BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam konteks masyarakat Indonesia,
sering di temukan berbagai istilah yang terkadang memiliki makna yang sama. Di
temukan beberapa istilah, seperti karakter, akhlak, moral, etika dan budi
pekerti. Semua istilah ini terkadang digunakan dalam konteks yang sama,karena
semuanya berbicara tentang baik dan buruk. Berbicara tentang keadaan yang asli
yang menetapada dalam diri seseorang. Inilah sebabnya seseorang sering menyamakan
pengertian ke semua istilah di atas.
Untuk mengetahui pengertian
karakter, kita dapat melihat dari dua sisi, yakni sisi kebahasaan dan sisi
istilah. Menurut bahasa (etimologis) istilah karakter berasal dari bahasa latin
kharakter, kharassein, dan kharax, dalam bahasa yunani character dari kata charasein, yang berarti membuat
tajam dan membuat dalam.dalam
kamusa besar bahasa Indonesia departemen pendidikan nasional kata karakter
bearti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang
dengan yang lain, atau bermakna bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti,
perilaku, personalitas, sifat,tabiat, temperamen, watak. Maka karakter artinya
memiliki kepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak.
Sementara menurut istilah
(terminologis) terdapat beberapa pengertian tentang karakter, sebagaimnatelah
dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya adalah Horby and Parnwell (1972)
mendefinisikan karakter adalahkualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama
atau reputasi. Sedangkan Hermawan kartajaya (2010) mendefinisikan karakter
adalah cirri khas yang dimiliki oleh sesuatu benda atau individu (manusia).
Cirri khas tersebut adalah asli, dan mengakar pada kepribadian benda atau
individu tersebut dan merupakan mesin pendorong bagaimana seseorang bertindak,
bersikap, berujar, serta merespon sesuatu.
B.
Rumusan
masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat di ambil
beberapa pokok permasalahan yang akan di bahas dalam makalah ini, yaitu:
1.
Apa pengertian metode pendidikan?
2.
Apa saja ragam metode pendidikan karakter itu?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
metode pendidikan
Istilah
metode secara sederhana sering diartikan cara yang cepat dan tepat. Dalam
bahasa arab istilah metode di kenal dengan istilah thoriqah yang berarti lamgkah-langkah strategis untuk melakukan
suatu pekerjaan.[1]
Akan tetapi menurut Ahmad Tafsir jika di pahami dari asal kata method (bahasa inggris)ini mempunyai
pegertian yang lebih khusus, yakni cara yang tepat dan cepat dalam mengerjakan
sesuatu.[2]
Ungkapan
cara yang paling tepat dan cepat, maka ukuran kerja dalam suatu metode harus di
perhitungkan benar-benar secara ilmiah. Oleh karena itu, suatu metode
senangtiasa hasil experimen yang telah teruji. Dalam pemakaiannya kata tepat
dan cepat sering di ungkapkan juga dengan istilah efektif dan efisien. Maka
metode dipahami sebagai cara yang palaing efektif dan efisisen dalam
mengerjakan sesuatu materi pengajaran. Pengajaran yang efektif artinya
pengajaran dapat di pahami anaak (peserta ddik) secara sempurna. Sedangkan
pengajaran yang efisien ialah pengajaran yang tidak memerlukan waktu dan tenaga
yang banyak.
Adapun
pengertian secara terminologi para ahli berbeda pendapat. Ramayulis mengutip
pendapat hasan langgulung, mengartikan metode sebagai suatu cara atau jalan
yang harus di lalui untuk mencapai tujuan pendidikan.[3]
Al-Abrasy (267) mengatakan metode ialah,suatu jalan yang dfi ikuti untuk
memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam segala macam mata pelajaran.
Pendapat senada di katakana oleh al-syaibani (1979:551) metode pendidikan,
sebagai cara-cara yang praktis yang menjalankan tujuan-tujuan dan maksud-maksud
pengajaran. Sementara itu Ahmad Tafsir mendefinisikan metode pendidkan ialah
semua cara yang di gunakan dalam upaya mendidik.[4]
Dari
beberapa definisi tersebut, dapat di tarik kesimpulan bahwa pendefinisisan
metode tersebut semuanya mengacu pada cara-cara untuk menyampaikan materi
pendidikan oleh pendidik kepada perserta didik, disampaikan secara efektif dan
efisien, untuk mencapai tujuan pendidikan yang di tentukan.
