Senin, 06 Oktober 2014

Pendidikan Eksklusif

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.
      Pendidikan Eksklusif adalah pendidikan yang istimewa, sendirian, yang bersifat tertutup atau terpisah dengan yang lain. Contoh dari pendidikan Eksklusif adalah Home schooling. Home schooling adalah salah satu pendidikan yang berbentuk pendidikan Eksklusif, pendidikan Home scholing ini tidak kalah keunggulannya dengan pendidikan formal (dalam sekolah), Home Schooling biasanya dijadikan pendidikan alternative  bagi orang tua, karena biasanya pendidikan formal (dalam sekolah) tidak semuanya berjalan dengan efektif dan efesien, serta banyak juga pendidikan formal yang kekurangan fasilitas – fasilitas sehingga output dari sekolah formal biasanya kurang baik. Maka dari itu banyak orang tua yang mengambil jalan Alternatif dengan cara Home Schooling (sekolah rumah).
Timbulnya pendidikan eksklusif dikarenakan, banyaknya manusia di muka bumi ini yang memiliki jabatan/pekerjaan sehingga dengan pekerjaan – pekerjaan yang mereka miliki membuat mereka menjadi sibuk dan dengan kesibukan mereka masing-masing mereka mengambil jalan pintas pendidikan yang berbentuk eksklusif.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan penddidikan eksklusif ?
2.      Berikanla Contoh pendidikan yang berbentuk eksklusif ?
3.      Sebutkan kekurangan dan kelebihan pendidikan eksklusif ?.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengrtian Pendidikan Eksklusif.
Pendidikan adalah hidup, pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup yang mempengaruhi pertumnuhan individu.[1]
Menurut Longeveld beliau mengatakan bahwa mendidik adalah memberi pertolongan secara sadar dan sengaja kepada seorang anak (yang belum dewasa) dalam pertumbuhannya menuju kearah kedewasaan dalam arti dapat berdiri sendiri dan bertanggungjawab susila atas segala tindakannya menurut pilihannya sendiri. Defenisi yang lain adalah menuntun seluruh kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar supaya mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat mendapat keselamatan dan kebahagiaan setinggi tingginya. sementara itu Undang-Undang RI Nomor 2 tahun 1989 mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya dimasa akan datang.
            Dari tiga defenisi ini mendidik tersebut di atas, ternyata dua di antaranya membatasi pendidikan sampai dengan dewasa, artinya kalau seseorang sudah dewasa dalam arti sudah bisa berdiri sendiri dan bertanggung jawab susila atas segala tindakan yang dipilihnya sendiri , baik untuk kepentingan diri maupun sosial, maka pendidikan dihentikan. Sementara itu satu defenisi yang baru tidak membatasi sampai umur berapa seseorang layak untuk dididik, kata untuk masa yang akan datang juga mengacu kepada tidak adanya batasan umur seseorang untuk mendidik. Jadi, pendidikan itu berlangsung seumur hidup bahkan juga termasuk pendidikan dalam kandungan.[2]
            Perlu pula ditekankan disini bahwa pendidikan itu bukanlah sekedar membuat peserta didik dan warga menjadi sopan, taat, jujur, hormat, setia, dan sebagainya. Tidak juga bermaksud hanya membuat mereka tahu Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan seni serta mampu mengembangkannya. Mendidik adalah membantu peserta didik dan warga belajar dengan penuh kesadaran, baik dengan alat atau tidak, dalam kewajiban mereka mengembangkan dan menumbuhkan diri untuk meningkatkan kemampuan serta peran dirinya sebagai individu, anggota masyarakat, dan umat Tuhan. Mendidik adalah semua upaya untuk membuat peserta didik mau dan dapat belajar atas dorongan diri sendiri untuk mengembangkan bakat, pribadi dan potensi-potensi lainnya secara optimal kearah yang kreatif.
Sedangkan menerut para ahli yang lain yaitu :
a.       Driyakarya mengatakan bahwa, pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda. Pengangkatan manusia bersifat insani itulah yang disebut mendidik.
b.      Dioctinary of education menyebutkan bahwa pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk – bentuk tingkalaku lainnya didalam masyarakat dimana iya hidup, proses social dimana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang dating dari sekolah). Sehingga iya dapat memperoleh atau menangani perkembangan kemampuan social dan kemampuan individu yang optimum.[3]
c.       Crow and Crow menyebut pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat dan budaya serta kelembagaan social dari generasi kegenerasi.
d.      KH. Hadjar Dewantara dalam kongres taman siswa yang pertama pada tahun 1930 menyebutkan : pendidikan umumnya berarti daya untuk mengajukan pertumbuhannya budi pekerti (kekuatan batin, karaktek), pikiran, dan tubuh anak – anak dalam taman siswa tidak boleh dipisah pisahkan bagian itu agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya.
e.       Didalam GBHN 1973 disebutkan bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Dari uraian diatas, maka pendidikan dapat diartikan sebagai.
a.       Suatau proses pertumbuhan yang menyesuaikan dengan lingkungan.
b.      Suatu pengarahan dan bimbingan yang diberikan kepada anak dan pertumbuhannya
c.       Suatu usaha sadar untuk menciptakan suatu keadaan atau situasi tertentu yang dikehendaki oleh masyarakat.
