BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Islam adalah
agama yang sempurna dan telah disempurnakan.[1]
Yang ajarannya meliputi aqidah, ibadah, akhlak, dan syari’ah, sehingga umat
yang menganutnya akan terjamin kebahagiaan baik didunia dan diakhirat jika mau
melaksanakan ajaran-ajaran Islam ini pun sudah termasuk ibadah, jika diniatkan
ikhlas karena Allah SWT.
Ibadah adalah tali yang menghubungkan antara
hamba dan pencipta Nya, dan pergaulan adalah tali yang menghubungkan antara
sesama ciptaan Nya, sedangkan diantara keduanya erat hubungannya dengan akhlak.
Didalam tata pergaulan terdapat bermacam-macam tata aturan dan kewajiban baik
yang dibedakan menurut tingkatan usia maupun menurut jenis kelamin. Untuk bias
bergaul dalam berbagai macam pergaulan tersebut, maka akhlak islamiyah sangat
diperlukan agar dapat terwujud ukhuwah islamiyah yang baik. Disamping itu
melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari menyebabkan umatnya
menjadi tentram sebab hati mereka selalu mengingat Allah SWT, yang kemudian
diwujudkan dalam kehidupan nyata.
Oleh karena itu ibadah sholat fardlu yang lima
waktu yang diperintahkan Allah SWT atas umat Islam seluruhnya baik diwaktu
sehat maupun sakit, sebab sholat itu merupakan dasar dan fondasi keimanan
seseorang lebih dari itu dengan sholat juga mencegah manusia dari perbuatan
keji dan mungkar, jika dikerjakan secara rutin dn benar sebagaimana dikatakan
oleh Maulana Muhammad Ali, bahwa “menjalankan sholat itu dimaksudkan untuk
membebaskan manusia dari kejahatan”.[2]
Disamping ibadah, maka bidang akhlak juga
merupakan bagian yang sangat penting untuk diperhatikan dan diamalkan. Terlebih
bagi manusia yang memiliki jaringan yang luas, baik hubungan dalam hubungan
dengan khalik, maupun terhadap sesama makhluk, ataupun dalam hubungan dengan
sesama manusia. Untuk mewujudkan ukhuwah islamiyah yang baik ini maka manusia
harus memiliki sifat-sifat yang mulia
yaitu: rasa hormat, taat, patuh terhadap yang lebih tua, rasa ikhlas dalam
tolong menolong, berkurban untuk kepentingan umum dengan menyisihkan
kepentingan pribadi, saling cinta, setia kawan yang didasarkan atas kebenaran
dan lapang dada.
B.
Permasalahan
Dari
latar belakang di atas dapat diambil beberapa pokok permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1. Pendidikan anak
2. Kondisi Sosial Ekonomi
3. Factor yang menentukan keadaan social ekonomi
4. Prestasi belajar
5. Hasil belajar
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pendidikan
Anak
Sebagaimana
pengertian anak usia (7-12) tahun mempunyai pengalaman agama yang bebas di
bangku SD yaitu 7-12 tahun pengalaman dan rasa keagamaan demikian banyak macam
dan ragamnya. Pergaulan mereka dan teman-temannya banyak perhatiannya terhadap
agama juga dipengaruhi oleh teman-temannya[3].
Sementara perlu kita
ketahui bahwa kepercayaan anak terhadap
Allah pada umur permulaan masa sekolah (SD) itu bukanlah bahwa kepercayaan berupa keyakinan hasil pemikirannya sendiri,
akan tetapi merupakan sikap emosi yang membutuhkan pelindung. Hubungan dengan
Tuhan sifatnya individual dan emosional. Oleh karena itu ditonjolkan sifat
pengasih dan peyayang Tuhan kepada si anak dan jangan dulu dibicarakan mengenai sifat Tuhan yang
menghukum, membalas dengan neraka dan
sebagainya. [4]
Dengan anak mengenal
dan mempercayai adanya kekuasaan Tuhan maka mereka mulai memperoleh sikap yang
lebih matang terhadap agama. Pengalaman masa mendekati kematangan yang demikian
itulah merurut Crow and Crow akan mengembangkan rasa kedamaian, kebahagiaan
yang tidak ternilai.[5]
Begitu pula orang
tua menduduki peranan sangat penting baik dalam kehidupan keluarga secara umum
dalam pembinaan anak-anaknya. Keluarga nyata dan teramat strategis dalam
mengarahkan pada kehidupan Islam guna mencapai tujuan kebahagiaan dunia dan
akhirat, sebagaimana cita-cita kehidupan insan, sedang jalan yang bisa
dijadikan jalan penerang adalah dengan ilmu, karenanya anak-anak harus diberi
kesempatan untuk menuntut Ilmu Pengetahuan sebanyak-banyaknya baik ilmu
pengetahuan umum maupun agama, akan tetapi agama yang lebih penting dan
terutama adalah ilmu pengetahuan agama Islam karena itu nantinya sebagai
pedoman hidup didunia dan di akhirat.
Pendidikan merupakan
usaha sadar bertujuan, yaitu menyiapkan peserta didik melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran dan juga latihan bagi peranan dimasa yang akan datang.
Pendidikan memperhatikan perkembangan selalu pribadi anak, hal ini sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional kita yaitu:
“Mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan
dan ketrampilan, kesehatan jasmani serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.”[6]
Belajar dan pembelajaran adalah suatu kegiatan
yang tidak terpisahkan dan
kehidupan manusia. Dengan
belajar manusia dapat
mengembangkan potensipotensi yang
dibawanya sejak lahir.
Tanpa belajar manusia
tidak mungkin dapat
memenuhi kebutuhannya. Menurut
Bigge, Belajar adalah perubahan yang menetap dalam kehidupan seseorang yang tidak diwariskan secara genetis.
Belajar dan mengajar adalah dua konsep yang tidak bisa dipisahkan
satu
sama lain, belajar mengacu pada kegiatan siswa dan mengajar mengacu pada
kegiatan guru. Belajar sebagai proses terjadi manakala ada interaksi antara guru
dengan siswa. Dalam belajar mengajar terdapat tujuh komponen utama yaitu:
tujuan, bahan, siswa, guru, metode, situasi yang memungkinkan proses belajar
mengajar berjalan dengan baik dan alat penilaian, dimana ketujuh komponen
tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lain.
sama lain, belajar mengacu pada kegiatan siswa dan mengajar mengacu pada
kegiatan guru. Belajar sebagai proses terjadi manakala ada interaksi antara guru
dengan siswa. Dalam belajar mengajar terdapat tujuh komponen utama yaitu:
tujuan, bahan, siswa, guru, metode, situasi yang memungkinkan proses belajar
mengajar berjalan dengan baik dan alat penilaian, dimana ketujuh komponen
tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lain.
Kegiatan belajar dan
pembelajaran dapat berlangsung
dimana-mana,
misalnya di lingkungan keluarga, di lingkungan sekolah dan di lingkungan
masyarakat. Belajar dan pembelajaran di sekolah bersifat formal.
misalnya di lingkungan keluarga, di lingkungan sekolah dan di lingkungan
masyarakat. Belajar dan pembelajaran di sekolah bersifat formal.
semua komponen
dalam proses belajar
dan pembelajaran direncanakan
secara sistematis. Komponen
guru sangat berperan
dalam membantu siswa
untuk mencapai hasil belajar
yang optimal, sehingga
tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Pendidikan
diselenggarakan oleh pemerintah
dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing dan
membantu, mengawasi penyelenggaraan pendidikan
sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Disamping itu “setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. (UU
SISD1KNAS 2003:6-8). Setiap
warga negara mempunyai hak untuk mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya guna
mendapatkan pendidikan, sehingga
bisa mendapatkan sejumlah pengetahuan, kemampuan
dan keterampilan. Untuk
mengetahui keberhasilan suatu proses
pendidikan atau pengajaran dapat ditunjukkan salah satunya oleh prestasi belajar anak didik yang
dicapai, sedangkan prestasi belajar dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar dan seorang siswa,
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor
yang berasal dari dalam diri individu yang sedang melakukan kegiatan belajar,
sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dan luar diri
individu yang sedang melakukan kegiatan belajar.
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor
yang berasal dari dalam diri individu yang sedang melakukan kegiatan belajar,
sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dan luar diri
individu yang sedang melakukan kegiatan belajar.
Faktor internal terdiri dan kecerdasan, bakat,
minat, motivasi, tingkah laku, sikap.
Sedangkan faktor eksternal terdiri dan lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Erat kaitannya
dengan pendidikan disekolah adalah motivasi, karena motivasi merupakan daya
pendorong yang menggerakkan seseorang untuk bertindak dalam pencapaian suatu
tujuan. Begitu pula motivasi sangat penting bagi anak dalam menempuh
pendidikkannya juga dalam tempat belajarnya.
Dalam pendidikan
anak inilah ada tujuan yang hendak dicapai sebagaimana yang diungkapan
Al-Ghazali dalam tujuan pendidikan Islam:
1.
Kesempurnaan manusia yang puncaknya adalah dekat
dengan Allah.
Dan anak tidak akan dapat mencapai kedua
kesempurnaan diatas tanpa ditunjang usaha – usaha orang tua sebagai pendidik
pertama dan utama anak.
