Rabu, 07 Januari 2015

Makalah “Implementasi Pendidikan Akhlak”

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perkembangan masyarakat Indonesia berjalan kian hari kian cepat. Salah satu faktor yang berpengaruh sangat besar terhadap kecepatan ini adalah pembangunan nasional. Ada banyak pengaruh yang memberikan arah kepada pembangunan nasional. Pengaruh yang sangat menonjol berasal dari penerapan ilmu dan teknologi. Seirama dengan perkembangan itu, tidak hanya terjadi pembenturan dan pergeseran nilai-nilai yang dianut masyarakat, tetapi bahkan terjadi pula perubahan-perubahan nilai.
Fenomena empirik menunjukkan bahwa pada saat ini di Indonesia terdapat banyak kasus kenakalan dikalangan para pelajar, diantaranya isu perkelahian pelajar, tindak kekerasan, premanisme, konsumsi narkoba dan minuman keras, pemerkosaan, pembunuhan, kurangnya etika berlalu lintas dan kriminalitas-kriminalitas lain yang semakin hari semakin meningkat dan semakin kompleks telah mewarnai halaman surat kabar dan media massa. Timbulnya kasus-kasus tersebut memang bukanlah semata-mata karena kegagalan pendidikan agama di sekolah, akan tetapi bagaimana semua itu dapat digerakkan oleh pemerintah, masyarakat dan sekolah dalam hal ini adalah guru agama untuk mencermati kembali dan mencari solusi lewat pengembangan metodologi pendidikan agama untuk tidak hanya berjalan secara konvensional tradisional dalam menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini yang telah mempengaruhi banyak para pelajar sehingga mereka berperilaku seperti itu.


B.     Permasalahan
1.      Apa pengertian Pendidikan Islam?
2.      Apa dasar dan tujuan pendidikan islam?
3.      Apa factor-faktor pendidikan islam?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan pada hakikatnya adalah “usaha sadar membudayakan manusia atau memanusiakan manusia. Manusia itu sendiri adalah pribadi yang utuh dan pribadi yang kompleks sehingga sulit dipelajari secara tuntas”.[1] Oleh karena itu, masalah pendidikan tidak akan pernah selesai, sebab hakikat manusia itu sendiri selalu berkembang mengikuti dinamika kehidupannya. Pendidikan adalah usaha sadar bertujuan, namun tidaklah berarti pendidikan harus berjalan secara konvensional dan tradisional.
Pendidikan merupakan suatu system  yang teratur dan mengemban misi yang cukup luas yaitu segala sesuatu yang bertalian dg perkembangan fisik, kesehatan, keterampilan, pikiran, perasaan, kemauan, sosial sampai kepada masalah kepercayaan atau keimanan. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal mempunyai suatu muatan beban yang cukup berat dalam melaksanakan misi pendidikan tersebut. Lebih-lebih kalau dikaitkan dengan pesatnya perubahan zaman dewasa ini yang sangat berpengaruh terhadap anak-anak didik dalam berfikir, bersikap dan berperilaku, khususnya terhadap mereka yang masih dalam tahap perkembangan dalam transisi yang mencari identitas diri.[2]
Berangkat dari arti penting pendidikan ini, Karnadi Hasan memandang bahwa pendidikan bagi masyarakat dipandang sebagai “Human investment” yang berarti secara historis dan filosofis, pendidikan telah ikut mewarnai dan menjadi landasan moral dan etik dalam proses humanisasi dan pemberdayaan jati diri bangsa.[3]
Merujuk dari pemikiran tersebut, Pendidikan adalah rajat hidup bagi setiap manusia. Karena kita sadari bahwa tidak ada seorangpun yang lahir di dunia ini dalam keadaan pandai (berilmu). Hal ini membuktikan bahwa segala sesuatu di dunia ini merupakan proses berkelanjutan yang tidak asal jadi seperti bayangan dan impian kita. Berkaitan adanya proses tersebut, penciptaan manusia oleh Allah SWT juga tidaklah sekali jadi.