d.      Suatu pembentukan kepribadian dan kemampuan anak dalam menuju kedewasaan.[4]
Pendidikan bukan hanya dipandang sebagai usaha pemberian informasi dan pembentukan keterampilan saja, namun diperluas sehingga mencakup usaha untuk mewujudkan keinginan, kebutuhan dan kemampuan individu sehingga tercapai pola hidup pribadi dan social yang memuaskan, pendidikan bukan sematamata sebagai sarana untuk persiapan kehidupan yang akan datang, tetapi kehidupan anak sekarang yang sedang mengalami perkembangan menuju ketingkatan kedewasaanya berdasarkan pengertian tersebut diatas dapat diberikan cirri atau unsur umum dalam pendidikan :
a.       Pendidikan mengandung tujuan yang ingin dicapai, yaitu individu yang kemampuan – kemampuan dirinya berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingannya hidupnya sebagai seorang individu, warga Negara, atau warga masyarakat.
b.      Untuk mencapai tujuan tesebut, pendidikan perlu melakukan usaha – usaha yang disengaja dan berencana memilih isi  (materi), strategi kegiatan dan teknik penilaian yang sesuai.
c.       Kegiatan tersebut dapat diberikan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat, pendidikan formal dan pendidikan non formal.[5]
Dengan adanya penjelasan di atas mengenai pendidikan , begitu sangat jelas bahwa pendidikan sangat dibutuhkan oleh manusia, karena pada hakikatnya manusia adalah :
a.       Mahluk paling mulia di alam ini, Allah telah membekalinya dengan keistimewaan – keistimewaan yang menyebabkan iya mengungguli mahluk lain.
b.      Kemuliaan manusia atas mahluk lain adalah karena manusia diangkat sebagaai khalifah (wakil Allah) yang bertugas memakmurkan bumi atas dasar ketaqwaan.
c.       Manusia adalah mahluk berpikir yang menggunakan bahasa sebagai media.
d.      Manusia adalah mahluk tiga dimensi seperti segitiga sama kaki yang berdiri dari tubuh,akal dan ruh.
e.       Manusia mempunyai motivasi  dan kebutuhan.
f.       Manusia sebagai individu berbeda dengan manusia lainnya karena factor keturunan dan lingkungan.
g.      Manusia mempunyai sifat luwas dan selalu berubah melalui proses pendidikan.[6]
Setiap manusia sangat membutuhkan pendidikan, karena dengan pendidikan manusia akan lebih terara membawa kehidupannya, mulai dari kepribadiannya (moral, etika). Cara berfikir, dan lain sebagainya.
Pendidikan eksklusif adalah pendidikan yang istimewa, sendirian, yang bersifat tertutup atau sendirian. seperti home schooling (sekolah rumah).[7]
B.     Pembagian Pendidikan.
Menurut Undang – Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, jenis pendidikan terbagi menjadi tiga jalur. Yaitu :
·         Jalur Pendidikan Formal.
·         Jalur Pendidikan Non Formal.
·         Jalur Pendidikan Informal.
Pendidikan Formal adalah jalur pendidikan yang berstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Di mayarakat pendidikan formal biasa dikenal sebagai SD, SMP, SMA. Perguruan Tinggi. Dalam pendidikan formal siswabelajar dan dididik menurut kurikulum tertentu diadakan di sekolah, serta belajar menurut materi ajar dan jadwal yang ditetapkan sebelumnya.
Pendidikan Non Formal seperti dalam UUD Sisdikna No 20 tahun 2003, pasal 26 ayat 1-6 adalah layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau. pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan Non Formal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan Non Formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja, pendidikan keseteraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan  Non Formal terdiri atas :
-           lembaga khursus.
-          lembaga pelatihan keluarga belajar
-          pusat kegiatan belajar masyarakat
-          dan majelis taklim,
-           serta satuan pendidikan yang sejenis
Hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang di tunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu kepada standar pendidikan Nasional.
C.     Perbedaan Individual di sekolah.
            Adanya perbedaan di individual di sekolah, dapat kita simpulkan dari kenyataan adanya perbedaan – perbedaan nilai dari pekerjaan – pekerjaan yang dikerjakan oleh anak – anak dalam satu kelas tertentu. Dari penyelidikan - penyelidikan yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa baik di sekolah dasar, sekolah menengah maupun di sekolah tinggi perbedaan – perbedaan yang bersifat individual ini tetap ada. Perbedaan – perbedaan individual itu, tidak hanya terdapat pada satu tingkatan sekolah sebagai satu kesatuan, tetapi juga ada masing – masing kelasnya. Bahkan dapat dikatakan bahwa kita tidak mungkin  untuk membentuk suatu kelas yang betul – betul homogen.[8]
            Dengan adanya perbedaan – perbedaan individual tersebut yang tidak memungkinkan untuk terbentuknya suatu kelas yang homogen, maka sistim pendidikan klasikal akan menjadi kurang tepat dan kurang efektif. Dengan sistem klasikal, dimana sejumlah anak dengan perbedaan – perbedaan  individual yang ada pada mereka, diberi pelajaran yang sama, dalam waktu yang sama, dengan perlakuan –perlakuan yang sama, dan sebagainya yang serba seragam ternyata hasilnya akan berbeda.ada sebagian yang bisa menyelesaikan pelajaran dengan hasil yang baik, ada yang hanya mendapatkan hasil pas pasan saja bahkan ada yang hasilnya kurang memuaskan bahkan ada yang tidak berhasil sama sekali mengikuti pelajaran. Oleh karna itu perbedaan –perbedaan individual itu, menuntut diberlakukannya sistem pendidikan individual. Namun sistem pendidikan individual, sulit bahkan tidak mungkin dilaksanakan secara merata kepada seluruh rakyat. Dengan demikian problema perbedaan individual di sekolah tersebut, menuntut adanya cara – cara tertentu untuk mengatasinya.