Peranan orang tua
dalam mengembangkan aspek fitrah anak harus didasarkan pada ajaran yang
terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang merupakan dasar pokok pendidikan
Islam.
Tujuan
pendidikan adalah membentuk manusia lebih baik, yakni memanusiakan manusia.
Sehingga mewujudkan tujuan pendidikan tersebut perlu adanya pedoman yang jelas.
Dilihat dari kaca mata individu, pendidikan berarti pengembangan
potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi,[8]
Ibarat nelayan di laut lepas, apabila mereka tidak memiliki kompas sebagai
pedoman untuk bertindak dan mengarunginya dia akan kehilangan arah. Dalam hal
ini berlaku pula pada pendidikan yang sistem pelaksanaannya membutuhkan
kurikulum sebagai sebuah pedoman untuk melaksanakan sebuah pedoman untuk
melaksanakan kegiatan belajar mengajar di sekolah, guna menghasilkan out put
yang berkualitas dan siap pakai.
Dalam hubungannya dengan proses interaksi
belajar-mengajar yang lebih
menitikberatkan pada soal motivasi dan reinforcement, pembicaraan mengenai
faktor - faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada
faktor intern. Faktor intern ini sebenarnya menyangkut faktor-faktor fisiologis
dan faktor psikologi. Tetapi relevan dengan persoalan reinforcement, maka
tinjauan mengenai faktor-faktor intern ini akan dikhususkan pada faktor-faktor
psikologis.
menitikberatkan pada soal motivasi dan reinforcement, pembicaraan mengenai
faktor - faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada
faktor intern. Faktor intern ini sebenarnya menyangkut faktor-faktor fisiologis
dan faktor psikologi. Tetapi relevan dengan persoalan reinforcement, maka
tinjauan mengenai faktor-faktor intern ini akan dikhususkan pada faktor-faktor
psikologis.
Kehadiran faktor-faktor psikologis dalam
belajar akan memberikan andil
yang cukup penting. Faktor-faktor psikologis akan senantiasa memberikan
landasan dan kemudahan dalam upaya mencapal tujuan belajar secara optimal.
Sebaliknya, tanpa kehadiran faktor-faktor psikologis, bisa jadi memperlambat
proses belajar, bahkan dapat pula menambah kesulitan dalam mengajar.
yang cukup penting. Faktor-faktor psikologis akan senantiasa memberikan
landasan dan kemudahan dalam upaya mencapal tujuan belajar secara optimal.
Sebaliknya, tanpa kehadiran faktor-faktor psikologis, bisa jadi memperlambat
proses belajar, bahkan dapat pula menambah kesulitan dalam mengajar.
Faktor-faktor psikologis yang dikatakan
memiliki peranan penting itu, dapat dipandang
sebagai cara-cara berfungsinya
pikiran siswa dalam hubungannya dengan pemahaman
bahan pelajaran, sehingga
penguasaan terhadap
bahan yang disajikan lebih mudah dan efektif. Dengan demikian, proses belajar mengajar itu akan berhasil
balk, kalau didukung oleh faktorfaktor psikologis.
Faktor psikologis yang lebih dominan dalarn
pencapaian tujuan belajar
siswa adalah yang pertama yaitu bakat merupakan satu kemampuan manusia
untuk melakukan suatu kegiatan dan sudah ada sejak manusia itu ada. Hal ini
dekat dengan persoalan inteligensi yang merupakan struktur mental yang melahirkan “kemampuan” untuk memahami sesuatu. Faktor yang kedua yaitu :
minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang
beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus-
menerus disertai dengan rasa senang. Minat besar pengaruhnya terhadap
belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat
siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya
tank baginya. Siswa segan untuk belajar, siswa tidak memperoleh kepuasaan
dan pelajaran itu. Bahan pelajaran yang menarik minat siswa menambah
kegiatan belajar.
siswa adalah yang pertama yaitu bakat merupakan satu kemampuan manusia
untuk melakukan suatu kegiatan dan sudah ada sejak manusia itu ada. Hal ini
dekat dengan persoalan inteligensi yang merupakan struktur mental yang melahirkan “kemampuan” untuk memahami sesuatu. Faktor yang kedua yaitu :
minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang
beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus-
menerus disertai dengan rasa senang. Minat besar pengaruhnya terhadap
belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat
siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya
tank baginya. Siswa segan untuk belajar, siswa tidak memperoleh kepuasaan
dan pelajaran itu. Bahan pelajaran yang menarik minat siswa menambah
kegiatan belajar.
Faktor yang ketiga yaitu motivasi, adalah
keinginan atau dorongan untuk
belajar. Motivasi mencakup dua hal, pertama mengetahui apa yang akan
dipelajari, kedua yaitu memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari.
Dengan berpijak ke dua unsur motivasi inilah sebagai dasar permulaan yang
baik untuk belajar. Sebab tanpa motivasi (tidak mengerti apa yang akan dipelajari dan tidak memahami mengapa hal itu perlu dipelajari) kegiatan belajar mengajar sulit untuk berhasil.
belajar. Motivasi mencakup dua hal, pertama mengetahui apa yang akan
dipelajari, kedua yaitu memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari.
Dengan berpijak ke dua unsur motivasi inilah sebagai dasar permulaan yang
baik untuk belajar. Sebab tanpa motivasi (tidak mengerti apa yang akan dipelajari dan tidak memahami mengapa hal itu perlu dipelajari) kegiatan belajar mengajar sulit untuk berhasil.
Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
siswa selain faktor intern
adalah faktor ekstern atau faktor yang berasal dan luar din siswa yang memiliki
peranan yang cukup penting. Faktor ekstern yang pertama yaitu lingkungan
keluarga, siswa yang belajar akan menerirn.a pengaruh dan keluarga berupa
cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah tangga
dan keadaan ekonomi keluarga. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama, dengan keadaan seluruh anggota keluarga mendukung
dalam kegiatan belajar siswa maka tidak menutup kemungkinan siswa akan
semangat dalam belajar dan tentunya dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa.
adalah faktor ekstern atau faktor yang berasal dan luar din siswa yang memiliki
peranan yang cukup penting. Faktor ekstern yang pertama yaitu lingkungan
keluarga, siswa yang belajar akan menerirn.a pengaruh dan keluarga berupa
cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah tangga
dan keadaan ekonomi keluarga. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama, dengan keadaan seluruh anggota keluarga mendukung
dalam kegiatan belajar siswa maka tidak menutup kemungkinan siswa akan
semangat dalam belajar dan tentunya dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa.
Faktor yang kedua adalah lingkungan sekolah
yang mencakup metode
mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa,
disiplin sekolah pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran. Metode yang
digunakan oleh guru dalam mengajar harus diusahakan yang tepat, efisien dan
efektif mungkin, sehingga dapat membantu meningkatkan kegiatan belajar
mengajar. Sebaliknya metode mengajar guru yang kurang baik akan
mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Kurikulum diartikan sebagai
sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Kegiatan itu sebagian besar
adalah menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan
mengembangkan bahan pelajaran itu. Jelaslah bahan pelajaran itu
mempengaruhi belajar siswa. Kurikulum yang kurang baik berpengaruh tidak
baik terhadap belajar. Relasi (guru dengan siswa) yang baik, siswa akan menyukai gurunya, juga akan menyukai mata pelajaran yang diberikannya
sehingga siswa berusaha mempelajari sebaik-baiknya. Hal tersebut juga
sebaliknya, jika siswa membenci gurunya, ia akan segan mempelajari mata
pelajaran yang diberikannya, akibatnya pelajarannya tidak maju. Menciptakan
relai yang baik antarsiswa adalah perlu agar dapat memberikan pengaruh yang
positif terhadap belajar siswa. Selanjutnya, adalah kedisiplinan sekolah erat kaitannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar.
Seluruh staf sekolah yang mengikuti tata tertib dan bekerja dengan disiplin
membuat siswa menjadi disiplin pula, selain itujuga memberi pengaruh yang
positif terhadap belajarnya. Sekolah yang dalam pelaksanaan disiplin kurang,
sehingga mempengaruhi sikap siswa dalam belajar, kurang bertanggung jawab.
mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa,
disiplin sekolah pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran. Metode yang
digunakan oleh guru dalam mengajar harus diusahakan yang tepat, efisien dan
efektif mungkin, sehingga dapat membantu meningkatkan kegiatan belajar
mengajar. Sebaliknya metode mengajar guru yang kurang baik akan
mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Kurikulum diartikan sebagai
sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Kegiatan itu sebagian besar
adalah menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan
mengembangkan bahan pelajaran itu. Jelaslah bahan pelajaran itu
mempengaruhi belajar siswa. Kurikulum yang kurang baik berpengaruh tidak
baik terhadap belajar. Relasi (guru dengan siswa) yang baik, siswa akan menyukai gurunya, juga akan menyukai mata pelajaran yang diberikannya
sehingga siswa berusaha mempelajari sebaik-baiknya. Hal tersebut juga
sebaliknya, jika siswa membenci gurunya, ia akan segan mempelajari mata
pelajaran yang diberikannya, akibatnya pelajarannya tidak maju. Menciptakan
relai yang baik antarsiswa adalah perlu agar dapat memberikan pengaruh yang
positif terhadap belajar siswa. Selanjutnya, adalah kedisiplinan sekolah erat kaitannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar.
