BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan
masyarakat Indonesia berjalan kian hari kian cepat. Salah satu faktor yang
berpengaruh sangat besar terhadap kecepatan ini adalah pembangunan nasional.
Ada banyak pengaruh yang memberikan arah kepada pembangunan nasional. Pengaruh
yang sangat menonjol berasal dari penerapan ilmu dan teknologi. Seirama dengan
perkembangan itu, tidak hanya terjadi pembenturan dan pergeseran nilai-nilai
yang dianut masyarakat, tetapi bahkan terjadi pula perubahan-perubahan nilai.
Fenomena
empirik menunjukkan bahwa pada saat ini di Indonesia terdapat banyak kasus
kenakalan dikalangan para pelajar, diantaranya isu perkelahian pelajar, tindak
kekerasan, premanisme, konsumsi narkoba dan minuman keras, pemerkosaan,
pembunuhan, kurangnya etika berlalu lintas dan kriminalitas-kriminalitas lain
yang semakin hari semakin meningkat dan semakin kompleks telah mewarnai halaman
surat kabar dan media massa. Timbulnya kasus-kasus tersebut memang bukanlah
semata-mata karena kegagalan pendidikan agama di sekolah, akan tetapi bagaimana
semua itu dapat digerakkan oleh pemerintah, masyarakat dan sekolah dalam hal
ini adalah guru agama untuk mencermati kembali dan mencari solusi lewat
pengembangan metodologi pendidikan agama untuk tidak hanya berjalan secara
konvensional tradisional dalam menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi saat ini yang telah mempengaruhi banyak para pelajar sehingga mereka
berperilaku seperti itu.
B. Permasalahan
1.
Apa pengertian Pendidikan Islam?
2.
Apa dasar dan tujuan pendidikan islam?
3.
Apa factor-faktor pendidikan islam?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan Islam
Pendidikan pada
hakikatnya adalah “usaha sadar membudayakan manusia atau memanusiakan manusia.
Manusia itu sendiri adalah pribadi yang utuh dan pribadi yang kompleks sehingga
sulit dipelajari secara tuntas”.[1]
Oleh karena itu, masalah pendidikan tidak akan pernah selesai, sebab hakikat
manusia itu sendiri selalu berkembang mengikuti dinamika kehidupannya.
Pendidikan adalah usaha sadar bertujuan, namun tidaklah berarti pendidikan
harus berjalan secara konvensional dan tradisional.
Pendidikan
merupakan suatu system yang teratur dan
mengemban misi yang cukup luas yaitu segala sesuatu yang bertalian dg
perkembangan fisik, kesehatan, keterampilan, pikiran, perasaan, kemauan, sosial
sampai kepada masalah kepercayaan atau keimanan. Hal ini menunjukkan bahwa
sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal mempunyai suatu muatan beban
yang cukup berat dalam melaksanakan misi pendidikan tersebut. Lebih-lebih kalau
dikaitkan dengan pesatnya perubahan zaman dewasa ini yang sangat berpengaruh
terhadap anak-anak didik dalam berfikir, bersikap dan berperilaku, khususnya
terhadap mereka yang masih dalam tahap perkembangan dalam transisi yang mencari
identitas diri.[2]
Berangkat
dari arti penting pendidikan ini, Karnadi Hasan memandang bahwa pendidikan bagi
masyarakat dipandang sebagai “Human investment” yang berarti secara
historis dan filosofis, pendidikan telah ikut mewarnai dan menjadi landasan
moral dan etik dalam proses humanisasi dan pemberdayaan jati diri bangsa.[3]
Merujuk
dari pemikiran tersebut, Pendidikan adalah rajat hidup bagi setiap manusia.
Karena kita sadari bahwa tidak ada seorangpun yang lahir di dunia ini dalam
keadaan pandai (berilmu). Hal ini membuktikan bahwa segala sesuatu di dunia ini
merupakan proses berkelanjutan yang tidak asal jadi seperti bayangan dan impian
kita. Berkaitan adanya proses tersebut, penciptaan manusia oleh Allah SWT juga
tidaklah sekali jadi.
Ada proses
penciptaan (khalq), proses penyempurnaan (taswiyyah), dengan cara
memberikan ukuran atau hukum tertentu (taqdir), dan juga di berikannya
petunjuk (hidayah). Dengan demikian menurut Sunnatullah manusia sangat
terbuka kemungkinannya untuk mengembangkan segala potensi yang dia miliki
melalui bimbingan dan tuntunan yang tearah, teratur serta
berkesinambungan yang semuanya merupakan proses dalam rangka
penyempurnaan manusia (insan kamil) yang nantinya dapat memenuhi tugas
dari kejadiannya yaitu sebagai Khalifah Fil Ardl.
Pendidikan tetap
memerlukan inovasi-inovasi yang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi tanpa mengabaikan nilai-nilai manusia, baik sebagai makhluk sosial
maupun sebagai makhluk religius. Mengingat pendidikan selalu bergantung pada
unsur manusianya. Unsur manusia yang paling menentukan berhasilnya pendidikan
adalah pelaksanaan pendidikan, yaitu guru. Gurulah ujung tombak pendidikan
sebab guru secara langsung berupaya mempengaruhi, membimbing, membina dan
mengembangkan kemampuan siswa agar menjadi manusia yang cerdas, terampil dan
bermoral tinggi.
Inilah hakikat
pendidikan sebagai usaha memanusiakan manusia. Sebagai ujung tombak, guru
dituntut memiliki kemampuan dasar yang diperlukan sebagai pendidik dan
pengajar. Kemampuan tersebut tercermin dalam kompetensi guru. Sebagai pengajar
paling tidak guru harus menguasai bahan yang diajarkannya dan terampil dalam
hal cara mengajarkannya. Bahan yang harus diajarkan oleh guru tercermin dalam
kurikulum (program belajar bagi siswa), sedangkan cara mengajarkan bahan
tercermin atau berkaitan dengan proses belajar mengajar.
