Senin, 06 Oktober 2014

Metode Dalam Implementasi Pendidikan Karakter

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam konteks masyarakat Indonesia, sering di temukan berbagai istilah yang terkadang memiliki makna yang sama. Di temukan beberapa istilah, seperti karakter, akhlak, moral, etika dan budi pekerti. Semua istilah ini terkadang digunakan dalam konteks yang sama,karena semuanya berbicara tentang baik dan buruk. Berbicara tentang keadaan yang asli yang menetapada dalam diri seseorang. Inilah sebabnya seseorang sering menyamakan pengertian ke semua istilah di atas.
Untuk mengetahui pengertian karakter, kita dapat melihat dari dua sisi, yakni sisi kebahasaan dan sisi istilah. Menurut bahasa (etimologis) istilah karakter berasal dari bahasa latin kharakter, kharassein, dan kharax, dalam bahasa yunani character dari kata charasein, yang berarti membuat tajam dan membuat dalam.dalam kamusa besar bahasa Indonesia departemen pendidikan nasional kata karakter bearti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau bermakna bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat,tabiat, temperamen, watak. Maka karakter artinya memiliki kepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak.
Sementara menurut istilah (terminologis) terdapat beberapa pengertian tentang karakter, sebagaimnatelah dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya adalah Horby and Parnwell (1972) mendefinisikan karakter adalahkualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi. Sedangkan Hermawan kartajaya (2010) mendefinisikan karakter adalah cirri khas yang dimiliki oleh sesuatu benda atau individu (manusia). Cirri khas tersebut adalah asli, dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut dan merupakan mesin pendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berujar, serta merespon sesuatu.



B.     Rumusan masalah
Berdasarkan  latar belakang di atas, dapat di ambil beberapa pokok permasalahan yang akan di bahas dalam makalah ini, yaitu:
1.      Apa pengertian metode pendidikan?
2.      Apa saja ragam metode  pendidikan karakter itu?






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian metode pendidikan
Istilah metode secara sederhana sering diartikan cara yang cepat dan tepat. Dalam bahasa arab istilah metode di kenal dengan istilah thoriqah yang berarti lamgkah-langkah strategis untuk melakukan suatu pekerjaan.[1] Akan tetapi menurut Ahmad Tafsir jika di pahami dari asal kata method (bahasa inggris)ini mempunyai pegertian yang lebih khusus, yakni cara yang tepat dan cepat dalam mengerjakan sesuatu.[2]
Ungkapan cara yang paling tepat dan cepat, maka ukuran kerja dalam suatu metode harus di perhitungkan benar-benar secara ilmiah. Oleh karena itu, suatu metode senangtiasa hasil experimen yang telah teruji. Dalam pemakaiannya kata tepat dan cepat sering di ungkapkan juga dengan istilah efektif dan efisien. Maka metode dipahami sebagai cara yang palaing efektif dan efisisen dalam mengerjakan sesuatu materi pengajaran. Pengajaran yang efektif artinya pengajaran dapat di pahami anaak (peserta ddik) secara sempurna. Sedangkan pengajaran yang efisien ialah pengajaran yang tidak memerlukan waktu dan tenaga yang banyak.
Adapun pengertian secara terminologi para ahli berbeda pendapat. Ramayulis mengutip pendapat hasan langgulung, mengartikan metode sebagai suatu cara atau jalan yang harus di lalui untuk mencapai tujuan pendidikan.[3] Al-Abrasy (267) mengatakan metode ialah,suatu jalan yang dfi ikuti untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam segala macam mata pelajaran. Pendapat senada di katakana oleh al-syaibani (1979:551) metode pendidikan, sebagai cara-cara yang praktis yang menjalankan tujuan-tujuan dan maksud-maksud pengajaran. Sementara itu Ahmad Tafsir mendefinisikan metode pendidkan ialah semua cara yang di gunakan dalam upaya mendidik.[4]
Dari beberapa definisi tersebut, dapat di tarik kesimpulan bahwa pendefinisisan metode tersebut semuanya mengacu pada cara-cara untuk menyampaikan materi pendidikan oleh pendidik kepada perserta didik, disampaikan secara efektif dan efisien, untuk mencapai tujuan pendidikan yang di tentukan.
Pencapaian sebuah tujuan pendidikan baik pendidikan formal (seperti sekolah) maupun pendidikan informal (keluarga) tentu memerlukan metode pendidikan yang cepat dan tepat, atau pendidikan yang efektif dan efisien. Metode ini berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Dalam agama isalam terdapat suatu kaidah ushuliyah yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang di perlukan untuk mencapai suatu yang wajib maka hukumya wajib pula.[5]
B.     Ragam Metode Pendidikan Karakter
Dalam  proses pendidikan, termasuk dalam pendidikan karakter diperlukan metode-metode pendidikan yang mampu menanamkan nilai-nilai karakter baik kepada siswa, sehinmgga siswa bukan hanya tahu tentang moral (karakter) atau moral knowing. Tetapi juga di harapkan mereka mampu melaksanakan moral atau moral action yang menjadi tujuan utama pendidikan karakter. Berkaitan dengan hal ini, metode pendidikan   yang di aujukan oleh Abdurrhman An-Nahlawi (1996:284-413) dirasa dapat menjadi pertimbangan para pendidik dalam menginternalisasikan pendidikan karakter kepada semua peserta didik. Metode-metode yang di tawarkan oleh an-Nahlawi tersebut adalah sebagai berikut:[6]