            Beberapa usaha untuk mengatasi problem individual tersebut, maka antara lain :
1)      Montessori, seorang ahli pendidikan bangsa Italia, berusaha untuk memberikan pendidikan yang bersifat individual kepada anak, untuk menggantikan sistem pendidikan yang bersifat klasikkal. Ditinjau dari segi perbedaan individual yang ada pada anak – anak usaha untuk memberikan pendidikan secara individual tersebut memang baik. Tetapi jika ditinjau dari segi lain usaha tersebut mempunyai kelemahan yaitu bahwa jika pendidikan individual ditetapkan pada seluruh macam sekolah makah biaya pendidikan akan terlalu mahal dan tenaga guru yang diperlakukanpun akan sangat besar jumlahnya, disamping itu, dengan sistem individual ini, sifat sosial/kegotong-royongan anak tidak dapat di kembangkan dengan baik. [9]
2)      Usaha lain untuk mengetahui problema perbedaan individual di sekolah, ialah dengan jalan mengadakan/membentuk rombongan yang homogen. Kelompok homogen ini bisa dibentuk dengan melalui testing terlebih dahulu. Namun pelaksanaan dan faedah cara ini,masih merupakan pertanyaan yang besar, karena rombongan/kelompok yang benar – benar homogen hanya ada dalam bayangan saja. Meskipun kita membentuk kelompok homogen tersebut atas dasar kesamaan kecerdasannya, misalnya,ternyata anak – anak yang masuk ke dalam rombongan/kelompok itu, masih tetap terdapat fariasi yang banyak sekali dalam kecerdasannya.
3)      Miss Helen Parkhust, mencoba mengadakan sistem pendidikan campuran antara sistem pendidikan klasikal dengan sistem pendidikan individual yang disebut sebagai sistem Dalton. Dalam sistem ini, anak – anak diberikan pendidikan secara individual dan disamping itu, vak – vak tertentu yang di anggap perlu, diberikan pelajaran secara klasikal. Dengan sistem dalton ini, problema tidak naik kelas bisa di atasi, karena setiap anak diberi kesempatan untuk menyelesaikan pelajarannya sesuai dengan kemampuannya masing – masing. Kelemahan sistem ini, adalah bahwa pekerjaan guru pada umumnya terlalu berat.[10]
4)      Usaha terbaru yang dukembangkan untuk mengatasi problema pelajaran individual di sekolah, adalah dengan menggunakan sistem kredit, dengan rencana pembelajaran yang sangat luas dalam sistem kredit ini sekolah menentukan banyaknya kredit untuk setiap tingkatan pendidikan tertentu ; dan waktu untuk menyelesaikan/mencapai jumlah kredit itutergantung pada kemampuan anak masing – masing dalam sistem kredit ini, setiap mata pelajaran diberi bobot kreditnya masing – masing di tetapkan pula mata pelajaran wajib yang diiikuti oleh setiap anak; disamping itu ada pula mata pelajaran kalian yang disesuaikan dengan bakat dan pilihan masing-masing anak ; juga diberi kesempatan untuk mengikuti pelajaran – pelajaran lain yang dikehendaki. dengan cara demikian diharapkan bakat-bakat yang berbeda serta minat- minat yang bermacam – macam dapatberkembang dengan sebaik – baiknya. Dengan sistem ini anak berkembang mengambil mata pelajaran dengan sistem ini anak dapat mengambil mata pelajaran, sesuai dengan kemampuan masing – masing. Seorang anak yang cerdas bisa mengambil mata pelajaran yang lebih banyak dari seorang anak yang kurang cerdas ; sehingga waktu penyelesaian suatu tingkatan pelajar atau program studi tidak sama, antara anak yang satu dengan lainnya. Misalnya untuk mencapai gelar sarjana strata 1, ditetapkan 150 kredit, maka anak atau sarjan mahasiswa yang cerdas, akan menyelesaikan kuliahnya. Selama 4 tahun /8 semester sedangkan anak/mahasiswa yang kurang cerdas mungkin akan memerlukan waktu yang lebih banyak, mungkin 5 tahun atau lebih.
usaha – usaha  yang paling baik dan efektif untuk mengatasi problema perbedaan individual di sekolah, tidak dapat di tetapkan secara pasti; hal ini tergantung pada tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Jika tujuan pendidikan, berorientasi pada pengambangan daya intelektual yang tinggi, menampakkan usaha mengadakan kelompok homogen berdasarkan kecerdasan, akan merupakan usaha yang baik dan efektif. Jika tujuan pendidikan berorientasi pada pengembangan individuan yang seluas – luasnya ,tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat, maka sistem pendidikan individual, adalah yang paling tepat. Namun apabila tujuan  pendidikan untuk mengembangkan sifat – sifat individual dan social secara seimbang, sistem Dalton dan sistem kredit akan lebih efektif .[11]
D.    Pentingnya Pendidikan
dan mendidik. Mahluk itu adalah manusia. Dialah yang memiliki potensial dapat didik dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah dimuka bumi, pendukung dan pengembang kebudayaan. Iya dilengkapi dengan fitrah Allah beberapa bentuk fitrah Allah, beberapa bentuk atau wadah yang dapat diisi dengan berbagai kecakapan dan keterampilan yang dapat berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai mahluk yang mulia.[12]
Manusia adalah mahluk yang sangat menarik. Oleh karena itu, iya telah menjadi sasaran studi sejak dahulu, kini dan kemudian hari. Hampir semua lembaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan hidupnya.[13]
Secara alamiah manusia dan berkembang sejak dalam kandungan sampai meninggal, mengalami proses tahap demi tahap. Demikian pula kejadian alam semesta ini diciptakan tuhan melalui proses setingkat demi setingkat. Pola perkembangan manusia dan kejadian alam semesta yang berproses demikian berlangsung diatas hukum alam yang ditetapkan oleh Allah sebagai “sunnahtullah”.