Berkaitan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan dalam dunia pendidikan pengertian
kurikulum di atas mengalami perubahan, yaitu kurikulum bukanlah hanya sebatas
seperangkat mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam
tiap-tiap jenjang pendidikan, akan tetapi kurikulum adalah seperangkat
pengalaman dan seluruh kegiatan yang dilakukan siswa baik di dalam maupun di
luar sekolah dan kegiatan tersebut di bawah, tanggung jawab sekolah atau juga
dapat berarti bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar mengejar.[4]
Untuk kurikulum jenis
pendidikan keagamaan dalam penyusunannya terdiri atas kelompok mata pelajaran
yang ditentukan berdasarkan tujuan pendidikan keagamaan. Untuk penyusunan
materi pelajaran Pendidikan Agama Islam ini antara lain meliputi, Silabus dan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang memuat Identitas Pelajaran,
Standart Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator Pencapaian Kompetensi, Tujuan
Pembelajaran, Materi Ajar, Alokasi Waktu, Metode Pembelajaran, Kegiatan
Pembelajaran, Penilaian Hasil Belajar, dan Sumber Belajar. Yang kesemuanya itu
di jadikan rujukan bagi pendidik untuk melakukan penilaian dan evaluasi
seberapa jauh anak didik menerima materi pelajaran.[5]
Mochtar Bukhori dalam
bukunya yang berjudul Spektrum Problematika Pendidikan di Indonesia memaknai
Pendidikan Agama Islam adalah, “Pelajaran Agama Islam yang diselenggarakan dan
diajarkan dilembaga-lembaga pendidikan umum sebagai suatu mata pelajaran atau
mata kuliah saja”.[6]
Adapun dalam tulisan yang lainnya, ia menyebut Pendidikan Agama Islam sebagai
berikut:
Pendidikan
Agama Islam di sini ialah semua kegiatan Pendidikan Agama Islam yang
diselenggarakan di lembaga-lembaga pendidikan formal, baik disekolah-sekolah
agama maupun disekolah-sekolah umum.[7]
Hampir sama dengan
Mochtar Bukhori, Marwan Sardjo juga mengajukan Pendidikan Agama Islam sebagai
pendidikan agama yang dimasukkan kedalam kurikulum disekolah-sekolah mulai dari
sekolah dasar sampai dengan universitas (lembaga pendidikan tinggi).[8]
Sedangkan dalam GBPP
SLTP 1994, Pendidikan Agama Islam didefinisikan sebagai: Usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan
ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan dengan
memperhatikan tuntutan untuk menghormati orang lain dalam hubungan kerukunan
antara umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
Mengacu pada tujuan
umum tersebut, dapat dijabarkan tujuan pendidikan sebagai berikut:[9]
1.
Meningkatkan keimanan dan ketakwaan
serta akhlak mulia
2. Meningkatkan
potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan
peserta didik.
3. Membekali
peserta didik dengan pengetahuan yang memadai agar dapat melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi
4. Mengembangkan
keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan untuk menghasilkan
lulusan yang dapat memberi kontribusi bagi pengembangan daerah
5.
Mendukung pelaksanaan pembangunan daerah
dan nasional.
6. Mengembangkan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
7. Mendukung
peningkatan rasa toleransi dan kerukunan antar umat beragama.
8. Mendorong
peserta didik agar mampu bersaing secara global sehingga dapat hidup
berdampingan dengan anggota masyarakat bangsa lain.
9. Mendorong
wawasan dan sikap kebangsaan dan persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan
bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
10. Menunjang
kelestarian dan keragaman budaya
11. Mendorong
tumbuh kembangnya kesetaraan jender
12. Mengembangkan
visi, misi, tujuan sekolah, kondisi, dan ciri khas sekolah.
Dalam merumuskan visi,
pihak-pihak terkait (stakeholders) melakukan musyawarah sehingga visi
tersebut benar-benar mewakili aspirasi semua pihak yang terkait. Harapannya,
semua pihak yang terkait dalam kegiatan pembelajaran (guru, karyawan, peserta
didik, dan wali murid) benar-benar menyadari visi tersebut untuk selanjutnya
memegang komitmen terhadap visi yang telah disepakati bersama.
Dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 6 Ayat
(1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejujuran dan
khusus pada pendidikan dasar dan menengah terdiri atas
1.
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia
2.
Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan
dan kepribadian
3.
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan
dan teknologi
4.
Kelompok mata pelajaran estetika
5.
Kelompok mata pelajaran jasmani,
olahraga, dan kesehatan
Dalam kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan dalam poin satu di atas ini untuk
membentuk bagimana peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika,
budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama.
a. Pengertian Pendidikan Akhlak
Dalam
bukunya tentang Reorientasi Pendidikan Islam, A. Malik Fajar mengatakan
bahwa: "Pendidikan adalah salah satu proses dalam rangka mempengaruhi
peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan
lingkungannya, dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya
yang memungkinkan berfungsinya secara kuat dalam kehidupan
bermasyarakat".[10]
Istilah
pendidikan itu sendiri yaitu berasal dari terjemahan bahasa Yunani paedagogie
yang berarti pendidikan dan paedagogia yang berarti pergaulan dengan
anak-anak. Sementara itu, orang yang tugasnya membimbing atau mendidik dalam
pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri disebut paedagogos. Paedagogos
berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin).
Dalam
khazanah Islam, setidaknya ada tiga istilah yang berhubungan dengan makna
pendidikan. Tiga istilah itu yaitu:[11]
a.
Ta’lim
Kata ini mengandung
pengertian proses transfer seperangkat pengetahuan kepada anak didik.
Konsekwensinya, dalam proses ta’lim ranah kognitif selalu menjadi titik tekan
sehingga ranah kognitif menjadi lebih dominan dibanding dengan ranah
psikomotorik dan afektif.
b.
Ta’dib
Kata ini merujuk pada
proses pembentukan kepribadian anak didik. Ta’dib merupakan masdar dari addaba
yang dapat diartikan kepada proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan
dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti peserta didik.
c.
Tarbiyah
Kata tarbiyah memiliki
arti mengasuh, bertanggung jawab, memberi makan, mengembangkan, memelihara,
membesarkan, menumbuhkan dan memproduksi serta menjinakkan, baik yang mencakup
aspek jasmaniah maupun rohaniah. Makna tarbiyah mencakup semia aspek, yaitu
aspek kognitif, aspek afektif maupun aspek psikomotorik secara harmonis dan
integral.
Maka, pendidikan Islam
dapat dikatakan sebagai suatu proses sistem pendidikan yang mencakup seluruh
aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh anak didik dengan berpedoman pada ajaran
Islam. Kata Islam dalam pendidikan Islam menunjukkan warna pendidikan tertentu,
yaitu pendidikan yang berwana Islam, pendidikan yang Islami, yaitu pendidikan
yang berdasarkan Islam.
Jadi, pendidikan agama
Islam yaitu suatu usaha yang berupa pengajaran, bimbingan dan pengasuhan
terhadap anak agar kelak saat selesai proses pendidikannya dapat memahami,
menghayati dan mengamalkan agama Islam serta menjadikannya sebagai jalan
kehidupan baik pribadi maupun kehidupan masyarakat.
Adapun Islam adalah
agama yang diturunkan kepada manusia sebagai rahmat bagi alam semesta.
