikasinya dalam masyarakat
Otonomi merupakan hak dan wewenang untuk melaksanakan kegiatan secara memadai sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Otonomi bukanlah fungsi penugasan saja. Otonomi memiliki makna bertindak atas namanya sendiri. Jadi terjadi keseimbangan antara tugas dan wewenang dan tanggung jawab.
Dalam melaksanakan fungsinya pendidikan tinggi di berikan otonomi-otonomi berhubungan dengan kemandirian, akuntabilitas, dan jaminan mutu. Otonomi yang dimaksud dalam hal keilmuan dan pengelolaan, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pendidikan juga memiliki akuntabilitas. Artinya pendidikan harus bertanggung jawab bukan saja kepada pemerintah, tetapi juga kepada masyarakat (publik pemakai) dan profesi. Masyarakat dalam arti individual maupun kelembagaan, termasuk lembaga pemerintah maupun non pemerintah. Pendidikan, termasuk pendidikan tinggi dalam era otonomi dan desentralisasi pemerintahan tidak dapat bertindak secara sektoral. Mereka membutuhkan bantuan masyarakat di luar perguruan tinggi. Oleh karena itu misi perguruan tinggi harus dapat menyerap kebutuhan riil masyarakat dan daerah dimana perguruan tinggi tersebut berada. Perlu adanya transparansi yaitu suatu keniscayaan bagi pengembangan pendidikan, karena dengan transparansi akan tumbuh kepercayaan masyarakat yang pada akhirnya akan membangkitkan peran serta masyarakat untuk memikirkan, merencanakan, melaksanakan, mengontrol, mengevaluasi, dan mengembangkan pendidikan.[7]  
Keberhasilan pendidikan perlu dilakukan evaluasi. Otonomi pendidikan dimaksudkan untuk menjawab tantangan pendidikan di era global dan otonomi daerah, tantangan tersebut menyangkut:
1. Peningkatan nilai tambah;
2. Pengkajian komprehensip terhadap proses perubahan struktur masyarakat;
3.   Peningkatan daya saing peneliti dan pengabdi dalam menghasilkan karya yang bermutu;
4.   Mengatasi permasalahan kemiskinan struktural;
5.    Mengatasi angka putus sekolah;
6.   Menempatkan posisi pendidikan tinggi secara tepat dalam era globalisasi;
7.   Tuntutan kualitas;
D.          Pelaksanaan otonomi daerah dalam dunia pendidikan