Seluruh staf sekolah yang mengikuti tata tertib dan bekerja dengan disiplin
membuat siswa menjadi disiplin pula, selain itujuga memberi pengaruh yang
positif terhadap belajarnya. Sekolah yang dalam pelaksanaan disiplin kurang,
sehingga mempengaruhi sikap siswa dalam belajar, kurang bertanggung jawab.
Lingkungan sekolah yang selanjutnya adalah alat pelajaran, di mana
alat
pelajaran yang lengkap dan tepat akan memperlancar penerimaari bahan
pelajaran yang diberikan kepada siswa. Waktu sekolah juga mempengaruhi
prestasi belajar siswa, siswa yang belajar di pagi han akan lebih dapat menerima
pelajaran dikarenakan pikiran masih segar, jasmani dalam kondisi yang baik.
Sebaliknya siswa yang belajar di waktu siang atau sore hari, akan mengalami
kesulitan di dalam menerima pelajaran dikarenakan siswa dalam keadaan
ngantuk dan kondisi badan yang lemah. Standar pelajaran di atas ukuran,
keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah juga mempengaruhi prestasi
belajar siswa.
pelajaran yang lengkap dan tepat akan memperlancar penerimaari bahan
pelajaran yang diberikan kepada siswa. Waktu sekolah juga mempengaruhi
prestasi belajar siswa, siswa yang belajar di pagi han akan lebih dapat menerima
pelajaran dikarenakan pikiran masih segar, jasmani dalam kondisi yang baik.
Sebaliknya siswa yang belajar di waktu siang atau sore hari, akan mengalami
kesulitan di dalam menerima pelajaran dikarenakan siswa dalam keadaan
ngantuk dan kondisi badan yang lemah. Standar pelajaran di atas ukuran,
keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah juga mempengaruhi prestasi
belajar siswa.
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga
berpengaruh terhadap
belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaannya siswa dalam
masyarakat. Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan
perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian terlalu banyak dalam
kegiatan masyarakat yang terlalu banyak maka belajarnya akan terganggu.
Perlulah kiranya membatasi kegiatan siswa dalam masyarakat supaya jangan
sampai menganggu belajarnya. Jika mungkin memilih kegiatan yang mendukung belajarnya. Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka perlulah
diusahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik-baik dan pembinaan
pergaulan yang balk serta pengawasan dan orang tua dan pendidik harus cukup
bijaksana. Di samping itu kehidupan di sekitar siswa juga berpengaruh terhadap
belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dan orang-orang yang tidak terpelajar,
penjudi, suka mencuri dan mempunyai kebiasaan yang tidak baik, akan
berpengaruh jelek kepada siswa yang berada di situ. Siswa tertarik untuk ikut
berbuat seperti yang dilakukan orang-orang di sekitarnya. Akibatnya belajamya
terganggu dan bahkan siswa kehilangan semangat belajar karena perhatiannya
semula terpusat kepada pelajaran berpindah ke perbuatan-perbuatan yang selalu
dilakukan orang-orang di sekitamya yang tidak baik tadi. Sebaliknya jika
lingkungan anak adalah orangorang yang terpelajar yang baik-baik, mereka
mendidik dan menyekolahkan anak-anaknya, antusias dengan cita-cita yang
luhur akan masa depan anaknya, siswa terpengaruh juga ke hal-hal yang
dilakukan oleh orang-orang yang ada di lingkungannya. Pengaruh itu dapat
mendorong semangat siswa untuk belajar lebih giat lagi sehingga prestasi
belajar di sekolahnya pun akan dapat Iebih baik. Perlu untuk mengusahakan
lingkungan yang baik agar dapat memberi pengaruh yang positif terhadap siswa
sehingga dapat belajar dengan sebaik-baiknya.
belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaannya siswa dalam
masyarakat. Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan
perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian terlalu banyak dalam
kegiatan masyarakat yang terlalu banyak maka belajarnya akan terganggu.
Perlulah kiranya membatasi kegiatan siswa dalam masyarakat supaya jangan
sampai menganggu belajarnya. Jika mungkin memilih kegiatan yang mendukung belajarnya. Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka perlulah
diusahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik-baik dan pembinaan
pergaulan yang balk serta pengawasan dan orang tua dan pendidik harus cukup
bijaksana. Di samping itu kehidupan di sekitar siswa juga berpengaruh terhadap
belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dan orang-orang yang tidak terpelajar,
penjudi, suka mencuri dan mempunyai kebiasaan yang tidak baik, akan
berpengaruh jelek kepada siswa yang berada di situ. Siswa tertarik untuk ikut
berbuat seperti yang dilakukan orang-orang di sekitarnya. Akibatnya belajamya
terganggu dan bahkan siswa kehilangan semangat belajar karena perhatiannya
semula terpusat kepada pelajaran berpindah ke perbuatan-perbuatan yang selalu
dilakukan orang-orang di sekitamya yang tidak baik tadi. Sebaliknya jika
lingkungan anak adalah orangorang yang terpelajar yang baik-baik, mereka
mendidik dan menyekolahkan anak-anaknya, antusias dengan cita-cita yang
luhur akan masa depan anaknya, siswa terpengaruh juga ke hal-hal yang
dilakukan oleh orang-orang yang ada di lingkungannya. Pengaruh itu dapat
mendorong semangat siswa untuk belajar lebih giat lagi sehingga prestasi
belajar di sekolahnya pun akan dapat Iebih baik. Perlu untuk mengusahakan
lingkungan yang baik agar dapat memberi pengaruh yang positif terhadap siswa
sehingga dapat belajar dengan sebaik-baiknya.
Kualitas
out put merupakan salah satu penentu keberhasilan pendidikan, karena out put
yang memiliki kemampuan unggul akan semakin meningkatkan status pendidikan yang
lebih kompetitif dalam dunia global. Apalagi, di era globalisasi saat ini,
kompetitif bukanlah sebuah hal yang tabu untuk didengar dan diraih. Adanya
persaingan di segala bidang, sudah menghiasi segala aspek kehidupan manusia dan
hal itu tentunya tidak dapat dipungkiri lagi keberadaannya, mulai dari bertani,
berdagang, berpolitik bahkan dala m hal yang sangat mendasar sekalipun yakni
beragama, semuanya diwarnai oleh persaingan perkembangan ilmu pengetahauan dan
teknologi, khususnya di bidang informasi, komunikasi, dan transformasi yang
amat cepat. Persaingan pasar bebas antar Negara dan bangsa yang terus
meningkat, merupakan tantangan yang harus dijawab oleh bangsa Indonesia agar
kita tetap bisa hidup terus dan bertahan dalam percaturan kehidupan antar
bangsa di dunia.
Tetapi
pada kenyataannya, pendidikan nasional yang telah dibangun selama ini, ternyata
belum mampu sepenuhnya menjawab kebutuhan dan tantangan nasional dan global
tersebut. Program pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan yang selama
ini seharusnya menjadi focus pembinaan dan perhatian bangsa Indonesia ternyata
masih menjjadi masalah yang paling menonjol dalam dunia pendidikan kita.[9]
Sedangkan
hal ini sangat terkait dengan masyarakat yang senantiasa berubah dan terus akan
berubah. Berdasarkan kenyataan ini, akan muncul sebuah pertanyaan mengenai
salah satu bagian dari kompenen pendidikan di Indonesia, yakni : dapatkah
dipertahankan kurikulum yang statis, terpusat, kolot dan tidak fleksibel sama
sekali dalam pendidikan di Indonesia? Sedangkan fungsi sekolah adalah harus
mendidik untuk kehidupan, bahwa sekolah harus mempersiapkan anak didik untuk
masyarakat. Oleh karena itu kurikulum seharusnya disesuaikan dengan perubahan
masyarakat tersebut.
Di
lapangan sudah terlalu banyak ketidakpuasan yang dilontarkan oleh masyarakat
Indonesia karena sistem pendidikan yang dianggapnya kurang berhasil
mengantarkan masyarakat Indonesia menjadi lebih baik setelah dideranya krisis
multidimensi sehingga muncul berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan
sebagai langkah awal dalam menyongsong era global dan daya kompetitifnya
melalui peningkatan kurikulum pendidikan secara global khususnya kurikulum
pendidikan Islam.
Namun,
dengan diberlakukannya otonomi daerah yang juga termasuk otonomi pendidikan
saat ini telah memberikan warna tersendiri terhadap lembaga pendidikan di
Indonesia, karena sistem pendidikan yang semula tersentralisasi berubah menjadi
desentralisasi. Dalam arti bahwa setiap lembaga pendidikan diberi wewenang
untuk memandirikan sekolahnya termasuk dapat mendesain kurikulum sesuai kondisi
lingkungannya.