Ajaran-ajarannya selalu membawa kemaslahatan bagi kehidupan manusia di dunia
ini. Di dalam agama Islam, banyak sekali ajaran-ajaran yang terbagi dalam
sub-sub bagian, yang salah satunya yang akan kita bahas pada makalah ini yaitu
Aqidah Akhlak.
Aqidah adalah bentuk
jamak dari kata Aqaid yaitu beberapa perkara yang wajib diyakini
kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang
tidak tercampur sedikitpun dengan keragu-raguan. Aqidah adalah sejumlah
kebenaran yang dapat diterima secara mudah oleh manusia berdasarkan akal, wahyu
(yang didengar) dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan dalam hati dan menolak
segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.
Aqidah dalam Al-Qur’an
dapat di jabarkan dalam surat (Al-Maidah, 5:15-16)
@÷dr'¯»t É=»tGÅ6ø9$# ôs% öNà2uä!$y_ $oYä9qßu ÚúÎiüt7ã öNä3s9 #ZÏW2 $£JÏiB öNçFYà2 cqàÿøéB z`ÏB É=»tGÅ6ø9$# (#qàÿ÷ètur Ætã 9ÏV2 4 ôs% Nà2uä!%y` ÆÏiB «!$# ÖqçR Ò=»tGÅ2ur ÑúüÎ7B ÇÊÎÈ Ïôgt ÏmÎ/ ª!$# ÇÆtB yìt7©?$# ¼çmtRºuqôÊÍ @ç7ß ÉO»n=¡¡9$# Nßgã_Ì÷ãur z`ÏiB ÏM»yJè=à9$# n<Î) ÍqY9$# ¾ÏmÏRøÎ*Î/ óOÎgÏôgtur 4n<Î) :ÞºuÅÀ 5OÉ)tGó¡B ÇÊÏÈ
Artinya:
“Hai
ahli Kitab, Sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu
banyak dari isi Al kitab yang kamu sembunyi kan, dan banyak (pula yang)
dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab
yang menerangkan.Dengan kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti
keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah
mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang
benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus”
Akhlak berasal dari
kata “akhlaq” yang merupakan jama’ dari “khulqu” dari bahasa Arab
yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab. Akhlak itu terbagi dua yaitu
Akhlak yang Mulia atau Akhlak yang Terpuji (Al-Akhlakul Mahmudah) dan
Akhlak yang Buruk atau Akhlak yang Tercela (Al-Ahklakul Mazmumah).
Akhlak yang mulia,
menurut Imam Ghazali ada 4 perkara; yaitu bijaksana, memelihara diri dari
sesuatu yang tidak baik, keberanian (menundukkan kekuatan hawa nafsu) dan
bersifat adil. Jelasnya, ia merangkumi sifat-sifat seperti berbakti pada
keluarga dan negara, hidup bermasyarakat dan bersilaturahim, berani
mempertahankan agama, senantiasa bersyukur dan berterima kasih, sabar dan rida
dengan kesengsaraan, berbicara benar dan sebagainya. Masyarakat dan bangsa yang
memiliki akhlak mulia adalah penggerak ke arah pembinaan tamadun dan kejayaan
yang diridai oleh Allah Subhanahu Wataala. Seperti kata pepatah seorang penyair
Mesir, Syauqi Bei: "Hanya saja bangsa itu kekal selama berakhlak. Bila
akhlaknya telah lenyap, maka lenyap pulalah bangsa itu".[12]
Mata pelajaran aqidah
akhlak adalah sub mata pelajaran pada jenjang pendidikan dasar yang membahas
ajaran agama Islam dalam segi aqidah dan akhlak. Mata pelajaran aqidah akhlak
juga merupakan bagian dari mata pelajaran pendidikan agama Islam yang
memberikan bimbingan kepada siswa agar memahami, menghayati, meyakini kebenaran
ajaran Islam serta bersedia mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Tujuan Dan Fungsi Akidah Akhlak
Aqidah Akhlak sebagai
kebenaran merupakan landasan keyakinan bagi seorang muslim akan memiliki fungsi
dan peranan yang sangat besar dalam hidupnya. Bidang situdi aqidah akhlak
bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang
diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji, melalui pemberian dan pemupukkan
pengetahuan, penghayatan, pengalaman peserta didik tentang aqidah dan akhlak
Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkatkan
kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt, serta berakhak mulia dalam
kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta untuk dapat
melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Di dalam bidang studi
aqidah akhlak fungsinya adalah:
a.
Penanaman nilai ajaran Islam sebagai
pedoman mencapai kebahagiaan didunia dan akhirat
b.
Pengembangan keimanan dan ketakawaan kepada
Allah swt., serta akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin yang mulai
ditanamkan dilingkungan keluarga
c.
Penyesuaian mental dan peserta didik
terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui aqidah akhlak
d.
Perbaikan kesalahan-kesalahan,
kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan pengamalan ajaran Islam dalam
kehidupan sehari-hari.
e.
Mencegah peserta didik dari hal-hal
negatif dari lingkungannya atau dari budaya asing yang akan dihadapinya
sehari-sehari
f.
Pengajaran tentang informasi dan
pengetahuan keimanan dan akhlak
Penyaluran peserta
didik untuk mendalami aqidah akhlak pada jenjang pendidikan yang lebih penting. [13]
c. Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Dalam dunia pendidikan,
kurikulum menjadi bagian yang sangat penting bagi keberhasilan maupun kegagalan
pendidikan disegala level, baik dalam level pendidikan dasar, pendidikan
menengah maupun pendidikan tinggi. Kegagalan mengkonstruk kurikulum yang
transformatif, inovatif dan acceptable dengan kebutuhan pendidikan akan
berakibat pada keberhasilan pendidikan. Sebaliknya, kegagalan memformulasikan
kurikulum akan berakibat sulitnya mencapai hasil pendidikan yang maksimal.
Sebagaimana telah
dipahami bahwasanya kurikulum berasal dari bahasa latin “curriculum”
yang menunjuk pada sejumlah courses atau mata pelajaran yang harus
ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah.[14]
Dalam dunia atletik kurikulum memiliki makna dasar “suatu jarak perlombaan yang
harus ditempuh oleh seorang pelari”.[15]
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas kurikulum memiliki makna yang sangat
beragam.
Pengertian kurikulum
secara tradisional ini dipandang memiliki banyak sekali kelemahan-kelemahan
bila di implementasikan dalam proses pendidikan. Kelemahan tersebut diakibatkan
oleh batasan kurikulum yang hanya berkutat pada sejumlah mata pelajaran. Hamid
Syarif misalnya, mencatat beberapa kelemahan cukup signifikan implementasi
kurikulum konvensional dalam kelangsungan program pendidikan di sekolah.