Ada proses penciptaan (khalq), proses penyempurnaan (taswiyyah), dengan cara memberikan ukuran atau hukum tertentu (taqdir), dan juga di berikannya petunjuk (hidayah). Dengan demikian menurut Sunnatullah manusia sangat terbuka kemungkinannya untuk mengembangkan segala potensi yang dia miliki melalui bimbingan dan tuntunan yang tearah, teratur serta berkesinambungan  yang semuanya merupakan proses dalam rangka penyempurnaan manusia (insan kamil) yang nantinya dapat memenuhi tugas dari kejadiannya yaitu sebagai Khalifah Fil Ardl.
Pendidikan tetap memerlukan inovasi-inovasi yang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa mengabaikan nilai-nilai manusia, baik sebagai makhluk sosial maupun sebagai makhluk religius. Mengingat pendidikan selalu bergantung pada unsur manusianya. Unsur manusia yang paling menentukan berhasilnya pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan, yaitu guru. Gurulah ujung tombak pendidikan sebab guru secara langsung berupaya mempengaruhi, membimbing, membina dan mengembangkan kemampuan siswa agar menjadi manusia yang cerdas, terampil dan bermoral tinggi.
Inilah hakikat pendidikan sebagai usaha memanusiakan manusia. Sebagai ujung tombak, guru dituntut memiliki kemampuan dasar yang diperlukan sebagai pendidik dan pengajar. Kemampuan tersebut tercermin dalam kompetensi guru. Sebagai pengajar paling tidak guru harus menguasai bahan yang diajarkannya dan terampil dalam hal cara mengajarkannya. Bahan yang harus diajarkan oleh guru tercermin dalam kurikulum (program belajar bagi siswa), sedangkan cara mengajarkan bahan tercermin atau berkaitan dengan proses belajar mengajar.
Berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan dalam dunia pendidikan pengertian kurikulum di atas mengalami perubahan, yaitu kurikulum bukanlah hanya sebatas seperangkat mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam tiap-tiap jenjang pendidikan, akan tetapi kurikulum adalah seperangkat pengalaman dan seluruh kegiatan yang dilakukan siswa baik di dalam maupun di luar sekolah dan kegiatan tersebut di bawah, tanggung jawab sekolah atau juga dapat berarti bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengejar.[4]
Untuk kurikulum jenis pendidikan keagamaan dalam penyusunannya terdiri atas kelompok mata pelajaran yang ditentukan berdasarkan tujuan pendidikan keagamaan. Untuk penyusunan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam ini antara lain meliputi, Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang memuat Identitas Pelajaran, Standart Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator Pencapaian Kompetensi, Tujuan Pembelajaran, Materi Ajar, Alokasi Waktu, Metode Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran, Penilaian Hasil Belajar, dan Sumber Belajar. Yang kesemuanya itu di jadikan rujukan bagi pendidik untuk melakukan penilaian dan evaluasi seberapa jauh anak didik menerima materi pelajaran.[5]
Mochtar Bukhori dalam bukunya yang berjudul Spektrum Problematika Pendidikan di Indonesia memaknai Pendidikan Agama Islam adalah, “Pelajaran Agama Islam yang diselenggarakan dan diajarkan dilembaga-lembaga pendidikan umum sebagai suatu mata pelajaran atau mata kuliah saja”.[6] Adapun dalam tulisan yang lainnya, ia menyebut Pendidikan Agama Islam sebagai berikut:
Pendidikan Agama Islam di sini ialah semua kegiatan Pendidikan Agama Islam yang diselenggarakan di lembaga-lembaga pendidikan formal, baik disekolah-sekolah agama maupun disekolah-sekolah umum.[7]
Hampir sama dengan Mochtar Bukhori, Marwan Sardjo juga mengajukan Pendidikan Agama Islam sebagai pendidikan agama yang dimasukkan kedalam kurikulum disekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas (lembaga pendidikan tinggi).[8]
Sedangkan dalam GBPP SLTP 1994, Pendidikan Agama Islam didefinisikan sebagai: Usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati orang lain dalam hubungan kerukunan antara umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
Mengacu pada tujuan umum tersebut, dapat dijabarkan tujuan pendidikan sebagai berikut:[9]
