BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pendidikan
bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan primer atau mutlak yang harus
dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok
manusia dapat hidup berkembang dengan cita-cita untuk maju, sejahtera, dan
bahagia menurut konsep pandangan hidupnya.[1]
Dalam pengertian sederhana dan umum makna pendidikan adalah usaha sadar manusia
untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun
rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan agama.
Pendidikan
bertujuan tidak sekedar proses alih budaya atau alih ilmu pengetahuan (transfer
of knowledge), tetapi juga sekaligus sebagai proses alih nilai (transfer
of value). Artinya bahwa Pendidikan, di samping proses pertalian dan
transmisi pengetahuan, juga berkenaan dengan proses perkembangan dan
pembentukan kepribadian atau karakter masyarakat. Dalam rangka internalisasi
nilai-nilai budi pekerti kepada peserta didik, maka perlu adanya optimalisasi
pendidikan. Perlu kita sadari bahwa fungsi pendidikan Nasional adalah
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembanganya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlakul karimah, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.[2] Ki Hajar
Dewantara menyatakan bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan
bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan
tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan
kesem-purnaan hidup anak-anak kita. Pendidikan karakter merupakan
bagian integral yang sangat penting dari pendidikan kita.
Pendidikan
juga dipandang sebagai sebuah sistem sosial, artinya dikatakan sistem sosial
disebabkan di dalamnya berkumpul manusia yang saling berinteraksi dengan
lingkungannya. Untuk menuju pada pendidikan yang dapat beradaptasi dengan
lingkungannya, yaitu dengan cara melakuakan perubahan-perubahan susunan dan
proses dari bagian-bagian yang ada dalam pendidikan itu sendiri.[3]
Sehingga pendidikan sebagai agen perubahan sosial diharapkan peranannya mampu
mewujudkan perubahan nilai-nilai sikap, moral, pola pikir, perilaku
intelektual, ketrampilan, dan wawasan para peserta didik sesuai dengan tujuan
pendidikan itu sendiri.
Pendidikan karakter saat ini merupakan topik yang
banyak dibicarakan dikalangan pendidik. Pendidikan karakter diyakini sebagai
aspek penting dalam peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), karena turut
menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter masyarakat yang berkualitas perlu
dibentuk dan dibina sejak usia dini, karena usia dini merupakan masa “emas”
namun “kritis” bagi pembentukan karakter seseorang.
Pendidikan karakter menurut pengertian para ahli yaitu
Thomas Lickona (1991) adalaah pendidikan untuk membentuk kepribadian seorang
melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tidakan nyata
seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati
orang lain, kerja keras dan sebagainya dengan kebiasaan yang kerap
dimanifistasikan dalam tingkah laku.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang
pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada pendidikan formal, dengan
itu perlu dan penting adanya pendidikan karakter yang perlu dilaksanakan demi
tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Yang akan dibahas lebih lanjut pada Bab
Pembahasan makalah ini.
B. Rumusan
Masalah
Mencermati dari latar belakang masalah tersebut,
setidaknya ada beberapa rumusan maslah yang dapat di rangkum di antaranya
sebagai berikut:
1. Pengertian pendidikan karakter…!
2.
Tujuan Pendidikan Karakter…!
3.
Dampak Pendidikan Karakter Terhadap Akademi
Anak/Peserta Didik…!
4. Pengertian startegi…!
5. Strategi Dalam
Implementasi dan Pembangunan Pendidikan
Karakter…!
6. Posisi Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Nasional
7. Implementasi Pendidikan Karakter di Indonesia
8.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan
Karakter
Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona adalah
pendidikan untuk membentuk kepribadian seorang melalui pendidikan budi pekerti,
yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang
baik, jujur bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan
sebagainya.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter
adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter
peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru
berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru beroreintasi. Dan berbagai
hal yang terkait lainya.
Menurut Ramli,
pendidikan karakter mempunyai esensi dan makna yang sama dengan pendidikan
moral dan pendidikan akhlak, tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya
menjadi manusia yang baik, warga masyaraakat dan warga Negara yang baik. Bagi
suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai social tertentu.
Karakter merupakan nilai-nilai
perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman
nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut,
baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan,
maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan
karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan,
termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses
pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata
pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler,
pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan
lingkungan sekolah.[4]
Terlepas dari berbagai kekurangan
dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional
pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi
pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan di SMP sebenarnya
dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang
harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam
kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama
ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum
pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai upaya untuk meningkatkan
kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional
mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur,
jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan
konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap
jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks
totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam:
Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual
development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic
development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity
development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu
dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut.
Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur
pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat
saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan
keluarga dan lingkungan.Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan
kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik
mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari
30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan
sekitarnya.Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah
berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.
Selama ini, pendidikan informal
terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam
mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik.
Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya
pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh
pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa
berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta
didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui
pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan
pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah.
Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar
peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam pembentukan
karakter peserta didik .
Pendidikan karakter dapat
diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi
pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata
pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak
hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan
pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Kegiatan
ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu
media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik
peserta didik.Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar
mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan
kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus
diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan
dan berkewenangan di sekolah.Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat
mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan
prestasi peserta didik.[5]
Pendidikan
karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan
sekolah.Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter
direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan
di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi,
nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian,
pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan
demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan
karakter di sekolah.
Menurut Mochtar Buchori (2007),
pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara
kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai
secara nyata. Permasalahan pendidikan karakter yang selama ini ada di SMP perlu
segera dikaji, dan dicari altenatif-alternatif solusinya, serta perlu
dikembangkannya secara lebih operasional sehingga mudah diimplementasikan di
sekolah.
Pendidikan karakter adalah salah satu system yang menanamkan nilai-nilai
karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran
individu, tekad, serta adanya kemapuan dan tindakan untuk memaksimalkan
nilai-nilai, baik terhadap tuhan yang maha esa, diri sendiri, sesame manusia,
lingkungan maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan kamil.[6]
B.
Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter bertujuan untuk
meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah
pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara
utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan.Melalui
pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan
dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta
mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam
perilaku sehari-hari.
Pendidikan karakter pada
tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai
yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan
oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah
merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata
masyarakat luas.
Sasaran pendidikan karakter adalah
seluruh Sekolah di Indonesia negeri maupun swasta. Semua warga sekolah,
meliputi para peserta didik, guru, karyawan administrasi, dan pimpinan sekolah
menjadi sasaran program ini. Sekolah-sekolah yang selama ini telah berhasil
melaksanakan pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best practices,
yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah-sekolah lainnya.Melalui
program ini diharapkan lulusan memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang
utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma
dan budaya Indonesia.Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya
diharapkan menjadi budaya sekolah.
Keberhasilan program pendidikan
karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik
sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan, yang antara lain
meliputi sebagai berikut:[7]
1.
Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap
perkembangan remaja;
2.
Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri;
3.
Menunjukkan sikap percaya diri;
4.
Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan
yang lebih luas;
5.
Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan
golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional;
6.
Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan
sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif;
7.
Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan
inovatif;
8.
Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan
potensi yang dimilikinya;
9.
Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah
dalam kehidupan sehari-hari;
10.
Mendeskripsikan gejala alam dan sosial;
11.
Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab;
12.
Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara
kesatuan Republik Indonesia;
13.
Menghargai karya seni dan budaya nasional;
14.
Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk
berkarya;
15.
Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan
memanfaatkan waktu luang dengan baik;
16.
Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun;
17.
Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam
pergaulan di masyarakat; Menghargai adanya perbedaan pendapat;
18.
Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek
sederhana;
19.
Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana;
20.
Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti
pendidikan menengah;
21.
Memiliki jiwa kewirausahaan.
Pada tataran sekolah, kriteria
pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah, yaitu
perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan
oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan
nilai-nilai tersebut.
C.
Dampak Pendidikan Karakter Terhadap Akademi Anak/Peserta Didik
Mungkin banyak
yang bertanya-tanya sebenarnya apa sih dampak pendidikan karakter terhadap
keberhasilan akademik? Beberapa penelitian bermunculan untuk menjawab pertanyaan
ini.Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh
sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education
Partnership. Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin
Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, menunjukan peningkatan
motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang
menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat
dalam pendidikan karakter menunjukan penurunan drastis pada perilaku negatif
siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik.
Pendidikan
karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek
pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut
Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan
efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan
berkelanjutan.
Dengan
pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan
emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan,
karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam
tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Sebuah buku yang
baru terbit berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins,
et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh
positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa
ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor
resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi
pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan
bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.
Hal ini sesuai
dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat,
ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen
ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam
kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat
mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak
usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa.
Sebaliknya para remaja yang berkarakter atau mempunyai kecerdasan emosi tinggi
akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti
kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.
Pendidikan
karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter
adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter
yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya.
Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang
pendidikan karakter.Selain itu Daniel Goleman juga mengatakan bahwa banyak
orang tua yang gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya entah karena
kesibukan atau karena lebih mementingkan aspek kognitif anak.Namun ini semua
dapat dikoreksi dengan memberikan pendidikan karakter di sekolah.
Namun
masalahnya, kebijakan pendidikan di Indonesia juga lebih mementingkan aspek
kecerdasan otak, dan hanya baru-baru ini saja pentingnya pendidikan budi
pekerti menjadi bahan pembicaraan ramai.Ada yang mengatakan bahwa kurikulum
pendidikan di Indonesia dibuat hanya cocok untuk diberikan pada 10-20 persen
otak-otak terbaik.Artinya sebagian besar anak sekolah (80-90 persen) tidak
dapat mengikuti kurikulum pelajaran di sekolah.
Akibatnya
sejak usia dini, sebagian besar anak-anak akan merasa “bodoh” karena kesulitan
menyesuaikan dengan kurikulum yang ada. Ditambah lagi dengan adanya sistem
ranking yang telah “memvonis” anak-anak yang tidak masuk “10 besar”, sebagai
anak yang kurang pandai.Sistem seperti ini tentunya berpengaruh negatif terhadap
usaha membangun karakter, dimana sejak dini anak-anak justru sudah “dibunuh”
rasa percaya dirinya.
Rasa tidak
mampu yang berkepanjangan yang akan membentuk pribadi yang tidak percaya diri,
akan menimbulkan stress berkepanjangan. Pada usia remaja biasanya keadaan ini
akan mendorong remaja berperilaku negatif. Maka, tidak heran kalau kita lihat
perilaku remaja kita yang senang tawuran, terlibat kriminalitas, putus sekolah,
dan menurunnya mutu lulusan SMP dan SMU.Jadi, pendidikan karakter atau budi
pekerti plus adalah suatu yang urgent untuk dilakukan.Kalau kita peduli untuk
meningkatkan mutu lulusan SD, SMP dan SMU, maka tanpa pendidikan karakter
adalah usaha yang sia-sia.Kami ingin mengutip kata-kata bijak dari pemikir
besar dunia.
Pendidikan
karakter memang sangat penting dalam proses pembentukan akhlak setiap individu
masyarakat Indonesia, ketika tercapainya atau bahkan terlaksananya upaya
pendidikan karakter yang akan dijadikan sebagai kurikulum disetiap jenjang
pendidikan di tingkat dasar hingga perguruan tinggi maka, hal tersebut akan
dapat menghasilkan para penerus bangsa yang memilki akhlak yang sesuai dengan
kemanusiaan, sehingga nilai-nilai pancasila ataupun hal-hal yang terkandung
dalam UUD 1945 dapat terlaksana dengan baik, dan hal itu tidak hanya dijadikan
sebagai sarana memperoleh atau pencarian dalam menemukan suatu jatidiri bangsa,
melainkan dapat juga untuk senantiasa mengembalikan atau bahkan dapat
mempertahankan suatu peradaban bangsa, terutama Negara Kesatuan Republik
Indonesia. [8]
Ketika suatu
peradaban bangsa dapat dipertahankan dari berbagai permasalahan yang melanda,
maka negara tersebut telah berhasil dalam menciptakan masyarakat yang
berkarakter, karena dengan terciptannya suatu masyarakat yang memilki akhlak,
moral, serta kepribadian yang terpuji bangsa atau negara akan jauh dari
berbagai tantangan global atau modernisasi zaman yang hal itu banyak sekali
dihadapi oleh banyak negara yang tidak sedikit juga mengalami krisis ekonomi,
politik, sosial, dsb.