         
Otonomi  pendidikan yang benar  adalah pendidikan yang diambil  harus selalu dipertanggungjawabkan kepada publik, karena sekolah didirikan merupakan institusi publik atau lembaga yang melayani kebutuhan masyarakat. Otonomi tanpa disertai dengan akuntabilitas publik bisa menjurus menjadi tindakan yang sewenang-wenang. Berangkat dan ide otonomi pendidikan muncul beberapa konsep sebagai solusi dalam menghadapi kendala dalam pelaksanaan otonomi pendidikan yaitu:
1)    Meningkatkan Manajemen Pendidikan Sekolah
Menurut Wardiman Djajonegoro (1995) bahwa kualitas pendidikan dapat ditinjau dan segi proses dan produk. Pendidikan disebut berkualitas dan segi proses jika proses belajar mengajar berlangsung secara efektif, dan peserta didik mengalami pembelajaran yang bermakna. Pendidikan  disebut berkualitas dan segi produk jika mempunyai salah satu ciri-ciri sebagai berikut :
 a) peserta didik menunjukkan penguasaan yang tinggi terhadap tugas-tugas belajar (learning task) yang harus dikuasai dengan tujuan dan sasaran pendidikan, diantaranya hasil belajar akademik yang dinyatakan dalam prestasi belajar (kualitas internal);
 b) hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam kehidupan sehingga dengan belajar peserta didik bukan hanya mengetahui sesuatu, tetapi dapat melakukan sesuatu yang fungsional dalam kehidupannya (learning and learning),
 c)  hasil pendidikan sesuai atau relevan dengan tuntutan lingkungan khususnya dunia kerja.
Menghadapi kondisi ini maka dilakukan pemantapan manajemen pendidikan yang bertumpu pada kompetensi guru dan kesejahteraannya. Menurut Penelitian bahwa ada tiga faktor untuk meningkatkan mutu pendidikan, yaitu motivasi guru, buku pelajaran dan buku bacaan serta pekerjaan rumah. [8]Dari hasil penelitian ini tampak dengan jelas bahwa akhir penentu dalam meningkatkan mutu pendidikan tidak pada bergantinya kurikulum, kemampuan manajemen dan kebijakan di tingkat pusat atau pemerintah daerah, tetapi lebih kepada faktor-faktor internal yang ada di sekolah, yaitu peranan guru, fasilitas pendidikan dan pemanfaatannya. Kepala Sekolah sebagai top manajemen harus mampu memberdayakan semua unit yang dimiliki untuk dapat mengelola semua infrastruktur yang ada demi pencapaian  kinerja yang maksimal.
Selain itu, untuk dapat meningkatkan otonomi manajemen sekolah yang mendukung peningkatan mutu pendidikan, Pimpinan Sekolah harus memiliki kemampuan untuk melibatkan partisipasi dan komitmen dan orangtua dan anggota masyarakat sekitar sekolah untuk merumuskan dan mewujudkan visi, misi dan program peningkatan mutu pendidikan  secara bersama-sama; salah satu tujuan UU No.20 Tahun 2003 adalah untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, termasuk dalam meningkatkan sumber dana dalam penyelenggaraan pendidikan.[9]
2)    Reformasi Lembaga Keuangan Hubungan Pusat-Daerah
      Perlu dilakukan penataan tentang hubungan keuangan antara Pusat-Daerah menyangkut pengelolaan pendapatan (revenue) dan penggunaannya (expenditure) untuk kepentingan pengeluaran rutin maupun pembangunan daerah dalam rangka memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Sumber keuangan diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah, Dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain pendapatan yang syah dengan melakukan pemerataan   diharapkan dapat mendukung pelaksanaan kegiatan pada suatu daerah, terutama pada daerah miskin. Bila dimungkinkan dilakukan subsidi silang antara daerah yang kaya kepada daerah yang miskin, agar pemerataan pendidikan untuk mendapatkan kualitas sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah.   
3)     Kemauan Pemerintah Daerah Melakukan Perubahan
Pada era otonom, kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah daerah. Bila pemerintah daerah memiliki political will yang baik dan kuat terhadap dunia pendidikan, ada peluang yang cukup luas bahwa pendidikan di daerahnya akan maju. Sebaiknya, kepala daerah yang tidak memiliki visi yang baik di bidang pendidikan dapat dipastikan daerah itu akan mengalami stagnasi dan kemandegan menuju pemberdayaan masyarakat yang well educated dan tidak pernah mendapat momentum yang baik untuk berkembang. Otonomi pendidikan harus mendapat dukungan DPRD, karena DPRD-lah yang merupakan penentu kebijakan di tingkat daerah dalam rangka otonomi tersebut. Di bidang pendidikan, DPRD harus mempunyai peran yang kuat dalam membangun pradigma dan visi pendidikan di daerahnya. Oleh karena itu, badan legislatif harus diberdayakan dan memberdayakan diri agar mampu menjadi mitra yang baik. Kepala   pemerintahan daerah, kota diberikan masukan secara sistematis dan membangun daerah.
4). Membangun Pendidikan Berbasis Masyarakat
Kondisi Sumber Daya yang dimiliki setiap daerah tidak merata untuk seluruh Indonesia. Untuk itu, pemerintah daerah dapat melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, ilmuwan, pakar kampus maupun pakar yang dimiliki Pemerintah Daerah Kota sebagai Brain Trust atau Think Thank untuk turut membangun daerahnya, tidak hanya sebagai pengamat, pemerhati, pengecam kebijakan daerah. Sebaliknya, lembaga pendidikan juga harus membuka diri, lebih banyak mendengar opini publik, kinerjanya dan tentang tanggung jawabnya dalam turut serta memecahkan masalah yang di hadapi masyarakat.
5). Pengaturan kebijakan Pendidikan antara Pusat dan Daerah.[10]
Pemerintah Pusat   tidak diperkenankan mencampuri urusan pendidikan daerah Pemerintah Pusat hanya diperbolehkan memberikan kebijakan-kebijakan bersifat nasional, seperti aspek mutu dan pemerataan. Pemerintah pusat menetapkan standard mutu. Jadi, pemerintah pusat hanya berperan sebagai fasilitator dan katalisator bukan regulator. Otonomi pengelolaan pendidikan berada pada tingkat sekolah, oleh karena itu lembaga pemerintah harus memberi pelayanan dan mendukung proses pendidikan agar berjalan efektif dan efisien. [11]
Pada kelompok bidang pendidikan dan kebudayaan disebutkan bahwa kewenangan pemerintah meliputi hal-hal sebagai berikut:
1)        Penetapan standar kompetensi siswa dan warga belajar, serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional, serta pedoman pelaksanaannya.
2)        Penetapan standar materi pelajaran pokok.
3)        Penetapan persyaratan perolehan dan penggunaan gelar akademik.
4)        Pencatatan pedoman pembiayaan penyelenggaraan pendidikan.
5)        Penetapan persyaratan penerimaan, perpindahan, sertifikasi siswa, warga belajar dan mahasiswa.
6)        Penetapan persyaratan peningkatan/zoning, pencarian, pemanfataan, pemindahan, penggandaan, sistem pengamanan dan kepemilikan benda cagar
budaya serta persyaratan penelitian arkeologi.
7)        Pemanfaatan hasil penelitian arkeologi nasional serta pengelolaan museum nasional, galeri nasional, pemanfaatan naskah sumber arsip, clan monumen yang
diakui secara internasional.
8)        Penetapan kalender pendidikan dan jumlah jam belajar efektif setiap tahun bagi
Pendidikan dasar, menengah, dan luar sekolah.
9)        Pengaturan dan pengembangan pendidikap tinggi, pendidikan jarak jauh, serta
Pengaturan sekolah internasional.
10)    Pembinaan dan pengembangan bahasa dalam sastra Indonesia.
Sementara itu, kewenangan pemerintah provinsi meliputi hal-hal sebagai berikut:
1.    Penetapan kebijakan tentang penerimaan siswa calon mahasiswa dari masyarakat minoritas, terbelakang, dan/tidak mampu.
2.        Penyediaan bantuan pengadaan buku pelajaran pokok/ modul pendidikan untuk taman kanak-kanak, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan luar sekolah.
3.   Mendukung/membantu penyelenggaraan pendidikan tinggi selain pengaturan kurikulum, akreditasi,dan pengangkatan tenaga akademis.
4          Pertimbangan dan penutupan perguruan tinggi.
5          Penyelenggaraan sekolah luar biasa dan balai pelatihan clan/ atau penataran guru;
6          Penyelenggaraan museum provinsi, suaka peninggalan sejarah, kepurbakalaan, kajian sejarah clan nilai tradisional, serta pengembangan bahasa dan budaya daerah.