Berkaitan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan dalam dunia pendidikan
pengertian kurikulum di atas mengalami perubahan, yaitu kurikulum bukanlah
hanya sebatas seperangkat mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik
dalam tiap-tiap jenjang pendidikan, akan tetapi kurikulum adalah seperangkat
pengalaman dan seluruh kegiatan yang dilakukan siswa baik di dalam maupun di
luar sekolah dan kegiatan tersebut di bawah, tanggung jawab sekolah atau juga
dapat berarti bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar mengejar.[10]
Pembinaan
keberagamaan mngupayakan agar setiap orang menjadikan agama itu sebagai bagian
dari dirinya, menjadi materi kehidupan yang memberikan corak warna dalam setiap perilaku. Oleh
karena itu pembinaan agama perlu secara kontinue dan berbarengan dengan
pertumbuhan pribadi seseorang.[11]
Menurut Zakiyah
Drajat pengalaman atau perilaku keagamaan seseorang itu terbentuk melalui
pengalaman-pengalaman yang langsung dialami yang terjadi dalam hubungannya
dengan langsung dialami yang terjadi dalam hubungan dengan lingkungan materi
dan tertetu ( orang tua jamaah dsb). [12]
Robert H Thouless
menyebutnya dengan faktor sosial antara lain berupa pendidikan yang pernah
diterima pada masa lalu. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengalaman
agama yang berbeda pula.[13]
Keberhasilan
pendidikan merupakan tanggung
jawab bersama antara
keluarga (orang tua), anggota masyarakat dan pemerintah. Pemerintah dan
masyarakat menyediakan tempat untuk belajar yaitu sekolah. Sekolah
menampung siswa-siswinya dari berbagai macam latar belakang atau kondisi
sosial ekonomi yang berbeda. Bahar dalam Yerikho (2007), menyatakan bahwa: pada umumnya anak yang berasal dari keluarga menengah ke atas lebih banyak mendapatkan pengarahan dan bimbingan yang baik dari orang tua mereka. Anak-anak yang berlatar belakang ekonomi rendah, kurang dapat mendapat bimbingan dan pengarahan yang cukup dari orang tua mereka, karena orang tua lebih memusatkan perhatiannya pada bagaimana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
keluarga (orang tua), anggota masyarakat dan pemerintah. Pemerintah dan
masyarakat menyediakan tempat untuk belajar yaitu sekolah. Sekolah
menampung siswa-siswinya dari berbagai macam latar belakang atau kondisi
sosial ekonomi yang berbeda. Bahar dalam Yerikho (2007), menyatakan bahwa: pada umumnya anak yang berasal dari keluarga menengah ke atas lebih banyak mendapatkan pengarahan dan bimbingan yang baik dari orang tua mereka. Anak-anak yang berlatar belakang ekonomi rendah, kurang dapat mendapat bimbingan dan pengarahan yang cukup dari orang tua mereka, karena orang tua lebih memusatkan perhatiannya pada bagaimana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Keluarga merupakan lembaga sosial pertama yang
dikenal oleh anak dan dalam
keluarga ini dapat
ditanamkan sikap-sikap yang
dapat mempengaruhi
perkembangan anak selanjutnya. Keluarga bertanggung jawab menyediakan dana untuk kebutuhan pendidikan
anak. Keluarga (orang tua) yang keadaan
sosial ekonominya tinggi
tidak akan banyak
mengalami kesulitan
dalam memenuhi kebutuhan sekolah anak, berbeda dengan orang tua yang keadaan sosial ekonominya rendah.
Contohnya: anak dalam belajar akan sangat memerlukan sarana
penunjang belajarnya, yang
kadang-kadang harganya
mahal. Bila kebutuhannya tidak terpenuhi maka ini akan menjadi penghambat bagi anak dalam pembelajaran.
Di Indonesia ilmu pengetahuan dan teknologi
terus berkembang.
Tuntutan masyarakat semakin kompleks dan persainganpun semakin ketat,
apalagi dalam menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas, untuk itu
perlu disiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, salah satu upaya
meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui jalur pendidikan.
Pendidikan merupakan salah satu faktor utama bagi pengembangan sumber
daya manusia karena pendidikan diyakini mampu meningkatkan sumber daya
manusia sehingga dapat menciptakan manusia produktif yang mampu
memajukan bangsanya, (Kunaryo, 2000). Pendidikan dalam arti luas didalamnya terkandung pengertian mendidik, membimbing, mengajar dan melatih. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok.
Tuntutan masyarakat semakin kompleks dan persainganpun semakin ketat,
apalagi dalam menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas, untuk itu
perlu disiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, salah satu upaya
meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui jalur pendidikan.
Pendidikan merupakan salah satu faktor utama bagi pengembangan sumber
daya manusia karena pendidikan diyakini mampu meningkatkan sumber daya
manusia sehingga dapat menciptakan manusia produktif yang mampu
memajukan bangsanya, (Kunaryo, 2000). Pendidikan dalam arti luas didalamnya terkandung pengertian mendidik, membimbing, mengajar dan melatih. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok.
Tujuan pendidikan nasional berdasarkan UU RI
NO. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebagai berikut: Pendidikan nasional
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Tujuan pendidikan yang hendak dicapai pemerintah
Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu pemerintah sejak orde baru telah mengadakan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh Rakyat Indonesia. Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 31 ayat 1 UUD 1945, yang menyatakan bahwa: “Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran”.
tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebagai berikut: Pendidikan nasional
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Tujuan pendidikan yang hendak dicapai pemerintah
Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu pemerintah sejak orde baru telah mengadakan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh Rakyat Indonesia. Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 31 ayat 1 UUD 1945, yang menyatakan bahwa: “Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran”.
Seorang
guru perlu menyadari
bunyi dan isi
pasal ayat UndangUndang
Dasar tersebut, setiap murid berhak mendapatkan pengajaran yang sama. Dalam tugasnya sehari-hari guru dihadapkan
pada suatu permasalahan yaitu ia harus memberi pengajaran yang sama
kepada murid yang berbedabeda. Perbedaan itu berasal dari lingkungan
kebudayaan, lingkungan sosial, jenis
kelamin dan lain-lain. Salah satu
tujuan siswa bersekolah adalah untuk mencapai prestasi
belajar yang maksimal sesuai dengan kemampuannya. Penyelenggaraan
pendidikan dilaksanakan melalui 2 (dua) jalur yaitu jalur pendidikan sekolah
dan jalur pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah merupakan
pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar-
mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan. Jalur pendidikan luar
sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan diluar sekolah melalui
kegiatan belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan.
Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah
yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberi keyakinan agama,
nilai budaya, nilai moral dan keterampilan (UU RI No. 20 Tahun 2003).
Dengan demikian keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan,
sehingga latar belakang keluarga harus diperhatikan agar keberhasilan pendidikan dicapai secara maksimal.
belajar yang maksimal sesuai dengan kemampuannya. Penyelenggaraan
pendidikan dilaksanakan melalui 2 (dua) jalur yaitu jalur pendidikan sekolah
dan jalur pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah merupakan
pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar-
mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan. Jalur pendidikan luar
sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan diluar sekolah melalui
kegiatan belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan.
Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah
yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberi keyakinan agama,
nilai budaya, nilai moral dan keterampilan (UU RI No. 20 Tahun 2003).
Dengan demikian keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan,
sehingga latar belakang keluarga harus diperhatikan agar keberhasilan pendidikan dicapai secara maksimal.
Keberhasilan
pendidikan merupakan tanggung
jawab bersama antara
keluarga (orang tua), anggota masyarakat dan pemerintah. Pemerintah dan
masyarakat menyediakan tempat untuk belajar yaitu sekolah. Sekolah
menampung siswa-siswinya dari berbagai macam latar belakang atau kondisi
sosial ekonomi yang berbeda. Bahar dalam Yerikho (2007), menyatakan
keluarga (orang tua), anggota masyarakat dan pemerintah. Pemerintah dan
masyarakat menyediakan tempat untuk belajar yaitu sekolah. Sekolah
menampung siswa-siswinya dari berbagai macam latar belakang atau kondisi
sosial ekonomi yang berbeda. Bahar dalam Yerikho (2007), menyatakan
bahwa: pada umumnya anak yang berasal dari
keluarga menengah kaeatas lebih
banyak mendapatkan pengarahan dan bimbingan yang baik dari orang tua mereka. Anak-anak yang berlatar belakang ekonomi rendah,
kurang dapat mendapat bimbingan dan
pengarahan yang cukup dari orang tua mereka, karena orang
tua lebih memusatkan
perhatiannya pada bagaimana
untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
Keluarga merupakan lembaga sosial pertama yang
dikenal oleh anak dan dalam
keluarga ini dapat
ditanamkan sikap-sikap yang
dapat mempengaruhi
perkembangan anak selanjutnya. Keluarga bertanggung jawab menyediakan dana untuk kebutuhan pendidikan
anak. Keluarga (orang tua) yang keadaan
sosial ekonominya tinggi
tidak akan banyak
mengalami kesulitan
dalam memenuhi kebutuhan sekolah anak, berbeda dengan orang tua yang keadaan sosial ekonominya rendah.
Contohnya: anak dalam belajar akan sangat memerlukan sarana
penunjang belajarnya, yang
kadang-kadang harganya
mahal. Bila kebutuhannya tidak terpenuhi maka ini akan menjadi penghambat bagi anak dalam pembelajaran.
B.