Pendidikan karakter sebagai usaha mencapai
mempertahankan peradaban bangsa, hal tersebut akan terbukti ketika apa yang
diinginkan termasuk jalan melalui pendidikan sebagai upaya untuk memperbaiki
bangsa ini untuk terlepas dari berbagai krisis, akan berjalan dengan baik. Tentunya
hal tersebut tidak hanya peran guru, ataupun orang tua saja, tetapi mencakup
keseluruhan dari elemen bangsa Indonesia.
Bangsa yang
beradab terlihat dari sikap dan kinerja para penyelenggaranya terlebih dahulu,
dan lalu kemudian hal tersebut akan di contoh oleh rakyatnya yang dalam negara
yang berbentuk demokrasi seperti Indonesia yaitu rakyatlah sebgai pemegang
kekuasaan tertinggi. Prof. Dr. Quraish Shihab tentang hukum panen “Tanamkanlah tindakan, anda akan menuai
kebiasaan. Tanamkanlah kebiasaan, anda akan mendapatkan karakter. Tanamkanlah
karakter anda akan mengukir nasib”.
Untuk mancapai
implementasi tujuan dari pendidikan karakter, untuk memjalankan proses kegiatan
pembelajaran perlu adanya strategi.
D. Pengetian
Strategi
Proses pembelajaran pada hakekatnya adalah proses
interaksi antara pendidik dengan peserta didik yang dilakukan secara sadar dan
trencana, dalam rangka mengembangka potensi peserta didik yang dimilikinya
kearah yang lebih optimal
Secara umum istilah strategi sering dimaknai sebagia
garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha yang telah ditentukan. Pada
mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia militir yang dimaknai sebagai
cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenagkan suatu peperangan. Dari
dua pengertian tersebuat maka dapat dipahami bahwa strategi digunakan untuk
memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan.
Pada perkembangan selanjutnya istilah startegi ini
digunakan dalam dunia pendidikan terrutama dalam pelaksanaan pembelajaran.
Menurut Dajamarah (2005), istilah
startegi ini jika dikaitkan dengan pendidikan, berarti pola-pola umum kegiatan
guru yang bertindak sebagia pendidika dan peserta didik dalam mewujudkan proses
pendidikan (pembelajaran) untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan atau
digariskan.
Dalam pengetian lain yang dikatakan oleh Kemp (1995).
Ia menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah satu kegiatan pembelajaran
yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pendidikan, dapat dicapai
secara efektif dan efesien.
E. Strategi Dalam Implementasi dan Pembangunan Pendidikan Karakter
Strategi
disini dapat dimaknai dalam kaitannya dengan kurikulum, strategi dalam
kaitannya dengan model tokoh, serta strategi dalam kaitannya dengan metodologi.
Dalam kaitannya dengan kurikulum, startegi yang umum dilaksanakan adalah
mengintergrasikan pendidikan karakter dalam bahan ajar.[9] Artinya, tidak membuat kurikulum pendidikan karakter tersendiri. Strategi
yang kaitannya dengan model tokoh yang sering dilakukan dunia pendidikan di
negara-ngara Barat adalah bahwa seluruh tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
di sekolah harus mampu menjadi model teladan yang baik (uswah hasanah).
1. Startegi
Implementasi Pendidikan Karaketer di
Tingkat Pusat
Pelaksanaan pendidikan karakter pada tingkat
pemerintahan pusat dilakukan oleh pemerintahan terkait, yakni kementrian
pendidikan dan kebudayaan (kemendikbud)
berdasarkan pada buku pedoman pelaksanaan
pendidikan karakter yang diterbitkan oleh badan penelitian dan
pengembangan ( Balitbang) pusat kurikulum dan pembukuan tahun 2011, dikatakan
bahwa pendekatan yang digunakan kementrian pendidikan dan kebudayaan dalam
pengembangan pendidikan karakter, yaitu: (1)
melalui stream top down; (2)
melalui stream bottom up; dan (3) melaui steam revitalisasi top down;[10]
1) Stream Top Down
Jalur/ aliran pertama inisiatif lebih banyak
diambil oleh pemerintah/ kemenrtian
pendidikan nasional dan didukung secara sinergis oleh pemerintah daerah dalam
hal ini dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/ kota. Dalam stream ini
pemerintah menggunakan lima stretegi yang dilakukan secara kohoren, yaitu:
a.
Sosialisasi
Kegiatan sosialisasi bertujuan untuk membangun
kesadaran kolektif tentang pentingnya
pendidikan karakter pada lingkup/ tingkat nasional, melakukan gerakan kolektif
dan pencanangan pendidikan karakter untuk semua.
b.
Pengembangan
Regulasi
Untuk terus mengakselerasikan dan untuk membumikan
gerakan nasional pendidikan karakter (GNPK), kementrian pendidikan nasional
bergerak mengonsolidasi diri di tingkat internal dengan melakukan upaya-upaya
pengembangan regulasiuntuk memberikan paying hukum yang kuat bagi pelaksanaan
kebijakan, program dan kegiatan pendidikan karakter.
c.
Pembangunan
Kapasitas
Kementerian pendidikan nasional secara komperhensif
dan massif akan melakukan upaya-upaya pembangunan kapasitas sumber daya
pendidikan karakter. Perlu disediakan satu system pelatihan bagi para pemangku
kepentingan pandidikan karakter yang akan menjadi actor terdepan dalam
mengembangkan dan mensosialisasikan nilai-nilai karakter.
d.