       Desentralisasi pendidikan merupakan sebuah sistem manajemen untuk mewujudkan pembangunan pendidikan yang menekankan pada kebhinekaan. ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan desentralisasi pendidikan, yaitu (1) pola dan pelaksanaan manajemen harus demokratis; (2) pemberdayaan masyarakat harus menjadi tujuan utama; (3) peranserta masyarakat bukan hanya pada staheholders, tetapi harus menjadi bagian mutlak dari sistem pengelolaan; (4) pelayanan harus lebih cepat, efisien, efektif, melebihi pelayanan era sentralisasi demi kepentingan peserta didik dan rakyat banyak; clan (5) keanekaragaman aspirasi clan nilai serta norma lokal harus dihargai dalam kerangka clan demi penguatan system Pendidikan nasional.[12] Dalam praktiknya, desentralisasi pendidikan berbeda dengan desentralisasi bidang pemerintahan lainnya, kalau desentralisasi bidang-bidang pemerintahan lain berada pada pemerintahan di tingkat kabupaten/kota, maka desentralisasi di bidang pendidikan tidak berhenti pada tingkat kabupaten/kota, tetapi justru sampai pada lembaga pendidikan atau sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan. Dalam praktik desentralisasi pendidikan itulah maka dikembangkanlah yang dinamakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).[13]

Desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan manajemen berbasis sekolah, sebenarnya merupakan kecenderungan internasional yang dipraktikkan di banyak negara, untuk Indonesia merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki mutu pendidikan dan sumber daya manusia yang helakangan ini dirisaukan banyak pihak, terutama bila dilihat dari beberapa laporan hasil survei dari lembaga-lembaga independen dunia, menempatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia pada urutan bawah, jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan bahkan Phillifina. Dalam konteks desentralisasi ini, peran serta masyarakat sangat diperlukan. Aparatur pendidikan baik di pusat tnaupun di daerah, berperan penting dalam peningkatan peran serta, efisiensi, dan produktivitas masyarakat untuk membangun pendidikan yang mandiri dan profesional. Salah satu sasaran pembangunan adalah mewujudkan desentralisasi daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggung jawab. Titik berat desentralisasi diletakkan pada kabupaten/kota. Oleh karena itu, peningkatan kualitas aparatur pendidikan di daerah amatlah mendasar pcranannya, terutama pada lapisan yang terdekat dengan rakyat yang mendapat pelayanan. Efektivitas pelayanan pendidikan pada tingkat akar rumput (grass root) juga penting untuk mcndorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan pcndidikan. Sebagaimana dikemukakan terdahulu, bahwa desentralisasi di bidang pendidikan berbeda dengan desentralisasi bidang pemerintahan lainnya yang berhenti pada tingkat kabupaten/kota. Di bidang pendidikan justru sampai pada pelaksana teknis atau ujung tombak pendidikan, yaitu sekolah-sekolah.Pemberlakuan sistem desentralisasi akibat pemberlakuan Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang otonomi pemerintahan daerah, memberi dampak terhadap pelaksanaan pada manajemen pendidikan yaitu manajemen yang memberi ruang gerak yang lebih luas kepada pengelolaan pendidikan untuk menemukan strategi berkompetisi dalam era kompetitif mencapai output pendidikan yang berkualitas dan mandiri. Kebijakan desentralisasi akan berpengaruh secara signifikan dengan pembangunan pendidikan. Setidaknya ada 4 dampak positif untuk mendukung kebijakan desentralisasi pendidikan, yaitu :
 1) Peningkatan mutu, yaitu dengan kewenangan yang dimiliki sekolah maka sekolah lebih leluasa mengelola dan memberdayakan potensi sumber daya yang dimiliki;
2) Efisiensi Keuangan hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber pajak lokal dan mengurangi biaya operasional;
3) Efisiensi Administrasi, dengan memotong mata rantai birokrasi yang panjang dengan menghilangkan prosedur yang bertingkat-tingkat;
4) Perluasan dan pemerataan, membuka peluang penyelenggaraan pendidikan pada daerah pelosok sehingga terjadi perluasan dan pemerataan pendidikan.[14]
Pemberlakuan desentralisasi pendidikan mengharuskan diperkuatnya  landasan dasar pendidikan yang demokratis, transparan, efisien dan melibatkan partisipasi masyarakat daerah. Pendidikan juga merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan manusia, karena pendidikan berfungsi sebagai pengembang pengetahuan, keterampilan, nilai dan kebudayaan. Desentralisasi pendidikan dapat terjadi dalam tiga tingkatan, yaitu Dekonstrasi, Dekonstrasi adalah proses pelimpahan sebagian kewenangan kepada pemerintahan atau lembaga yang lebih rendah dengan supervisi dan pusat. Sementara Delegasi mengandung makna terjadinya penyerahan kekuasaan yang penuh sehingga tidak lagi memerlukan supervisi dan pemerintah pusat. Pada Tingkat Devolusi di bidang pendidikan terjadi apabila memenuhi 4 ciri, yaitu:
 (1) terpisahnya peraturan perundangan yang mengatur pendidikan di daerah dan di pusat;
2) kebebasan lembaga daerah dalam mengelola pendidikan;
3) lepas dari supervisi hirarkhis dan pusat dan
4) kewenangan lembaga daerah diatur dengan peraturan perundangan. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, proses desentralisasi pendidikan di Indonesia berdasarkan UU No.22 tahun 1999 lebih menjurus kepada Devolusi, yang pertaruran pelaksanaannya tertuang pada Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 2000, seluruh urusan pendidkan dengan jelas menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, kecuali Pendidikan Tinggi. Kewenangan Pemerintah Pusat hanya menetapkan standar minimal, baik dalam persyaratan calon peserta didik, kompetensi peserta didik, kurikulum nasional, penilaian hasil belajar, materi pelajaran pokok, pedoman pembiayaan pendidikan  dan melaksanakan fasilitas (Pasal 2 butir II).
E.       Sejarah Pendidikan Islam
Islam, dari awal, menempatkan premi yang tinggi pada pendidikan dan telah menikmati tradisi intelektual panjang dan kaya. Pengetahuan ('ilm) menempati posisi yang signifikan dalam Islam, sebagaimana dibuktikan oleh lebih dari 800 referensi untuk itu dalam buku Islam yang paling dihormati, maka Al-Qur'an . Pentingnya pendidikan berulang kali ditekankan dalam Al-Qur'an dengan perintah sering, seperti yang termaktub dalam QS. Al-Mujadillah: 11.
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ  
11. Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. [15]
Ayat-ayat tersebut memberikan stimulus kuat bagi masyarakat Islam untuk berjuang untuk pendidikan dan pembelajaran. Munculnya Quran pada abad ketujuh cukup revolusioner untuk masyarakat Arab yang didominasi buta huruf. Para mulai dari pendidikan Islam adalah Al-Quran Zikir , dan kata pertama adalah "Iqra" yang berarti "membaca". Arab masyarakat telah menikmati tradisi lisan kaya, tetapi Quran dianggap firman Allah dan harus organik berinteraksi dengan dengan cara membaca dan melafalkan kata-katanya. Oleh karena itu, membaca dan menulis untuk tujuan mengakses berkat-berkat penuh dari Quran adalah sebuah aspirasi untuk sebagian besar Muslim. Dengan demikian, pendidikan dalam Islam tegas berasal berasal dari hubungan simbioisis dengan pelajaran agama.