Pendidikan sebagai usaha  membina dan mengembangkan pribadi manusia ; aspek rohania dan jasmania,  juga berlangsung secara bertahap. Oleh karena itu, suatu kematangan yang bertitik pada akhir optimalisasi perkembangan/pertumbuhan baru dapat tercapai bilamana berlangsung melalui proses demi proses kearah tujuan akhir perkembangan/pertumbuhannya.[14]
Pendidikan sangat diperlukan karena seorang anak manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya.
a.       Anak manusia lahir tidak di lengkapi insting yang sempurna untuk dapat menyesuaikan diri dalam menghadapi lingkungan.
b.      Anak manusia perlu masa belajar yang panjang sebagai persiapan untuk dapat secara tepat berhubungan dengan lingkungan secara konstruktif.
c.       Awal pndidikan terjadi setelah anak manusia mencapai penyusuaian jasmani (anak dapat berjalan sendiri, makan sendiri, dapat menggunakan tangan sendiri) atau mencapai kebebasan fisik dan jasmani.
“letak kebahagiaan manusia adalah pada semangat untu meraih perkara yang bermanfaat bagi dirinya, baik untuk kehidupan dunia maupun akhirat”, kutipan perkataan Ibnu Qayyim ini relevan dengan konsep dari pemerolehan sebuah ilmu, ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia, berbicara mengenai ilmu, maka tidak hanya orang dewasa saja mampu mendapatkannya, karena ilmu bagian dari pengetahuan maka seorang anak kecilpun telah mempunyai berbagai pengetahuan sesuai dengan tahap pertumbuhan dan kecerdasannya, oleh karena itu pengetahuan mengenai apa yang diketahui seseorang merupakan hasil dari usaha mencari tahu segala bentuk yang ingin diketahuinya agar manusia tersebut mampu mengenal jati dirinya, mampu bermanfaat, untuk kehidupan sekarang (dunia) dan masa depannya (akhirat).
Baik ilmu maupun pengetahuan tak lepas dari ruang lingkup kehidupan pendidikan, pendidikan salah satu komponen kebutuhan manusia yang harus dipenuhi selain makan, minum, istirahat, dan lain sebagainya. Lantas pertanyaannya mengapa pendidikan merupakan kebutuhan manusia bukan hewan atau tumbuhan?, karena manusia satu – satunya mahluk yang diciptakan Allah swt dengan perangkat lengkap, memiliki akal, akal manusia digunakan untuk berfikir dan mencerna segala konsep yang diterima oleh lima panca inderanya, sedangkan hewa memiliki alat indera namun tidak memiliki akal tersebut. Itulah sebabnya mengapa  manusia mampu berkembang pesat ketimbang mahluk hidup yang lainnya. Perlu diketahui bersama bahwa pada waktu lahir seorang bayi hanya memiliki 40% dari otak dewasanya sedangkan mahluk lain dibekali  70% dari otak dewasanya, dari sinilah dapat dihubungkan bahwa anak manusia harus banyak melakukan proses pembelajaran lebih keras agar menjadikan otaknya bernilai 100% dari otak dewasanya . .[15]
Jika ingin berhitung mengenai persenan otak bayi yang baru lahir hingga usia dewasanya dari 40% sudah berapapersenkah perkembangan otak kita saat ini? Apakah benar – benar sudah mencapai 100% jika belum, maka pendidikanlah yang sangat mengambil peranan dalam perkembangan otak manusia ini. Berperannya pendidikan tentu saja mengandung banyak aspek dan sifat yang  kompleks, oleh karena itulah ada batasan pendidikan yang berbeda berdasar  fungsinya.
1.      pertama, pendidikan sebagai proses transformasi budaya, ini diartikan bahwa pendidikan sebagai kegiatan pewarisan budaya, ini diartikan bahwa pendidikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari suatu generasi kegenerasi yang lain.
2.      Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi merupakan sesuatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian manusia.

3.      Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara yang merancang kegiatan yang terencana untuk membekali seseorang agar menjadi warga negara yang baik.
4.      Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja untuk membimbing seseorang sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja.