1.      Meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
2.      Meningkatkan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik.
3.      Membekali peserta didik dengan pengetahuan yang memadai agar dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi
4.      Mengembangkan keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan untuk menghasilkan lulusan yang dapat memberi kontribusi bagi pengembangan daerah
5.      Mendukung pelaksanaan pembangunan daerah dan nasional.
6.      Mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
7.      Mendukung peningkatan rasa toleransi dan kerukunan antar umat beragama.
8.      Mendorong peserta didik agar mampu bersaing secara global sehingga dapat hidup berdampingan dengan anggota masyarakat bangsa lain.
9.      Mendorong wawasan dan sikap kebangsaan dan persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
10.  Menunjang kelestarian dan keragaman budaya
11.  Mendorong tumbuh kembangnya kesetaraan jender
12.  Mengembangkan visi, misi, tujuan sekolah, kondisi, dan ciri khas sekolah.
Dalam merumuskan visi, pihak-pihak terkait (stakeholders) melakukan musyawarah sehingga visi tersebut benar-benar mewakili aspirasi semua pihak yang terkait. Harapannya, semua pihak yang terkait dalam kegiatan pembelajaran (guru, karyawan, peserta didik, dan wali murid) benar-benar menyadari visi tersebut untuk selanjutnya memegang komitmen terhadap visi yang telah disepakati bersama.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 6 Ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejujuran dan khusus pada pendidikan dasar dan menengah terdiri atas
1.      Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
2.      Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
3.      Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
4.      Kelompok mata pelajaran estetika
5.      Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan
Dalam kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan dalam poin satu di atas ini untuk membentuk bagimana peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama.
a.      Pengertian Pendidikan Akhlak

Dalam bukunya tentang Reorientasi Pendidikan Islam, A. Malik Fajar mengatakan bahwa: "Pendidikan adalah salah satu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkan berfungsinya secara kuat dalam kehidupan bermasyarakat".[10]
Istilah pendidikan itu sendiri yaitu berasal dari terjemahan bahasa Yunani paedagogie yang berarti pendidikan dan paedagogia yang berarti pergaulan dengan anak-anak. Sementara itu, orang yang tugasnya membimbing atau mendidik dalam pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri disebut paedagogos. Paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin).
Dalam khazanah Islam, setidaknya ada tiga istilah yang berhubungan dengan makna pendidikan. Tiga istilah itu yaitu:[11]
a.       Ta’lim
Kata ini mengandung pengertian proses transfer seperangkat pengetahuan kepada anak didik. Konsekwensinya, dalam proses ta’lim ranah kognitif selalu menjadi titik tekan sehingga ranah kognitif menjadi lebih dominan dibanding dengan ranah psikomotorik dan afektif.
b.      Ta’dib
Kata ini merujuk pada proses pembentukan kepribadian anak didik. Ta’dib merupakan masdar dari addaba yang dapat diartikan kepada proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti peserta didik.
c.       Tarbiyah
Kata tarbiyah memiliki arti mengasuh, bertanggung jawab, memberi makan, mengembangkan, memelihara, membesarkan, menumbuhkan dan memproduksi serta menjinakkan, baik yang mencakup aspek jasmaniah maupun rohaniah. Makna tarbiyah mencakup semia aspek, yaitu aspek kognitif, aspek afektif maupun aspek psikomotorik secara harmonis dan integral.
Maka, pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai suatu proses sistem pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh anak didik dengan berpedoman pada ajaran Islam. Kata Islam dalam pendidikan Islam menunjukkan warna pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwana Islam, pendidikan yang Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam.