Jadi, dengan cara ini, pendidikan Islam dimulai. Muslim yang saleh dan terpelajar (mu 'allim atau mudarris), yang didedikasikan untuk membuat ajaran Quran lebih mudah diakses oleh masyarakat Islam melalui sekolah Islam , mengajarkan umat beriman dalam apa yang kemudian dikenal sebagai kuttab (jamak, katātīb). Kuttab ini bisa ditemukan di berbagai tempat: masjid, rumah-rumah pribadi, toko, tenda, atau bahkan di tempat terbuka. Para sejarawan tidak yakin untuk ketika katātīb itu pertama kali didirikan, tetapi dengan keinginan luas umat beriman untuk mempelajari Quran, katātīb dapat ditemukan di hampir setiap bagian dari kerajaan Islam pada pertengahan abad kedelapan. Kuttab ini melayani fungsi sosial yang vital tidak hanya sebagai kendaraan untuk instruksi publik formal untuk anak usia SD dan terus begitu sampai model pendidikan Barat diperkenalkan pada periode modern. Bahkan saat ini, telah dipamerkan daya tahan luar biasa dan terus menjadi sarana dengan penting pendidikan agama di banyak Negara Islam. [16]
Selama zaman keemasan kerajaan Islam (biasanya didefinisikan sebagai periode antara abad kesepuluh dan ketigabelas), ketika Eropa Barat secara intelektual mundur dan stagnan, pengetahuan Islam berkembang dengan keterbukaan mengesankan untuk ilmu-ilmu rasional, seni, dan bahkan sastra. Ia selama periode ini bahwa dunia Islam membuat sebagian besar kontribusinya terhadap dunia ilmiah dan artistik. Ironisnya, para ulama Islam diawetkan banyak pengetahuan dari Yunani yang telah dilarang oleh dunia Kristen. Kontribusi luar biasa lainnya dibuat di bidang kimia, botani, fisika, mineralogi, matematika, dan astronomi, sebagai pemikir Muslim dianggap kebenaran ilmiah sebagai alat untuk mengakses kebenaran agama.
Bahasa Arab memiliki tiga istilah untuk pendidikan, mewakili berbagai dimensi proses pendidikan seperti yang dirasakan oleh Islam. Kata yang paling banyak digunakan untuk pendidikan dalam arti formal adalah ta'lim, dari akar 'alima (mengetahui, menyadari, untuk memahami, untuk belajar), yang digunakan untuk menunjukkan pengetahuan yang dicari atau diberikan melalui instruksi dan pengajaran . Tarbiyah, dari akar raba (untuk meningkatkan, tumbuh, untuk belakang), menyiratkan keadaan memelihara spiritual dan etis sesuai dengan kehendak Allah. Ta'dīb, dari aduba root (untuk menjadi berbudaya, halus, sopan), menunjukkan perkembangan seseorang dari perilaku sosial yang sehat. Yang dimaksud dengan suara memerlukan pemahaman yang lebih dalam konsepsi Islam tentang manusia.
F.        Konsep Pendidikan
Tarbiyah dapat dipahami sebagai jenis pendidikan yang membahas hati, tubuh, pikiran dan jiwa individu. Tarbiyah menempatkan Allah di pusat pengalaman individu belajar. Tujuan utama dari tarbiyah dapat disimpulkan sebagai menyediakan Muslim dengan panduan positif sesuai dengan tradisi Islam yang akan menyebabkan mereka berkembang menjadi 'orang dewasa baik' yang menjalani kehidupan yang bermanfaat di dunia dan akhirat. Halstead menjelaskan bahwa 'orang dewasa baik' dalam pemahaman Islam berarti orang dewasa yang menerima kewajiban ilahi dan 'mencari untuk mengambil sifat-sifat Allah seperti Hikmah (kebijaksanaan) dan' adl (keadilan). "   [17]
Istilah 'pendidikan' dalam Islam dipahami dan dipahami dengan cara yang sama sekali berbeda dengan apa yang dipahami dalam masyarakat Barat. Setelah kami teliti, pemahaman umum dari seorang individu terdidik dalam masyarakat Barat adalah seseorang yang memiliki kemampuan kritis dan dianggap sebagai otonom dengan kepekaan estetika. Dari perspektif Islam individu berpendidikan mungkin memiliki atribut yang sama, namun komponen yang diperlukan yang diperlukan adalah keyakinan dan pengetahuan tentang bagaimana menyembah Tuhan dan bagaimana menjalani hidup sesuai dengan hukum Islam. Tidak ada satu kata yang menggambarkan 'pendidikan' dalam bahasa Arab, namun para sarjana umumnya cenderung untuk menggunakan tiga kata yang berbeda Tarbiyah berasal dari akar kata raba (tumbuh, meningkat, ke belakang, memelihara rohani), yang berarti negara. dari memelihara etika dan spiritual dalam mengembangkan potensi individu dan bimbingan anak untuk negara kematangan lengkap. Ta'dib berasal dari akar kata aduba (menjadi halus, disiplin, berbudaya, santun), yang menunjukkan aspek-aspek sosial dari Ta'lim manusia termasuk proses pengembangan karakter dan perilaku sosial yang baik. berasal dari akar kata 'alima (untuk tahu, untuk mengetahuinya, untuk melihat, belajar, untuk membedakan), ini mengacu pada pengetahuan, menyampaikan dan penerimaan melalui instruksi dan pengajaran.
Ketiga hal itu menunjukkan analisis yang mungkin dalam tiga bidang pendidikan Islam;. (I) membantu pengembangan individu, (ii) meningkatkan pemahaman masyarakat dan aturan sosial dan moral dan (iii) transmisi pengetahuan ' . Ini dapat dikatakan bahwa ketiga dimensi menawarkan tujuan dasar pendidikan Islam. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik ketiga bidang perlu dieksplorasi lebih lanjut.[18]
Tarbiyah (pengembangan individu)
Pentingnya pengembangan individu
"... Sangat penting, karena memang semua dien (agama) didasarkan pada tarbiyah. Ini dimulai pertama-tama dengan pendidikan dan pelatihan diri kita sendiri, kemudian keluarga kita, dan kemudian dari masyarakat luas. Tapi ini tarbiyah yang paling penting sehubungan dengan anak-anak kita ... "