Berdasarkan kesempatan peranan pendidikan tersebut maka dibutuhkan sebuah pendekatan yang mampu mensinergikan peran fungsi pendidikan itu sendiri. Pendidikan yang dilaksanakan penyelengaraan penddidikan bisa dilakukan denganberbagai cara atau metode, permasalahnnya terletak pada variasi metode yang lahir pada saat ini minim nilai ketauhidan kepada yang maha esa. Keminiman ini menurut saya terjadi akibat tidak mampunya tenaga pendidikan (pengajar/guru) dalam mengikuti perputaran modernisasi menuju globalisasi pendidikan. Artinya, pendidikan harus segara ‘disuntikkan’ kedalam proses belajar mengajar oleh guru.[16]
E.     Home Scholing.
Istilah Home Scholing berasal dari bahasa Inggris yang berarti sekolah rumah dilegal juga dengan nama Homescholing, home – based education, home education, home scholing Unscho – ling, deschooung a form alternative education, sekolah mandiri atau sekolah rumah. Pengertian umum home scholing adalah model pendidikan sebuah keluarga, dimana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basisi pendidikannya. Memilih untuk bertanggung jawab berarti orang tua bertindak langsung menetukan proses penyelenggaraan pendidikan, penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai – nilai yang hendak di kembangkan, kecerdasan dan keterampilan, kurikulum dan materi, serta metode dan praktek belajar (Sumardiono dalam simbolon : 2008), sedangkan menurut Daryono home schooling merupakan pendidikan berbasis rumah yang memungkinkan anak berkembang sesuai dengan potensi diri mereka masing – masing.
Home schooling bukanlah sekedar mengungkung anak di rumah, mengundang guru privat yang mahal, dan model belajar artis yang malas pergi kesekolah, sebagai sebuah gagasan dalam praktek, home schooling jauh lebih subtantif dibandingkan persepsi yang berkembang dimasyarakat itu.
Home schooling adalah gerakan “back to basice” memasuki kembali esensi – esensi pembelajaran yang tidak dipasung oleh tempat belajar, Administratif dan ritual – ritual (baju seragam) uang gedung, buku baru, ijazah, wisuda, dll. Yang semakin menggantikan esensi proses belajar, dengan moto belajar dimana saja, kapan saja, bersama siapa saja. Home schooling kesempatan proses belajar yang kontekstual dan penggunaan kehidupan seharian sebagai sumber belajar.
Sementara model sekolah bersifat masal dan mengajar standar – standar eksternal seperti pabrik. Home schooling memberikan peluang peluang untuk kostumisasi pendidikan. Mulai aspek penentuan tujuan, pemilihan materi ajar, metode-metode yang digunakan dalam proses belajar, home schooling memberikan kesempatan kepada orang tua untuk menghargai keragaman jenis kecerdasan anak (multipleintelligences) yang tak mungkin di kembangkan dalam pendidikan masal.[17]
Home schooling bukanlah merubah orang tua menjadi guru untuk proses belajar anak – anak karena kemampuan orang tua pasti terbatas. Peran utama orang tua  daalam home schooling adalah menjadi mentor dan fasilitator. Proses utama dan pembelajaran home schooling adalah menumbuhkan dan menggerakkan spirit belajar anak – anak sehingga anak – anak dapat menjadi pembelajar mandiri dengan model sekolah, home schooling justru semakin mudah dilaksanakan pada saat anak semakin mandiri.
Karena home schooling dibangun dengan keluarga sebagai entitas penggerak kegiatan belajar, home schooling meniscayakan keragaman dan system terdistribusi. Tak ada pusat dan model standar home schooling karena setiap keluarga bebas merancang sesuai tujuan – tujuan pendidikan keluarga yang khas, yang ada adalah entitas otonom yang saling berinteraksi dalam proses penyelenggaraan pendidikan.
Manusia adalah mahluk yang unik, memiliki karakteristik masing – masing kemampuan yang berbeda, serta kebutuhan yang berbeda pula maka bukanlah hal yang mengejutkan jika ada sekelompok siswa yang tidak cocok dengan sistem pendidikan formal maupun nonformal. Jika siswa tidak dapat mengikuti pendidikan formal di sekolah karena alasan tertentu, iya berhak memili pendidikan alternatif lain yang dapat memenuhi haknya sebagai warga negara untuk belajar.karena setiap anak berhak mendapatkan pendidikan, dalam bentuk apapun. Hal ini sesuai dengan undang – undang Negara republik indonesia pasal 31 ayat 1 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.[18]
F.      Sejarah Homeschooling.
Kemunculan homescholing atau home education yang ditulis olehmary griffith dalam buku berjudul “The Unschooling handbook, howe to use the whole world as your child’s clasroom”. Sekolah rumah tidak menjadi sebuah gerakan sampai tahun 1970-an saat pendidik bernama Jont Holt, mulai mengenalkan konsep sekolah rumah pada publik Holt yakin bahwa reformasi pendidikan yang terpusat pada anak –anak, yang dia percaya diperlukan, tidak akan bahkan terjadi didalam perprogaman wajib belajar di sekolah formal konversional.
Pada tahun 1997, Holt mulai mempublikasikan buletin berita yang dinamai “Growing Without Scholing” (tumbuh tanpa sekolah) untuk keluarga – keluarga yang mempunyaiide-ide untuk membantu anak –anak mereka belajar diluar sekolah.
Ide – ide Holt mempengaruhi banyak orang tua yang  beraliran puritan yang menganggap bahwa sekolah – sekolah formal di Amerika saat itu telah gagal mencetak siswa yang mempunyai kemandirian dalam belajar dan cenderung brobok dalam moralitas menurut beberapa sumber diperkirakan di Amerika Sekrikat sekarang ini ada 1,5 juta sampai 2 juta anak yang bersekolah di rumah jumlah yang cukup besar tersebut merupakan data resmi jumlah siswa yang mengikuti kurikulum untuk bersekolah di rumah, karena para orang tuaingin agar sistem pendidikan mempunyai konsep dan visi yang jelas.
