Rabu, 07 Januari 2015

Makalah “Pengaruh Tingkat Ekonomi Terhadap Prestasi Belajar Siswa”

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam adalah  agama yang sempurna dan telah disempurnakan.[1] Yang ajarannya meliputi aqidah, ibadah, akhlak, dan syari’ah, sehingga umat yang menganutnya akan terjamin kebahagiaan baik didunia dan diakhirat jika mau melaksanakan ajaran-ajaran Islam ini pun sudah termasuk ibadah, jika diniatkan ikhlas karena Allah SWT.
Ibadah adalah tali yang menghubungkan antara hamba dan pencipta Nya, dan pergaulan adalah tali yang menghubungkan antara sesama ciptaan Nya, sedangkan diantara keduanya erat hubungannya dengan akhlak. Didalam tata pergaulan terdapat bermacam-macam tata aturan dan kewajiban baik yang dibedakan menurut tingkatan usia maupun menurut jenis kelamin. Untuk bias bergaul dalam berbagai macam pergaulan tersebut, maka akhlak islamiyah sangat diperlukan agar dapat terwujud ukhuwah islamiyah yang baik. Disamping itu melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari menyebabkan umatnya menjadi tentram sebab hati mereka selalu mengingat Allah SWT, yang kemudian diwujudkan dalam kehidupan nyata.
Oleh karena itu ibadah sholat fardlu yang lima waktu yang diperintahkan Allah SWT atas umat Islam seluruhnya baik diwaktu sehat maupun sakit, sebab sholat itu merupakan dasar dan fondasi keimanan seseorang lebih dari itu dengan sholat juga mencegah manusia dari perbuatan keji dan mungkar, jika dikerjakan secara rutin dn benar sebagaimana dikatakan oleh Maulana Muhammad Ali, bahwa “menjalankan sholat itu dimaksudkan untuk membebaskan manusia dari kejahatan”.[2]
Disamping ibadah, maka bidang akhlak juga merupakan bagian yang sangat penting untuk diperhatikan dan diamalkan. Terlebih bagi manusia yang memiliki jaringan yang luas, baik hubungan dalam hubungan dengan khalik, maupun terhadap sesama makhluk, ataupun dalam hubungan dengan sesama manusia. Untuk mewujudkan ukhuwah islamiyah yang baik ini maka manusia harus memiliki  sifat-sifat yang mulia yaitu: rasa hormat, taat, patuh terhadap yang lebih tua, rasa ikhlas dalam tolong menolong, berkurban untuk kepentingan umum dengan menyisihkan kepentingan pribadi, saling cinta, setia kawan yang didasarkan atas kebenaran dan lapang dada.
B.     Permasalahan
Dari latar belakang di atas dapat diambil beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1.      Pendidikan anak
2.      Kondisi Sosial Ekonomi
3.      Factor yang menentukan keadaan social ekonomi
4.      Prestasi belajar
5.      Hasil belajar



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pendidikan Anak
Sebagaimana pengertian anak usia (7-12) tahun mempunyai pengalaman agama yang bebas di bangku SD yaitu 7-12 tahun pengalaman dan rasa keagamaan demikian banyak macam dan ragamnya. Pergaulan mereka dan teman-temannya banyak perhatiannya terhadap agama juga dipengaruhi oleh teman-temannya[3].
Sementara perlu kita ketahui bahwa kepercayaan  anak terhadap Allah pada umur permulaan masa sekolah (SD) itu bukanlah bahwa kepercayaan  berupa keyakinan hasil pemikirannya sendiri, akan tetapi merupakan sikap emosi yang membutuhkan pelindung. Hubungan dengan Tuhan sifatnya individual dan emosional. Oleh karena itu ditonjolkan sifat pengasih dan peyayang Tuhan kepada si anak dan jangan  dulu dibicarakan mengenai sifat Tuhan yang menghukum, membalas dengan neraka dan  sebagainya. [4]
Dengan anak mengenal dan mempercayai adanya kekuasaan Tuhan maka mereka mulai memperoleh sikap yang lebih matang terhadap agama. Pengalaman masa mendekati kematangan yang demikian itulah merurut Crow and Crow akan mengembangkan rasa kedamaian, kebahagiaan yang tidak ternilai.[5]
Begitu pula orang tua menduduki peranan sangat penting baik dalam kehidupan keluarga secara umum dalam pembinaan anak-anaknya. Keluarga nyata dan teramat strategis dalam mengarahkan pada kehidupan Islam guna mencapai tujuan kebahagiaan dunia dan akhirat, sebagaimana cita-cita kehidupan insan, sedang jalan yang bisa dijadikan jalan penerang adalah dengan ilmu, karenanya anak-anak harus diberi kesempatan untuk menuntut Ilmu Pengetahuan sebanyak-banyaknya baik ilmu pengetahuan umum maupun agama, akan tetapi agama yang lebih penting dan terutama adalah ilmu pengetahuan agama Islam karena itu nantinya sebagai pedoman hidup didunia dan di akhirat.
Pendidikan merupakan usaha sadar bertujuan, yaitu menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan juga latihan bagi peranan dimasa yang akan datang. Pendidikan memperhatikan perkembangan selalu pribadi anak, hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional kita yaitu:
“Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani serta tanggung jawab kemasyarakatan  dan kebangsaan.”[6]
Belajar dan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dan  kehidupan  manusia.  Dengan  belajar  manusia  dapat  mengembangkan potensipotensi  yang  dibawanya  sejak  lahir.  Tanpa  belajar  manusia  tidak mungkin  dapat  memenuhi  kebutuhannya.  Menurut  Bigge,  Belajar  adalah perubahan yang menetap dalam kehidupan seseorang yang tidak diwariskan secara genetis.
Belajar dan mengajar adalah dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu
sama lain, belajar mengacu pada kegiatan siswa dan mengajar mengacu pada
kegiatan guru. Belajar sebagai proses terjadi manakala ada interaksi antara guru
dengan siswa. Dalam belajar mengajar terdapat tujuh komponen utama yaitu:
tujuan, bahan, siswa, guru, metode, situasi yang memungkinkan proses belajar
mengajar berjalan dengan baik dan alat penilaian, dimana ketujuh komponen
tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lain.
Kegiatan  belajar  dan  pembelajaran  dapat  berlangsung  dimana-mana,
misalnya di lingkungan keluarga, di lingkungan sekolah dan di lingkungan
masyarakat.  Belajar  dan  pembelajaran  di  sekolah  bersifat  formal.
semua komponen  dalam  proses  belajar  dan  pembelajaran  direncanakan  secara sistematis.  Komponen  guru  sangat  berperan  dalam  membantu  siswa  untuk mencapai  hasil  belajar  yang  optimal,  sehingga  tujuan  pembelajaran  dapat tercapai.
Pendidikan  diselenggarakan  oleh  pemerintah  dan  pemerintah  daerah berhak mengarahkan,    membimbing    dan    membantu,    mengawasi penyelenggaraan  pendidikan  sesuai  dengan  peraturan  perundang-undangan yang berlaku. Disamping itu “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. (UU SISD1KNAS 2003:6-8). Setiap warga negara mempunyai hak untuk mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya  guna  mendapatkan  pendidikan,  sehingga  bisa  mendapatkan sejumlah  pengetahuan,  kemampuan  dan  keterampilan.  Untuk  mengetahui keberhasilan suatu proses pendidikan atau pengajaran dapat ditunjukkan salah satunya oleh prestasi belajar anak didik yang dicapai, sedangkan prestasi belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dan seorang siswa,
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor
yang berasal dari dalam diri individu yang sedang melakukan kegiatan belajar,
sedangkan  faktor  eksternal  adalah  faktor-faktor  yang  berasal  dan  luar  diri
individu  yang  sedang  melakukan  kegiatan  belajar.