1.      Metode hiwar atau percakapan
Metode hiwar (dialog) ialah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih melalui Tanya jawab mengenai satu topic, dan dengan sengaja di arahkan kepada satu tujuan yang di kehendaki. Dalam proses pendidikan metode hiwar mempunyai dampak yang sangat mendalam terhadap jiwa pendengar (mustami’) atau pembaca yang mengikuti topic percakapan dengan seksama dan penuh perhatian. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:
a)      Permasalahan yang disajikan sangat dinamis, karena kedua belah pihak (pendidik dan peserta didiknya) langsung terlbat dalam pembicaraannya secara timbal balik, sehingga tidask membosankan. Bahkan dialog seperti  itu mendorong kedua pihak untuk saling memperhatikan dan terus pola pikirnya, sehingga dapat menyingkap sesuatu yang baru, mungkin pula salah satu pihak berhasil meyakinkan rekannya dengan pandangan yang di kemukakannya itu.
b)      Pembaca atu pendengar tertarik untuk terus mengikuti jalanya percakapan itu dengan maksud dapat mengetahui kesimpulannya. Hal ini juga dapat menghindarkan kebosanan dan dapat memperbaharui semangat.
c)      Metode hiwar (dialog) dapat membangkitkan berbagai perasaan dan kesan seseorang, yang akan melahirkan dampak pendagogis yang turut membantu kukuhnya ide tersebut dalam jiwa pendengar/pembaca serta mengarahkan kepada tujuan akhir pendidikan.
d)     Bila metode hiwar dilakukan dengan baik, memenuhi etika (akhlak) islam, maka cara berdialog, sikap orang yang terlbat itu akan mempengaruhi peserta sehingga meninggalkan pengaruh berupa pendidikan akhlak, sikap dalam berbicara, menghargai pendapat orang lain dan sebagainya.
2.      Metode Qishah atau cerita
Menurut kamus ibn Manzur (1200 H), kisah berasal dari kata qashsha-yaqushshu-qishshatan, menganndung arti potongan berita yang di ikuti dan pelacak jejak. Menurut al-Razzi (1985:87) kisah merupakan penelusuran terhadap kejadian masa lalu. Dalam pelaksanaan pendidikan karakter disekolah, kisah sebagai metode pendukung pelaksanaan pendidikan memiliki peranan yang sangat penting,karena dalam kisah-kisah terdapat berbagai keteladanan dan edukasi. Hal ini karena terdapat beberapa alasan yang mendukungnya:
a)      Kisah senantiasa memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya. Selanjutnya makna-makna itu akan menimbulkan kesan dalam hati pembaca atau pendengar tersebut.
b)      Kisah dapat menyentuh hati manusia, karena kisah itu menampilkan tokoh dalam konteksnya yang menyeluruh,sehingga pembaca atau pendengar dapat menghayati dan merasakan isi kisah tersebut, seolah-olah dia sendiri yang menjadi tokohnya.
c)      Kisah kurani mendidik keimanan dengan cara: membangkitkan berbagai perasaan seperti khauf, ridho, dan cinta (hub): mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada suatu puncak, yaitu kesimpulan   kisah; melibatkan pembaca atau pendengar ke dalam kisah itu sehinnga ia terlibat secara emosional.
Kisah qurani merupakan suatu cara dalam mendidik anak agar beriman kepada Allah. Bukan semata-mata karya seni yang indah. Menurut An-Nahlawi (1996) dengan mengutip pendapat Syayid Qutd (tt: 117-128) dalam al-Taswir al-Fanni fi al-Quran. Padanya terdapat beberapa tujuan yang in gin dicapai yaitu:
1.      Mengungkapkan kemantaapan wahyu dan risalah. Mewujudkan rasa mantap dalam menerima al-Quran dan utusan Rasul-nya. Kisah-kisah tersebut menjadi salah satu bukti kebenaran wahyu dan kebenaran rasulnya.