Kondisi Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi
setiap orang itu
berbeda-beda dan bertingkat, ada
yang keadaan sosial
ekonominya tinggi, sedang,
dan
rendah. Sosial ekonomi menurut Abdulsyani[14] adalah kedudukan atau posisi sesorang dalam kelompok manusia yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendapatan, tingkat pendidikan, jenis rumah tinggal, dan jabatan dalam organisasi, sedangkan menurut Soerjono Soekanto[15] sosial ekonomi adalah posisi seseorang dalam masyarakat berkaitan dengan orang lain dalam arti lingkungan peraulan, prestasinya, dan hak-hak serta kewajibannya dalam hubunganya dengan sumber daya.
rendah. Sosial ekonomi menurut Abdulsyani[14] adalah kedudukan atau posisi sesorang dalam kelompok manusia yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendapatan, tingkat pendidikan, jenis rumah tinggal, dan jabatan dalam organisasi, sedangkan menurut Soerjono Soekanto[15] sosial ekonomi adalah posisi seseorang dalam masyarakat berkaitan dengan orang lain dalam arti lingkungan peraulan, prestasinya, dan hak-hak serta kewajibannya dalam hubunganya dengan sumber daya.
Berdasarkan beberapa pendapat
diatas, dapat disimpulkan pengertian keadaan sosial
ekonomi dalam penelitian
inin adalah kedudukan atau posisi
seseorang dalam masyarakat
berkaitan dengan tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan pemilikan kekayaan atau fasilitas serta jenis tempat tinggal.
C.
Faktor Yang Menentukan Keadaan Sosial
Ekonomi
Berdasarkan kodratNya manusia
dilahirkan memiliki
kedudukan yang sama dan sederajatnya, akan tetapi sesuai dengan kenyataan setiap manusia yang menjadi warga suatu masyarakat, senantiasa
mempunyai status atau kedudukan dan peranan. Ada beberapa faktor yang
dapat menentukan tinggi rendahnya keadaan sosial ekonomi orang tua di masyarakat, diantaranya tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat
pendapatan, kondisi lingkungan tempat tingal, pemilikan kekayaan, dan
partisipasi dalam aktivitas kelompok dari komunitasnya. Dalam hal ini uraiannya dibatasi hanya 4 faktor yang menentukan yaitu tingkat pendidikan, pendapatan, dan kepemilikan kekayaan, dan jenis tempat tinggal.
kedudukan yang sama dan sederajatnya, akan tetapi sesuai dengan kenyataan setiap manusia yang menjadi warga suatu masyarakat, senantiasa
mempunyai status atau kedudukan dan peranan. Ada beberapa faktor yang
dapat menentukan tinggi rendahnya keadaan sosial ekonomi orang tua di masyarakat, diantaranya tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat
pendapatan, kondisi lingkungan tempat tingal, pemilikan kekayaan, dan
partisipasi dalam aktivitas kelompok dari komunitasnya. Dalam hal ini uraiannya dibatasi hanya 4 faktor yang menentukan yaitu tingkat pendidikan, pendapatan, dan kepemilikan kekayaan, dan jenis tempat tinggal.
Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 pasal
1, pada dasarnya jenjang
pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang
dikembangkan. Pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didika secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan adalah aktivitas dan usaha untuk meningkatkan kepribadian
dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rokhani (pikir, cipta,
rasa, dan hati nurani) serta jasmani (panca indera dan keterampilan-keterampilan).
pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang
dikembangkan. Pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didika secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan adalah aktivitas dan usaha untuk meningkatkan kepribadian
dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rokhani (pikir, cipta,
rasa, dan hati nurani) serta jasmani (panca indera dan keterampilan-keterampilan).
Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 pasal
3 Pendidikan bertujuan
untuk “Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Untuk mencapai tujuan
tersebut, pendidikan diselenggarakan melalui jalur pendidikan sekolah
(pendidikan formal) dan jalur pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal). Jalur pendidikan sekolah (pendidikan formal) terdapat jenjang pendidikan sekolah, jenjang pendidikan sekolah pada dasarnya terdiri dari pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
untuk “Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Untuk mencapai tujuan
tersebut, pendidikan diselenggarakan melalui jalur pendidikan sekolah
(pendidikan formal) dan jalur pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal). Jalur pendidikan sekolah (pendidikan formal) terdapat jenjang pendidikan sekolah, jenjang pendidikan sekolah pada dasarnya terdiri dari pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Menurut PP No. 27 tahun 1990 dalam Kunaryo[16],
pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani
peserta didik di
luar lingkungan keluarga
sebelum memasuki pendidikan dasar, yang diselenggarakan di jalur pendidikan sekolah
atau di jalur pendidikan luar sekolah.
Menurut PP
No. 28 tahun 1990 dalam Kunaryo[17] (2000) pendidikan
dasar adalah pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun. Diselengarakan
selama enam tahun di sekolah dasar dan tiga tahun di sekolah menengah
lanjutan tingkat pertama atau satuan pendidikan yang sederajat. Tujuan pendidikan dasar adalah untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi anggota masyarakat, warga Negara dan anggota umat manusias serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.
dasar adalah pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun. Diselengarakan
selama enam tahun di sekolah dasar dan tiga tahun di sekolah menengah
lanjutan tingkat pertama atau satuan pendidikan yang sederajat. Tujuan pendidikan dasar adalah untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi anggota masyarakat, warga Negara dan anggota umat manusias serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.
Menurut PP No. 29 tahun 1990 dalam Kunaryo[18] (2000),
pendidikan menengah adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi pendidikan
dasar. Bentuk satuan pendidikan yang terdiri
atas: Sekolah Menengah Umum, Sekolah Menengah Kejuruan,
Sekolah Menengah Keagamaan, Sekolah Menengah Kedinasan, dan Sekolah Menengah
Luar Biasa.
Menurut UU No. 2 tahun 1989 dalam Kunaryo[19] (2000), pendidikan tinggi merupakan kelanjutan
pendidikan menengah yang
diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan akademik
atau professional yang
dapat menerapkan, mengembangkan,
atau menciptakan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan kesenian. Satuan
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan
tinggi disebut perguruan tinggi, yang dapat berbentuk akademi,
politeknik, sekolah tinggi, institut atau
universitas.
untuk mengetahui tingkat pendidikan orang tua
selain dilihat dari jenjangnya juga dapat dilihat dari tahun sukses atau lamanya
orang tua sekolah. Semakin lama orang tua bersekolah berarti semakin tinggi
jenjang pendidikannya. Contohnya, orang tua yang hanya sekolah 6 tahun berarti hanya sekolah sampai SD berbeda dengan orang yang sekolahnya sampai 12 tahun berarti lulusan SMA. Tingkat pendidikan yang pernah ditempuh orang tua berpengaruh pada kelanjutan sekolah anak mereka. Orang tua yang memiliki pendidikan yang tinggi mempunyai dorongan atau motivasi yang besar untuk menyekolahkan anak mereka.
selain dilihat dari jenjangnya juga dapat dilihat dari tahun sukses atau lamanya
orang tua sekolah. Semakin lama orang tua bersekolah berarti semakin tinggi
jenjang pendidikannya. Contohnya, orang tua yang hanya sekolah 6 tahun berarti hanya sekolah sampai SD berbeda dengan orang yang sekolahnya sampai 12 tahun berarti lulusan SMA. Tingkat pendidikan yang pernah ditempuh orang tua berpengaruh pada kelanjutan sekolah anak mereka. Orang tua yang memiliki pendidikan yang tinggi mempunyai dorongan atau motivasi yang besar untuk menyekolahkan anak mereka.
Pendapatan adalah jumlah semua pendapatan kepala keluarga maupun
anggota keluarga lainnya yang diwujudkan dalam bentuk uang dan barang.
Berdasarkan jenisnya, Biro Pusat Statistik membedakan pendapatan menjadi
dua yaitu: [20]
anggota keluarga lainnya yang diwujudkan dalam bentuk uang dan barang.
Berdasarkan jenisnya, Biro Pusat Statistik membedakan pendapatan menjadi
dua yaitu: [20]
Pendapatan berupa barang
merupakan segala penghasilan
yang bersifat regular dan
biasa, akan tetapi tidak selalu berupa balas jasa dan diterimakan
dalam bentuk barang
atau jasa. Barang
dan jasa yang diterima/diperoleh dinilai dengan harga pasar sekalipun tidak diimbangi ataupun disertai transaksi uang oleh yang
menikmati barang dan jasa tersebut. Demikian
juga penerimaan barang
secara cuma-cuma, pembeliabn barang dan jasa dengan harta subsidi
atau reduksi dari majikan merupakan
pendapatan berupa barang.
Berdasarkan bidang
kegiatannya, pendapatan meliputi
pendapatan
sektor formal dan pendapatan sektor informal. Pendapatan sektor formal
adalah segala penghasilan baik berupa barang atau uang yang bersifat regular dan diterimakan biasanya balas jasa atau kontrasepsi di sektor formal yang terdiri dari pendapatan berupa uang, meliputi: gaji, upah dan hasil infestasi dan pendapatan berupa barang-barang meliputi: beras, pengobatan, transportasi, perumahan, maupun yang berupa rekreasi.
sektor formal dan pendapatan sektor informal. Pendapatan sektor formal
adalah segala penghasilan baik berupa barang atau uang yang bersifat regular dan diterimakan biasanya balas jasa atau kontrasepsi di sektor formal yang terdiri dari pendapatan berupa uang, meliputi: gaji, upah dan hasil infestasi dan pendapatan berupa barang-barang meliputi: beras, pengobatan, transportasi, perumahan, maupun yang berupa rekreasi.