Tarbiyah dapat dipahami sebagai jenis pendidikan yang membahas hati, tubuh, pikiran dan jiwa individu. Tarbiyah menempatkan Allah di pusat pengalaman individu belajar. Tujuan utama dari tarbiyah dapat disimpulkan sebagai menyediakan Muslim dengan panduan positif sesuai dengan tradisi Islam yang akan menyebabkan mereka berkembang menjadi 'orang dewasa baik' yang menjalani kehidupan yang bermanfaat di dunia dan akhirat. Halstead menjelaskan bahwa 'orang dewasa baik' dalam pemahaman Islam berarti orang dewasa yang menerima kewajiban ilahi dan 'mencari untuk mengambil sifat-sifat Allah seperti Hikmah (kebijaksanaan) dan' adl (keadilan). Mereka berusaha untuk mengadopsi pendekatan yang seimbang dalam hal terdiri dari roh 'kepribadian terintegrasi' mereka, hati dan pikiran, mereka berusaha untuk menjadi insan kamil (manusia sempurna) dan menjalani kehidupan mereka sesuai dengan ajaran dari prinsip-prinsip Islam. [19]
Ta'dib (pendidikan sosial dan moral)
Sebuah komponen fundamental dari iman Islam adalah konsep umat (keluarga di seluruh dunia dari sesama orang percaya) yang mengikat orang percaya dengan melampaui batas-batas kebangsaan, latar belakang etnis, status sosial ekonomi, bahasa, dan varians budaya. Mengingat hal ini pendidikan pikiran Islam tidak pernah bisa menjadi urusan individu karena Islam milik keluarga di seluruh dunia dimana ta'dib memastikan bahwa mereka dapat hidup bersama dalam keadaan damai dan kebahagiaan dengan nilai-nilai moral dan etika yang tinggi ditentukan oleh hukum (Syariah ilahi ). Pendidikan oleh karena itu, dapat dikatakan, digunakan sebagai sarana untuk mengirimkan dan mempertahankan komunitas atau warisan budaya masyarakat dan nilai-nilai tradisional. " .
"Dalam Islam, eksistensi sosial memiliki tujuan yang sama persis seperti keberadaan individu:. Realisasi di bumi dari imperatif moral yang ilahi. Syariah ini mengintegrasikan semua aspek kehidupan manusia seperti politik, sosial dan ekonomi menjadi pandangan dunia tunggal dan dengan berbuat demikian menghilangkan konsep pemisahan antara agama dan negara.  dibandingkan dengan perspektif liberal, konsep kehendak bebas dalam Islam dengan demikian merupakan salah satu yang tidak canggih. ".   ada pilihan sederhana dari apakah orang menerima Islam atau benar-benar menolaknya. Sebuah konsep 'pick-dan-memilih' tidak ada di mana satu dapat memutuskan untuk menerima bagian tertentu dari keyakinan dan menolak bagian lain karena perubahan sosial atau alasan lainnya. Ini adalah prinsip yang sangat penting karena jika salah satu menolak bagian mereka sebenarnya menolak keseluruhan dan telah meruntuhkan kredibilitas itu. Al-Qur'an membahas hal ini dengan nada tegas, "Lalu apakah Anda percaya bagian dari Kitab Suci dan menolak sisanya? Lalu apa balasan dari mereka yang berbuat demikian di antara kamu, kecuali kehinaan dalam kehidupan dunia ini, dan pada hari kiamat mereka akan terjebak di dalam siksaan yang paling pedih. [20]
Poin penting dan relevan untuk disebutkan di sini dalam konteks Inggris adalah berkaitan dengan pengajaran dan pembelajaran kewarganegaraan di sekolah. Muslim percaya pendidikan agama datang sebelum setiap pengajaran kewarganegaraan; pendekatan pendidikan sosial harus kompatibel dengan prinsip Islam. Al-Attas menyatakan bahwa adalah lebih penting dalam Islam untuk menghasilkan 'orang baik' dari 'warga yang baik', 'untuk orang yang baik akan menjadi warga yang baik, tetapi warga negara yang baik belum tentu juga menjadi baik.
Ta'lim (Transmisi dan akuisisi pengetahuan)
Perlu menunjukkan bahwa tidak ada pengertian dalam Islam dari mengejar pengetahuan untuk kepentingan diri sendiri, pengetahuan tidak dihargai dalam dirinya sendiri tanpa kondisi terpasang terpenuhi.  poin pada kenyataannya bahwa dalam bahasa Arab 'tahu' akhirnya berarti 'untuk diubah oleh proses yang sangat mengetahui penawaran oleh seorang filsuf Islam yang terkenal Al-Ghazali tentang masalah ini, Pastikan bahwa pengetahuan saja tidak ada dukungan Jika seorang pria membaca seratus ribu mata pelajaran ilmiah dan belajar mereka tetapi tidak bertindak atas mereka, pengetahuan tidak ada gunanya kepadanya, karena manfaatnya hanya terletak pada yang digunakan. Pemahaman ini juga berlaku untuk kekayaan di mana akumulasi dari itu untuk kepentingan diri sendiri tidak diperbolehkan kecuali ada penyebab dimaksud dalam akumulasi. Pengetahuan dengan cara yang sama harus diperoleh untuk mendapatkan keuntungan dari itu dan kemudian menyebarkannya atau memanfaatkan itu dengan membantu orang lain dalam mengakui Tuhan. Tujuan dari mencari ilmu harus memulai di pelajar kesadaran spiritual dan moral yang mengarah pada peningkatan Imaan (iman) yang memanifestasikan dirinya sebagai amal shalih (perbuatan bajik) yang mengarah ke Yaqiin (kepastian) yang semuanya terus-menerus ditekankan dalam Qur'an 'an. Bahkan Alquran menyatakan di banyak tempat yang kita harus miliki Imaan ditambah dengan 'amal shalih[21].
Guru pengetahuan memiliki peran yang mulia dalam masyarakat Islam karena mereka bertanggung jawab untuk memelihara rohani dan moral dari generasi berikutnya. Kehidupan pribadi mereka sama-sama pentingnya dengan profesi mereka. Ibnu Khaldun, seorang filsuf muslim klasik dan sosiolog diakui bahwa anak-anak Muslim belajar melalui imitasi dari seorang guru dan kontak pribadi dengan dia. Akan adil untuk mengatakan bahwa ada konsep serupa dalam masyarakat liberal di mana orang tua umumnya lebih suka anak-anak mereka diajar oleh guru yang memegang 'akhlak yang baik' dan sesuai dengan 'nilai-nilai etika. Namun pada umumnya tidak ada definisi tetap 'akhlak yang baik' apa dan 'nilai-nilai etika' adalah.
Semua bentuk mencari pengetahuan dapat diambil sebagai ibadah asalkan dilakukan dalam alam Syariah. Implikasi dari ini adalah jelas, bahwa agama adalah pusat dari semua aspek pendidikan, 'bertindak sebagai lem yang memegang bersama seluruh kurikulum. ini juga bisa dikenal sebagai kurikulum yang terintegrasi. Gagasan liberal pendidikan akan punya masalah di sini, karena hal ini pendekatan terpadu dengan agama di jantung itu akan merusak konsep otonomi karena akan muncul untuk membatasi pemikiran individu sepanjang jalur tertentu. [22]
G.      Konsep Pendidikan dalam Islam