Faktor internal terdiri dan kecerdasan, bakat, minat, motivasi, tingkah laku, sikap. Sedangkan faktor eksternal terdiri dan lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Erat kaitannya dengan pendidikan disekolah adalah motivasi, karena motivasi merupakan daya pendorong yang menggerakkan seseorang untuk bertindak dalam pencapaian suatu tujuan. Begitu pula motivasi sangat penting bagi anak dalam menempuh pendidikkannya juga dalam tempat belajarnya.
Dalam pendidikan anak inilah ada tujuan yang hendak dicapai sebagaimana yang diungkapan Al-Ghazali dalam tujuan pendidikan Islam:
1.      Kesempurnaan manusia yang puncaknya adalah dekat dengan Allah.
2.      Kesempurnaan manusia yang puncaknya adalah kebahagiaan dunia dan akhirat.[7]
Dan anak tidak akan dapat mencapai kedua kesempurnaan diatas tanpa ditunjang usaha – usaha orang tua sebagai pendidik pertama dan utama anak.
Peranan orang tua dalam mengembangkan aspek fitrah anak harus didasarkan pada ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang merupakan dasar pokok pendidikan Islam.
Tujuan pendidikan adalah membentuk manusia lebih baik, yakni memanusiakan manusia. Sehingga mewujudkan tujuan pendidikan tersebut perlu adanya pedoman yang jelas. Dilihat dari kaca mata individu, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi,[8] Ibarat nelayan di laut lepas, apabila mereka tidak memiliki kompas sebagai pedoman untuk bertindak dan mengarunginya dia akan kehilangan arah. Dalam hal ini berlaku pula pada pendidikan yang sistem pelaksanaannya membutuhkan kurikulum sebagai sebuah pedoman untuk melaksanakan sebuah pedoman untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar di sekolah, guna menghasilkan out put yang berkualitas dan siap pakai.
Dalam hubungannya dengan proses interaksi belajar-mengajar yang lebih
menitikberatkan pada soal motivasi dan reinforcement, pembicaraan mengenai
faktor - faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada
faktor intern. Faktor intern ini sebenarnya menyangkut faktor-faktor fisiologis
dan faktor psikologi. Tetapi relevan dengan persoalan reinforcement, maka
tinjauan mengenai faktor-faktor intern ini akan dikhususkan pada faktor-faktor
psikologis.
Kehadiran faktor-faktor psikologis dalam belajar akan memberikan andil
yang  cukup  penting.  Faktor-faktor  psikologis  akan  senantiasa  memberikan
landasan dan kemudahan dalam upaya mencapal tujuan belajar secara optimal.
Sebaliknya, tanpa kehadiran faktor-faktor psikologis, bisa jadi memperlambat
proses belajar, bahkan dapat pula menambah kesulitan dalam mengajar.
Faktor-faktor psikologis yang dikatakan memiliki peranan penting itu, dapat  dipandang  sebagai  cara-cara  berfungsinya  pikiran  siswa  dalam hubungannya  dengan  pemahaman  bahan  pelajaran,  sehingga  penguasaan terhadap bahan yang disajikan lebih mudah dan efektif. Dengan demikian, proses belajar mengajar itu akan berhasil balk, kalau didukung oleh faktorfaktor psikologis.
Faktor psikologis yang lebih dominan dalarn pencapaian tujuan belajar
siswa adalah yang pertama yaitu bakat merupakan satu kemampuan manusia
untuk melakukan suatu kegiatan dan sudah ada sejak manusia itu ada. Hal ini
dekat  dengan  persoalan  inteligensi  yang  merupakan  struktur  mental  yang melahirkan “kemampuan” untuk memahami sesuatu. Faktor yang kedua yaitu :
minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang
beberapa  kegiatan.  Kegiatan  yang  diminati  seseorang,  diperhatikan  terus-
menerus  disertai  dengan  rasa  senang.  Minat  besar  pengaruhnya  terhadap
belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat
siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya
tank baginya. Siswa segan untuk belajar, siswa tidak memperoleh kepuasaan
dan  pelajaran  itu.  Bahan  pelajaran  yang  menarik  minat  siswa  menambah
kegiatan belajar.
Faktor yang ketiga yaitu motivasi, adalah keinginan atau dorongan untuk
belajar.  Motivasi  mencakup  dua  hal,  pertama  mengetahui  apa  yang  akan
dipelajari,  kedua  yaitu  memahami  mengapa  hal  tersebut  patut  dipelajari.
Dengan berpijak ke dua unsur motivasi inilah sebagai dasar permulaan yang
baik  untuk  belajar.  Sebab  tanpa  motivasi (tidak  mengerti  apa  yang  akan dipelajari  dan  tidak  memahami  mengapa  hal  itu  perlu  dipelajari)  kegiatan belajar mengajar sulit untuk berhasil.
Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa selain faktor intern
adalah faktor ekstern atau faktor yang berasal dan luar din siswa yang memiliki
peranan yang cukup penting. Faktor ekstern yang pertama yaitu lingkungan
keluarga, siswa yang belajar akan menerirn.a pengaruh dan keluarga berupa
cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah tangga
dan keadaan ekonomi keluarga. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama  dan  utama,  dengan  keadaan  seluruh  anggota  keluarga  mendukung
dalam kegiatan belajar siswa maka tidak menutup kemungkinan siswa akan
semangat  dalam  belajar  dan  tentunya  dapat  meningkatkan  prestasi  belajar
siswa.
Faktor yang kedua adalah lingkungan sekolah yang mencakup metode
mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa,
disiplin sekolah pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran. Metode yang
digunakan oleh guru dalam mengajar harus diusahakan yang tepat, efisien dan
efektif  mungkin,  sehingga  dapat  membantu  meningkatkan  kegiatan  belajar
mengajar.  Sebaliknya  metode  mengajar  guru  yang  kurang  baik  akan
mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Kurikulum diartikan sebagai
sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Kegiatan itu sebagian besar
adalah  menyajikan  bahan  pelajaran  agar  siswa  menerima,  menguasai  dan
mengembangkan   bahan   pelajaran   itu.   Jelaslah   bahan   pelajaran   itu
mempengaruhi belajar siswa. Kurikulum yang kurang baik berpengaruh tidak
baik  terhadap  belajar.  Relasi (guru  dengan  siswa)  yang  baik,  siswa  akan menyukai  gurunya,  juga  akan  menyukai mata  pelajaran yang diberikannya
sehingga  siswa  berusaha  mempelajari  sebaik-baiknya.  Hal  tersebut  juga
sebaliknya, jika siswa membenci gurunya, ia akan segan mempelajari mata
pelajaran yang diberikannya, akibatnya pelajarannya tidak maju. Menciptakan
relai yang baik antarsiswa adalah perlu agar dapat memberikan pengaruh yang
positif terhadap belajar siswa. Selanjutnya, adalah kedisiplinan sekolah erat kaitannya  dengan  kerajinan  siswa  dalam  sekolah  dan  juga  dalam  belajar.