Di negara kita konsep sekolah rumah sudah diterapkan lama oleh sebagian kecil masyarakat kita tengok saja di pondok – pondok pesantren para kiai secara khusus telah mendidik anak – anaknya sendiri karena merasa lebih mengenal dan puas bisa mengajarkan ilmu pada putra sendiri dari pada sekedar mempercayakan pada orang lain.
Tokoh – tokoh terkenal  seperti  Agus Salim, KH Dewantara atau Buya Hamka juga mengembangkan cara belajar dengan sistem persekolahan di rumah ini metode ini dijalankan bukan sekedar agar anak didik lulus ujian kemudian mendapatkan ijazah, namun agar lebih mencintai dan punya semangat yang tinggi dalam mengembangkan ilmu yang dipelajari.[19]
            Bagi keluarga – keluarga yang telah menerapkan konsep ini, pendidikan yang mereka jalani adalah pendidikan yang penuh pemikiran, permainan bebas dan eksplorasi ini melepaskan kekakuan kalimat yang sering diucapkan guru di kelas seperti  “kalian seharusnya”, “kaalian sebaiknya”  atau “anak – anak, pelajaran kita hari ini adalah “adalah kenapa demikian? Karena homeschooling pada dasarnya merupakan metode pembelajaran yang menekankan pada masalah sikap dan pendekatan belajar yang lebih mandiri di homeschooling pelajar bisa memiliki materi pelajaran apa yang mau dikaji tiap harinya sesuai  dengan minatnya, sederhananya sekolah rumah menampatkan wewenang di tangan si pembelajar.
Salah satu contoh menarik adalah cerita yang dimuat di kompas (13/3/2005) mengenai Wanti Wowor (39) ibu empat anak yang berhasil mendidik 2 anaknya, fini dan fina sejak kecil belajar di rumah sampai akhirnya melanjutkan sekolah desain model di Esmond Jakarta, sedangkan fina diterima di universitas Indonesia program internasional kelebihan yang ada pada mereka dibandingkan mahasiswa yang sebelumnya telah terbiasa mengikuti  sekolah formal konversional adalah kemandirian yang sesuai dalam belajar, kedisiplinan yang tinggi dalam mengerjakan tugas – tugas perkuliahan dan juga telah lebih berani mengemukan pendapat dan berdebat.[20]
G.    Dasar Hukum Home Scholing.
Keberadaan home schooling dimata hukum Indonesia yaitu dalam UUD Sisdiknas No 20 tahun 2003 pasal 29. Home schooling termasuk kategori pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri, Negara tidak mengatur proses pembelajarannya, dari hasil pendidikan informal diakui  sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Selanjutnya ketentuan mengenai kesetaraan diatur dalam undang-undang No. 28 tahun 2003 tentang system pendidikan  nasional , pasal 26 ayat  (6) : hasil pendidikan nonformal dapat dihargai dengan setara hasil pendidikan formal  setelah melalui proses penilaiaan penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah/ pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
Tak ada standar system home scholling karena, home schooling pada dasarnya adalah system yang bersifat eustomized, bagi orang tua yang menginginkan alat uji dengan system pendidikan formal sekolah reguler, anak-anak dapat mengikuti ujian paket A (setara SD), paket B (setara SMP), paket C (setara SMU), dan ijazah paket ujian persamaan ini diakui dan dapat digunakan
untuk melanjutkan ke sekolah reguler jenjang  selanjutnya.[21]
H.    Kurikulum Dan Materi Pembelajaran Home Scholing.
Kurikulum pembelajaran home schooling adalah kurikulum yang di desain sendiri namun tetap mengacu pada kurikulum nasional, penelitian yang dilakukan Dr. Briyan Ray menunjukkan bahwa mayoritas home schoolers (71%) memilih sendiri materi pembelajaran dan dari kurikulum  yang tersedia,kemudian melakukan pengusuaian agar sesuai dengan kebutuhan anak-anak dan keadaan keluarga selain itu, 24% diantaranya menggunakan paket lengkap yang dibeli dari lembaga penyediaan kurikulum dan materi ajar. Sekitar 3% menggunakan materi dari sekolah satelit (portner home scholing) atau program khusus yang dijalankan oleh sekolah suasta setempat.
Proses belajar yang dilakukan home schooling, mengacu pada kurikulum sekolah kurikulum apa yang harus diacu oleh keluarga home schooling? Pilihannya tersera pada setiap keluarga. keluarga dapat memilih home schooling yang emngacu pada kurikulum nasional atau kurikulum lain, semisal kurikulum Cambridge IGCSE yang digunakan oleh sekolah  - sekolah internasioanal di Indonesia. Selain Cambridge IGCSE, banyak jenis kurikulumlain yang dibuat oleh pembuat kurikulum (curriculum provider) yang diakui Negara pembuatnya.
            Jika hendak mengacu pada kurikulum tertentu keluarga HS/HE ddapat menetukan pilihan kurikulum mana yang diacu. Jika kurikulum nasional yang diacu maka hanya ada satu jenis kurikulum yang dibuat oleh Depdiknas, yaitu kurikulum yang digunakan di sekolah – sekolah. kurikulum ininlah yang perlu diacu oleh keluarga HS/HE.