Pencapaian
sebuah tujuan pendidikan baik pendidikan formal (seperti sekolah) maupun
pendidikan informal (keluarga) tentu memerlukan metode pendidikan yang cepat
dan tepat, atau pendidikan yang efektif dan efisien. Metode ini berfungsi
sebagai alat untuk mencapai tujuan. Dalam agama isalam terdapat suatu kaidah ushuliyah yang menyatakan bahwa segala
sesuatu yang di perlukan untuk mencapai suatu yang wajib maka hukumya wajib
pula.[5]
B.
Ragam
Metode Pendidikan Karakter
Dalam proses pendidikan, termasuk dalam pendidikan
karakter diperlukan metode-metode pendidikan yang mampu menanamkan nilai-nilai
karakter baik kepada siswa, sehinmgga siswa bukan hanya tahu tentang moral
(karakter) atau moral knowing. Tetapi
juga di harapkan mereka mampu melaksanakan moral atau moral action yang menjadi
tujuan utama pendidikan karakter. Berkaitan dengan hal ini, metode
pendidikan yang di aujukan oleh
Abdurrhman An-Nahlawi (1996:284-413) dirasa dapat menjadi pertimbangan para
pendidik dalam menginternalisasikan pendidikan karakter kepada semua peserta
didik. Metode-metode yang di tawarkan oleh an-Nahlawi tersebut adalah sebagai
berikut:[6]
1.
Metode
hiwar atau percakapan
Metode hiwar (dialog) ialah percakapan silih berganti antara dua pihak
atau lebih melalui Tanya jawab mengenai satu topic, dan dengan sengaja di
arahkan kepada satu tujuan yang di kehendaki. Dalam proses pendidikan metode
hiwar mempunyai dampak yang sangat mendalam terhadap jiwa pendengar (mustami’) atau pembaca yang mengikuti
topic percakapan dengan seksama dan penuh perhatian. Hal ini disebabkan oleh
beberapa hal sebagai berikut:
a) Permasalahan
yang disajikan sangat dinamis, karena kedua belah pihak (pendidik dan peserta
didiknya) langsung terlbat dalam pembicaraannya secara timbal balik, sehingga
tidask membosankan. Bahkan dialog seperti
itu mendorong kedua pihak untuk saling memperhatikan dan terus pola
pikirnya, sehingga dapat menyingkap sesuatu yang baru, mungkin pula salah satu
pihak berhasil meyakinkan rekannya dengan pandangan yang di kemukakannya itu.
b) Pembaca
atu pendengar tertarik untuk terus mengikuti jalanya percakapan itu dengan
maksud dapat mengetahui kesimpulannya. Hal ini juga dapat menghindarkan
kebosanan dan dapat memperbaharui semangat.
c) Metode
hiwar (dialog) dapat membangkitkan
berbagai perasaan dan kesan seseorang, yang akan melahirkan dampak pendagogis
yang turut membantu kukuhnya ide tersebut dalam jiwa pendengar/pembaca serta
mengarahkan kepada tujuan akhir pendidikan.
d) Bila
metode hiwar dilakukan dengan baik,
memenuhi etika (akhlak) islam, maka cara berdialog, sikap orang yang terlbat
itu akan mempengaruhi peserta sehingga meninggalkan pengaruh berupa pendidikan
akhlak, sikap dalam berbicara, menghargai pendapat orang lain dan sebagainya.
2.
Metode
Qishah atau cerita
Menurut kamus ibn Manzur (1200 H),
kisah berasal dari kata qashsha-yaqushshu-qishshatan,
menganndung arti potongan berita yang di ikuti dan pelacak jejak. Menurut
al-Razzi (1985:87) kisah merupakan penelusuran terhadap kejadian masa lalu.
Dalam pelaksanaan pendidikan karakter disekolah, kisah sebagai metode pendukung
pelaksanaan pendidikan memiliki peranan yang sangat penting,karena dalam
kisah-kisah terdapat berbagai keteladanan dan edukasi. Hal ini karena terdapat
beberapa alasan yang mendukungnya:
a) Kisah
senantiasa memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti
peristiwanya, merenungkan maknanya. Selanjutnya makna-makna itu akan
menimbulkan kesan dalam hati pembaca atau pendengar tersebut.
b) Kisah
dapat menyentuh hati manusia, karena kisah itu menampilkan tokoh dalam konteksnya
yang menyeluruh,sehingga pembaca atau pendengar dapat menghayati dan merasakan
isi kisah tersebut, seolah-olah dia sendiri yang menjadi tokohnya.
c) Kisah
kurani mendidik keimanan dengan cara: membangkitkan berbagai perasaan seperti khauf, ridho, dan cinta (hub): mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada
suatu puncak, yaitu kesimpulan kisah; melibatkan pembaca atau pendengar ke
dalam kisah itu sehinnga ia terlibat secara emosional.