Berangkat dari analisis Arieh Levy yang menyatakan bahwa kurikulum konvensional
tidak lebih mencerminkan segebok daftar singkat mengenai sasaran dan isi
pendidikan yang diajarkan disekolah atau program silabus atau pokok bahasan
yang diajarkan, maka pelaksanaanya hanya akan melahirkan implikasiimplikasi
tidak menguntungkan.[16]
Pertama lembaga
pendidikan hanya mengkhususkan diri untuk memberikan mata pelajaran yang
diberikan kepada seluruh siswa.
Kedua,
pengajar, pendidik atau guru memiliki kewenanagan sepenuhnya untuk menyajikan
dan mengolah mata pelajaran yang telah ditentukan didalam ruang kelas.
Ketiga,
penyampaian mata pelajaran dialokasi dengan waktu yang sudah paten selama
pelajaran berlangsung didalam kelas.
Keempat,
mata pelajaran hanya semata-mata bersumber dari guru dan buku pedoman sebagai
pegangan utama.
Kelima,
mata pelajaran hanya disajikan didalam kelas sebagai kegiatan intra-kurikuler.
Keenam,
jika seluruh bahan dalam sekumpulan mata pelajaran sudah selesai disampaiakan
maka murid menempuh ujian.
Ketujuh,
jika murid telah menempuh ujian maka akan mendapat kelulusan dan memperoleh
ijazah.
Pengertian kurikulum
(tradisional) diatas membawa implikasi terhadap program sekolah yang bersifat
sangat formal dan terbatas pada kegiatankegiatan di dalam kelas. Guru sebagai
pemegang mata pelajaran mempunyai kewenangan yang sangat menentukan dalam
proses belajar mengajar, sehingga murid menjadi objek yang pasif. Guru dibantu
dengan buku pedoman menjadi sumber utama dalam pencarian kebenaran dan
pengalaman. Bahan pelajaran yang disajikan kepada murid sangat menitik beratkan
pada mata pelajaran (subject matter oriented).[17]
Dari beberapa
pengertian kurikulum di atas dapat disimpulkan bahwasanya kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan,
kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik.
Adapun Pendidikan Agama
Islam merupakan usaha bimbingan yang ditujukan untuk mencapai keseimbangan
jasmani dan rohani menurut ajaran Islam, untuk mengarahkan dan mengubah tingkah
laku, untuk mencapai pertumbuhan kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam
dalam proses kependidikan melalui latihan-latihan kecerdasan, kejiwaan, keyakinan,
kemauan dan persamaan dalam seluruh aspek kehidupan manusia.
Salah satu komponen
operasional pendidikan Islam adalah kurikulum, ia mengandung materi yang
diajarkan secara sistematis dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pada
hakekatnya antara materi dan kurikulum mengandung arti sama, yaitu bahan-bahan
pelajaran yang disajikan dalam proses kependidikan dalam suatu system
institusional pendidikan.
Materi-materi yang
diuraikan dalam Al-quran menjadi bahan-bahan pokok pelajaran yang disajikan
dalam proses pendidikan islam, formal maupun non formal. Oleh karena itu,
materi pendidikan Islam yang bersumber dari Al-quran harus dipahami, dihayati,
diyakini, dan diamalkan dalam kehidupan umat Islam.
Dengan mempelajari ilmu
agama anak didik diharapkan lebih dekat kepada Allah dan dengan melalui ilmu
pengetahuan yang lainnya anak didik akan mendapatkan kesejahteraan, kemajuan
hidup duniawi yang menjadi bekal hidup akhiratnya. Ilmu-ilmu pengetahuan itu
menurut pandangan Islam, tidak terlepas hubungannya dengan ilmu-ilmu Allah.
Oleh karena itu, orang yang berilmu pengetahuan akan mampu mengenal Allah
sesuai dengan prinsip-prinsip pendekatan disiplin keilmuanya masing-masing.
Semuanya akan mengalir kea rah Yang Maha Esa sebagai sumber segala ilmu.[18]
H..M Arifin berpendapat
bahwa pendidikan Islam merupakan bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan
jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih,
mengasuh dan mengawasi berlakunya ajaran semua Islam.[19]
Pengertian di atas
jelas bahwa pendidikan Islam berupaya menanamkan takwa dan akhlak kepada anak
didik agar membentuk manusia yang berpribadi dan berbudi pekerti luhur menurut
ajaran Islam.
Prof. Dr. Muhammad
Athiyah Al-Abrosy menyatakan bahwa prinsip umum pendidikan Islam adalah
mengembangkan berfikir bebas dan mandiri serta demokratis dengan memperhatikan
kecenderungan peserta didik secara individu yang menyangkut aspek kecerdasan
akal, dan bakat dengan dititik beratkan
pada pengembangan ahlak.[20]
Pengertian pendidikan
Islam di atas berupaya mengembangkan anak sesuai dengan akal dan bakat dengan
bimbingan dan dengan dorongan yang dititik beratkan pada pengembangan
ahlak.Sedangkan menurut Muhammad Fadil Al-Jamaly pendidikan Islam adalah upaya
mengembangkan, mendorong, serta mengajak manusia lebih maju berlandaskan
nilai-nilia yang tinggi dan kehidupan yang mulia sehingga terbentuk pribadi
yang sempurna baik yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan.[21]
Pengertian di atas
menjelaskan bahwa pendidikan Islam berupaya mengembangkan potensi manusia baik
dari sisi kognitif, afektif maupun psikomotorik sebagai satu kesatuan yang utuh
dengan berlandaskan nilai-nilai Islam sehingga diharapkan manusia bisa
menghadapi masa depan yang akan dihadapi dengan kemampuan yang telah dimiliki.
Berbagai pengertian di
atas menunjukkan beragamnya pendapat para ahli. Namun memiliki kesamaan yang
mendasar sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah usaha sadar
yang dilakukan oleh orang yang lebih dewasa untuk mengarahkan, membimbing dan
mengembangkan seluruh potensi anak didik agar berkembang lebih maju demi
tercapainya pribadi yang dewasa, mandiri da lebih sempurna dengan berlandaskan
nilai-nilai yang bersumber dari Al-Quran dan Sunah untuk mencapai kebahagiaan
yang akan datang.
B. Dasar dan
tujuan Pendidikan Islam
1.