Seluruh staf sekolah yang mengikuti tata tertib dan bekerja dengan disiplin
membuat siswa menjadi disiplin pula, selain itujuga memberi pengaruh yang
positif terhadap belajarnya. Sekolah yang dalam pelaksanaan disiplin kurang,
sehingga mempengaruhi sikap siswa dalam belajar, kurang bertanggung jawab.
Lingkungan sekolah yang selanjutnya adalah alat pelajaran, di mana alat
pelajaran  yang  lengkap  dan  tepat  akan  memperlancar  penerimaari  bahan
pelajaran yang diberikan kepada siswa. Waktu sekolah juga mempengaruhi
prestasi belajar siswa, siswa yang belajar di pagi han akan lebih dapat menerima
pelajaran dikarenakan pikiran masih segar, jasmani dalam kondisi yang baik.
Sebaliknya siswa yang belajar di waktu siang atau sore hari, akan mengalami
kesulitan  di  dalam  menerima  pelajaran  dikarenakan  siswa  dalam  keadaan
ngantuk  dan  kondisi  badan  yang  lemah.  Standar  pelajaran  di  atas  ukuran,
keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah juga mempengaruhi prestasi
belajar siswa.
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap
belajar  siswa.  Pengaruh  itu  terjadi  karena  keberadaannya  siswa  dalam
masyarakat.   Kegiatan   siswa   dalam   masyarakat   dapat   menguntungkan
perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian terlalu banyak dalam
kegiatan  masyarakat  yang  terlalu  banyak  maka  belajarnya  akan  terganggu.
Perlulah kiranya membatasi kegiatan siswa dalam masyarakat supaya jangan
sampai  menganggu  belajarnya.  Jika  mungkin  memilih  kegiatan  yang
mendukung belajarnya. Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka perlulah
diusahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik-baik dan pembinaan
pergaulan yang balk serta pengawasan dan orang tua dan pendidik harus cukup
bijaksana. Di samping itu kehidupan di sekitar siswa juga berpengaruh terhadap
belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dan orang-orang yang tidak terpelajar,
penjudi,  suka  mencuri  dan  mempunyai  kebiasaan  yang  tidak  baik,  akan
berpengaruh jelek kepada siswa yang berada di situ. Siswa tertarik untuk ikut
berbuat seperti yang  dilakukan orang-orang di sekitarnya. Akibatnya belajamya
terganggu dan bahkan siswa kehilangan semangat belajar karena perhatiannya
semula terpusat kepada pelajaran berpindah ke perbuatan-perbuatan yang selalu
dilakukan  orang-orang  di  sekitamya  yang  tidak  baik  tadi.  Sebaliknya  jika
lingkungan anak adalah orangorang yang terpelajar yang baik-baik, mereka
mendidik dan menyekolahkan anak-anaknya, antusias dengan cita-cita yang
luhur  akan  masa  depan  anaknya,  siswa  terpengaruh  juga  ke  hal-hal  yang
dilakukan oleh orang-orang yang ada di lingkungannya. Pengaruh itu dapat
mendorong  semangat  siswa  untuk  belajar  lebih  giat  lagi  sehingga  prestasi
belajar di sekolahnya pun akan dapat Iebih baik. Perlu untuk mengusahakan
lingkungan yang baik agar dapat memberi pengaruh yang positif terhadap siswa
sehingga dapat belajar dengan sebaik-baiknya.
Kualitas out put merupakan salah satu penentu keberhasilan pendidikan, karena out put yang memiliki kemampuan unggul akan semakin meningkatkan status pendidikan yang lebih kompetitif dalam dunia global. Apalagi, di era globalisasi saat ini, kompetitif bukanlah sebuah hal yang tabu untuk didengar dan diraih. Adanya persaingan di segala bidang, sudah menghiasi segala aspek kehidupan manusia dan hal itu tentunya tidak dapat dipungkiri lagi keberadaannya, mulai dari bertani, berdagang, berpolitik bahkan dala m hal yang sangat mendasar sekalipun yakni beragama, semuanya diwarnai oleh persaingan perkembangan ilmu pengetahauan dan teknologi, khususnya di bidang informasi, komunikasi, dan transformasi yang amat cepat. Persaingan pasar bebas antar Negara dan bangsa yang terus meningkat, merupakan tantangan yang harus dijawab oleh bangsa Indonesia agar kita tetap bisa hidup terus dan bertahan dalam percaturan kehidupan antar bangsa di dunia.
Tetapi pada kenyataannya, pendidikan nasional yang telah dibangun selama ini, ternyata belum mampu sepenuhnya menjawab kebutuhan dan tantangan nasional dan global tersebut. Program pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan yang selama ini seharusnya menjadi focus pembinaan dan perhatian bangsa Indonesia ternyata masih menjjadi masalah yang paling menonjol dalam dunia pendidikan kita.[9]
Sedangkan hal ini sangat terkait dengan masyarakat yang senantiasa berubah dan terus akan berubah. Berdasarkan kenyataan ini, akan muncul sebuah pertanyaan mengenai salah satu bagian dari kompenen pendidikan di Indonesia, yakni : dapatkah dipertahankan kurikulum yang statis, terpusat, kolot dan tidak fleksibel sama sekali dalam pendidikan di Indonesia? Sedangkan fungsi sekolah adalah harus mendidik untuk kehidupan, bahwa sekolah harus mempersiapkan anak didik untuk masyarakat. Oleh karena itu kurikulum seharusnya disesuaikan dengan perubahan masyarakat tersebut.
Di lapangan sudah terlalu banyak ketidakpuasan yang dilontarkan oleh masyarakat Indonesia karena sistem pendidikan yang dianggapnya kurang berhasil mengantarkan masyarakat Indonesia menjadi lebih baik setelah dideranya krisis multidimensi sehingga muncul berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan sebagai langkah awal dalam menyongsong era global dan daya kompetitifnya melalui peningkatan kurikulum pendidikan secara global khususnya kurikulum pendidikan Islam.
Namun, dengan diberlakukannya otonomi daerah yang juga termasuk otonomi pendidikan saat ini telah memberikan warna tersendiri terhadap lembaga pendidikan di Indonesia, karena sistem pendidikan yang semula tersentralisasi berubah menjadi desentralisasi. Dalam arti bahwa setiap lembaga pendidikan diberi wewenang untuk memandirikan sekolahnya termasuk dapat mendesain kurikulum sesuai kondisi lingkungannya.
Berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan dalam dunia pendidikan pengertian kurikulum di atas mengalami perubahan, yaitu kurikulum bukanlah hanya sebatas seperangkat mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam tiap-tiap jenjang pendidikan, akan tetapi kurikulum adalah seperangkat pengalaman dan seluruh kegiatan yang dilakukan siswa baik di dalam maupun di luar sekolah dan kegiatan tersebut di bawah, tanggung jawab sekolah atau juga dapat berarti bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengejar.[10]
Pembinaan keberagamaan mngupayakan agar setiap orang menjadikan agama itu sebagai bagian dari dirinya, menjadi materi kehidupan yang memberikan  corak warna dalam setiap perilaku. Oleh karena itu pembinaan agama perlu secara kontinue dan berbarengan dengan pertumbuhan pribadi seseorang.[11]
Menurut Zakiyah Drajat pengalaman atau perilaku keagamaan seseorang itu terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang langsung dialami yang terjadi dalam hubungannya dengan langsung dialami yang terjadi dalam hubungan dengan lingkungan materi dan tertetu ( orang tua jamaah dsb). [12]
Robert H Thouless menyebutnya dengan faktor sosial antara lain berupa pendidikan yang pernah diterima pada masa lalu. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengalaman agama yang berbeda pula.[13]
Keberhasilan  pendidikan  merupakan  tanggung  jawab  bersama  antara
keluarga  (orang tua), anggota masyarakat dan pemerintah. Pemerintah dan
masyarakat  menyediakan  tempat  untuk  belajar  yaitu  sekolah.  Sekolah
menampung siswa-siswinya dari berbagai macam latar belakang atau kondisi
sosial  ekonomi  yang  berbeda.  Bahar  dalam  Yerikho (2007),  menyatakan bahwa: pada umumnya anak yang berasal dari keluarga menengah ke atas lebih banyak mendapatkan pengarahan dan bimbingan yang baik dari orang tua mereka. Anak-anak yang berlatar belakang ekonomi rendah, kurang dapat mendapat bimbingan dan pengarahan yang cukup dari orang tua mereka, karena  orang  tua  lebih  memusatkan  perhatiannya  pada  bagaimana  untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Keluarga merupakan lembaga sosial pertama yang dikenal oleh anak dan   dalam   keluarga   ini   dapat   ditanamkan   sikap-sikap   yang   dapat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya. Keluarga bertanggung jawab menyediakan dana untuk kebutuhan pendidikan anak. Keluarga (orang tua) yang  keadaan  sosial  ekonominya  tinggi  tidak  akan  banyak  mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sekolah anak, berbeda dengan orang tua yang keadaan sosial ekonominya rendah. Contohnya: anak dalam belajar akan sangat  memerlukan  sarana  penunjang  belajarnya,  yang  kadang-kadang harganya mahal. Bila kebutuhannya tidak terpenuhi maka ini akan menjadi penghambat bagi anak dalam pembelajaran.
Di Indonesia ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang.
Tuntutan masyarakat semakin kompleks dan persainganpun semakin ketat,
apalagi dalam menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas, untuk itu
perlu  disiapkan  sumber  daya  manusia  yang berkualitas,  salah  satu  upaya
meningkatkan  sumber  daya  manusia  adalah  melalui  jalur  pendidikan.
Pendidikan merupakan salah satu faktor utama bagi pengembangan sumber
daya manusia karena pendidikan diyakini mampu meningkatkan sumber daya
manusia  sehingga  dapat  menciptakan  manusia  produktif  yang  mampu
memajukan  bangsanya, (Kunaryo, 2000).  Pendidikan  dalam  arti  luas didalamnya  terkandung  pengertian  mendidik,  membimbing,  mengajar  dan melatih. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok.
Tujuan pendidikan nasional berdasarkan UU RI NO. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebagai berikut: Pendidikan nasional
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Tujuan  pendidikan  yang hendak dicapai pemerintah
Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu pemerintah
sejak  orde  baru  telah  mengadakan  perluasan  kesempatan  memperoleh pendidikan bagi seluruh Rakyat Indonesia. Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 31 ayat  1 UUD  1945, yang menyatakan bahwa:  “Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran”.
Seorang  guru  perlu  menyadari  bunyi  dan  isi  pasal  ayat  UndangUndang Dasar tersebut, setiap murid berhak mendapatkan pengajaran yang sama. Dalam tugasnya sehari-hari guru dihadapkan pada suatu permasalahan yaitu ia harus memberi pengajaran yang sama kepada murid yang berbedabeda. Perbedaan itu berasal dari lingkungan kebudayaan, lingkungan sosial, jenis kelamin dan lain-lain. Salah satu tujuan siswa bersekolah adalah untuk mencapai prestasi
belajar  yang  maksimal  sesuai  dengan  kemampuannya.  Penyelenggaraan
pendidikan dilaksanakan melalui 2 (dua) jalur yaitu jalur pendidikan sekolah
dan  jalur  pendidikan  luar  sekolah.  Jalur  pendidikan  sekolah  merupakan
pendidikan  yang  diselenggarakan  di  sekolah  melalui  kegiatan  belajar-
mengajar  secara  berjenjang  dan  berkesinambungan.  Jalur  pendidikan  luar
sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan diluar sekolah melalui
kegiatan belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan.
Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah
yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberi keyakinan agama,
nilai budaya, nilai moral dan keterampilan  (UU RI No.  20 Tahun  2003).
Dengan  demikian  keluarga  mempunyai  peranan  penting  dalam pendidikan,
sehingga    latar    belakang    keluarga    harus    diperhatikan    agar  keberhasilan pendidikan dicapai secara maksimal.
Keberhasilan  pendidikan  merupakan  tanggung  jawab  bersama  antara
keluarga  (orang tua), anggota masyarakat dan pemerintah. Pemerintah dan
masyarakat  menyediakan  tempat  untuk  belajar  yaitu  sekolah.  Sekolah
menampung siswa-siswinya dari berbagai macam latar belakang atau kondisi
sosial  ekonomi  yang  berbeda.  Bahar  dalam  Yerikho (2007),  menyatakan
bahwa: pada umumnya anak yang berasal dari keluarga menengah kaeatas lebih banyak mendapatkan pengarahan dan bimbingan yang baik dari orang tua mereka. Anak-anak yang berlatar belakang ekonomi rendah, kurang dapat mendapat bimbingan dan pengarahan yang cukup dari orang tua mereka, karena  orang  tua  lebih  memusatkan  perhatiannya  pada  bagaimana  untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Keluarga merupakan lembaga sosial pertama yang dikenal oleh anak dan   dalam   keluarga   ini   dapat   ditanamkan   sikap-sikap   yang   dapat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya. Keluarga bertanggung jawab menyediakan dana untuk kebutuhan pendidikan anak. Keluarga (orang tua) yang  keadaan  sosial  ekonominya  tinggi  tidak  akan  banyak  mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sekolah anak, berbeda dengan orang tua yang keadaan sosial ekonominya rendah. Contohnya: anak dalam belajar akan sangat  memerlukan  sarana  penunjang  belajarnya,  yang  kadang-kadang harganya mahal. Bila kebutuhannya tidak terpenuhi maka ini akan menjadi penghambat bagi anak dalam pembelajaran.
B.     Kondisi Sosial Ekonomi
Keadaan  sosial  ekonomi  setiap  orang  itu  berbeda-beda dan bertingkat,  ada  yang  keadaan  sosial  ekonominya  tinggi,  sedang,  dan
rendah.  Sosial ekonomi menurut Abdulsyani[14] adalah kedudukan atau posisi sesorang dalam kelompok manusia yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendapatan, tingkat pendidikan, jenis rumah tinggal, dan jabatan dalam organisasi, sedangkan menurut Soerjono Soekanto[15] sosial ekonomi  adalah  posisi  seseorang  dalam  masyarakat  berkaitan  dengan orang lain dalam arti lingkungan peraulan, prestasinya, dan hak-hak serta kewajibannya dalam hubunganya dengan sumber daya.
Berdasarkan   beberapa   pendapat   diatas,   dapat   disimpulkan pengertian  keadaan  sosial  ekonomi  dalam  penelitian  inin  adalah kedudukan  atau  posisi  seseorang  dalam  masyarakat  berkaitan  dengan tingkat pendidikan, tingkat pendapatan pemilikan kekayaan atau fasilitas serta jenis tempat tinggal.