Pendapatan sektor informal adalah segala penghasilan baik berupa barang maupun uang yang diterima sebagai balas jasa
atau kontraprestasi di sektor informal yang terdiri dari pendapatan dari hasil infestasi, pendapatan
yang diperoleh dari keuntungan sosial, dan
pendapatan dari usaha sendiri, yaitu hasil bersih usaha yang dilakukan sendiri,
komisi dan penjualan dari hasil kerajinan rumah.
yang dimaksud dengan pendapatan orang tua adalah penghasilan berupa uang yang diterima sebagai
balas jasa dari kegiatan baik
dari sektor formal dan informal selama satu bulan dalam satuan rupiah. Besar kecilnya pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk akan
berbeda antara yang satu dengan yang lain,
hal ini karena dipengaruhi oleh keadaan penduduk sendiri dalam
melakukan berbagai macam
kegiatan sehari-hari. Menurut Sumardi dalam Yerikho[21] (2007)
mengemukakan bahwa pendapatan yang diterima oleh penduduk akan
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dimilikinya. Dengan pendidikan yang
tinggi mereka akan dapat memperoleh kesempatan
yang lebih luas untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik disertai
pendapatan yang lebih
besar. Sedangkan bagi
penduduk yang berpendidikan rendah
akan mendapat pekerjaan
dengan pendapatan yang kecil.
D.
Prestasi Belajar
Pengertian belajar menurut para ahli adalah sebagai berikut:
a.
Menurut Morris
L Bigge, belajar
merupakan perubahan yang menetap menetap dalam kehidupan seseorang yang tidak diwariskan secara genetis.[22]
b.
Menurut W.S.Winkel,
belajar adalah suatu
aktivitas mental dan psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang
menghasilkan perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai sikap.[23]
c.
Menurut
pengertian secara psikologis, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil; pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan
lingkungannya.[24]
d.
Menurut James
O. Whittaker, belajar
adalah suatu proses
yang menimbulkan atau
merubah perilaku melalui
latihan atau pengalaman.[25]
Jadi yang dimaksud belajar adalah suatu proses atau aktivitas yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan melalui latihan atau pengalaman,
yang menghasilkan perubahan-perubahan perilaku yang bersifat relatif
konstan dan berbekas
dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.
ciri-ciri
belajar adalah perubahan perilaku akibat belajar yang tidak dimiliki oleh
perubahan perilaku yang lain. Ciri-ciri perubahan yang
terjadi dalam kehidupan
seseorang, tanpa melalui proses
belajar yaitu:
a.
Perubahan
akibat kematangan
b.
Perubahan akibat
kondisi fisik dan
mental tertentu.
Menurut Slameto ciri-ciri perubahan
tingkah laku dalam pengertian belajar, yaitu:
a.
Perubahan
terjadi secara sadar
b.
Perubahan
dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional
c.
Perubahan
dalam belajar bersifat positif dan aktif
d.
Perubahan
dalam belajar bukan bersifat sementara
e.
Perubahan
dalam belajar bertujuan dan berarah
f.
Perubahan
mencakup seluruh aspek tingkah laku
Menurut Suryabrata[26]
hal-hal pokok dalam
belajar sebagai berikut:
a.
Bahwa belajar
itu membawa perubahan
(dalam arti behavioral changes, aktual maupun potensial)
b.
Bahwa perubahan
itu pada pokoknya
adalah di dapatkannya kecakapan baru (dalam arti kenntnis dan fertingkeit)
c.
Bahwa
perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja)
Jadi dapat disimpulkan
bahwa dikatakan belajar
jika terjadi perubahan secara sadar, sengaja, usaha,
bersifat kontinyu, fungsional, positif
dan aktif, bukan bersifat sementara tetapi dapat bertahan lama dan bukan akibat
kematangan, kondisi fisik dan mental tertentu, serta mempunyai tujuan yang mencakup seluruh aspek
tingkah laku (kognitif, afektif dan psikomotorik).
Prestasi belajar adalah penguasaan, pengetahuan atau keterampilan
yang dikembangkan oleh
mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan
dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.[27]
Prestasi belajar dapat dioperasionalkan dalam bentuk indikator -
indikator berupa nilai rapor, indeks prestasi studi, angka kelulusan, predikat keberhasilan, dan semacamnya.[28]
indikator berupa nilai rapor, indeks prestasi studi, angka kelulusan, predikat keberhasilan, dan semacamnya.[28]
Prestasi belajar dapat dioperasionalkan dalam indikator berupa nilai
rapor, indeks prestasi studi, predikat
keberhasilan, dan semacamnya. Prestasi belajar merupakan hasil dan adanya
rencana dan pelaksanaan proses
belajar, sehingga diperlukan
informasi-informasi yang
mendukung disertai dengan
data yang objectif
dan memadai.
Prestasi belajar adalah hasil penilaian, hash usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka,
huruf atau kalimat dan dapat
mencerminkan hash yang sudah dicapai oleh sikap atau tingkah laku siswa.
Dan beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa prestasi
belajar adalah suatu hasil kecakapan atau kemampuan seseorang pada
bidang tertentu dalam mencapai tingkat pemahaman yang dapat diukur dengan tes.
belajar adalah suatu hasil kecakapan atau kemampuan seseorang pada
bidang tertentu dalam mencapai tingkat pemahaman yang dapat diukur dengan tes.
Menurut
Dimyati[29]
bahwa dalam masyarakat yang
semakin maju dan rumit seperti dewasa ini, prestasi seseorang
dipandang amat penting. Lembaga-lembaga pendidi kan menekankan
pentingnya penampilan belajar yang baik, persaingan dan berhasil baik
dalam menempuh tes, baik tes pengetahuan maupun tes kemampuan.
Dan para siswa pun menyadari benar akan hal itu, mereka peka
terhadap bagaimana cara guru memperlakukan murid-murid yang
berprestasi dan murid-murid yang kurang pandai, mereka rnudah iri
terhadap prestasi teman-temannya dan mudah pula menjadi gugup dan
cemas kalau-kalau mengalami kegagalan. Dengan berbeda-bedanya
kemampuan siswa maka dapat menyebabkan berbeda pula tingkat
prestasi siswa.
semakin maju dan rumit seperti dewasa ini, prestasi seseorang
dipandang amat penting. Lembaga-lembaga pendidi kan menekankan
pentingnya penampilan belajar yang baik, persaingan dan berhasil baik
dalam menempuh tes, baik tes pengetahuan maupun tes kemampuan.
Dan para siswa pun menyadari benar akan hal itu, mereka peka
terhadap bagaimana cara guru memperlakukan murid-murid yang
berprestasi dan murid-murid yang kurang pandai, mereka rnudah iri
terhadap prestasi teman-temannya dan mudah pula menjadi gugup dan
cemas kalau-kalau mengalami kegagalan. Dengan berbeda-bedanya
kemampuan siswa maka dapat menyebabkan berbeda pula tingkat
prestasi siswa.
Menurut Slameto[30]
faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat
digolongkan menjadi dua golongan
saja, yaitu faktor intern yang bersumber dari dalam diri siswa dan faktor
ekstern yang bersumber dan luar din siswa. Faktor intern terdiri dari
kecerdasan atau intelegensi, bakat, minat, motivasi, sikap tingkah laku,
kematangan dan kelelahan. Sedangkan faktor ekstem terdiri dari
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
saja, yaitu faktor intern yang bersumber dari dalam diri siswa dan faktor
ekstern yang bersumber dan luar din siswa. Faktor intern terdiri dari
kecerdasan atau intelegensi, bakat, minat, motivasi, sikap tingkah laku,
kematangan dan kelelahan. Sedangkan faktor ekstem terdiri dari
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Menurut Sangalang factor yang penting dan mendasar yang ikut memberi kontribusi bagi keberhasilan siswa mencapai basil belajar antara lain (a) kecerdasan (b) bakat (c) minat dan perhatian (d) motif (e) kesehatan (g) cara belajar (h) lingkungan keluarga (i) Iingkungan pergaulan (j) sekolah dan sarana pendukung belajar.[31] (Tulus
2004:78).
Menurut Azwar menyatakan bahwa lingkungan mempengaruhi
perilaku dan prestasi siswa, lingkungan-lingkungan yang dimaksud meliputi : (a) lingkungan keluarga (b) pergaulan di luar rumah
(c) media massa (d) aktivitas organisasi (e) lingkungan sekolah Dan
faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat dipahami bahwa prestasi dipengaruhi oleh dna faktor, yaitu
faktor yang berasal
dan din siswa (faktor intern) dan faktor yang berasal dan luar siswa
(faktor ekstern). Faktor intern terdiri dan kecerdasan, bakat, minat,
tingkah laku dan sikap. Sedangkan faktor ekstern terdiri dan lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah dari lingkungan masyarakat.
dan din siswa (faktor intern) dan faktor yang berasal dan luar siswa
(faktor ekstern). Faktor intern terdiri dan kecerdasan, bakat, minat,
tingkah laku dan sikap. Sedangkan faktor ekstern terdiri dan lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah dari lingkungan masyarakat.