Dasar Pendidikan Islam
Dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam harus merupakan sumber nilai
kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan pada aktivitas yang
dicita-citakan. Nilai yang terkandung harus mencerminkan nilai yang universal
yang dapat dikonsumsikan untuk seluruh aspek kehidupan manusia serta merupakan
standar nilai yang dapat mengevaluasi kegiatan selama ini berjalan.[22]
Dasar pendidikan Islam pada garis besarnya ada dua yaitu Al-Quran dan
As-Sunah yang dapat dikembangkan dengan ijtihad.[23]
Dr. Said Ismail berpendapat bahwa dasar ideal pendidikan Islam terdiri
atas enam macam yaitu ; (1) Al-Quran, (2) Sunah Nabi, (3) Kata-kata sahabat,
(4) Kemasyarakatan umat (sosial), (5) Nilai-nilai dan adat kebiasaan masyarakat
dan (6) Hasil pemikiran para pemikir Islam.[24]
Menurut Prof. Hasan Langgulung dasar operasional pendidikan terbagi
menjadi enam macam :
1.
Dasar historis, yaitu dasar yang
memberikan persiapan kepada anak didik dengan hasil-hasil pengalaman masa lalu,
undang-undang dan peraturannya, batas-batas dan kekurangannya.
2.
Dasar sosial, yaitu dasar yang
memberikan kerangka budaya pendidikannya itu bertolak dan bergerak seperti
memindah budaya, memilih dan mengembangkannya.
3.
Dasar ekonomi, yaitu dasra yang
memberi perspektif tentang potensi-potensi manusia dan keuangan materi dan
persiapan yang mengatur sumber-sumbernya dan tanggung jawabnya terhadap
pembelanjaan.
4.
Dasar politik dan administrasi,
yaitu dasar yang memberi bingkai ideologi dasar yang digunakan sebagai tempat
bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah
dibuat.
5.
Dasar psikologis, yaitu dasar
yang memberi informasi tentang watak pelajar-pelajar, guru-guru cara-cara
terbaik dalam praktek pencapaian dan penilaian dan pengukuran secara bimbingan.
6.
dasar filosofis, yaitu dasar yang
memberi kemampua memilih yang terbaik memberi arah suatu sistem, mengontrol dan
memberi arah kepada semua dasar-dasar operasional lainnya.[25]
Dasar- dasar pendidikan di atas menjadikan pendidikan Islam tetap
mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik, dan dasar ini pula yang menjadi
salah satu acuan dalam penentuan tujuan pendidikan Islam.
2.
Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan merupakan salah satu faktor yang harus selalu ada dalam setiap
aktifitas pendidikan, termasuk pendidikan Islam, disamping itu tujuan juga
merupakan pedoman bagi suatu kegiatan yang akan dikerjakannya. Dengan tujuan
yang jelas kegiatan pendidikan akan efektif dan efisien dan akan terfokus
dengan apa yang kita citi-citakan. Hal di atas menunjukkan pentingnya tujuan
pendidikan Islam.
Adapun akan penulis paparkan berbagai rumusan tujuan pendidikan Islam :
Menurut DR. Moh. Fadhil Al-Jamaly tujuan pendidikan Islam ialah
menenemkan kesadaran dalam diri manusia terhadap dirinya sendiri selaku hamba
Allah, dan kesadaran selaku anggota masyarakat yang harus memiliki rasa
tanggung jawab sosial terhadap pembinaan masyarakatnya serta menanamkan
kemampuan manusia untuk mengelola, memanfaatkan alam sekitar ciptaan Allah bagi
kepentingan kesejahteraan manusia dan kegiatan ibadahnya kepada khalik pencipta
alam itu sendiri.[26]
M. Fadhil Al-Jamaly dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam di atas
menggambarkan bahwa pendidikan Islam berusaha mengembangkan potensi yang ada
pada manusia, hal ini terlihat dengan mengajak manusia mengenal dan mempelajari
lingkungan baik dirinya, masyarakat maupun alam sehingga diperlukan kemampuan
agar dapat mengelola dan menguasainya untuk mencapai kebahagiaan hidup dengan
maksud beribadah kepada Allah SWT.
Sedangkan menurut hasil rumusan konferensi dunia pertama tentang
pendidikan Islam yang diadakan di Makkah tahun 1977 : “ Penididikan seharusnya
mencapai pertumbuhan yang seimbang dalam kepribadian manusia secara total
melalui latihan semangat, intelek, rasional diri, perasaan dan kepekaan rasa
tubuh. Karena itu, pendidikan seharusnya memberikan jalan bagi pertumbuhan
manusia dalam segala aspeknya secara spiritual, intelektual, imajinatif,
fisikal, ilmiah, linguistik baik secara individual maupun secara kolektif
disamping memotivasi semua aspek tersebut ke arah kebaikan dan kesempurnaan.[27]
Rumusan di atas menggambarkan bahwa tujuan pendidikan Islam berusaha
menumbuhkan berbagai aspek yang ada pada manusia dengan potensi yang dimiliki
agar mencapai pertumbuhan yang seimbang dan sempurna.
Ali Ashraf menawarkan tujuan pendidikan Islam dengan terwujudnya
penyerahan mutlak kepada Allah SWT pada tingkat individu, masyarakat dan
kemanusiaan pada umumnya.
Sedangkan tujuan khusus pendidikan Islam menurut Ali Ashraf adalah :
1.
Mengembangkan wawasan spiritual
yang semakin mendalam, serta mengembangkan pemahaman rasional mengenai Islam
dalam konteks kehidupan modern.
2.
Membekali anak muda dengan
berbagai pengetahuan dan kebajikan baik pengetahuan praktis, kekuasaan,
kesejahteraan, lingkungan sosial dan pembangunan nasional.
3.
Mengembangkan kemampuan pada diri
anak didik untuk menghargai dan membenarkan superioritas komparatif kebudayaan
dan peradaban Islami di atas semua kebudayaan lain.
4.
Memperbaiki dorongan emosi
melalui pengalaman imajinatif sehingga kemampuan kretif dapat berkembang dan
berfungsi mengetahui norma-norma Islam yang benar dan yang salah.
5.
Membantu anak yang sedang tumbuh
dan belajar berfikir secara logis dan membimbing proses pemikiran dengan
berpijak pada hipoteses dan konsep-konsep tentanag pengetahuan yang dituntut.
6.
Mengembangkan wawasan relational
dan lingkungan sebagaimana yang dicita-citakan dalam Islam, dengan melatih
kebiasaan yang baik.
7.
Mengembangkan, menghaluskan dan
memperdalam kemampuan berkomunikasi dalam bahasa tulis dan bahasa lisan.[28]
Dari tujuan yang ditawarkan Ali Ashraf di atas pendidikan Islam tidak
lain bertujuan untuk mengembangkan potensi dan kemampuan yang ada dalam diri si
anak didik baik spiritual, emosi, komunikasi, kecerdasan, sosial dan
kepercayaan dirinya sehingga terwujud penyerahan mutlak pada Allah SWT.