Kurikulum sekolah ini dapat diperoleh disitus pusat kurikulum Depdiknas (puskur). Ada juga materi kurikulum itu yang dijual di took buku. Cara paling gampang dan praktis untuk mengetahui kurikulum nasional adalah dengan melihat buku – buku pelajaran yang digunakan anak sekolah.
Walaupun menggunakan kurikulum nasional seperti sekolah, kreatifitas dan keluarga homeschooling tetap terbuka banyak aspek didalam proses belajar dalam home schooling yang tetap dapat dimodifasikasi sesuai gaya belajar  anak agar memperoleh hasil yang maksimal.
Keluarga homeschooling dapat menentukan sendiri buku refrensi apa yang paling disukai, waktu belajar dan juga cara mempelajari suatu mata pelajaran. Diluar mata pelajaran yang diujikan dalam ujian persamaan, anak – anak homeschooling tetap dapat mempelajari berbagai hal yang menjadi minat dan perhatiannya.[22]
I.       Model – Model Home Scholing.
Menurut mendiknas, home schooling (sekolah rumah) pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.      Sekolah rumah tunggal. Yaitu layanan pendidikan yang dilakukan orang tua/wali terhadap seorang anak atau lebih terutama di rumahnya sendiri atau di tempat – tempat lain yang menyenagkan peserta didik.
2.      Sekolah rumah majemuk yaitu layanan pendidikan oleh para orangtua / wali terhadap anak – anak dari suatu lingkungan yang tidak selalu bertalian dalam keluarga, yang diselenggarakan beberapa rumah atau di tempat/ fasilitas pendidikan yang ditentukan  oleh suatu komunitas. Pendidikan yang dibentuk atau dikelolah secara lebih teratur dan terstruktur.
masa depannya orangtua memiliki tanggung  jawab sekaligus pilihan untuk memberikan yang terbaik bagi anak – anak home scholing menjadi alternetif  pendidikan yang rasional bagi orang tua yaitu memiliki kelebihan dan kekurangan inheren didalam sistemnya.
·         Kelebihan.
Memberi banyak keluasan bagi anak untuk menikmati pembelajaran tanpa harus merasa tertekan dengan beban – beban yang terkondisi oleh target kurikulum. [23]
-          Menjadikan pendidikan moral atau keagamaan, lingkungan sosial dan suasana belajar yang lebih baik.
-          Menjadikan waktu belajar yang lebih fleksibel.
-          Memberikan tanggungan dan protesi dalam pembelajaran terutama bagi anak yang sakit atau cacat.
-          Menghindari penyakit sosial yang dianggap orangtua dapat terjai di sekolah seperti tawuran, kenakalan remaja (bullying), narkoba, dan pelecehan.
-          Memberikan keterampilan khusu yang menuntut pembelajaran dalam waktu yang lama seperti pertanian, seni, olahraga, dan sejenisnya.
-          Biaya mendidik dapat disesuaikan dengan kondisi keuangan keluarga.
·         Kekurangan.
-          Tidak ada suasana kompetitif sehinggga anak tidak bisa membandingkan sampai diman kemampuannya dibandingkan anak anak lain seusianya.
-          Anak belum tentu merasa cocok diajar orangtua sendiri, apalagi jika pihak orangtua tidak punya pengalaman sebelumnya.
-          Keterampilan dan dinamika bersosialasidengan teman sebagai relatif rendah, ada resiko kurangnya kemampian belajar.
-          Proteksi berlebihan dari orangtua dapat memberikan efek samping ketidak mampuan menyelesaikan sesuatu dan masalah sosial yang kompleks yang tidak terpediksi.[24]
J.       Langkah – Langkah Melakukan Home Scholing.
Pada dasarnya home scholing bersifat unik, setiap keluarga mempunyai latar belakang berbeda sehingga setiap keluarga akan membentuk model home scholing yang baik. Orangtua yang menjalankan homescholing untuk anaknya penting untuk berinteraksi dan membentuk jaringan (networking), sebagai para proteksi home scholing local bersama orangtua lainnya.
Agar kegiatan homescholing bisa memperoleh penilaian dan penghargaan melalui pendidikan dan kesataraan, perlu ditempuh langkah – langkah pembentukan komunitas belajar sebagai berikut.
-           Mendaftarkan kesiapan orangtua untuk menyelenggarakan pembelajaran di rumahah/lingkungan kepada komunitas belajar.
-          Berhimpun dalam suatu komunitas.
-          Mendaftarkan komunitas belajar pada bidang yang menangani kesetaraan pada dasar pendidikan yang kabupaten/kota setempat.
-          Mengadministrasikan peserta didik sesuai dengan program paket belajar diikutinya.
-          Menyusun program belajar dan strategi penyelenggara secara menyeluruh dan berkesinambungan sesuai dengan program paket belajar yang diikutinya.
-          Mengembangkan perangkat pendukung pembelajaran melakukan penilaiaan terhadap hasil belajar yang dicapai peserta didik secara berkala per semester.
-          Mengikuti sertakan peserta didik yang sudah memenuhi persyaratan dalam ujian nasional.
BAB III
PENUTUP
A.    kesimpulan
            Pendidikan Eksklusif adalah pendidikan yang istimewa, sendirian, yang bersifat tertutup atau terpisah dengan yang lain. Contoh dari pendidikan Eksklusif adalah Home scholing. home scholing adalah model pendidikan sebuah keluarga, dimana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basisi pendidikannya. Memilih untuk bertanggung jawab berarti orang tua bertindak langsung menetukan proses penyelenggaraan pendidikan, penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai – nilai yang hendak di kembangkan, kecerdasan dan keterampilan, kurikulum dan materi, serta metode dan praktek belajar.