Jadi, pendidikan agama Islam yaitu suatu usaha yang berupa pengajaran, bimbingan dan pengasuhan terhadap anak agar kelak saat selesai proses pendidikannya dapat memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam serta menjadikannya sebagai jalan kehidupan baik pribadi maupun kehidupan masyarakat.
Adapun Islam adalah agama yang diturunkan kepada manusia sebagai rahmat bagi alam semesta. Ajaran-ajarannya selalu membawa kemaslahatan bagi kehidupan manusia di dunia ini. Di dalam agama Islam, banyak sekali ajaran-ajaran yang terbagi dalam sub-sub bagian, yang salah satunya yang akan kita bahas pada makalah ini yaitu Aqidah Akhlak.
Aqidah adalah bentuk jamak dari kata Aqaid yaitu beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak tercampur sedikitpun dengan keragu-raguan. Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara mudah oleh manusia berdasarkan akal, wahyu (yang didengar) dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan dalam hati dan menolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.
Aqidah dalam Al-Qur’an dapat di jabarkan dalam surat (Al-Maidah, 5:15-16)
Ÿ@÷dr'¯»tƒ É=»tGÅ6ø9$# ôs% öNà2uä!$y_ $oYä9qßu ÚúÎiüt7ムöNä3s9 #ZŽÏWŸ2 $£JÏiB öNçFYà2 šcqàÿøƒéB z`ÏB É=»tGÅ6ø9$# (#qàÿ÷ètƒur Ætã 9ŽÏVŸ2 4 ôs% Nà2uä!%y` šÆÏiB «!$# ÖqçR Ò=»tGÅ2ur ÑúüÎ7B ÇÊÎÈ   Ïôgtƒ ÏmÎ/ ª!$# ÇÆtB yìt7©?$# ¼çmtRºuqôÊÍ Ÿ@ç7ß ÉO»n=¡¡9$# Nßgã_̍÷ãƒur z`ÏiB ÏM»yJè=à9$# n<Î) ÍqY9$# ¾ÏmÏRøŒÎ*Î/ óOÎgƒÏôgtƒur 4n<Î) :ÞºuŽÅÀ 5OŠÉ)tGó¡B ÇÊÏÈ 
Artinya:
Hai ahli Kitab, Sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al kitab yang kamu sembunyi kan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan.Dengan kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus
Akhlak berasal dari kata “akhlaq” yang merupakan jama’ dari “khulqu” dari bahasa Arab yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab. Akhlak itu terbagi dua yaitu Akhlak yang Mulia atau Akhlak yang Terpuji (Al-Akhlakul Mahmudah) dan Akhlak yang Buruk atau Akhlak yang Tercela (Al-Ahklakul Mazmumah).
Akhlak yang mulia, menurut Imam Ghazali ada 4 perkara; yaitu bijaksana, memelihara diri dari sesuatu yang tidak baik, keberanian (menundukkan kekuatan hawa nafsu) dan bersifat adil. Jelasnya, ia merangkumi sifat-sifat seperti berbakti pada keluarga dan negara, hidup bermasyarakat dan bersilaturahim, berani mempertahankan agama, senantiasa bersyukur dan berterima kasih, sabar dan rida dengan kesengsaraan, berbicara benar dan sebagainya. Masyarakat dan bangsa yang memiliki akhlak mulia adalah penggerak ke arah pembinaan tamadun dan kejayaan yang diridai oleh Allah Subhanahu Wataala. Seperti kata pepatah seorang penyair Mesir, Syauqi Bei: "Hanya saja bangsa itu kekal selama berakhlak. Bila akhlaknya telah lenyap, maka lenyap pulalah bangsa itu".[12]
Mata pelajaran aqidah akhlak adalah sub mata pelajaran pada jenjang pendidikan dasar yang membahas ajaran agama Islam dalam segi aqidah dan akhlak. Mata pelajaran aqidah akhlak juga merupakan bagian dari mata pelajaran pendidikan agama Islam yang memberikan bimbingan kepada siswa agar memahami, menghayati, meyakini kebenaran ajaran Islam serta bersedia mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
b.      Tujuan Dan Fungsi Akidah Akhlak
Aqidah Akhlak sebagai kebenaran merupakan landasan keyakinan bagi seorang muslim akan memiliki fungsi dan peranan yang sangat besar dalam hidupnya. Bidang situdi aqidah akhlak bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji, melalui pemberian dan pemupukkan pengetahuan, penghayatan, pengalaman peserta didik tentang aqidah dan akhlak Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt, serta berakhak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Di dalam bidang studi aqidah akhlak fungsinya adalah:
a.       Penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan didunia dan akhirat
b.      Pengembangan keimanan dan ketakawaan kepada Allah swt., serta akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin yang mulai ditanamkan dilingkungan keluarga
c.       Penyesuaian mental dan peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui aqidah akhlak
d.      Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
e.       Mencegah peserta didik dari hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya asing yang akan dihadapinya sehari-sehari
f.       Pengajaran tentang informasi dan pengetahuan keimanan dan akhlak
Penyaluran peserta didik untuk mendalami aqidah akhlak pada jenjang pendidikan yang lebih penting. [13]
c.       Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Dalam dunia pendidikan, kurikulum menjadi bagian yang sangat penting bagi keberhasilan maupun kegagalan pendidikan disegala level, baik dalam level pendidikan dasar, pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi. Kegagalan mengkonstruk kurikulum yang transformatif, inovatif dan acceptable dengan kebutuhan pendidikan akan berakibat pada keberhasilan pendidikan. Sebaliknya, kegagalan memformulasikan kurikulum akan berakibat sulitnya mencapai hasil pendidikan yang maksimal.
Sebagaimana telah dipahami bahwasanya kurikulum berasal dari bahasa latin “curriculum” yang menunjuk pada sejumlah courses atau mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah.[14] Dalam dunia atletik kurikulum memiliki makna dasar “suatu jarak perlombaan yang harus ditempuh oleh seorang pelari”.[15] Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas kurikulum memiliki makna yang sangat beragam.
Pengertian kurikulum secara tradisional ini dipandang memiliki banyak sekali kelemahan-kelemahan bila di implementasikan dalam proses pendidikan. Kelemahan tersebut diakibatkan oleh batasan kurikulum yang hanya berkutat pada sejumlah mata pelajaran. Hamid Syarif misalnya, mencatat beberapa kelemahan cukup signifikan implementasi kurikulum konvensional dalam kelangsungan program pendidikan di sekolah. Berangkat dari analisis Arieh Levy yang menyatakan bahwa kurikulum konvensional tidak lebih mencerminkan segebok daftar singkat mengenai sasaran dan isi pendidikan yang diajarkan disekolah atau program silabus atau pokok bahasan yang diajarkan, maka pelaksanaanya hanya akan melahirkan implikasiimplikasi tidak menguntungkan.[16]
Pertama lembaga pendidikan hanya mengkhususkan diri untuk memberikan mata pelajaran yang diberikan kepada seluruh siswa.
Kedua, pengajar, pendidik atau guru memiliki kewenanagan sepenuhnya untuk menyajikan dan mengolah mata pelajaran yang telah ditentukan didalam ruang kelas.
Ketiga, penyampaian mata pelajaran dialokasi dengan waktu yang sudah paten selama pelajaran berlangsung didalam kelas.
Keempat, mata pelajaran hanya semata-mata bersumber dari guru dan buku pedoman sebagai pegangan utama.
Kelima, mata pelajaran hanya disajikan didalam kelas sebagai kegiatan intra-kurikuler.
Keenam, jika seluruh bahan dalam sekumpulan mata pelajaran sudah selesai disampaiakan maka murid menempuh ujian.
Ketujuh, jika murid telah menempuh ujian maka akan mendapat kelulusan dan memperoleh ijazah.