Dalam penelitian
ini faktor intern
meliputi bakat, minat
dan
motivasi. Hal ini dikarenakan ketiga variabel tersebut sangat dihindari
dalam diri siswa yang sedang belajar dan merupakan kehadiran faktor
psikologis yang akan memberikan andil yang cukup penting karena
senantiasa memberikan landasan dan kemudahan dalam upaya
mencapal tujuan belajar secara optimal, sebaliknya tanpa kehadiran
bakat, minat dan motivasi bisa jadi memperlambat proses belajar
bahkan menambah kesulitan dalam belajar. Dan faktor ekstern meliputi
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
motivasi. Hal ini dikarenakan ketiga variabel tersebut sangat dihindari
dalam diri siswa yang sedang belajar dan merupakan kehadiran faktor
psikologis yang akan memberikan andil yang cukup penting karena
senantiasa memberikan landasan dan kemudahan dalam upaya
mencapal tujuan belajar secara optimal, sebaliknya tanpa kehadiran
bakat, minat dan motivasi bisa jadi memperlambat proses belajar
bahkan menambah kesulitan dalam belajar. Dan faktor ekstern meliputi
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Beberapa ahli mengemukakan
pengertian belajar dalam memberikan gambaran tentang pengertian belajar. Menurut Morgan et.al.
dalam Catharina[32] menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil
dari praktek atau pengalaman. Menurut
Slameto[33] belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam
interaksinya dengan lingkungan.
Belajar merupakan suatu
proses penting bagi perubahan perilaku
manusia dan ia
mencakup segala sesuatu
yang dipikirkan dan
dikerjakan.
Dari berbagai pendapat
mengenai pengertian belajar
yang dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat
diambil pengertian bahwa belajar pada dasarnya
belajar merupakan suatu
kebutuhan bagi setiap
orang. Hampir semua kehidupan manusia
diwarnai dengan kegiatan
belajar. Belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang relatif permanen yang lingkungannya.
Menurut Thomas dan
Rohwer dalam Catharina
(2004) prinsip
belajar yang efektif adalah strategi belajar itu hendaknya sesuai dengan
tujuan belajar dan karakteristik siswa yang menggunakannya, strategi belajar yang efektif yaitu yang memungkinkan seseorang mengerjakan
kembali materi yang telah dipelajari, dan membuat sesuatu menjadi baru,
strategi belajar ini hendaknya melibatkan pengolahan mental tingkat tinggi pada diri seseorang, pemantauan yang efektif yaitu siswa mengetahui
kapan dan bagaiman cara menerapkan strategi belajarnya dan bagaimana
cara menyatakan bahwa strategi yang digunakan itu bermanfaat, kemujaraban personal bahwa siswa harus memiliki kejelasan bahwa belajar akan berhasil apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh.
belajar yang efektif adalah strategi belajar itu hendaknya sesuai dengan
tujuan belajar dan karakteristik siswa yang menggunakannya, strategi belajar yang efektif yaitu yang memungkinkan seseorang mengerjakan
kembali materi yang telah dipelajari, dan membuat sesuatu menjadi baru,
strategi belajar ini hendaknya melibatkan pengolahan mental tingkat tinggi pada diri seseorang, pemantauan yang efektif yaitu siswa mengetahui
kapan dan bagaiman cara menerapkan strategi belajarnya dan bagaimana
cara menyatakan bahwa strategi yang digunakan itu bermanfaat, kemujaraban personal bahwa siswa harus memiliki kejelasan bahwa belajar akan berhasil apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh.
E.
Hasil Belajar
Sebelum menjelaskan
tentang konsep hasil belajar, penulis mengulas terlebih dahulu tentang apa yang
dimaksud dengan belajar. Menurut WS. Winkel dalam bukunya Psikologi Pengajaran,
menyatakan bahwa “belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung
dalam interaksi perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai
sikap”.[34]
Menurut psikologi, belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku baru secara keseluruhan sebagai
hasil pengalaman individu itu sendiri ketika berinteraksi dengan lingkungan.
Perubahan-perubahan tersebut dinyatakan dalam aspek tingkah laku.[35]
Dari dua pengertian di
atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang akan membawa
perubahan terhadap diri siswa ke arah kecakapan, penguasaan, dan pengetahuan
baru, dimana perubahan itu terjadi karena usaha yang disengaja dengan
melibatkan kemampuan ranah siswa, yakni ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor. Dengan belajar, manusia dapat melakukan perubahan-perubahan
kualitatif individu seperti peningkatan kecakapan dan kecerdasan emosional,
sehingga tingkah lakunya berkembang.
Dengan berakhirnya
suatu proses belajar, siswa memperoleh suatu hasil belajar. Hasil belajar
adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman
belajarnya, dimana siswa memperoleh hasil dari suatu interaksi tindakan belajar
pada materi belajar. Diawali dengan siswa mengalami proses belajar, mencapai
hasil belajar, dan menggunakan hasil belajar, yang semua itu mencakup tiga
ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.[36]
Hasil belajar dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu dampak pengajaran, dan dampak pengiring. Dampak
pengajaran adalah hasil yang dapat diukur, seperti dalam angka rapor, atau
angka dalam ijazah. Dampak pengiring adalah terapan pengetahuan dan kemampuan
di bidang lain, yang merupakan transfer belajar.[37]
Dari pendapat di atas,
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil yang telah dicapai setelah
mengalami proses belajar baik berupa tingkah laku, pengetahuan, dan sikap.
Dalam lembaga pendidikan sekolah, hasil belajar dikumpulkan dalam bentuk rapor,
ijazah, dan atau lainnya.
Hasil belajar merupakan
kegiatan yang berupaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dala m
mencapai tujuan belajar, berupa ranah-ranah pendidikan yang terkandung
didalamnya. Ranah pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat
diklasifikasikan menjadi tiga, yakni: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotor. Ketiga ranah tersebut dikemukakan oleh Bloom, Krathwohl, dan
Simpson dalam Taksonomi Instruksional atau penggolongan tujuan ranah.
F. Pengaruh Tingkat Ekonomi Terhadap
Prestasi Belajar Siswa
Keadaan sosial
ekonomi keluarga dapat
ditinjau dari segi
tingkat
pendidikan keluarga, jenis pekerjaan orang tua siswa, pemilikan kekayaan atau
fasilitas orang tua, kondisi fisik tempat tinggal, dan kondisi lingkungan tempat
tinggal. Tingkat pendidikan dalam penelitian ini meliputi pendidikan yang
ditempuh oleh orang tua siswa baik pendidikan formal maupun pendidikan
nonformal.
pendidikan keluarga, jenis pekerjaan orang tua siswa, pemilikan kekayaan atau
fasilitas orang tua, kondisi fisik tempat tinggal, dan kondisi lingkungan tempat
tinggal. Tingkat pendidikan dalam penelitian ini meliputi pendidikan yang
ditempuh oleh orang tua siswa baik pendidikan formal maupun pendidikan
nonformal.
Pada
umumnya pendapatan yang cukup atau tinggi akan lebih mudah
memenuhi segala kebutuhan sekolah dan keperluan lain, berbeda dengan
keluarga yang mempunyai penghasilan relatif rendah, pada umumnya
mengalami kesulitan dalam pembiayaan sekolah, begitu juga dengan keperluan lainnya.
memenuhi segala kebutuhan sekolah dan keperluan lain, berbeda dengan
keluarga yang mempunyai penghasilan relatif rendah, pada umumnya
mengalami kesulitan dalam pembiayaan sekolah, begitu juga dengan keperluan lainnya.
Kepemilikan kekayaan atau fasilitas orang tua berhubungan dengan
fasilitas yang dapat menunjang siswa dalam belajar karena siswa akan
termotivasi apabila orang tua memberikan segala sesuatunya dalam kaitanya
dengan fasilitas belajar agar dapat meningkatkan hasil belajarnya. Orang tua
yang memiliki kondisi soial ekonomi cukup dalam kategori baik dibuktikan
dengan kepemilikan keadaraan berupa sepeda motor dan sepeda, dengan ke
dua kendaraan tersebut akan dapat mempercepat gerak dalam menyelesaikan
segala sesuatunya dan berbeda dengan orang tua yang tidak memiliki
kendaraan apapun berarti mereka masih tergolong dalam kondisi sosial
ekonomi yang tidak baik.
fasilitas yang dapat menunjang siswa dalam belajar karena siswa akan
termotivasi apabila orang tua memberikan segala sesuatunya dalam kaitanya
dengan fasilitas belajar agar dapat meningkatkan hasil belajarnya. Orang tua
yang memiliki kondisi soial ekonomi cukup dalam kategori baik dibuktikan
dengan kepemilikan keadaraan berupa sepeda motor dan sepeda, dengan ke
dua kendaraan tersebut akan dapat mempercepat gerak dalam menyelesaikan
segala sesuatunya dan berbeda dengan orang tua yang tidak memiliki
kendaraan apapun berarti mereka masih tergolong dalam kondisi sosial
ekonomi yang tidak baik.
Keluarga yang
mempunyai pendapatan cukup
atau tinggi pada
umumnya akan lebih mudah memenuhi segala kebutuhan sekolah dan
keperluan lain sehingga anak akan termotivasi dalam belajar. Berbeda dengan
keluarga yang mempunyai penghasilan relatif rendah, pada umumnya
mengalami kesulitan dalam pembiayaan sekolah, begitu juga dengan
keperluan lainnya hal ini dapat menurunkan semangat anak untuk belajar.