      Kurikulum pembelajaran home schooling adalah kurikulum yang di desain sendiri namun tetap mengacu pada kurikulum nasional, penelitian yang dilakukan Dr. Briyan Ray menunjukkan bahwa mayoritas home schoolers (71%) memilih sendiri materi pembelajaran dan dari kurikulum  yang tersedia,kemudian melakukan pengusuaian agar sesuai dengan kebutuhan anak-anak dan keadaan keluarga selain itu, 24% diantaranya menggunakan paket lengkap yang dibeli dari lembaga penyediaan kurikulum dan materi ajar. Sekitar 3% menggunakan materi dari sekolah satelit (portner home scholing) atau program khusus yang dijalankan oleh sekolah suasta setempat.
Kelebihan  Homescholing yaitu :
-          Menjadikan pendidikan moral atau keagamaan, lingkungan sosial dan suasana belajar yang lebih baik.
-          Menjadikan waktu belajar yang lebih fleksibel.
-          Memberikan tanggungan dan protesi dalam pembelajaran terutama bagi anak yang sakit atau cacat.
-          Menghindari penyakit sosial yang dianggap orangtua dapat terjai di sekolah seperti tawuran, kenakalan remaja (bullying), narkoba, dan pelecehan.
-          Memberikan keterampilan khusu yang menuntut pembelajaran dalam waktu yang lama seperti pertanian, seni, olahraga, dan sejenisnya.
-          Biaya mendidik dapat disesuaikan dengan kondisi keuangan keluarga.
·         Kekurangan.
-          Tidak ada suasana kompetitif sehinggga anak tidak bisa membandingkan sampai diman kemampuannya dibandingkan anak anak lain seusianya.
-          Anak belum tentu merasa cocok diajar orangtua sendiri, apalagi jika pihak orangtua tidak punya pengalaman sebelumnya.
-          Keterampilan dan dinamika bersosialasidengan teman sebagai relatif rendah, ada resiko kurangnya kemampian belajar.
-          Proteksi berlebihan dari orangtua dapat memberikan efek samping ketidak mampuan menyelesaikan sesuatu dan masalah sosial yang kompleks yang tidak terpediksi.










B.     Daftar Pustaka.
Diono Sunar Aar, Warna Warni Home Schooling, Jakarta : PT Elex Media Komentindo, 2009.
Insan Fuad, Dasar-Dasar Kependidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1997.
Pidarta Made, Landasan Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta, 1997.
Mudyaharjo Redja, Pengantar Pendidikan, Cet ke 2, Jakarta : PT Radja Grafindo, 2002.
Mohammad Daud, Pendidikan Agama Islam, Jakarta : PT. Radja Grafindo Persada, 1998
Muzayyin Arifin, Filsafa t Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2005
Made Pidarta, Landasan Kependidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2007
Suharto Toto, Filsafat Pendidikan Islam, Jogjakarta : Ar Ruz, 2006.
Pena Prima Tim, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya : Gitamedia Pres, 2006.
Redja Mudyaharjo, Pengantar Pendidikan, Jakarta : PT. Radja Gravindo Persada, 2001
Tadjab, Ilmu Jiwa Pendidikan, Surabaya : Karya Abditama, 1994.
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2004


http://blog.tp.ac.id/tag/pendidikan-eksklusif04/05/2012






[1] . Redja Mudyaharjo, Pengantar Pendidikan, Cet ke 2, (Jakarta : Pt Radja Grafindo, 2002), h 3.
[2] .Made Pidarta, Landasan Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997), h. 10-13
[3] . Fuad Insan, Dasar-Dasar Kependidikan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1997), h. 4.
[4]. Fuad Insan, Dasar-Dasar Kependidikan, h. 5.
[5] .Fuad Insan, Dasar-Dasar Kependidikan, h. 6.
[6] .Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Jogjakarta : Ar Ruz, 2006), h. 85.
[7]. Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : Gitamedia Pres, 2006), h. 104.
[8] . Tadjab, Ilmu Jiwa Pendidikan, (Surabaya : Karya Abditama, 1994), h. 42
[9] . Tadjab, Ilmu Jiwa Pendidikan,  h. 43.
[10]. Tadjab, Ilmu Jiwa Pendidikan, h. 44.
[11]. Tadjab, Ilmu Jiwa Pendidikan,  h. 45.
[12] .Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2004), h. 16.
[13] .Mohammad Daud, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : PT. Radja Grafindo Persada, 1998), h.33.
[14] .Muzayyin Arifin, Filsafa t Pendidikan Islam, (akarta : PT. Bumi Aksara, 2005), h. 12.
[15] .Redja Mudyaharjo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta : PT. Radja Gravindo Persada, 2001), h. 33.
[17] . http://www.makarizo.co.id/web/events/117/pendidikan-eksklusif-%E2%80%93-brownizer
[18] . Aar  Sunar Diono, Warna Warni Home Schooling, (Jakarta : PT Elex Media Komentindo, 2009)  h. 20.

[19] .http://blog.tp.ac.id/tag/pendidikan-eksklusif4/05/2012
[24] . http://abudira.wordpress.com/2008/07/23/kelebihan-kekurangan-homeschooling/01/05/2012


EmoticonEmoticon