Jadi tujuan pendidikan dari berbagai rumusan di atas bahwa potensi
kecerdasan merupakan kemampuan yang perlu diperhatikan disamping kemampuan yang
lain. Oleh karena itu dibutuhkan suatu langkah dan strategi yang melibatkan
banyak faktor.
C. Faktor-faktor
Pendidikan Islam
Pencapaian tujuan pendidikan Islam dibutuhkan suatu langkah dan strategi
yang melibatkan banyak faktor. Dimana faktor ini merupakan suatu rangkaian yang
tidak dapat terpisahkan dalam suatu sistem pendidikan Islam. Faktor-faktor
pendidikan itu berupa tujuan, pendidik, anak didik, lingkungan dan faktor alat.
Penulis berpendapat bahwayang termasuk faktor-faktor pendidikan Islam
tidak berbeda dengan faktor secara umum, karena yang membedakan antara
pendidikan Islam dan pendidikan secara umum hanyalah terletak pada
sumber-sumber yang mendasarinya. Sebagaimana Sutari Imam Barnadib dalam bukunya
“Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis” menetapkan faktor-faktor dalam lima
macam, yaitu :
a.
Faktor Tujuan
Tujuan merupakan sasaran yang hendak dicapai dan sekaligus merupakan pedoman yang memberi arah bagi segala
aktivitas yang dilaksanakan. Tujuan bisa menjadi motivasi yaitu pendorong dalam
suatu proses yang menjadi terget tercapainya akan sesuatu.
b.
Faktor Pendidik
Pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggungjawab terhadap
perkembangan seluruh potensi afektif, kognitif, dan psikomotorik.[29]
Pendidik yang penulis maksud sesuai dengan penegasan istilah didepan
yaitu orangtua. Orang tua adalah orang dewasa pertama yang memikul tanggung jawab
pendidikan, karena orang tualah yang mengetahui karakteristik anak sejak usia
awal.
c.
Faktor Anak Didik
Anak didik ialah seorang anak yang selalu mengalami perkembangan sejak
terciptanya sampai meninggal dan mengalami perubahan-perubahan yang terjadi secara
wajar.[30]
Anak yang penulis maksud adalah usia 6-12 tahun, pada masa ini anak sudah
bersosialisasi dengan lingkungan. Pada masa ini orang tua perlu memperhatikan
pendidikannya yang akan mempengaruhi di masa yang akan datang.
d.
Faktor Alat
Alat pendidikan adalah segala sesuatu yang secara langsung membantu
terlaksananya tujuan pendidikan. Alat pendidikan dapat berujud benda konkrit
dan non konkrit. Benda konkrit seperti buku, papan tulis, dan lain-lain,
sedangkan non konkrit seperti nasehat, hukuman dan sebagainya
e.
Faktor Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar anak didik baik
berupa benda-benda, peristiwa-peristiwa yangterjadi maupun kondisi masyarakat
terutama yang dapat memberikan pengaruh kuat kepada anak yaitu lingkungan
dimana proses pendidikan berlangsung dan lingkungan dimana anak-anak bergaul
sehari-harinya.
Beberapa ahli membagi lingkungan menjadi tida bagian yaitu lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga lingkungan ini merupakan satu kesatuan
yang tak boleh dipisahkan, hal ini karena ketiganya berpengaruh terhadap
perkembangan anak didik menuju ke arah kedewasaan jasmani dan rohani.
Pengaruh lingkungan terhadap anak didik dapat positip dapat pula negatif.
Positif apabila dapat memberikan dorongan terhadap keberhasilan proses pendidikan, sedangkan pengaruh
negatif apabila lingkungan menghambat keberhasilan proses pembentukan Karakter
Siswa.
Secara bahasa karakter berasal dari bahasa Yunani yaitu charassein yang
artinya mengukir.[31]
Sifat utama ukiran adalah melekat kuat di atas benda yang diukir. Tidak
mudah usang tertelan waktu atau aus terkena gesekan. Menghilangkan
ukuran sama saja dengan menghilangkan benda yang diukir itu. Sebab,
ukiran melekat dan menyatu dengan bendanya. Ini berbeda dengan gambar
atau tulisan tinta yang hanya disapukan di atas permukaan benda. Karena
itulah, sifatnya juga berbeda dengan ukiran, terutama dalam hal ketahanan
dan kekuatannya dalam menghadapi tantangan waktu.
Jadi yang dimaksud dengan karakter adalah suatu sistem penanaman
nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut,
baik terhadap Allah SWT, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan
sehinggan menjadi manusia insan kamil.
Sedangkan pengertian dari Karakter sendiri adalah nilai-nilai yang
melandasi perilaku manusia berdasarkan norma agama, kebudayaan,
hukum/konstitusi, adat istiadat, dan estetika.
Pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta
didik mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik
berperilaku sebagai insan kamil. Pendidikan karakter pada tingkatan institusi
mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi
perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan symbol-simbol yang dipraktikkan
oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah
merupakan cirri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di masyarakat
luas.[32]
Jika karakter merupakan seratus persen turunan dari orang tua, tentu saja
karakter tidak bisa dibentuk. Ia merupakan bawaan lahir seseorang. Namun, jika
gen hanyalah salah satu faktor pembentuk karakter bisa dibentuk semenjak anak
lahir. Orang tualah yang akan memiliki peluang paling besar dalam pembentukan
karakter anak. Orang tua di sini bisa dimaknai secara genetis, yakni orang tua
kandung, atau orang tua dalam arti yang lebih luas, seperti orang-orang dewasa
yang berada di sekeliling anak dan memberikan peran yang berarti dalam
kehidupan anak. Dalam bebagai literatur, kebiasaan yang dilakukan secara
berulang-ulang yang didahului oleh kesadaran dan pemahaman akan menjadi
karakter seseorang. Gen hanya merupakan salah satu faktor penentu saja. Namun,
jangan pula meremehkan faktor genetis ini. Meskipun ia bukan satu-satunya
penentu, ia adalah penentu pertama yang melekat pada diri anak.
Dalam Islam, faktor genetis ini juga diakui keberadaanya. Salah satu
contohnya adalah pengakuan Islam tentang alasan memilih calon istri atas dasar
faktor keturunan. Rasul pernah bersabda yang intinya menyebutkanbahwa
kebanyakan orang menikahi seorang wanita karena faktor rupa, harta, keturunan,
dan agama.