Kisah qurani merupakan suatu cara dalam mendidik anak agar beriman kepada
Allah. Bukan semata-mata karya seni yang indah. Menurut An-Nahlawi (1996)
dengan mengutip pendapat Syayid Qutd (tt: 117-128) dalam al-Taswir al-Fanni fi
al-Quran. Padanya terdapat beberapa tujuan yang in gin dicapai yaitu:
1. Mengungkapkan
kemantaapan wahyu dan risalah. Mewujudkan rasa mantap dalam menerima al-Quran
dan utusan Rasul-nya. Kisah-kisah tersebut menjadi salah satu bukti kebenaran
wahyu dan kebenaran rasulnya.
2. Menjelaskan
bahwa secara keseluruhan, al-din itu
datangnya dari Allah.
3. Menjelaskan
bahwa menolong dan mecintai Rasul-nya menjelaskan bahwa kaum mukminin adalah
umat yang satu (ummatan wahidatan)
dan Allah adalah rabb-nya.
4. Kisah-kisah
itu bertujaun menguatkan keimanan kepada kaum muslimin, mengghibur mereka dari
kesedihan atas musibah yang menimpa mereka.
5. Mengingatkan
bahwa musuh orang mukmin adalah setan; menunjukkan permusuhan abad itu lewat
kisah akan tampak lebih hidup dan jelas.
3.
Metode
Amtsal atau perumpamaan
Dalam mendidik umat manusia, Allah
banyak menggunakan perumpamaan (amtsal),
misalnya terdapat firman Allah yang artinya:” perumpamaan orang-orang kafir
itu adalah adalah seperti orang yang menyalakan api.” (Qs. Al
Baqarah ayat 17). Dalam ayat yang lain Allah berfirman, yang artinya:” perumpamaan orang yang berlindung kepada
selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah; padahal rumah yang paling lemah itu
adalah rumah laba-laba.” (Qs.Al-Ankabut ayat 41).
Metode perumpamaan ini juga baiak
di gunakan oleh para guru dalam mengajari peserta didiknya terutama dalam
menanamkan karakter kepada meraka. Cara penggunaan metode Amtsal ini hamper sama dengan metode kisah, yaitu dengan berceramah
(membacakan kisah) atau membaca teks.[7]
Metode perumpamaan ini menurut An-Nahlawi mempunyai tujuan pedagogis
diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Mendekatkan
makna pada pemahaman:
2) Merangsang
kesan dan pesan yang berkaitan dengan makna yang tersirat dalam perumpamaan
tersebut, yang menggugah- menumbuhkan berbagai perasaan ketuhanan;
3) Mendidik
akal supaya berfikir logis dan menggunakan qiyas
(silogisma) yang logis dan sehat;
4) Perumpamaan
merupakan motif yang menggerakkan perasaan menghidupkan naluri yang selanjutnya
menggugah kehendak dan mendorong untuk melakukan amal yang baik dan menjauhi
segala kemungkaran.[8]
4.
Metode
uswah atau keteladanan
Dalam menanamkan karakterkepada
peserta didik di sekolah, keteladanan merupakan metode yang lebih efektif dan
efisien. Karana peserta didik (terutama siswa pada usia pendidikan dasar dan
menengah) pada umumnya cenderung meneladani (meniru) guru atau pendidiknya. Hal
ini memeng karena secara psikologis siswa memeng senang meniru, tidak saja yang
baik, bahkan terkadang yang jeleknya pun mereka tiru.
Sifat anak didik seperti itu diakui
oleh islam. Umat islam meneladani Rasulullah Saw, Rasul meneladani al-Quran.
Aisyah ra. Pernah berkata bahwa akhlak Rasul itu adalah al-Quran. Pernyataan
Aisyah itu benar, karena memang pribadi rasul itu merupakan interprestasi
al-Quran secara nyata, tidak hanya cara beribadah, cara kehidupan
sehari-haripun kebanaykan merupakan contoh tentang cara kehidupan yang islami.