Sekularisasi ide yang menjalari sejarah Pemikiran Barat sejak periode Yunani kuno dan Roma. Pemikir Muslim tidak memahami apa yang dipahami sebagai rasio sebagai sesuatu yang terpisah dari apa yang dipahami sebagai intellectus, mereka dikandung caql ( لقع ) Sebagai kesatuan organik dari kedua ratio dan intellectus. Mengingat hal ini, umat Islam didefinisikan manusia sebagai al-ÌaywÂn al-nÂtiq, dimana nÂtiq jangka menandakan 'Rasional'. Manusia memiliki suatu fakultas batin yang merumuskan arti (yaitu dha nutq قطوذ) dan ini formulasi makna, yang melibatkan penilaian dan diskriminasi dan klarifikasi, yang apa yang merupakan 'rasionalitas' nya. Istilah nÂtiq dan nutq adalah berasal dari akar yang menyampaikan arti dasar dari 'pidato',dalam arti ucapan manusia, sehingga mereka berdua menandakan tertentu daya dan kapasitas manusia untuk mengartikulasikan kata-kata dalam pola yang bermakna. Dia, sebagaimana adanya, sebuah 'bahasa hewan', dan artikulasi simbol linguistik ke dalam pola yang bermakna tidak lain dari luar ekspresi, terlihat dan terdengar dari dalam, bagian yang tak terlihat realitas yang kita sebut caql. Para caql istilah itu sendiri pada dasarnya menandakan semacam 'mengikat' atau 'pemotongan', sehingga saat ini caql hormat menandakan properti bawaan yang mengikat dan menahan benda pengetahuan melalui kata-kata.