Dengan kata lain Keadaan sosial ekonomi keluarga dapat mempengaruhi hasil
belajar anak.
umumnya akan lebih mudah memenuhi segala kebutuhan sekolah dan
keperluan lain sehingga anak akan termotivasi dalam belajar. Berbeda dengan
keluarga yang mempunyai penghasilan relatif rendah, pada umumnya
mengalami kesulitan dalam pembiayaan sekolah, begitu juga dengan
keperluan lainnya hal ini dapat menurunkan semangat anak untuk belajar.
Dengan kata lain Keadaan sosial ekonomi keluarga dapat mempengaruhi hasil
belajar anak.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengaruh yang ditimbulkan dari kondisi sosial ekonomi orang tua terhadap prestasi belajar adalah signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh kondisi sosial
ekonomi orang tua terhadap prestasi belajar siswa. Jika kondisi sosial ekonomi orang tua tinggi maka prestasi
belajar anak akan tinggi pula, namun
sebaliknya apabila kondisi sosial ekonomi orang tua rendah maka prestasi
belajar anak juga rendah, karena kurangnya dukungan sarana dan prasarana
yang menunjang kebutuhan
belajar anaknya, hal
ini dapat menghambat motivasi anak untuk belajar.
Karena adanya hubungan antara
kondisi sosial ekonomi orang tua dengan prestasi belajar anak, maka bagi orang
tua yang kondisi sosial ekonominya kurang
mampu atau rendah
dalam hal ini
tingkat pendapatannya selalu
berusaha untuk meningkatkan
pendapatannya, misalnya
dengan menari pendapatan
tambahan lain agar pemenuhan
kebutuhan pendidikan anaknya dapat tercukupi sehingga dapat memotivasi anak untuk lebih meningkatkan prestasi belajarnya.
kebutuhan pendidikan anaknya dapat tercukupi sehingga dapat memotivasi anak untuk lebih meningkatkan prestasi belajarnya.
Bagi siswa yang berprestasi dan kondisi sosial ekonomi orang tuanya kurang
mampu diharapkan sekolah
bisa mempehatikannya terutama masalah pendidikan, memberikan beasiswa atau program orang tua asuh
yang bersedia membantu
memenuhi biaya pendidikan
anak tersebut sehingga
kebutuhan anak untuk
pendidikan dapat tercukupi
dan diharapkan dapat
meningkatkan prestasi belajar yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani, 1994.
Sosiologi Skematika, Teori
dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara.
Biro Pusat Statistik, 2004. Survei Biaya
Hidup. Semarang: BPS.
Biro pusat Statistik, 2004. Statistik Sosial
dan Kependudukan Jawa Tengah. Hasil Susenas. Jakarta: PS.
Daldjoeni, N. 1985.
Dasa-Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: Alumni Bandung.
Depdikbud. 2003. Undang-Undang
RI No. 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendiikan
Nasional. Semarang: Aneka Ilmu.
Darsono,
Max, dkk. 2000. Belajar
dan Pembelajaran. Semarang: CV
IKIP Semarang
PRESS
Hadikusumo, Kunaryo. 1999. Pengantar
Pendidikan. Semarang: IKIP Semarang PRESS.
Oemar, Hamalik. 1980. Metode belajar &
kesulitan-kesulitan belajar. Bandung: Tarsito.
Poerdarminta Wjs.1990. Kamus Bahasa
Indonesia, PN.Jakarta: Balai Pustaka
Slameto.1995. Belajar dan Faktor-faktor Yang
Mempengaruhinya. Jakarta: Bina Aksara
Soerjono Soekanto, 2002. Sosiologi Suatu
Pengantar. Jakarta:Rajawali Press
Sudjarwo .S, 2004.Buku
Pintar Kependudukan.
Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia
Sugiyono, 2005. Statistik untuk Penelitian.
Bandung: CV Alfabeta
Suharsimi Arikunto, 2006. Prosedur
Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Ahmadi, Abu. 2004. Sosiologi Pendidikan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Algifari.
2000. Analisis Regresi Teori, Kasus, dan Solusi. Yogyakarta: PT BPFE Yogyakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur
Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Azwar, Saifuddin. 2004. Psikologi Pendidikan.
Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Darsono, Max. Dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP
Semarang Press.
Depdikbud. 2000. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Dimyati
& Mudjiono. 1994. Belajar
dan Pembelajaran. Direktorat jenderal Pendidikan Tinggi-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Gie, The Liang. 1995. Cara Belajar Yang
Efektif. Yogyakarta: Liberty.
Hadi, Sutrisno. 2002. Metodologi Research
Jilid 3. Yogyakarta: Andi Offset.
Hadjar,
lbnu. 1999. Dasar-dasar Metodologi
Penelitian Kwantitatif Dalam Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Mahmud, Dimyati. 1989. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan-Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi.
Margono, S. 1997. Metodologi Penelilian
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Mudyahardjo,
Redja. 2002. Pengantar
Pendidikan Sebuah Sludi Awal
Tentang Dasar-Dasar
Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
[1] “Al Qur’an dan terjemahan” , (Jakarta,
Depag RI 1999), h. 157
[2]
Maulana Muhammad Ali, R Kealam HM Bachrun,
“Islamologi”, (Jakarta: PT Iktiar Baru Vanbeur 1980), h. 275
[3]
Zakiyah Drajat, “Ilmu Jiwa Agama”, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979) h.135
[5]
HM. Arifin, “Pokok-Pokok Pikiran tentang Bimbingan Penyuluhan Agama”, (Jakarta:Bulan Bintang, 1979) h. 62
[6]
Undang-undang RI No 2, “Tentang Sistem
Pendidikan Nasional” (Semarang : Aneka Ilmu, 1989) h. 4
[7]
Fathiyah Hasan Sulaiman,” Konsep Pendidikan
Al-Ghazali”, (Jakarta:P3M,1986) h. 20
[8] Hasan Langgulung, “Asas-Asas
Pendidikan Islam”, (Jakarta : Pustaka Al-Husna, 1987), h. 3
[9] Indra Jati Sidi, “Menuju
Masyarakat Belajar” , (Jakarta : Paramadina, 2001) h.13
[10]
Wina Sanjaya, “ Kurikulum dan Pembelajaran
Teori Praktek Pengembangan KTSP” (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2008) h.67
8; Nasution, Kurikulum dan Pengajaran
(Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 5
[11]
Zakiyah Darajat, “Pendidikan Islam Keluarga dan Sekolah”, (Jakarta, Ruhama,
1995) h.55
[13]
Robert H Thauless, “Pengantar Psikologi Agamauguh”, (Jakarta:Rajawali
Press, 1992) h. 37
[14] Abdulsyani, “Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan”,
(Jakarta: Bumi Aksara,1994) h. 45
[15] Soerjono Soekanto, “Sosiologi
Suatu Pengantar”. (Jakarta:Rajawali Press, 2002) h. 56
[16] Hadikusumo, Kunaryo, “Pengantar
Pendidikan” (Semarang: IKIP Semarang PRESS, 1999) h. 89
[17] Hadikusumo, Kunaryo. 1999. Pengantar
Pendidikan. Semarang: IKIP Semarang PRESS.
[20] Biro Pusat Statistik, 2004. Survei
Biaya Hidup.
[21] Sumadi Suryabrata, “Psikologi Pendidikan”, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2004) h.67
[22]
Darsono, Max. Dkk. “Belajar
dan Pembelajaran”. (Semarang: IKIP Semarang
Press, 2004) h 3
[24]
Slameto. “Belajar dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya”., (Jakarta: Rineka Cipta., 2003) h. 22
[25] Darsono,
Max. Dkk. “Belajar dan Pembelajaran”.
(Semarang: IKIP Semarang Press, 2000). h. 25
[26] Suryabrata, Sumadi., “Psikologi
Pendidikan”. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995) h. 249
[27]
Tulus, Sth., “Peran
Disiplin pada Perilaku Siswa dan Prestasi Siswa”. (Jakarta: Grasindo,
2004) h. 25
[28] Azwar, Saifuddin., “Psikologi
Pendidikan”. (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2004) h. 164
[30]
Slameto., “Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya”. (Jakarta: Rineka
Cipta, 2003). h. 54
[31] Tulus,
Sth., “Peran Disiplin pada Perilaku Siswa
dan Prestasi Siswa”. (Jakarta: Grasindo, 2004). h.78
[32] Tri Anni, Catharina., “Psikologi
Belajar”. (Semarang: IKIP Semarang PRESS, 2006) h.76
[33] Slameto.,” Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya”. (Jakarta:
Bina Aksara, 1995) h.56
[34] W.S. Winkel, “Psikologi
Pengajaran” (Yogyakarta : Media Abadai, 2004) h. 59
[35] Abu Ahmadi, et al., “Psikologi
Belajar” (Jakarta: Rineka Cipta, 2004) h.128
[36] Nana Sudjana, “Penilaian
Hasil Proses Belajar Mengajar” (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008) h.22
[37] Dimyati, “Belajar dan Pembelajaran” (Bandung
: Rineka Cipta, 2002) h. 34.
EmoticonEmoticon