2.      Menjelaskan bahwa secara keseluruhan, al-din itu datangnya dari Allah.
3.      Menjelaskan bahwa menolong dan mecintai Rasul-nya menjelaskan bahwa kaum mukminin adalah umat yang satu (ummatan wahidatan) dan Allah adalah rabb-nya.
4.      Kisah-kisah itu bertujaun menguatkan keimanan kepada kaum muslimin, mengghibur mereka dari kesedihan atas musibah yang menimpa mereka.
5.      Mengingatkan bahwa musuh orang mukmin adalah setan; menunjukkan permusuhan abad itu lewat kisah akan tampak lebih hidup dan jelas.
3.      Metode Amtsal atau perumpamaan
Dalam mendidik umat manusia, Allah banyak menggunakan perumpamaan (amtsal), misalnya terdapat firman Allah yang artinya:” perumpamaan orang-orang kafir  itu adalah adalah seperti orang yang menyalakan api.” (Qs. Al Baqarah ayat 17). Dalam ayat yang lain Allah berfirman, yang artinya:” perumpamaan orang yang berlindung kepada selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat  rumah; padahal rumah yang paling lemah itu adalah rumah laba-laba.” (Qs.Al-Ankabut ayat 41).
Metode perumpamaan ini juga baiak di gunakan oleh para guru dalam mengajari peserta didiknya terutama dalam menanamkan karakter kepada meraka. Cara penggunaan metode Amtsal ini hamper sama dengan metode kisah, yaitu dengan berceramah (membacakan kisah) atau membaca teks.[7] Metode perumpamaan ini menurut An-Nahlawi mempunyai tujuan pedagogis diantaranya adalah sebagai berikut:
1)      Mendekatkan makna pada pemahaman:
2)      Merangsang kesan dan pesan yang berkaitan dengan makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut, yang menggugah- menumbuhkan berbagai perasaan ketuhanan;
3)      Mendidik akal supaya berfikir logis dan menggunakan qiyas (silogisma) yang logis dan sehat;
4)      Perumpamaan merupakan motif yang menggerakkan perasaan menghidupkan naluri yang selanjutnya menggugah kehendak dan mendorong untuk melakukan amal yang baik dan menjauhi segala kemungkaran.[8]
4.      Metode uswah atau keteladanan
Dalam menanamkan karakterkepada peserta didik di sekolah, keteladanan merupakan metode yang lebih efektif dan efisien. Karana peserta didik (terutama siswa pada usia pendidikan dasar dan menengah) pada umumnya cenderung meneladani (meniru) guru atau pendidiknya. Hal ini memeng karena secara psikologis siswa memeng senang meniru, tidak saja yang baik, bahkan terkadang yang jeleknya pun mereka tiru.
Sifat anak didik seperti itu diakui oleh islam. Umat islam meneladani Rasulullah Saw, Rasul meneladani al-Quran. Aisyah ra. Pernah berkata bahwa akhlak Rasul itu adalah al-Quran. Pernyataan Aisyah itu benar, karena memang pribadi rasul itu merupakan interprestasi al-Quran secara nyata, tidak hanya cara beribadah, cara kehidupan sehari-haripun kebanaykan merupakan contoh tentang cara kehidupan yang islami.
Guru atau pendidik adalahj orang yang menjadi anutan peserta anak didiknya. Setiap anak mula-mula menggagumi  kedua orang tuannya. Semua tingkah laku orang tua ditiru oleh anak-anaknya. Karena itu orang tua perlu memberikan keteladanan yang baik kepada anak-anaknya. Ketika akan makan misalnya orang tua membaca basmalah, anak menirukannya. Tatkala orang tua shalat, anak di ajak untuk melakukannya, sekalipun mereka belum tau cara dan bacaannya. Tetapi setelah anak itu sekolah maka ia mulai meneladani atau meniru apapun yang dilakukan oleh gurunya. Oleh karenanya guru perlu memberikan keteladanan yang baik kepada para peserta didiknya,agar penanaman karakter baik menjadi lebih efektif dan efisien.