Implemtasi dan
Kerjasama
Kementrian pendidikan nasional mensinergikan berbagai
hal yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan karakter di lingkup tugas pokok
fungsi, dan sasaran unit utama.
e.
Monitoring dan
Evaluasi
Secara komperhensif kementrian pendidikan nasioanal
akanmelakukan monitoring dan evaluasi terfokus. Pada tugas , pokok, dan fungsi
serta sasaran masing-masing unit kerja baik di unit utama maupun dinas
pendidikan kabupaten/kota, serta stakeholder pendidikan lainnya. Monitoring dan
evaluasi sangat berperan dalam mengontrol dan mengendalikan pelaksanaan
pendidikan karakter di setiap unit kerja.
2)
Stream
bottom up
Pembangunan pada jalur/ tingkat (stream) ini
diharapkan dari inisiatif yang datang dari satuan pendidikan. Pemerintah
memberikan bantuan teknis kepada sekolah-sekolah yang telah mengembangkan dan
melaksanakan pendidikan karakter sesuai dengan cirri khas di lingkungan sekolah
tersebut.
3)
Stream
revitalisasi top down
Pada jalur/tingkat kerja ketiga, merevitalisasi
kembali program-program kegiatan pendidikan karakter dimana pada umumya banyak
terdapat pada kegiatan ekstrakulikuler yang sudah ada dan serat pada
nilai-nilai karakter.
4) Integrasi tiga pendekatan
ketiga tinkat/jalur top down yang lebih bersifat
intervensi, Bottom up yang lebih
bersifat penggalian Best Practice dan
Habitulasi,serta revitalisasi program
kegiatan yang sudah ada yang lebih bersifat pemberdayaan.[11]
Ketiga pendekatan tersebuthendaknya dilaksanakan secara
terintegrasi dalam keempat pilar penting pendidikan karakter disekolah
sebagaimana yang dituangakan dalam desain induk pendiikan karakter, yaitu
kegiatan pembelajaran di kelas, pengembangan budaya satuan pendidikan, kegiatan
kokurikuler dan ekstrakulikuler.
2. Startegi
Implementasi Pendidikan Karaketer di
Tingkat Pemerintah Daerah
Dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter
(BP3K) yang diterbitkan oleh badan peneliti dan pengembangan (Balitbang) pusat kurikulum dan perbukukan
tahun 2001 dikatakan, bahwa ada beberapa langkah yang digunakan pemerintah
daerah (pemda) dalam pengembangan pendidikan karakter, dimana semuanya
dilakukan secara koheren.
1)
Penyusunan
perangkat kebijakan di tingkat kabupaten/kota
Pendidikan adalah tugas sekolah, keluarga, masyarakat
dan pemerintah. Untuk medukung terlaksananya pendidikan karakter di tingkat
pendidikan sangat dipengaruhi dan tergantung pada kebijakan pimpinan daerah
yang memiliki wewenang untuk mensinergikan semua potensi yang ada didaerah
tersebut termasuk melibatkan institusi-institusi lain yang terkait dan
menunjang pendidikan karakter ini. Untuk itu diperlukan dukungan yang kuat
dalam bentuk payung hukum bagi pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan
karakter.[12]
2)
Penyiapan dan
penyebaran bahan pendidikan karakter yang diprioritaskan
Bahan Pendidikan karakter yang dibuat dari pusat,
sebagian masih bersifat umum dan belum mencirikan kekhasan daerah tertentu.
Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian dan penambahan baik indicator maupun
nilai itu sendiri berdasarkan kekhasan daerah. Selain itu juga perlu disusun
strategi dan bentuk-bentuk dukungan untuk menggandakan dan menyebarkan (bikan
hanya di kalangan persekolahan tapi juga di lingkungan masyarakat luas).
3)
Memberikan
dukungan kepada tim pengembangan kurikulum (TPK) tingkat kabupaten/kota melalui
dinas pendidikan
Pembinaan persekolahan untuk pendidikan karakter yang
bersumber nilai-nilai yang diprioritaskan sebaiknya dilakukan terencana dan
terprogram dalam sebuah program di dinas pendidikan. Pelaksanaan kegiatan ini
dilakukan oleh tim propesional tingkat daerah seperti tim TPK kebupaten/kota.
4)
Dukungan Sarana,
prasarana dan pembiayaan
Dukungan sarana, prasarana dan pembiayaan ditunjang
bukan hanya oleh dinas pendidikan tapi juga oleh dinas-dinas lain yang terkait
seprti dinas pertamanan/pertanian dalam mengadakan tanaman hias atau tanaman
produktif.
3. Startegi
Implementasi Pendidikan Karaketer di
Tingkat Satuan Pendidikan
Strategi pelaksanaan pendidikan karekter di satuan pendidikan merupakan
suatu kesatuan dari program manajemen peningkatan mutu berbasis yang
terimplementasi dalam pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum oleh
setiap satuan pendidikan. Strategi tersebut diwujudkan melalui pembelajaran
aktif dengan penilaian berbasis kelas disertai dengan program remidiasi dan
pengayaan.
Pengembangan atau pengembangan pendidikan karakter peserta didik
diyakini perlu dan penting untuk oleh satuan pendidikan dan semua Stakeholders-nya untuk menjadi pijakan
dalam penyelenggaraan pendidikan karakter satuan pendidikan. Tujuan pendidikan
karakter pada dasarnya adalah mendorong lainnya anak-anak yang baik (insane kamil). Tumbuh dan berkembangnya
karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan
komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya
dengan benar dan memiliki orang tua dan lingkungannya.[13]
Kemndiknas (2010) menyebutkan bahwa strategi pelaksanaan pendidikan
karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting),
dan kebiasaan (habit). Karakter tidak
terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan
belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih
(sesuai kebiasaan) untuk melaksanakan kebiasaan tersebut karakter juga
menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian, diperlukan tiga
komponen karakter yang baik yaitu pengetahuan tentang moral, perasaan pengetahuan tentang emosi
atau tentang moral, dan perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik
yang terlibat dalam system pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami,
merasakan, menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan)
nilai-nilai kebaikan (moral).