BAB III

PENUTUP

I.          Kesimpulan
Otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri, dan nomos yang berarti Hokum atau aturan (Abdurrahman, 1987). Dalam konteks etimologis ini, beberapa penulis memberikan pengertian tentang otonomi. Otonomi diartikan sebagai ‘perundangan sendiri’ (Danuredjo, 1977), ‘perundangan sendiri’ (Koesoemahatmadja, 1979), ‘mengatur atau memerintah sendiri’ (Runt Nugroho, 2000). Koesoemahatmadja (1979), lebih lanjut mengemukakan bahwa menurut perkembangan sejarahnya di Indonesia, otonomi selain mengandung arti juga mengandung pengertian ‘pemerintahan’. Secara konseptual banyak konsep tentang otonomi yang diberikan oleh para pakar dan penulis, di antaranya Syarif Saleh (1963) mengartikan otonomi sebagai hak mengatur dan memerintah daerah sendiri, hak mana diperoleh dari pemerintah pusat. pengertian otonomi pendidikan sesungguhnya terkandung makna demokrasi dan keadilan sosial, artinya pendidikan dilakukan secara demokrasi sehingga tujuan yang diharapkan dapat diwujudkan dan pendidikan diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat, sesuai dengan cita-cita bangsa dalam mencerdaskan bangsa.

II.     Saran
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan untuk itu kritik dan saran sangat di harapkan penulis dari para pembaca sekalian demi untuk perbaikan makalah ini ke depan.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahannya, Edisi Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT. Mizan Pustaka,2009.
Daulay Haidar Putra, Pendidikan Islam, Jakarta Timur: PRENADA MEDIA, 2004.
Http//www/pengertianotonomi.com, Sabtu 31.03.2012.
Hidayat Kamaruddin, Masyarakat Agama dan Agenda Masyarakat Madani. Jakarta, 1991.
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan. Pustaka Al-Husna, 1986.

Ibrahim, Inovasi Pendidikan. Jakarta: Direktokrat Pendidikan Tinggi, 1988.

Mulyanto Sumardi, Sejarah Singkat Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Dharma Bakti, 1978.

Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: Rake Sarasin, 1987.

Undang-undang Sisdiknas, UU No, 20 Jakarta: Departemen Agama RI, 2003.       
      
Undang-undang RI Nomor 25 Tahun 2000, Tentang Peraturan Pemerintah,










       [1]Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam, (Jakarta Timur: PRENADA MEDIA, 2004) cet.1, h. 3
       [2]Http//www/pengertianotonomi.com, Sabtu 31.03.2012
       [3]Http//www/pengertianotonomi.com, Sabtu 31.03.2012
       [4]Undang-undang Sisdiknas, UU No, 20 (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003)
       [5]Undang-undang Sisdiknas, UU No, 20 (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003).
       [6]Sumardi Mulyanto, Sejarah Singkat Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Dharma Bakti, 1978)
       [7]Sudiyono, Manajemen Pendidikan Tinggi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004) h. 77.
       [8]Sudiyono, Manajemen Pendidikan Tinggi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004) h. 79.
       [9]Sumardi Mulyanto, Sejarah Singkat Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Dharma Bakti, 1978)

       [10]Sumardi Mulyanto, Sejarah Singkat Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Dharma Bakti, 1978)


       [11]Muhadjir Noeng, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial. (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1987)
       [12]Muhadjir Noeng, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial. (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1987)
       [13]Ibrahim, Inovasi Pendidikan. (Jakarta: Direktokrat Pendidikan Tinggi, 1988)
       [14]Undang-undang RI Nomor 25 Tahun 2000, Tentang Peraturan Pemerintah, 
       [15]Al-Qur’an dan Terjemahannya, Edisi Ilmu Pengetahuan. (Jakarta: PT. Mizan Pustaka,2009)
       [16]Sumardi Mulyanto, Sejarah Singkat Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta: Dharma Bakti, 1978).
       [17]Sumardi Mulyanto, Sejarah Singkat Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta: Dharma Bakti, 1978).
       [18]Haidar Putra, Pendidikan Islam di Indonesia. (Bandung: Cita Pustaka Media, 2002)
       [19]Haidar Putra, Pendidikan Islam di Indonesia. (Bandung: Cita Pustaka Media, 2002)
       [20]Kamaruddin Hidayat, Masyarakat Agama dan Agenda Masyarakat Madani. (Jakarta, 1991)
       [21]Kamaruddin Hidayat, Masyarakat Agama dan Agenda Masyarakat Madani. (Jakarta, 1991)
       [22]Http//www.pendidikan islam.com, Sabtu o3.31.2012.


EmoticonEmoticon