C.    Faktor Yang Menentukan Keadaan Sosial Ekonomi
Berdasarkan   kodratNya    manusia    dilahirkan    memiliki
kedudukan  yang    sama    dan    sederajatnya,    akan    tetapi  sesuai  dengan kenyataan setiap manusia yang menjadi warga suatu masyarakat, senantiasa
mempunyai status atau kedudukan dan peranan. Ada beberapa faktor yang
dapat menentukan tinggi rendahnya keadaan sosial ekonomi orang tua di  masyarakat,   diantaranya   tingkat   pendidikan,   jenis   pekerjaan,   tingkat
pendapatan,  kondisi  lingkungan  tempat  tingal,    pemilikan  kekayaan,  dan
partisipasi  dalam  aktivitas  kelompok  dari  komunitasnya.  Dalam  hal  ini  uraiannya dibatasi hanya 4 faktor yang menentukan yaitu tingkat pendidikan, pendapatan, dan kepemilikan kekayaan, dan jenis tempat tinggal.
Menurut UU RI No.  20 Tahun  2003 pasal  1, pada dasarnya jenjang
pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang
dikembangkan. Pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana  belajar  dan  proses  pembelajaran  agar  peserta  didika  secara  aktif
mengembangkan   potensi   dirinya   untuk   memiliki   kekuatan   spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan  yang  diperlukan  dirinya,  masyarakat,  bangsa  dan  negara.
Pendidikan  adalah  aktivitas  dan  usaha  untuk  meningkatkan  kepribadian
dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rokhani (pikir, cipta,
rasa,  dan  hati  nurani)  serta  jasmani (panca  indera  dan  keterampilan-keterampilan).
Menurut UU RI No.  20 Tahun  2003 pasal  3 Pendidikan bertujuan
untuk “Mencerdaskan  kehidupan  bangsa  dan  mengembangkan  manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang  Maha  Esa  dan  berbudi  pekerti  luhur,  memiliki  pengetahuan  dan
ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Untuk mencapai tujuan
tersebut,  pendidikan  diselenggarakan  melalui  jalur  pendidikan  sekolah
(pendidikan  formal)  dan  jalur  pendidikan  luar  sekolah (pendidikan  non  formal).  Jalur  pendidikan  sekolah             (pendidikan  formal)  terdapat  jenjang  pendidikan sekolah, jenjang pendidikan sekolah pada dasarnya terdiri dari pendidikan  prasekolah,  pendidikan  dasar,  pendidikan  menengah,  dan pendidikan tinggi.
Menurut PP No. 27 tahun 1990 dalam Kunaryo[16], pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan  rohani  peserta  didik  di  luar  lingkungan  keluarga  sebelum  memasuki pendidikan dasar, yang diselenggarakan di jalur pendidikan sekolah atau di jalur pendidikan luar sekolah.
Menurut PP No.  28 tahun  1990 dalam Kunaryo[17]  (2000) pendidikan
dasar adalah pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun. Diselengarakan
selama enam tahun di sekolah dasar dan tiga tahun di sekolah menengah
lanjutan  tingkat  pertama  atau  satuan  pendidikan  yang  sederajat.  Tujuan pendidikan dasar adalah untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta  didik  untuk  mengembangkan  kehidupan  sebagai  pribadi  anggota masyarakat, warga Negara dan anggota umat manusias serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.
Menurut PP No. 29 tahun 1990 dalam Kunaryo[18] (2000), pendidikan menengah adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi pendidikan dasar. Bentuk satuan pendidikan yang terdiri atas: Sekolah Menengah Umum, Sekolah Menengah Kejuruan, Sekolah Menengah Keagamaan, Sekolah Menengah Kedinasan, dan Sekolah Menengah Luar Biasa.
Menurut UU No.  2 tahun  1989 dalam Kunaryo[19]  (2000), pendidikan tinggi  merupakan  kelanjutan  pendidikan  menengah  yang  diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan   akademik   atau   professional   yang   dapat   menerapkan, mengembangkan,  atau  menciptakan  ilmu  pengetahuan,  teknologi,  dan kesenian.  Satuan  pendidikan  yang  menyelenggarakan  pendidikan  tinggi disebut perguruan tinggi, yang dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut atau universitas.
untuk mengetahui tingkat pendidikan orang tua
selain dilihat dari jenjangnya juga dapat dilihat dari tahun sukses atau lamanya
orang tua sekolah. Semakin lama orang tua bersekolah berarti semakin tinggi
jenjang pendidikannya. Contohnya, orang tua yang hanya sekolah  6 tahun berarti hanya sekolah sampai SD berbeda dengan orang yang sekolahnya sampai 12  tahun  berarti  lulusan  SMA.  Tingkat  pendidikan  yang  pernah ditempuh orang tua  berpengaruh pada kelanjutan sekolah anak mereka. Orang tua yang memiliki pendidikan yang tinggi mempunyai dorongan atau motivasi yang besar untuk menyekolahkan anak mereka.
Pendapatan adalah jumlah semua pendapatan kepala keluarga maupun
anggota keluarga lainnya yang diwujudkan dalam bentuk uang dan barang.
Berdasarkan jenisnya, Biro Pusat Statistik membedakan pendapatan menjadi
dua yaitu: [20]
Pendapatan  berupa  barang  merupakan  segala  penghasilan  yang bersifat regular dan biasa, akan tetapi tidak selalu berupa balas jasa dan diterimakan  dalam  bentuk  barang  atau  jasa.  Barang  dan  jasa  yang diterima/diperoleh dinilai dengan harga pasar sekalipun tidak diimbangi ataupun disertai transaksi uang oleh yang menikmati barang dan jasa tersebut.   Demikian   juga   penerimaan   barang   secara   cuma-cuma, pembeliabn barang dan jasa dengan harta subsidi atau reduksi dari majikan merupakan pendapatan berupa barang.
Berdasarkan  bidang  kegiatannya,  pendapatan  meliputi  pendapatan
sektor  formal  dan  pendapatan  sektor  informal.  Pendapatan  sektor  formal
adalah segala penghasilan baik berupa barang atau uang yang bersifat regular dan diterimakan biasanya balas jasa atau kontrasepsi di sektor formal yang terdiri dari pendapatan berupa uang, meliputi: gaji, upah dan hasil infestasi dan   pendapatan   berupa   barang-barang   meliputi:   beras,   pengobatan, transportasi, perumahan, maupun yang berupa rekreasi.
Pendapatan sektor informal adalah segala penghasilan baik berupa barang maupun uang yang diterima sebagai balas jasa atau kontraprestasi di sektor informal yang terdiri dari   pendapatan dari hasil infestasi, pendapatan yang diperoleh dari keuntungan sosial, dan pendapatan dari usaha sendiri, yaitu hasil bersih usaha yang dilakukan sendiri, komisi dan penjualan dari hasil kerajinan rumah.
yang dimaksud dengan pendapatan orang tua adalah penghasilan berupa uang yang diterima sebagai balas jasa dari kegiatan baik dari sektor formal dan informal selama satu bulan dalam satuan rupiah. Besar kecilnya pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk akan berbeda antara yang satu dengan yang lain, hal ini karena dipengaruhi oleh keadaan penduduk  sendiri  dalam  melakukan  berbagai  macam  kegiatan  sehari-hari. Menurut Sumardi dalam Yerikho[21] (2007) mengemukakan bahwa pendapatan yang diterima oleh penduduk akan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dimilikinya. Dengan pendidikan yang tinggi mereka akan dapat memperoleh kesempatan yang lebih luas untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik disertai  pendapatan  yang  lebih  besar.  Sedangkan  bagi  penduduk  yang berpendidikan  rendah  akan  mendapat  pekerjaan  dengan  pendapatan  yang kecil.