Strategi pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan merupakan
satu kesatuan dari program manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang
terimplementasi, dalam pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum oleh
setiap satuan pendidikan. Strategi tersebut diwujudkan melalui pembelajaran
aktif dengan penilaian berbasis kelas disertai dengan program remdiasi dan
pengayaan.
1)
Kegiatan
pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dalam kerangka pengembangan
karakter peserta didik dapat menggunakan pendekatan kontekstual sebagai konsep
belajar dan mengajar yang membantu guru dan peseta didik mengaitkanan antara
materi yang diajarkan dengan dunia nyata, sehingga peserta didik mampu untuk
membuat hubungan atar pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam
kehidupan mereka. Dengan begitu, melalui pembelajaran kontekstual peserta didik
lebih memiliki hasil yang komperhensif tidak hanya tataran konitif (olah pikir)
tetapi pada tataran Afektif (olah hati, Rasa dan karsa ), serta psikomotor
(olah raga).
Pembelajaran kontekstual mencakup bebrapa strategi,
yaitu: (a) pembelajaran berbasis masalah (b) pembelajaran kooperatif (c)
pembelajaran berbasis proyek, (d) pembelajaran pelayanan (e) pembelajaran
berbasis kerja. Kelima strategi tersebut dapat membrikan naturant effect penembangan karakter peserta
didik, seperti karakter cerdas, berfikir terbuka, tanggung jawab, rasa ingin
tahu.[14]
2)
Pengembangaan
budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar
Penegmbangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar
dilakukan melalui kegiatan pemberdayaan diri, yaitu:
a.
Kegiatan Rutin, yaitu kegiatan yangd ilakukan peserta didik secra terus menerus dan
kontinu setiapa saat. Misalnya kegiatan upacara besar keanegaraan, pemeriksaan
kebersihan badan, peket kelas, shalat berjamaah,berbaris ketika masuk kelas,
berdoa sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucap salam apabila
bertemu guru, tenaga pendidik, dan teman.
b.
Kegiatan spontan, yakni kegiatan yang dilakukan
peserta didik secra sepontan pada saat itu juga. Misalnya, mengumpulkan
sumbangan ketika ada temen yang terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat
ketika terkena bencana Alam.
c.
Keteladanan,
merupakan perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan dan peserta didik
dalam memberikan contoh melalui tindakan, tindakan yang baik sehingga
diharapkan menjadi panutan bagi peserta
didik lain. Misalnya, nilai disiplin, kebersihan dan kerapihan, kasih sayang,
kesopanan, perhatian, jujur, dan kerja keras.
d.
Pengondisian, Atau conditioning yaitu
penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter. Misalnya
mondisi toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan,
poster kata-kata bijak yang panjang di lorong sekolah dan di dalam kelas.
3)
Kegiatan
kokurikuler dan atau kegiatan ekstarkulikuler
Demi
terlakananya kegiatan kokulekuler dan ekstrakulikuler yang mendukung pendidikan
karakter, perlu didukung dengan perangkat pedoman pelaksanan, pengembangan
kapasitas sumber daya manusia dalam rangka mendukung pelaksanaan pendidikan
karakter, dan revitalisasi kegiatan ko dan ekstarkulikuler yang sudah ada kea
rah pengembangan karakter.
4)
Kegiatan
keseharian di rumah dan masyarakat
4.
Startegi Pembangunan Karakter Bangsa Melauli
Sosialisasi
Sosialisasi dimaknai sebagi usaha sadra dan terencana
untuk membangkitkan kesadaran dan sikap positif terhadap pembangunan karakter
bangsa guna mewujudkan masyarakat yang berketuhanan yang Maha Esa,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa
kerkyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam perwusyawaratan
perwakilan, serta berkeadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kunci utama pembentukan karakter dan peradaban bangsa
adalah budaya yang lahir dari kebiasaan dan disosialisasikan berulang-ulang.
Sosialisasi sebagia salah satu startegi pembangunan karakter bangsa dimaksudkan
untuk membangun kesadaran masyarakat, atau kelompok masyarakat tentang kondisi
Negara dan bangasa, terutama yang terkait dengan karakter bangsa. Dalam
sosialisasi akan terjadi proses, penanaman, transfer nilai kebiasaan, dan
pembaku kebaikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. secara umum ,
sosialisasi diartikan sebagai salah satu proses penyamapian pesan oleh seorang
kepada orang lain untuk member tahu atau mengubah sikap atau pendapat, prilaku
baik secra langsung maupun tidak lansung. Selain itu sosialisasi juga bermakana
interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lainya, sengaja atau tidak
sengaja, tidak terbatas atau bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal,
tetapi juga dalam bentuk ekspresi seni dan teknologi. Fungsi sosialisasi adalah
dalam hal ini untuk meninformasikan, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi.[15]
Agar sosialisasi berlangsung secra efektif dan
efesien, maka pemilihan media dan target sasaran menjadi sangat penting.
Disadari atau tidak, perkembangan teknologi informasi dengan media sangat
piranti utama berimplikasi pada tatanan kehidupan umat manusia dalam berbagai
dimensinya, baik dalam dimensi politik, ekonomi, social budaya mauapun agama.
Kondisi ini patut diwaspadai sehingga
masyarakat tidak terjebak pada kemajuan teknologi informasi semata tanpa
berupaya. Dengan demikian unsure media (cetak, elektronik, tradisional) harus
diposisikan sebagai mitra strategis dalam upaya pembangunan karakter bangsa
umumya dalam hal sosialisasi.
Disamping unsur media lain, hal ini yang perlu
mendapaatkan perhatian adalah penentuan kelompok-kelompok sasaran sehingga dampak
sosialisasi sagera merambah pada setiap anak bangsa. Pada dasarnyakelompok
sasaran adalah seluruh warga Negara Indonesia. Adapun sasaran utama dalah
pemerintah, dunia usaha dan industry, satuan pendidikan, organisasi sosial,
kemasyaka/profesi, organisasi social
politik, da media massa.