Selain itu, keteladanan juga dapat di tunjukkan dalam perilaku dan sikap pendidik dan tenaga kependidikan dalam memberikan contoh tindakan-tindakan yang baik sehingga di harapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Pendemonstrasian berbagi contoh teledan merupakan langkah awal pembiasaan, jika pendidik dan tenaga kependidikan yang lain menghendaki agar peserta didik berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai karakter, maka pendidik dan tenaga kependidikan yang lain adalah orang yang pertama dan utama memberikan contoh bagaimana berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai tersebut.
5.      Metode pembiasaan
Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Metode pembiasaan ini berintikan pengalaman. Karena yang di biasakan itu ialah sesuatu yang diamalkan. Dan inti kebiasaan adalah pengulanagn. Pembiasaan menempatkan manusia sebagai sesuatu yang istimewah, yang dapat menghemat kekuatan, karena akan menjadi kebiasaan yang melekat dan spontan, agar kegiatan itu dapat di lakukan dalam setiap pekerjaan. Oleh karenanya, menurut para pakar, metode ini sanagt efektif dalam rangka pembinaan karakter dan kepribadian anak. Orang tua membiasakan anak-anaknya untuk bangun pagi. Maka bangun pagi itu akan menjadi kebiasaan.
Rasulullah mengajarkan agar para orang tua” pendidik” mengajarkan shalat kepada anak-anak dalam usia tujuh tahun ,”suruhlah anak-anak kalian melaksanakanm shalat dalam usia tujuh tahun, dan pukullah mereka apabila meninggalkannya ketika meraka berumur sepuluh tahun, dan pisahkannlah tempat tidur mereka “ (HR Abu Dawud). Membiasakan anak-anak melaksanankan terlebih di lakakukan secara berjamaah itu penting,karena dengan kebiasaan ini akan menbangun karakter yang melekat dalam diri mereka.
6.      Metode ‘ibrah dan mau’idah
Menurut an-Nahlawi kedua kata tersebut memiliki perbedaan dari segi makna. Ibrah berarti suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang disaksikan, dihadapi dengan menggunakan nalar yang menyebabkan hati mengakuinya. Adapun kata mau’idhoh ialah nasihat yang lembut yang di terima oleh hati dengan cara menjelaskan pahala atau ancamannya.
7.      Metode Targhib dan tarhib (janji dan ancaman)
Targhib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai dengan bujukan. Tarhib ialah ancaman karena dosa yang dilakukan. Targhib dan tarhib bertujuan agar orang mematuhi aturan Allah. Akan tetapi keduanya mempunyai titik tekan yang berbeda. Targhib agar melakukan kebaikan yang di perintahkan Allah, sedang tarhib agar menjauhi perbuatan jelek yang di larang oleh Allah.
Metode ini di dasarkan atas fitrah manusia, yaitu sifat keinginan kepada kesenangan, keselamatan, dan tidak menginginkan kesedihan dan kesengsaraan. Targhib dan tarhib dalam pendidikan islam memiliki perbedaan dengan metode hukuman dalam pendidikan barat. Perbedaan mendasar menurut Ahmat tafsir adalah targhib dan tarhib bersandar kepada ajaran Allah, sedangkan ganjaran daan hukuman bersandarkan ganjaran dan hukuman duniawi. Sehingga perbedaan tersebut memiliki implikasi yang cukup penting:
a)      Targhib dan tarhib lebih teguh karena mempunyai dasar yang transenden. Sedangkan ganjaran dan hukuman hanya bersandarkan sesuatu yang bersifat duniawi. Targhib dan  tarhibmengandung aspek iman, sedangkan metode hukuman dan ganjaran tidak mengandung aspek hukuman. Oleh karena itu targhib dan tarhib  lebih besar pengaruhnya.