Guru atau pendidik adalahj orang
yang menjadi anutan peserta anak didiknya. Setiap anak mula-mula
menggagumi kedua orang tuannya. Semua
tingkah laku orang tua ditiru oleh anak-anaknya. Karena itu orang tua perlu memberikan
keteladanan yang baik kepada anak-anaknya. Ketika akan makan misalnya orang tua
membaca basmalah, anak menirukannya. Tatkala orang tua shalat, anak di ajak
untuk melakukannya, sekalipun mereka belum tau cara dan bacaannya. Tetapi
setelah anak itu sekolah maka ia mulai meneladani atau meniru apapun yang
dilakukan oleh gurunya. Oleh karenanya guru perlu memberikan keteladanan yang
baik kepada para peserta didiknya,agar penanaman karakter baik menjadi lebih
efektif dan efisien.
Selain itu, keteladanan juga dapat
di tunjukkan dalam perilaku dan sikap pendidik dan tenaga kependidikan dalam
memberikan contoh tindakan-tindakan yang baik sehingga di harapkan menjadi
panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Pendemonstrasian berbagi contoh
teledan merupakan langkah awal pembiasaan, jika pendidik dan tenaga kependidikan
yang lain menghendaki agar peserta didik berperilaku dan bersikap sesuai dengan
nilai-nilai karakter, maka pendidik dan tenaga kependidikan yang lain adalah
orang yang pertama dan utama memberikan contoh bagaimana berperilaku dan
bersikap sesuai dengan nilai-nilai tersebut.
5.
Metode
pembiasaan
Pembiasaan adalah sesuatu yang
sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi
kebiasaan. Metode pembiasaan ini berintikan pengalaman. Karena yang di biasakan
itu ialah sesuatu yang diamalkan. Dan inti kebiasaan adalah pengulanagn.
Pembiasaan menempatkan manusia sebagai sesuatu yang istimewah, yang dapat
menghemat kekuatan, karena akan menjadi kebiasaan yang melekat dan spontan, agar
kegiatan itu dapat di lakukan dalam setiap pekerjaan. Oleh karenanya, menurut
para pakar, metode ini sanagt efektif dalam rangka pembinaan karakter dan
kepribadian anak. Orang tua membiasakan anak-anaknya untuk bangun pagi. Maka
bangun pagi itu akan menjadi kebiasaan.
Rasulullah mengajarkan agar para
orang tua” pendidik” mengajarkan shalat kepada anak-anak dalam usia tujuh tahun
,”suruhlah anak-anak kalian melaksanakanm shalat dalam usia tujuh tahun, dan
pukullah mereka apabila meninggalkannya ketika meraka berumur sepuluh tahun,
dan pisahkannlah tempat tidur mereka “ (HR Abu Dawud). Membiasakan anak-anak
melaksanankan terlebih di lakakukan secara berjamaah itu penting,karena dengan
kebiasaan ini akan menbangun karakter yang melekat dalam diri mereka.
6.
Metode
‘ibrah dan mau’idah
Menurut an-Nahlawi kedua kata
tersebut memiliki perbedaan dari segi makna. Ibrah berarti suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada
intisari sesuatu yang disaksikan, dihadapi dengan menggunakan nalar yang
menyebabkan hati mengakuinya. Adapun kata mau’idhoh
ialah nasihat yang lembut yang di terima oleh hati dengan cara menjelaskan
pahala atau ancamannya.
7.
Metode
Targhib dan tarhib (janji dan ancaman)
Targhib ialah janji terhadap
kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai dengan bujukan. Tarhib ialah ancaman karena dosa yang
dilakukan. Targhib dan tarhib bertujuan agar orang mematuhi
aturan Allah. Akan tetapi keduanya mempunyai titik tekan yang berbeda. Targhib agar melakukan kebaikan yang di
perintahkan Allah, sedang tarhib agar
menjauhi perbuatan jelek yang di larang oleh Allah.
Metode ini di dasarkan atas fitrah
manusia, yaitu sifat keinginan kepada kesenangan, keselamatan, dan tidak
menginginkan kesedihan dan kesengsaraan. Targhib
dan tarhib dalam pendidikan islam memiliki
perbedaan dengan metode hukuman dalam pendidikan barat. Perbedaan mendasar
menurut Ahmat tafsir adalah targhib dan
tarhib bersandar kepada ajaran Allah,
sedangkan ganjaran daan hukuman bersandarkan ganjaran dan hukuman duniawi.