D.    Prestasi Belajar
Pengertian belajar menurut para ahli adalah sebagai berikut:
a.       Menurut  Morris  L  Bigge,  belajar  merupakan  perubahan  yang menetap menetap dalam kehidupan seseorang yang tidak diwariskan  secara genetis.[22]
b.      Menurut  W.S.Winkel,  belajar  adalah  suatu  aktivitas  mental  dan psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang  menghasilkan  perubahan  dalam  pengetahuan,  pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai sikap.[23]
c.       Menurut pengertian secara psikologis, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah   laku   yang   baru   secara   keseluruhan,   sebagai   hasil; pengalamannya  sendiri  dalam  interaksi  dengan  lingkungannya.[24]
d.      Menurut  James  O.  Whittaker,  belajar  adalah  suatu  proses  yang menimbulkan   atau   merubah   perilaku   melalui   latihan   atau pengalaman.[25]
Jadi yang dimaksud belajar adalah suatu proses atau aktivitas yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan melalui latihan atau  pengalaman,  yang  menghasilkan  perubahan-perubahan  perilaku yang  bersifat  relatif  konstan  dan  berbekas  dalam  pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.
ciri-ciri belajar adalah perubahan perilaku akibat belajar yang tidak dimiliki oleh perubahan perilaku yang lain. Ciri-ciri perubahan  yang  terjadi  dalam  kehidupan  seseorang,  tanpa  melalui proses belajar yaitu:
a.       Perubahan akibat kematangan
b.      Perubahan  akibat  kondisi  fisik  dan  mental  tertentu.
Menurut  Slameto ciri-ciri  perubahan  tingkah  laku dalam pengertian belajar, yaitu:
a.       Perubahan terjadi secara sadar
b.      Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional
c.       Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
d.      Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
e.       Perubahan dalam belajar bertujuan dan berarah
f.       Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Menurut  Suryabrata[26] hal-hal  pokok  dalam  belajar sebagai berikut:
a.       Bahwa  belajar  itu  membawa  perubahan  (dalam arti behavioral changes, aktual maupun potensial)
b.      Bahwa  perubahan  itu  pada  pokoknya  adalah  di  dapatkannya kecakapan baru (dalam arti kenntnis dan fertingkeit)
c.       Bahwa perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja)
Jadi  dapat  disimpulkan  bahwa  dikatakan  belajar  jika  terjadi perubahan secara sadar, sengaja, usaha, bersifat kontinyu, fungsional, positif dan aktif, bukan bersifat sementara tetapi dapat bertahan lama dan bukan akibat kematangan, kondisi fisik dan mental tertentu, serta mempunyai tujuan yang mencakup seluruh aspek tingkah laku (kognitif, afektif dan psikomotorik).
Prestasi belajar adalah penguasaan, pengetahuan atau keterampilan  yang  dikembangkan  oleh  mata  pelajaran,  lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.[27]
Prestasi belajar dapat dioperasionalkan dalam bentuk indikator -
indikator berupa nilai rapor, indeks prestasi studi, angka kelulusan, predikat keberhasilan, dan semacamnya.[28]
Prestasi belajar dapat dioperasionalkan dalam indikator berupa nilai   rapor, indeks prestasi studi, predikat   keberhasilan, dan semacamnya. Prestasi belajar merupakan hasil dan adanya rencana dan pelaksanaan  proses  belajar,  sehingga  diperlukan  informasi-informasi yang  mendukung  disertai  dengan  data  yang  objectif  dan  memadai.
Prestasi belajar adalah hasil penilaian, hash usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf atau kalimat dan dapat mencerminkan hash yang sudah dicapai oleh sikap atau tingkah laku siswa.
Dan beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa prestasi
belajar adalah suatu hasil kecakapan atau kemampuan seseorang pada
bidang tertentu dalam mencapai tingkat pemahaman yang dapat diukur dengan tes.
Menurut Dimyati[29] bahwa dalam masyarakat yang
semakin  maju  dan  rumit  seperti  dewasa  ini,  prestasi  seseorang
dipandang amat penting. Lembaga-lembaga pendidi kan menekankan
pentingnya penampilan belajar yang baik, persaingan dan berhasil baik
dalam menempuh tes, baik tes pengetahuan maupun tes kemampuan.
Dan  para  siswa  pun  menyadari  benar  akan  hal  itu,  mereka  peka
terhadap  bagaimana  cara  guru  memperlakukan  murid-murid  yang
berprestasi dan murid-murid yang kurang pandai, mereka rnudah iri
terhadap prestasi teman-temannya dan mudah pula menjadi gugup dan
cemas  kalau-kalau  mengalami  kegagalan.  Dengan  berbeda-bedanya
kemampuan  siswa  maka  dapat  menyebabkan  berbeda  pula  tingkat
prestasi siswa.
Menurut  Slameto[30] faktor-faktor yang mempengaruhi  belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan
saja, yaitu faktor intern yang bersumber dari dalam diri siswa dan faktor
ekstern yang bersumber dan luar din siswa. Faktor intern terdiri dari
kecerdasan atau intelegensi, bakat, minat, motivasi, sikap tingkah laku,
kematangan  dan  kelelahan.  Sedangkan  faktor  ekstem  terdiri  dari
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Menurut  Sangalang factor yang penting dan mendasar yang ikut memberi kontribusi bagi keberhasilan siswa mencapai basil belajar antara lain (a) kecerdasan (b) bakat (c) minat  dan  perhatian (d) motif (e)  kesehatan (g) cara  belajar (h) lingkungan keluarga  (i) Iingkungan pergaulan  (j) sekolah dan sarana pendukung belajar.[31] (Tulus 2004:78).
Menurut Azwar menyatakan bahwa lingkungan mempengaruhi perilaku dan prestasi siswa, lingkungan-lingkungan yang dimaksud meliputi : (a) lingkungan keluarga (b) pergaulan di luar rumah (c) media massa (d) aktivitas organisasi (e) lingkungan sekolah Dan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat dipahami bahwa prestasi dipengaruhi oleh dna faktor, yaitu faktor yang berasal
dan din siswa (faktor intern) dan faktor yang berasal dan luar siswa
(faktor  ekstern).  Faktor  intern  terdiri  dan  kecerdasan,  bakat,  minat,
tingkah laku dan sikap. Sedangkan faktor ekstern terdiri dan lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah dari lingkungan masyarakat.