b)      Secara operasional targhib dan tarhib sangat mudah dilaksanakn dari pada metode hukuman dan ganjaran,karena materi targhib dan tarhib sudah ada dalam al-Quran dan hadis nabi, sedangkan metode hukuman dan ganjaran dalam metode barat harus di temukan oleh guru.
c)      Targhib dan tarhib lebih universal, dapat digunakan kepada siapa saja, dan dmna saja. Sedangkan metode hukuman dan ganjaran harus disesuaikan dengan orang tertentu dan tempat tertentu.
d)     Di pihak lain, targhib dan tarhib lebih lemah dari pada hukuman dan ganjaran. Karena hukuman dan ganjaran lebih nyata dan langsung waktu itu juga, sedangkan pembuktian targhib dan tarhib kebanyakan gaib dan diterima nanti di akhirat.[9]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan:
Istilah metode secara sederhana sering diartikan cara yang cepat dan tepat. Dalam bahasa arab istilah metode di kenal dengan istilah thoriqah yang berarti lamgkah-langkah strategis untuk melakukan suatu pekerjaan. Akan tetapi menurut Ahmad tafsir jika di pahami dari asal kata method (bahasa inggris)ini mempunyai pegertian yang lebih khusus, yakni cara yang tepat dan cepat dalam mengerjakan sesuatu.
Menurut bahasa (etimologis) istilah karakter berasal dari bahasa latin kharakter, kharassein, dan kharax, dalam bahasa yunani character dari kata charasein, yang berarti membuat tajam dan membuat dalam.dalam kamusa besar bahasa Indonesia departemen pendidikan nasional kata karakter bearti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau bermakna bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat,tabiat, temperamen, watak. Maka karakter artinya memiliki kepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak.
Sementara menurut istilah (terminologis) terdapat beberapa pengertian tentang karakter, sebagaimna telah dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya adalah Horby and Parnwell (1972) mendefinisikan karakter adalahkualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi.
Adapun ragam metode yang digunakan dalam Pendidikan Karakter adalah:
a.       Metode hiwar atau percakapan
b.      Metode Qishah atau cerita
c.       Metode Amtsal atau perumpamaan
d.      Metode uswah atau keteladanan

B.     Saran
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan oleh karena itu saran dan kritik dari teman-teman pembaca sangat di harapkan demi perbaikan makalah ini kedepannya.



DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Heri, Pendidikan Karakter “Konsep dan Implementasi”, Bandung: Alfabeta, 2012
Nahlawi, Abdurrahman Al-, Pendidikan Islam di rumah, Sekolah dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insanio Press, 1996
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004




[1] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 155
[2] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 8
[3] Ramayulis,Op. Cit., h. 156
[4] Ahmad Tafsir, Op. Cit., h. 131
[5] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter “Konsep dan Implementasi”, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 87-88
[6] Abdurrahman Al-Nahlawi, Pendidikan Islam di rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insanio Press, 1996), h. 284-413
[7] Ahmad Tafsir, Op Cit., h. 142
[8] Abdurrahman Al-Nahlawi, Op Cit., h. 335
[9] Ahmad tafsir, Op Cit., h. 147

1 komentar so far

Terimakasih, artikel ini sangat bermanfaat bagi para Guru. Terutama guru SD, karena usia SD merupakan pembentukan fondasi karakter seseorang.

Salam Hangat,

dasarGuru


EmoticonEmoticon