Pengertian kurikulum (tradisional) diatas membawa implikasi terhadap program sekolah yang bersifat sangat formal dan terbatas pada kegiatankegiatan di dalam kelas. Guru sebagai pemegang mata pelajaran mempunyai kewenangan yang sangat menentukan dalam proses belajar mengajar, sehingga murid menjadi objek yang pasif. Guru dibantu dengan buku pedoman menjadi sumber utama dalam pencarian kebenaran dan pengalaman. Bahan pelajaran yang disajikan kepada murid sangat menitik beratkan pada mata pelajaran (subject matter oriented).[17]
Dari beberapa pengertian kurikulum di atas dapat disimpulkan bahwasanya kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik.
Adapun Pendidikan Agama Islam merupakan usaha bimbingan yang ditujukan untuk mencapai keseimbangan jasmani dan rohani menurut ajaran Islam, untuk mengarahkan dan mengubah tingkah laku, untuk mencapai pertumbuhan kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam dalam proses kependidikan melalui latihan-latihan kecerdasan, kejiwaan, keyakinan, kemauan dan persamaan dalam seluruh aspek kehidupan manusia.
Salah satu komponen operasional pendidikan Islam adalah kurikulum, ia mengandung materi yang diajarkan secara sistematis dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pada hakekatnya antara materi dan kurikulum mengandung arti sama, yaitu bahan-bahan pelajaran yang disajikan dalam proses kependidikan dalam suatu system institusional pendidikan.
Materi-materi yang diuraikan dalam Al-quran menjadi bahan-bahan pokok pelajaran yang disajikan dalam proses pendidikan islam, formal maupun non formal. Oleh karena itu, materi pendidikan Islam yang bersumber dari Al-quran harus dipahami, dihayati, diyakini, dan diamalkan dalam kehidupan umat Islam.
Dengan mempelajari ilmu agama anak didik diharapkan lebih dekat kepada Allah dan dengan melalui ilmu pengetahuan yang lainnya anak didik akan mendapatkan kesejahteraan, kemajuan hidup duniawi yang menjadi bekal hidup akhiratnya. Ilmu-ilmu pengetahuan itu menurut pandangan Islam, tidak terlepas hubungannya dengan ilmu-ilmu Allah. Oleh karena itu, orang yang berilmu pengetahuan akan mampu mengenal Allah sesuai dengan prinsip-prinsip pendekatan disiplin keilmuanya masing-masing. Semuanya akan mengalir kea rah Yang Maha Esa sebagai sumber segala ilmu.[18]
H..M Arifin berpendapat bahwa pendidikan Islam merupakan bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya ajaran semua Islam.[19]
Pengertian di atas jelas bahwa pendidikan Islam berupaya menanamkan takwa dan akhlak kepada anak didik agar membentuk manusia yang berpribadi dan berbudi pekerti luhur menurut ajaran Islam.
Prof. Dr. Muhammad Athiyah Al-Abrosy menyatakan bahwa prinsip umum pendidikan Islam adalah mengembangkan berfikir bebas dan mandiri serta demokratis dengan memperhatikan kecenderungan peserta didik secara individu yang menyangkut aspek kecerdasan akal, dan bakat dengan dititik  beratkan pada pengembangan ahlak.[20]
Pengertian pendidikan Islam di atas berupaya mengembangkan anak sesuai dengan akal dan bakat dengan bimbingan dan dengan dorongan yang dititik beratkan pada pengembangan ahlak.Sedangkan menurut Muhammad Fadil Al-Jamaly pendidikan Islam adalah upaya mengembangkan, mendorong, serta mengajak manusia lebih maju berlandaskan nilai-nilia yang tinggi dan kehidupan yang mulia sehingga terbentuk pribadi yang sempurna baik yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan.[21]
Pengertian di atas menjelaskan bahwa pendidikan Islam berupaya mengembangkan potensi manusia baik dari sisi kognitif, afektif maupun psikomotorik sebagai satu kesatuan yang utuh dengan berlandaskan nilai-nilai Islam sehingga diharapkan manusia bisa menghadapi masa depan yang akan dihadapi dengan kemampuan yang telah dimiliki.