5. Startegi
Pembangunan Karakter Bangsa Melauli Pendidikan
Pendidikan karakter adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana, serta proses pemberdayaan potensi dan pemberdayaan
peserta didik guna membangun karakter pribadi dan kelompok yang unik-baik
sebagai warga Negara. Hal itu diharapkan
mampu memberikan kontribusi optimal dalam mewujudkan masyarakat yang
berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa
persatuan Indonesia, berjiwa kerkyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam perwusyawaratan perwakilan, serta berkeadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Strategi pembangunan karakter bangsa melalui
pendidikan dapat dilakukan dengan pendidikan dan pembelajaran dan fasilitas
sebagi berikut. Pendidikan merupakan tulang punggung strategi pembentukan
karakter bangsa. Hal itu terjadi karena dalam konteks mikro, penyelengaraan
pendidikan karakter mencakup keseluruhan kegiatan perencanaan pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengendalian mutu yang melibatkan seluruh unit utama di
lingkunga pemangku kepentingan pendidikan nasional.
Peran pendidikan sangat strategis karena merupakan
pembangun interasi nasional yang kuat. Selain dipengaruhi faktor pilitik,
ekonomi, pendidikan juga dipengaruhi faktor social budaya, khususnya dalam
aspek integrasi dan ketahanan social.
Disadari bahwa pembangunan karakter bangsa diharapakan
pada berbagai masalah yang sangat kompleks. Perkembangan masyarakat yang sangat
dinamis sebagai akaaibat dari globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi
komunikasi dan dan informasimerupakan masalah tersendiri dalam kehidupan
masyarakat. pendidikan karakter dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas,
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata
pelajaran.
Pendidikan karakter pada kegiatan pendidikan dan
latihan non formal, serta kegiatan kemasyarakatan serta kegiatan kemasyarakatan
tersebut dapat diarahkan untuk menanamkan kepedulian social, jiwa patriotic,
kejujuran serta kerukunan kehidupan dalam masyarakat, serta untuk
memepersiapkan generasi muda sebagai calon pemimpin bangsa yang memiliki watak,
kepribadian dan Ahlak yang mulia. Pendidikan karakter pada pendidikan nonformal
dilaksanakan dengan pendekatan holistic dan terintegrasi pada setiap aspek
pekerjaan atau kegiatan dalam kehidupan sehari-hari.
6. Startegi
Pembangunan Karakter Bangsa Melauli Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah salah satu strategi pengembangan
karakter bangsa yang diarahkan untuk menampukan para pemangku kepentingan dalam
rangka menumbuhkembangkan partisifasi aktif mereka dalam pembangunan karakter.[16]
Lingkungan kelurga adalah wahana pendidikan karakter
yang paling pertama dan utama. Oleh karena itu orang tua perlu ditingkatkan
kemapuanya sehingga memiliki kemampuan
untuk melakukan pembinaan dan pengembangan karakter. Pemberdayaan dilingkunagn
keluarga dialkukan melalui:
(1)
Penetapan
regulasi yang mengaruskan orang tua dapat berinteraksi dengan sekolah dan
pengembangan karakter.
(2)
Pemebrian
pelatihan dan penyeluhan tentang pendidikan karakter.
(3)
Pemeberian
penghargaan kepada para tokoh-tokoh atau orang tua yang telah menunjukkan
komitmennya dalam membangun karakter dilingkungan keluarga, dan
(4)
Peningkatan
komunikasi pihak sekolah dan lembaga pendidikan terkait dengan orang tua.
Pemberdayaan masyarakat khususnya masyarakat sispil
merupakan salah-satu strategi efektif dalam pembinaan dan pengembangan
karakter. Langkah-langkah pemberdayaan yang dapat dilaksanakan antara lain: (1)
regulasi tentang pentingnya penyadaran pembangunan karakter bangsa, (2)
menfasislitasi organisasi profesi, organisasi keagamaan, organisasi pemuda,
organisasi usia lanjut yang bergerak di bidang pembangunan karakter bangsa.
Media massa memiliki fungsi yang sangat strategis
dalam membentuk karakter bangsa, karena pembritaan/penyiarannya mengandung
informasi yang dapat memberikan pengaruh positif atau negative terhadap public.
Langkah-langkaha yang dapat dilakukan untuk memperdayakan media massa, antara
lain:
(1)
Regulasi tentang
pentingnya melalui media massa dalam membangun karakter
(2)
Pengembangan
kapasitas melalui berbagai pelatihan tentang pembangunan karakter tehadapa
komunitas pers, dan
(3)
Penghargaan
kepada insane media massa yang berhasil mengembangkan pembangunan karakter
bangsa.
7. Startegi
Pembangunan Karakter Bangsa Melauli Pembudayaan
Startegi pembangunan karakter bangsa melalui pembudayaan dialkukan
melalui keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dunia usaha, partai politik
dan media massa. Startegi pembudayaan menyangkut pelestarian, pembiasaan dan
pemantapan nilai-nilai baik guna meningkatkan martabat sebuah bangsa. Strategi
tersebut dapat berwujud pemodelan, penghargaan, penghargaan, permodela,
fasilitas serta hadiah dan hukuman.
Dalam kehidupan sehari-hari di linkungan satuan pendidikan, perlu
diperlikan totalitas pendidikan dengan mengandalakan keteladanan. Peciptaan
lingkungan an pembiasaan hal-hal baik melalui berbagai tugas dan kegiatan. Pada
dasarnya, pembudayaan linkungan disatuan pendidikan dapat dilakukan melalui:
(1) penguasaan, (2) pembiasaan, (3) pelatihan, (4) pengajaran, (5) pengarahan, (6) keteladanan.
Semuanya mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam pembentukan karakter anak
didik. Setiap kegiatan mengandung unsur-unsusr pendidikan.
Langkah pertam dalam mengaplikasikan pendidika karakter dalam satuan
pendidikan adalah menciptakan suasana atau iklim satuan pendidikan
berkarakter yang akan membantu
transformasi pendidik, peserta didik, dan tenaga kependidikan menjadi warga
satua pendidikan yang berkarakter.
Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan karakter melauli budaya
sekolah mencakup semua kegiatan-kegoatan yang dilakukan kepala sekola, guru,
konselor, tenaga administrasi ketiak berkomunikasi dengan peserta didik dan
menggunakan fasilitas sekolah. Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah
temapat antar anggota masyarakat sekolah saling berinteraksi.
Proses pendidikan karakter melibatkan siswa secara aktif dalam semua
kegiatan keseharian di sekolah. Dalam kaitan ini kepala sekolah, pendidik, dan
tenaga kependidikan diharapkan mampu menerapkan prinsip “Tut Wuri Handayani”
dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Prinsip ini juga
menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yang
menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif.
Pengembangan dan peningkatan susmber daya manusia, akan melahirkan
potensi yang kreatif, produktif, dan berkepribadian yang pada giliranya akan
membentuk karakter yang kuat. Hal itu akan bermuara pada keteladana para pelaku
dunia usaha/dunia industry sehingga dapat menjadi tokoh teladan yang membangun
hubungan Tuhan Yang Maha Esa.
Adapun pembudayaan di medi massa dapat dilakukan melalui brita-brita
yang mendukung pembangunan karakter bangsa, keteladanan tokoh media, pembiasaan
nilai-nilai di lingkungan media massa, pembinaan dan pengembangan hubungna
dengan Tuhan Ynag Maha Esa, serta peneggakan aturan yang berlaku.
8. Startegi
Pembangunan Karakter Bangsa Melauli Kerja Sama
Pada dasarnta, kunci akhir sebuah startegi aada pada kerja sama dengan
kordinasi. Berbagai kerja sama dan kordinasi dapat dilakukan antar warga
Negara, antar kelompok, antar lembaga, antar daerah, dan bahkan antar Negara.
Ada beberapa cara yang dapat menjadi kerja sama dapat berjalan dengan baik dan
mencapai tujua yang telah disepakati. Hal ini dapat dimulai dengan seting
terbuka, seting mengerti, dan saling menghargai.
Selebihnya, setelah kerja sama dapat dilakukan,
langkah selanjutnya adalah koordinasi dan evaluasi. Bentuk koordinasi yang dapat
dilakukan antar lain:
a.
Koordinasi
perencanaan kegiatan pendidikan karakter secara dinamis darinjejang pendidikan
usia didni, dasr, menengah, hingga pendidikan tinggi sesuai konteks kebutuhan
dan perubahan zaman,
b.
Koordinasi
dengan lembaga yang mengembangkan karakter bangsa melalui budaya dan karya
budaya,
c.
Koordinasi
kegiatan satuan pendidikan dengan lembaga pendidikan di alam terbuka, antar
lain gerakan pramuka, dalam hal penerapan silabus pendidikan karakter.
d.
Koordinasi
lembaga, agen, dan pemerhati yang saling terkait dengan pendidikan dan
pengembangan karakter bangsa,
e.
Koordinasi
secara teknikal dengan lembaga yang mengembangkan kompetensi teknologi
informasi dan komunikasi, multimedia dalam perbuatan materi interaktif
pendidikan karakter.
f.
Koordinasi dengan
lembaga yang mengembangkan kompetisi jasmani
( bidang olahraga) dalam perancanaan pendidikan karakter bidang
kompetensi olahraga,
g.
Koordinasidengan
lembag yang mengmbangkan kompetensi bidang psikologi dan komunikasi dal perencanaan model proses pembalajaran pendidikan karakter
sesuai ciri warga Negara agar mampu mengadaptasikan dirinya dalam pluralitas
karakter di liingkungan global.[17]
F.
Posisi Pendidikan Karakter dalam
Pendidikan Nasional
Dalam
kebijakan nasional ditegaskan, antara lain bahwa pembangunan karakter bangsa
merupakan kebutuhan asasi dalam proses berbangsa dan bernegara. Sejak awal
kemerdekaan, bangsa Indonesia sudah bertekad untuk menjadikan pembangunan
karakter bangsa sebagai bahan penting dan tidak dipisahkan dari pembangunan
nasional.
Secara
ekplisit pendidikan karakter (watak) adalah amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang pada pasal 3 menegaskan bahwa
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.”
Potensi
peserta didik yang akan dikembangkan seperti beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab pada
hakikatnya dekat dengan makna karakter. Senada dengan sembilan pilar pendidikan
karakter yang telah dilansir oleh Kementrian Pendidikan Nasional antara lain.
1.
Cinta
Tuhan dan segenap ciptaan-Nya,
2.
Kemandirian
dan Tanggung jawab,
3.
Kejujuran
dan Diplomatis,
4.
Hormat
dan Santun,
5.
Dermawan,
Suka tolong menolong, dan Gotong royong,
6.
Percaya
diri dan Kerja keras,
7.
Kepemimpinan
dan Keadilan,
8.
Baik dan
Rendah hati, dan
9.
Toleransi,
Perdamaian, dan Kesatuan.
Disamping
itu pelaksanaanya juga harus tetap memperhatikan K4 (kesehatan, kebersihan,
kerapian, dan keamanan). Dengan demikian pengembangan potensi tersebut juga
harus menjadi landasan implementasi pendidikan karakter di Indonesia.
G.
Implementasi Pendidikan Karakter di
Indonesia
Sebelum pada
implementasi di Indonesia, sebaiknya kita mengetahui hasil Sarasehan Nasional
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Hal ini yang selanjutnya menghasilkan
sebuah Kesepakatan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
yang dinyatakan sebgai berikut:
a)
Pendidikan budaya dan karakter
bangsa merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari pendidikan
nasional secara utuh.
b)
Pendidikan budaya dan karakter
bangsa harus dikembangkan secara komperhensif sebagai proses pembudayaan. Oleh
karena itu, pendidikan dan kebudayaan secara kelembagaan perlu diwadahi secara
utuh.
c)
Pendidikan budaya dan karakter
bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, sekolah,
dan orang tua. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter
bangsa harus melibatkan keempat unsur tersebut.
d)
Dalam upaya merevitalisasi
pendidikan budaya dan karakter bangsa diperlukan gerakan nasional guna
menggugah semangat kebersamaan dalam pelaksanaan di lapangan.