Dalam  penelitian  ini  faktor  intern  meliputi  bakat,  minat  dan
motivasi. Hal ini dikarenakan ketiga variabel tersebut sangat dihindari
dalam diri siswa yang sedang belajar dan merupakan kehadiran faktor
psikologis yang akan memberikan andil yang cukup penting karena
senantiasa  memberikan  landasan  dan  kemudahan  dalam  upaya
mencapal  tujuan  belajar  secara  optimal,  sebaliknya  tanpa  kehadiran
bakat,  minat  dan  motivasi  bisa  jadi  memperlambat  proses  belajar
bahkan menambah kesulitan dalam belajar. Dan faktor ekstern meliputi
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Beberapa ahli mengemukakan   pengertian   belajar   dalam memberikan gambaran tentang pengertian belajar. Menurut Morgan et.al. dalam Catharina[32]  menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil dari praktek atau pengalaman. Menurut Slameto[33] belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan,  sebagai  hasil  pengalamannya  sendiri  dalam  interaksinya dengan  lingkungan.  Belajar  merupakan  suatu  proses  penting  bagi perubahan  perilaku    manusia  dan  ia  mencakup  segala  sesuatu  yang dipikirkan dan dikerjakan.
Dari  berbagai  pendapat  mengenai  pengertian  belajar  yang dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat diambil pengertian bahwa belajar pada dasarnya  belajar  merupakan  suatu  kebutuhan  bagi  setiap  orang. Hampir semua  kehidupan  manusia  diwarnai  dengan  kegiatan  belajar. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang relatif permanen yang lingkungannya.
Menurut  Thomas  dan  Rohwer  dalam  Catharina  (2004)  prinsip
belajar yang efektif adalah strategi belajar itu hendaknya sesuai dengan
tujuan  belajar  dan  karakteristik  siswa  yang  menggunakannya,  strategi belajar yang efektif yaitu yang memungkinkan seseorang mengerjakan
kembali materi yang telah dipelajari, dan membuat sesuatu menjadi baru,
strategi belajar ini hendaknya melibatkan pengolahan mental tingkat tinggi pada diri seseorang, pemantauan yang efektif yaitu siswa mengetahui
kapan dan bagaiman cara menerapkan strategi belajarnya dan bagaimana
cara  menyatakan  bahwa  strategi  yang  digunakan  itu  bermanfaat, kemujaraban  personal  bahwa  siswa  harus  memiliki  kejelasan  bahwa belajar akan berhasil apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh.



E.     Hasil Belajar
Sebelum menjelaskan tentang konsep hasil belajar, penulis mengulas terlebih dahulu tentang apa yang dimaksud dengan belajar. Menurut WS. Winkel dalam bukunya Psikologi Pengajaran, menyatakan bahwa “belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap”.[34] Menurut psikologi, belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri ketika berinteraksi dengan lingkungan. Perubahan-perubahan tersebut dinyatakan dalam aspek tingkah laku.[35]
Dari dua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang akan membawa perubahan terhadap diri siswa ke arah kecakapan, penguasaan, dan pengetahuan baru, dimana perubahan itu terjadi karena usaha yang disengaja dengan melibatkan kemampuan ranah siswa, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan belajar, manusia dapat melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu seperti peningkatan kecakapan dan kecerdasan emosional, sehingga tingkah lakunya berkembang.
Dengan berakhirnya suatu proses belajar, siswa memperoleh suatu hasil belajar. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya, dimana siswa memperoleh hasil dari suatu interaksi tindakan belajar pada materi belajar. Diawali dengan siswa mengalami proses belajar, mencapai hasil belajar, dan menggunakan hasil belajar, yang semua itu mencakup tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.[36]
Hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dampak pengajaran, dan dampak pengiring. Dampak pengajaran adalah hasil yang dapat diukur, seperti dalam angka rapor, atau angka dalam ijazah. Dampak pengiring adalah terapan pengetahuan dan kemampuan di bidang lain, yang merupakan transfer belajar.[37]
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil yang telah dicapai setelah mengalami proses belajar baik berupa tingkah laku, pengetahuan, dan sikap. Dalam lembaga pendidikan sekolah, hasil belajar dikumpulkan dalam bentuk rapor, ijazah, dan atau lainnya.
Hasil belajar merupakan kegiatan yang berupaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dala m mencapai tujuan belajar, berupa ranah-ranah pendidikan yang terkandung didalamnya. Ranah pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yakni: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Ketiga ranah tersebut dikemukakan oleh Bloom, Krathwohl, dan Simpson dalam Taksonomi Instruksional atau penggolongan tujuan ranah.
F.     Pengaruh Tingkat Ekonomi Terhadap Prestasi Belajar Siswa
Keadaan  sosial  ekonomi  keluarga  dapat  ditinjau  dari  segi  tingkat
pendidikan keluarga, jenis pekerjaan orang tua siswa, pemilikan kekayaan atau
fasilitas orang tua, kondisi fisik tempat tinggal, dan kondisi lingkungan tempat
tinggal. Tingkat pendidikan dalam penelitian ini meliputi pendidikan yang
ditempuh oleh orang tua siswa baik pendidikan formal maupun pendidikan
nonformal.
Pada umumnya pendapatan yang cukup atau tinggi akan lebih mudah
memenuhi  segala  kebutuhan  sekolah  dan  keperluan  lain,  berbeda  dengan
keluarga  yang  mempunyai  penghasilan  relatif  rendah,  pada  umumnya
mengalami  kesulitan  dalam  pembiayaan  sekolah,  begitu  juga  dengan keperluan  lainnya.
Kepemilikan kekayaan atau fasilitas orang tua berhubungan dengan
fasilitas  yang  dapat  menunjang  siswa  dalam  belajar  karena  siswa  akan
termotivasi apabila orang tua memberikan segala sesuatunya dalam kaitanya
dengan fasilitas belajar agar dapat meningkatkan hasil belajarnya. Orang tua
yang memiliki kondisi soial ekonomi cukup dalam kategori baik dibuktikan
dengan kepemilikan keadaraan berupa sepeda motor dan sepeda, dengan ke
dua kendaraan tersebut akan dapat mempercepat gerak dalam menyelesaikan
segala  sesuatunya  dan  berbeda  dengan  orang  tua  yang  tidak  memiliki
kendaraan  apapun  berarti  mereka  masih  tergolong  dalam  kondisi  sosial
ekonomi yang tidak baik.
Keluarga    yang  mempunyai  pendapatan  cukup  atau  tinggi  pada
umumnya  akan  lebih  mudah  memenuhi  segala  kebutuhan  sekolah  dan
keperluan lain sehingga anak akan termotivasi dalam belajar. Berbeda dengan
keluarga  yang  mempunyai  penghasilan  relatif  rendah,  pada  umumnya
mengalami  kesulitan  dalam  pembiayaan  sekolah,  begitu  juga  dengan
keperluan lainnya hal ini dapat menurunkan semangat anak untuk belajar.
Dengan kata lain Keadaan sosial ekonomi keluarga dapat mempengaruhi hasil
belajar anak.








BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pengaruh yang ditimbulkan dari kondisi sosial ekonomi orang tua terhadap prestasi belajar adalah signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh kondisi sosial ekonomi orang tua terhadap prestasi belajar siswa. Jika kondisi sosial ekonomi orang tua tinggi maka prestasi belajar anak akan tinggi pula, namun sebaliknya apabila kondisi sosial ekonomi orang tua rendah maka prestasi belajar anak juga rendah, karena kurangnya dukungan sarana dan prasarana  yang  menunjang  kebutuhan  belajar  anaknya,  hal  ini  dapat menghambat motivasi anak untuk belajar.