Meskipun Islam mengatakan bahwa yang terbaik adalah menikahi wanita
karena pertimbangan agamanya. Namun tetap saja bahwa Islam mengakui adanya
kecenderungan bahwa orang menikah karena ketiga faktor selain agama itu. Salah
satunya adalah keturunan. Boleh jadi orang yang menikahi wanita karena pertimbangan
keturunan disebabkan oleh adanya keinginan memperoleh kedudukan dan kehormatan
sebagaimana orang tua si perempuan. Atau bisa juga karena ingin memiliki
keturunan yang mewarisi sifat-sifat khas orang tua istrinya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berangkat dari arti penting pendidikan ini, Karnadi Hasan memandang bahwa
pendidikan bagi masyarakat dipandang sebagai “Human investment” yang
berarti secara historis dan filosofis, pendidikan telah ikut mewarnai dan
menjadi landasan moral dan etik dalam proses humanisasi dan pemberdayaan jati
diri bangsa
Merujuk dari
pemikiran tersebut, Pendidikan adalah rajat hidup bagi setiap manusia. Karena
kita sadari bahwa tidak ada seorangpun yang lahir di dunia ini dalam keadaan
pandai (berilmu). Hal ini membuktikan bahwa segala sesuatu di dunia ini
merupakan proses berkelanjutan yang tidak asal jadi seperti bayangan dan impian
kita. Berkaitan adanya proses tersebut, penciptaan manusia oleh Allah SWT juga
tidaklah sekali jadi.
Ada proses penciptaan (khalq), proses penyempurnaan (taswiyyah),
dengan cara memberikan ukuran atau hukum tertentu (taqdir), dan juga
di berikannya petunjuk (hidayah). Dengan demikian menurut Sunnatullah
manusia sangat terbuka kemungkinannya untuk mengembangkan segala potensi yang
dia miliki melalui bimbingan dan tuntunan yang tearah, teratur serta
berkesinambungan yang semuanya merupakan proses dalam rangka
penyempurnaan manusia (insan kamil) yang nantinya dapat memenuhi tugas
dari kejadiannya yaitu sebagai Khalifah Fil Ardl.
Pendidikan pada hakikatnya
adalah “usaha sadar membudayakan manusia atau memanusiakan manusia. Manusia itu
sendiri adalah pribadi yang utuh dan pribadi yang kompleks sehingga sulit
dipelajari secara tuntas”. Oleh karena itu, masalah pendidikan tidak akan
pernah selesai, sebab hakikat manusia itu sendiri selalu berkembang mengikuti
dinamika kehidupannya. Pendidikan adalah usaha sadar bertujuan, namun tidaklah
berarti pendidikan harus berjalan secara konvensional dan tradisional.
Sedangkan dalam GBPP
SLTP 1994, Pendidikan Agama Islam didefinisikan sebagai: Usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan
ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan dengan
memperhatikan tuntutan untuk menghormati orang lain dalam hubungan kerukunan
antara umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
Dalam
bukunya tentang Reorientasi Pendidikan Islam, A. Malik Fajar mengatakan
bahwa: "Pendidikan adalah salah satu proses dalam rangka mempengaruhi
peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan
lingkungannya, dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya
yang memungkinkan berfungsinya secara kuat dalam kehidupan
bermasyarakat".
Dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam harus merupakan sumber nilai
kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan pada aktivitas yang
dicita-citakan. Nilai yang terkandung harus mencerminkan nilai yang universal
yang dapat dikonsumsikan untuk seluruh aspek kehidupan manusia serta merupakan
standar nilai yang dapat mengevaluasi kegiatan selama ini berjalan.
Dasar pendidikan Islam pada garis besarnya ada dua yaitu Al-Quran dan
As-Sunah yang dapat dikembangkan dengan ijtihad. Sebagaimana Sutari Imam Barnadib dalam bukunya “Pengantar Ilmu Pendidikan
Sistematis” menetapkan faktor-faktor dalam lima macam, yaitu :
a.
Faktor Tujuan
b.
Faktor Pendidik
c.
Faktor Anak Didik
d.
Faktor Alat
e.
Faktor Lingkungan
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam, Kaidah- Kaidah Dasar : Bandung,
Remaja Rosdakarya, 1992
Abu Tauhid, Beberapa
Aspek Pendidikan Islam : Yogyakarta, Sekretaris Ketua Jurusan Fakultas
Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga, 1990
Adnan Hasan Sholeh Baharits, Tanggung Jawab Ayah Terhadap Anak Laki-Laki : Jakarta, Gema
Insani, 1996
Ahmad Tafsir, Ilmu
Pendidikan Dalam Perspektif Islam :
Bandung, Remaja Rosdakarya, 1992
Ali Ashraf, Horison
Baru Pendidikan Islam: Jakarta, Firdaus, 1998
Al-Khafiz Abi Abdillah Muh. Bin Yazid Sunan Ibnu
Majah, Beirut, Dar Alfikr, tth.
Alisuf Sabri, Pengantar
Psikologi Umum Dan Perkembangan: Jakarta, Pedoman Ilmu Jaya, 1993
Ali Sulaiman, Anak
Berbakat Bagaimana Cara Mengetahiu Dan Membinanya : Jakarta, Gema Insani,
2001
Asnelly Ilyas, Mendambakan
Anak Shaleh, Prinsip-Prinsip Pendidikan Anak
Dalam Islam : Bandung, Mizan, 1998
Athiyah Al-Abrasy, Dasar Pokok Pendidikan Islam, Alih Bahasa Prof. H.Bustami: Jakarta,
Bulan Bintang, 1970
_______________ , Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam : Yogyakarta, Titian Illahi
Press, 1996
Departemen Agama, Al-quran dan Terjemahannya,
Surabaya, Surya Cipta Aksara, 1993
Departemen Agama, Kendali Mutu,Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Dirjen Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam,2001
Depdikbud, Kamus
Besar Bahasa Indonesia : Jakarta, Balai Pustaka, 1989
Dzakiah Darajat, Ilmu
Pendidikan Islam : Jakarta, Bumi Aksara, 1992
_____________, Pendidikan
Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah :
Jakarta, Ruhama, 1995
Freeman, Joan, Utami Munandar, Cerdas Dan Cemerlang: Jakarta, Pustaka Utama, 2001
Fuaduddin Tim, Pengasuhan
Anak Dalam Keluarga Islam : Jakarta, kerjasama Lembaga Kajian Agama Dan
Jender Dengan Solidaritas Perempuan Dan The Asia Foundation, 1999
Hasan, Karnadi “Konsep Pedidikan Jawa”, dalam : Jurnal
Dinamika islam dan Budaya Jawa, No 3 tahun 2000, Pusat Pengkajian Islam
Strategis, IAIN Walisongo, 2000
Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam : Bandung, Al-Ma’arif,
1995