Kemudian
bagaimana implementasi pendidikan karakter di Indonesia. Menurut Kementrian
Pendidikan Nasional, pendidikan karakter harus meliputi dan berlangsung pada.
1). Pendidikan Formal
Pendidikan
karakter pada pendidikan formal berlangsung pada lembaga pendidikan TK/RA,
SD/MI, SMP/MTS, SMA/MAK dan Perguruan Tinggi melalui pembelajaran, kegiatan
kokurikuler dan atau ekstra-kurikuler, penciptaan budaya satuan pendidikan, dan
pembiasaan. Sasaran pendidikan formal ialah peserta didik, pendidik dan tenaga
kependidikan.
2). Pendidikan Nonformal
Dalam
pendidikan nonformal pendidikan karakter berlangsung pada lembaga kursus,
pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan, dan lembaga pendidikan nonformal
lain melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler dan atau ekstra-kurikuler,
penciptaan budaya lembaga, dan pembiasaan.
3). Pendidikan Informal
Dalam
pendidikan informal pendidikan karakter berlangsung dalam keluarga yang
dilakukan oleh orang tua dan orang dewasa di dalam keluarga terhadap anak-anak
yang menjadi tanggung jawabnya.[18]
BAB II
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan
dipandang sebagai sebuah sistem sosial, artinya dikatakan sistem sosial
disebabkan di dalamnya berkumpul manusia yang saling berinteraksi dengan
lingkungannya. Untuk menuju pada pendidikan yang dapat beradaptasi dengan
lingkungannya, yaitu dengan cara melakuakan perubahan-perubahan susunan dan
proses dari bagian-bagian yang ada dalam pendidikan itu sendiri
Pendidikan karakter bertujuan untuk
meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah
pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara
utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan.Melalui
pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan
dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta
mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam
perilaku sehari-hari.
Pendidikan
karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan
sekolah.Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter
direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan
di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi,
nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian,
pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan
demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam
pendidikan karakter di sekolah.
Pendidikan karakter adalah salah satu system yang menanamkan nilai-nilai
karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran
individu, tekad, serta adanya kemapuan dan tindakan untuk memaksimalkan
nilai-nilai, baik terhadap tuhan yang maha esa, diri sendiri, sesame manusia,
lingkungan maupun bangsa, sehingga akan terwujud insane kamil.
Pendidikan karakter adalah
pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan
(cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona,
tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif, dan
pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.
Dengan
pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan
emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan,
karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam
tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Dalam
mewujudkan pendidikan karakter dalam proses belajar-mengajar maka perlu adanya
Startegi agar kegiatan tersebut berjalan secara efektifdan efesian. Adapun
strategi yang dapat dilaksanakan dalam pendidikan karakter antar lain:
1.
Startegi
implementasi pendidikan karakter di tingkat pusat
2.
Startegi
implementasi pendidikan karakter di tingkat pemerintah daerah
3.
Startegi
implementasi pendidikan karakter di tingkat satuan pendidikan
4.
Startegi
pembangunan karakter bangsa melalui sosialisasi
5.
Startegi
pembangunan karakter bangsa melalui pendidikan
6.
Startegi
pembangunan karakter bangsa melalui pemberdayaan
7.
Startegi
pembangunan karakter bangsa melalui pembudayaan
8.
Startegi
pembangunan karakter bangsa melaluikerja sama.
DAFTAR PUSTAKA
Aunilah, Nuria Isna, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter Di Sekolah, (Jogjakarta:
Laksana, 2011)
A, Doni Kususma, Pendidikan
Karakter Strategi Mendidik Anak Di Zaman Global, 2007, (Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia)
Gunawan, Heri, Pendidikan Karakter, (Bandung: Alfabeta,
2012)
Heri Gunawan, Pendidikan
Karakter, (Bandung: Penerbit ALFABETA, 2012)
Joni, T. Raka., ’’Pembelajaran Terpadu’’. (Jakarta: Dirjen Dikti Bagian Proyek PPGSD, 1996.)
Kemendiknas.,“Pembinaan
Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama”.(Jakarta, 2010)
Kususma Doni A, Pendidikan
Karakter Strategi Mendidik Anak Di Zaman Global,(Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia,2007)
Muchlas
Samani dan Hariyanto, “Konsep dan Model” Pendidikan Karakter, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2011)
Mulyana,“Kurikulum Berbasis Kompetensi”, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003)
Trianto,“Pembelajaran
Inovatif Berorientasi Konstruktivistik”, (Jakarta:
Prestasi Pustaka Publisher, 2009)
S. Nasution, Sosiologi
Pendidikan, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1995),
Undang-Undang
RI Nomor 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008. Tentang
Guru dan Dosen, (Bandung : Citra Umbara, 2009),
Wahjosumidjo,
Kepemimpinan Kepala Sekolah (Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya), (Jakarta:
Raja Grafindo, 1999).
[2] Undang-Undang
RI Nomor 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008. Tentang
Guru dan Dosen, (Bandung : Citra Umbara, 2009), hal. 64
[3] Wahjosumidjo,
Kepemimpinan Kepala Sekolah (Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya), (Jakarta:
Raja Grafindo, 1999), hal. 158
[6] Nuria
Isna Aunilah, Panduan Menerapkan
Pendidikan Karakter Di Sekolah, (Jogjakarta: Laksana 2011) h. 18
[8]Trianto,“Pembelajaran
Inovatif Berorientasi Konstruktivistik”, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher,
2009) h. 145
[9] Muchlas
Samani dan Hariyanto, “Konsep dan Model” Pendidikan Karakter, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2011) h. 145
[15] Kususma
Doni A, Pendidikan Karakter Strategi
Mendidik Anak Di Zaman Global,(Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia,2007) h. 27-30
[18] Muchlas
Samani dan Hariyanto, “Konsep dan Model” Pendidikan Karakter, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2011) h. 19-20
EmoticonEmoticon