Karena adanya   hubungan   antara   kondisi   sosial   ekonomi orang tua dengan prestasi belajar anak, maka bagi orang tua yang kondisi sosial ekonominya  kurang  mampu  atau  rendah  dalam  hal  ini  tingkat pendapatannya  selalu  berusaha  untuk  meningkatkan  pendapatannya,  misalnya   dengan   menari   pendapatan   tambahan   lain   agar pemenuhan
kebutuhan
pendidikan  anaknya  dapat  tercukupi  sehingga  dapat memotivasi  anak  untuk  lebih  meningkatkan  prestasi  belajarnya.
Bagi siswa yang berprestasi dan kondisi sosial ekonomi orang tuanya kurang  mampu  diharapkan  sekolah  bisa  mempehatikannya  terutama masalah pendidikan, memberikan beasiswa atau program orang tua asuh yang  bersedia  membantu  memenuhi  biaya  pendidikan  anak  tersebut sehingga  kebutuhan  anak  untuk  pendidikan  dapat  tercukupi  dan diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar yang lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani, 1994.  Sosiologi  Skematika,  Teori  dan Terapan.  Jakarta:  Bumi Aksara.
Biro Pusat Statistik, 2004. Survei Biaya Hidup. Semarang: BPS.
Biro pusat Statistik, 2004. Statistik Sosial dan Kependudukan Jawa Tengah. Hasil Susenas. Jakarta: PS.
Daldjoeni, N.  1985. Dasa-Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: Alumni Bandung.
Depdikbud. 2003.  Undang-Undang  RI  No.           20 Tahun  2003  Tentang  Sistem Pendiikan Nasional. Semarang: Aneka Ilmu.
Darsono,  Max,  dkk. 2000.  Belajar  dan  Pembelajaran. Semarang:  CV  IKIP Semarang PRESS
Hadikusumo, Kunaryo. 1999. Pengantar Pendidikan. Semarang: IKIP Semarang PRESS.
Oemar, Hamalik. 1980. Metode belajar & kesulitan-kesulitan belajar. Bandung: Tarsito.
Poerdarminta Wjs.1990. Kamus Bahasa Indonesia, PN.Jakarta: Balai Pustaka
Slameto.1995. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Bina Aksara
Soerjono Soekanto, 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:Rajawali Press
Sudjarwo .S, 2004.Buku   Pintar   Kependudukan. Jakarta:   PT   Gramedia Widiasarana Indonesia
Sugiyono, 2005. Statistik untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta
Suharsimi Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Ahmadi, Abu. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Algifari.  2000. Analisis Regresi Teori, Kasus, dan Solusi. Yogyakarta: PT BPFE Yogyakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Azwar, Saifuddin. 2004. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Darsono, Max. Dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
Depdikbud. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Dimyati  &  Mudjiono. 1994.  Belajar  dan  Pembelajaran. Direktorat  jenderal Pendidikan Tinggi-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Gie, The Liang. 1995. Cara Belajar Yang Efektif.  Yogyakarta: Liberty.
Hadi, Sutrisno. 2002. Metodologi Research Jilid 3. Yogyakarta: Andi Offset.
Hadjar,  lbnu. 1999.  Dasar-dasar  Metodologi  Penelitian Kwantitatif  Dalam Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mahmud, Dimyati. 1989. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan-Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Margono, S. 1997. Metodologi Penelilian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Mudyahardjo,  Redja. 2002.  Pengantar  Pendidikan  Sebuah  Sludi Awal  Tentang Dasar-Dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.




[1] “Al Qur’an dan terjemahan” , (Jakarta, Depag RI 1999), h. 157
[2] Maulana Muhammad Ali, R Kealam HM Bachrun, “Islamologi”, (Jakarta: PT Iktiar Baru Vanbeur 1980), h. 275
[3] Zakiyah Drajat, “Ilmu Jiwa Agama”, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979) h.135

[5] HM. Arifin, “Pokok-Pokok Pikiran tentang Bimbingan Penyuluhan Agama”,  (Jakarta:Bulan Bintang, 1979) h. 62
[6] Undang-undang RI No 2, “Tentang Sistem Pendidikan Nasional” (Semarang : Aneka Ilmu, 1989)  h. 4
[7] Fathiyah Hasan Sulaiman, Konsep Pendidikan Al-Ghazali”, (Jakarta:P3M,1986) h. 20
[8] Hasan Langgulung, “Asas-Asas Pendidikan Islam”, (Jakarta : Pustaka Al-Husna, 1987), h. 3
[9] Indra Jati Sidi, “Menuju Masyarakat Belajar” , (Jakarta : Paramadina, 2001) h.13
[10] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran Teori Praktek Pengembangan KTSP” (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) h.67
8; Nasution, Kurikulum dan Pengajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 5
[11] Zakiyah Darajat, “Pendidikan Islam Keluarga dan Sekolah”, (Jakarta, Ruhama, 1995) h.55

[13] Robert H Thauless,  “Pengantar Psikologi Agamauguh”, (Jakarta:Rajawali Press, 1992) h. 37
[14] Abdulsyani,  “Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan”, (Jakarta: Bumi Aksara,1994)  h. 45
[15] Soerjono Soekanto, “Sosiologi Suatu Pengantar”. (Jakarta:Rajawali Press, 2002) h. 56
[16] Hadikusumo, Kunaryo, “Pengantar Pendidikan” (Semarang: IKIP Semarang PRESS, 1999) h. 89
[17] Hadikusumo, Kunaryo. 1999. Pengantar Pendidikan. Semarang: IKIP Semarang PRESS.



[20] Biro Pusat Statistik, 2004. Survei Biaya Hidup.
[21] Sumadi Suryabrata,  “Psikologi Pendidikan”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004) h.67
[22] Darsono, Max. Dkk.  “Belajar dan Pembelajaran”. (Semarang: IKIP Semarang  Press, 2004) h 3


[24] Slameto.  “Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya”., (Jakarta: Rineka  Cipta., 2003) h. 22
[25] Darsono, Max. Dkk. “Belajar dan Pembelajaran”. (Semarang: IKIP Semarang  Press, 2000). h. 25
[26] Suryabrata, Sumadi., “Psikologi Pendidikan”. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995) h. 249
[27] Tulus, Sth., “Peran Disiplin pada Perilaku Siswa dan Prestasi Siswa”. (Jakarta:  Grasindo, 2004) h. 25
[28] Azwar, Saifuddin., “Psikologi Pendidikan”. (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2004)  h. 164

[30] Slameto., “Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya”. (Jakarta: Rineka Cipta, 2003). h. 54
[31] Tulus, Sth., “Peran Disiplin pada Perilaku Siswa dan Prestasi Siswa”. (Jakarta:  Grasindo, 2004). h.78
[32] Tri Anni, Catharina., “Psikologi Belajar”. (Semarang: IKIP Semarang PRESS, 2006) h.76
[33] Slameto., Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya”. (Jakarta: Bina Aksara, 1995) h.56
[34] W.S. Winkel, “Psikologi Pengajaran” (Yogyakarta : Media Abadai, 2004) h. 59
[35] Abu Ahmadi, et al., “Psikologi Belajar” (Jakarta: Rineka Cipta, 2004) h.128
[36] Nana Sudjana, “Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar” (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008) h.22
[37] Dimyati,  “Belajar dan Pembelajaran” (Bandung : Rineka Cipta, 2002) h. 34.


EmoticonEmoticon