Berbagai pengertian di atas menunjukkan beragamnya pendapat para ahli. Namun memiliki kesamaan yang mendasar sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah usaha sadar yang dilakukan oleh orang yang lebih dewasa untuk mengarahkan, membimbing dan mengembangkan seluruh potensi anak didik agar berkembang lebih maju demi tercapainya pribadi yang dewasa, mandiri da lebih sempurna dengan berlandaskan nilai-nilai yang bersumber dari Al-Quran dan Sunah untuk mencapai kebahagiaan yang akan datang.
B.     Dasar dan tujuan Pendidikan Islam
1.      Dasar Pendidikan Islam
Dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam harus merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan pada aktivitas yang dicita-citakan. Nilai yang terkandung harus mencerminkan nilai yang universal yang dapat dikonsumsikan untuk seluruh aspek kehidupan manusia serta merupakan standar nilai yang dapat mengevaluasi kegiatan selama ini berjalan.[22]
Dasar pendidikan Islam pada garis besarnya ada dua yaitu Al-Quran dan As-Sunah yang dapat dikembangkan dengan ijtihad.[23]
Dr. Said Ismail berpendapat bahwa dasar ideal pendidikan Islam terdiri atas enam macam yaitu ; (1) Al-Quran, (2) Sunah Nabi, (3) Kata-kata sahabat, (4) Kemasyarakatan umat (sosial), (5) Nilai-nilai dan adat kebiasaan masyarakat dan (6) Hasil pemikiran para pemikir Islam.[24]
Menurut Prof. Hasan Langgulung dasar operasional pendidikan terbagi menjadi enam macam :
1.      Dasar historis, yaitu dasar yang memberikan persiapan kepada anak didik dengan hasil-hasil pengalaman masa lalu, undang-undang dan peraturannya, batas-batas dan kekurangannya.
2.      Dasar sosial, yaitu dasar yang memberikan kerangka budaya pendidikannya itu bertolak dan bergerak seperti memindah budaya, memilih dan mengembangkannya.
3.      Dasar ekonomi, yaitu dasra yang memberi perspektif tentang potensi-potensi manusia dan keuangan materi dan persiapan yang mengatur sumber-sumbernya dan tanggung jawabnya terhadap pembelanjaan.
4.      Dasar politik dan administrasi, yaitu dasar yang memberi bingkai ideologi dasar yang digunakan sebagai tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah dibuat.
5.      Dasar psikologis, yaitu dasar yang memberi informasi tentang watak pelajar-pelajar, guru-guru cara-cara terbaik dalam praktek pencapaian dan penilaian dan pengukuran secara bimbingan.
6.      dasar filosofis, yaitu dasar yang memberi kemampua memilih yang terbaik memberi arah suatu sistem, mengontrol dan memberi arah kepada semua dasar-dasar operasional lainnya.[25]
Dasar- dasar pendidikan di atas menjadikan pendidikan Islam tetap mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik, dan dasar ini pula yang menjadi salah satu acuan dalam penentuan tujuan pendidikan Islam.
2.      Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan merupakan salah satu faktor yang harus selalu ada dalam setiap aktifitas pendidikan, termasuk pendidikan Islam, disamping itu tujuan juga merupakan pedoman bagi suatu kegiatan yang akan dikerjakannya. Dengan tujuan yang jelas kegiatan pendidikan akan efektif dan efisien dan akan terfokus dengan apa yang kita citi-citakan. Hal di atas menunjukkan pentingnya tujuan pendidikan Islam.