_______________, Asas-Asas
Pendidikan Islam : Jakarta, Pustaka Al-Husna, 1989
Imam Bamawi, Segi-Segi
Pendidikan Islam : Surabaya, Al-Ikhlas, 1987
Imam Al-Ghazali Ihya Ulumudin/Ihya Al-Ghazali,
Jilid I, Terjemahan Ismail Ya’kup
Irwanto Dkk, Psikologi
Umum : Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1977
Khoiriyah Husein Thoha, Konsep Ibu Teladan : Surabaya, Risalah Gusti, 1992
Ma’ruf
Zurayk, Aku Dan Anakku, Bimbingan Praktis Mendidik Anak
Menuju Remaja : Bandung, Al-Bayan, 1998
Muhaimain Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam : Bandung, Trigenda Karya, 1993
M. Arifin, Filsafat
Pendidikan Islam : Jakarta, Bumi Aksara, 1993
________, Ilmu
Pendidikan Islam: Jakarta, Bumi Aksara, 1991
M. Fadhil Al-Jamali, Filsafat Pendidikan IslamDalam Al-Quran : Surabaya, Bina Ilmu, 1986
M. Nipan Abdul Halim, Anak Sholeh Dambaan Keluarga : Yogyakarta, Mitra Pustaka, 2000
Mukhtar Yahya, Pertumbuhan
Akal dan Pemanfaatan Naluri Kanak-Kanak : Jakarta, Bulan Bintang, 1970
Sakuntala Devi, Bangunkan
Kejeniusan Anak Anda : Bandung, Yayasan Nuansa Cendekia, 2002
Saifudin Azwar, Pengantar
Psikologi Intelegensi : Yogyakarta, Pustaka Utama, 2002
Samsu Yusuf, Psikologi
Perkembangan Anak Dan Remaja : Bandung, Remaja Rosdakarya, 2002
S.C Utami Munandar, Perkembangan Bakat Dan Kreativitas Anak Sekolah, Petunjuk Orang Tua
: Jakarta, Gramedia Widia Sarana Indonesia, 1992
Soemantri Patmono Dewo, Pendidikan Anak Pra Sekolah : Jakarta, Rineka Cipta, 2000
Suhartin Cirtoroso, Serba-Serbi Pendidikan : Jakarta, Karya Aksara, 1983
Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematik : Yogyakarta, Andi Offset,
1995
Sutratinah Tirtonegoro, Anak Supernormal Dan Program Pendidikannya
: Jakarta, Bina Aksara, 1984
Sutrisno Hadi, Metodologi
Research : Yogyakarta, Gajah Mada University, 1975
Syahminan Zaini, Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi
Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 1986
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan
Bahasa, Depdikbud, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Ed.2 : Jakarta, Balai Pustaka, 1995
Toni Setia Budhi, Hardywioto, SKM, Ed, Anak Unggul Berotak Prima : Jakarta,
Gramedia Pustaka Utama, 2002
Wasti Soemanto, Psikologi
Pendidikan Landasan Kerja Pimpinan Pendidikan
: Jakarta, Rineka Cipta, 1998
Winarno Surachmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar : Bandung, Tarsito, 1985
________________, Pengantar Penelitian Ilmiah (Dasar Metode Tehnik) : Bandung,
Tarsito, 1990
Yunus Al-Muhdor, Ummi Maslamah Royes, Kehidupan
Orang-Orang Shaleh, Semarang, CV Asy-Syifa, 1992
[1]
Nana Sudjana, CBSA Dalam Proses Belajar-Mengajar, (Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 1996), h. 1.
[2] Departemen Agama, Kendali
Mutu,Pendidikan Agama Islam (Jakarta : Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama
Islam,2001), h. 10
[3]Karnadi Hasan “Konsep Pedidikan
Jawa”, dalam : Jurnal Dinamika islam dan Budaya Jawa, No 3 tahun 2000,
Pusat Pengkajian Islam Strategis, IAIN Walisongo, 2000, h. 29.
[4]
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran Teori Praktek Pengembangan KTSP (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 8
[5] Nasution, Kurikulum dan
Pengajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h.
5.
[6]
Mochtar Bukhori, Spektrum Problematika Pendidikan di Indonesia,
(Yogyakarta: tiara Tiara Wacana, 1994), h. 244.
[7]
Mochtar Bukhori, Spektrum Problematika Pendidikan di Indonesia,
(Yogyakarta: tiara Tiara Wacana, 1994), h. 271.
[8] Marwan Saridjo, Bunga Rampai
Pendidikan Islam, (Jakarta: Amissco, 1996), h. 37
[9]
Depdiknas, Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMA /MA, (Solo:
PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2006), h. 3
[10] A. Malik Fajar, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta:
Fajar Dunia, 1999), h. 27
[11]
Ahmad Munjin & Lilik Nur Kholidah, Metode dan Teknik Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009), h. 4.
[12]
http://mediasauna.multiply.com/journal/item/8
[13] Vembriarto, Kapita Selekta
Pendidikan; Jilid 1, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), 34
[14] Nasution, Pengembangan
Kurikulum, (Bandung; PT Aditya Bakti, 1993), h. 9
[15] Hamid Syarif, Pengembangan
Kurikulum, (Surabaya; PT Bina Ilmu, 1996), h. 3.
[16] Hamid Syarif, Pengembangan
Kurikulum, h. 14
[17] Hamid Syarif, Pengembangan
Kurikulum, h. 5
[18] H.M Arifin, Ilmu Pendidikan
Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), h. 135-140
[19] H.M Arifin, Ilmu pendidikan
Islam, h. 41
[20] Athiyah Al-abrasy, Dasar
Pokok Pendidikan Islam, alih bahasa, Prof. H. Bustami, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1970), h. 165
[21] Muhammad Fadhil Al-Jamaly, Filsafat
Pendidikan Dalam Al-Qur’an, (Surabaya: Bina Ilmu 1986), h. 3
[22] Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran
Pendidikan Islam, (Bandung : Trigenda Karya, 1993 ), h. 144
[23] Zakiah Darajat, Ilmu
Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 19
[24] Hasan Langgulung, Beberapa
Pemikiran TentangPendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1995), h. 35
[25] Hasan Langgulung, Asas-Asas
Pendidikan Islam, (Jakarta: PustakaAl-husna, 1988), h. 9-12
[26] H.M Arifin Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1993 ), h. 133
[27] Ali Ashraf, Horison Baru
Pendidikan Islam (Jakarta : Firdaus, 1989 ), h. 25
[28] Ali Ashraf, Horison Baru
Pendidikan Islam, h. 130-133
[29] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan
Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,1992), h. 74-75
[30] Sutari Imam Barnadib,
Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yogyakarta: Andi Offset, 1995), h.
79.
[31]
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada,2007), h. 10-14.
[32] Workshop, Pendidikan Karakter,
(Surabaya: Gedung YP. Al Islah, 2010), h. 3
EmoticonEmoticon