Sehingga perbedaan tersebut memiliki implikasi yang cukup penting:
a) Targhib
dan tarhib lebih teguh karena
mempunyai dasar yang transenden.
Sedangkan ganjaran dan hukuman hanya bersandarkan sesuatu yang bersifat
duniawi. Targhib dan tarhibmengandung aspek iman, sedangkan
metode hukuman dan ganjaran tidak mengandung aspek hukuman. Oleh karena itu targhib dan tarhib lebih besar pengaruhnya.
b) Secara
operasional targhib dan tarhib sangat mudah dilaksanakn dari
pada metode hukuman dan ganjaran,karena materi targhib dan tarhib sudah
ada dalam al-Quran dan hadis nabi, sedangkan metode hukuman dan ganjaran dalam
metode barat harus di temukan oleh guru.
c) Targhib
dan tarhib lebih universal, dapat
digunakan kepada siapa saja, dan dmna saja. Sedangkan metode hukuman dan
ganjaran harus disesuaikan dengan orang tertentu dan tempat tertentu.
d) Di
pihak lain, targhib dan tarhib lebih lemah dari pada hukuman dan
ganjaran. Karena hukuman dan ganjaran lebih nyata dan langsung waktu itu juga,
sedangkan pembuktian targhib dan tarhib kebanyakan gaib dan diterima
nanti di akhirat.[9]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan:
Istilah metode secara sederhana sering
diartikan cara yang cepat dan tepat. Dalam bahasa arab istilah metode
di kenal dengan istilah thoriqah yang
berarti lamgkah-langkah strategis untuk melakukan suatu pekerjaan. Akan tetapi
menurut Ahmad tafsir jika di pahami dari asal kata method (bahasa inggris)ini mempunyai pegertian yang lebih khusus,
yakni cara yang tepat dan cepat dalam mengerjakan sesuatu.
Menurut bahasa (etimologis) istilah
karakter berasal dari bahasa latin kharakter,
kharassein, dan kharax, dalam
bahasa yunani character dari kata charasein, yang berarti membuat tajam dan membuat dalam.dalam kamusa besar bahasa Indonesia departemen pendidikan
nasional kata karakter bearti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti
yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau bermakna bawaan, hati, jiwa,
kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat,tabiat, temperamen,
watak. Maka karakter artinya memiliki kepribadian, berperilaku, bersifat,
bertabiat, dan berwatak.
Sementara menurut istilah (terminologis)
terdapat beberapa pengertian tentang karakter, sebagaimna telah dikemukakan
oleh beberapa ahli, diantaranya adalah Horby and Parnwell (1972) mendefinisikan
karakter adalahkualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi.
Adapun ragam metode yang digunakan dalam
Pendidikan Karakter adalah:
a. Metode
hiwar atau percakapan
b. Metode
Qishah atau cerita
c. Metode
Amtsal atau perumpamaan
d. Metode
uswah atau keteladanan
B.
Saran
Penulis
menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan oleh
karena itu saran dan kritik dari teman-teman pembaca sangat di harapkan demi
perbaikan makalah ini kedepannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Gunawan, Heri, Pendidikan Karakter “Konsep dan Implementasi”, Bandung: Alfabeta,
2012
Nahlawi, Abdurrahman Al-, Pendidikan Islam di rumah, Sekolah dan
Masyarakat, Jakarta: Gema Insanio Press, 1996
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004
[1] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 155
[2] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004), h. 8
[3] Ramayulis,Op. Cit., h. 156
[4] Ahmad Tafsir, Op. Cit., h. 131
[5] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan
Implementasi”, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 87-88
[6] Abdurrahman Al-Nahlawi, Pendidikan Islam di rumah, Sekolah dan
Masyarakat, (Jakarta: Gema Insanio Press, 1996), h. 284-413
[7] Ahmad Tafsir, Op Cit., h. 142
[8] Abdurrahman Al-Nahlawi, Op Cit., h. 335
[9] Ahmad tafsir, Op Cit., h. 147
1 komentar so far
Terimakasih, artikel ini sangat bermanfaat bagi para Guru. Terutama guru SD, karena usia SD merupakan pembentukan fondasi karakter seseorang.
Salam Hangat,
dasarGuru
EmoticonEmoticon