Adapun  akan  penulis paparkan berbagai  rumusan tujuan pendidikan Islam :
Menurut DR. Moh. Fadhil Al-Jamaly tujuan pendidikan Islam ialah menenemkan kesadaran dalam diri manusia terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah, dan kesadaran selaku anggota masyarakat yang harus memiliki rasa tanggung jawab sosial terhadap pembinaan masyarakatnya serta menanamkan kemampuan manusia untuk mengelola, memanfaatkan alam sekitar ciptaan Allah bagi kepentingan kesejahteraan manusia dan kegiatan ibadahnya kepada khalik pencipta alam itu sendiri.[26]
M. Fadhil Al-Jamaly dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam di atas menggambarkan bahwa pendidikan Islam berusaha mengembangkan potensi yang ada pada manusia, hal ini terlihat dengan mengajak manusia mengenal dan mempelajari lingkungan baik dirinya, masyarakat maupun alam sehingga diperlukan kemampuan agar dapat mengelola dan menguasainya untuk mencapai kebahagiaan hidup dengan maksud beribadah kepada Allah SWT.
Sedangkan menurut hasil rumusan konferensi dunia pertama tentang pendidikan Islam yang diadakan di Makkah tahun 1977 : “ Penididikan seharusnya mencapai pertumbuhan yang seimbang dalam kepribadian manusia secara total melalui latihan semangat, intelek, rasional diri, perasaan dan kepekaan rasa tubuh. Karena itu, pendidikan seharusnya memberikan jalan bagi pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya secara spiritual, intelektual, imajinatif, fisikal, ilmiah, linguistik baik secara individual maupun secara kolektif disamping memotivasi semua aspek tersebut ke arah kebaikan dan kesempurnaan.[27]
Rumusan di atas menggambarkan bahwa tujuan pendidikan Islam berusaha menumbuhkan berbagai aspek yang ada pada manusia dengan potensi yang dimiliki agar mencapai pertumbuhan yang seimbang dan sempurna.
Ali Ashraf menawarkan tujuan pendidikan Islam dengan terwujudnya penyerahan mutlak kepada Allah SWT pada tingkat individu, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya.
Sedangkan tujuan khusus pendidikan Islam menurut Ali Ashraf adalah :
1.        Mengembangkan wawasan spiritual yang semakin mendalam, serta mengembangkan pemahaman rasional mengenai Islam dalam konteks kehidupan modern.
2.        Membekali anak muda dengan berbagai pengetahuan dan kebajikan baik pengetahuan praktis, kekuasaan, kesejahteraan, lingkungan sosial dan pembangunan nasional.
3.        Mengembangkan kemampuan pada diri anak didik untuk menghargai dan membenarkan superioritas komparatif kebudayaan dan peradaban Islami di atas semua kebudayaan lain.
4.        Memperbaiki dorongan emosi melalui pengalaman imajinatif sehingga kemampuan kretif dapat berkembang dan berfungsi mengetahui norma-norma Islam yang benar dan yang salah.
5.        Membantu anak yang sedang tumbuh dan belajar berfikir secara logis dan membimbing proses pemikiran dengan berpijak pada hipoteses dan konsep-konsep tentanag pengetahuan yang dituntut.
6.        Mengembangkan wawasan relational dan lingkungan sebagaimana yang dicita-citakan dalam Islam, dengan melatih kebiasaan yang baik.
7.        Mengembangkan, menghaluskan dan memperdalam kemampuan berkomunikasi dalam bahasa tulis dan bahasa lisan.[28]
Dari tujuan yang ditawarkan Ali Ashraf di atas pendidikan Islam tidak lain bertujuan untuk mengembangkan potensi dan kemampuan yang ada dalam diri si anak didik baik spiritual, emosi, komunikasi, kecerdasan, sosial dan kepercayaan dirinya sehingga terwujud penyerahan mutlak pada Allah SWT.
Jadi tujuan pendidikan dari berbagai rumusan di atas bahwa potensi kecerdasan merupakan kemampuan yang perlu diperhatikan disamping kemampuan yang lain. Oleh karena itu dibutuhkan suatu langkah dan strategi yang melibatkan banyak faktor.
C.    Faktor-faktor Pendidikan Islam
Pencapaian tujuan pendidikan Islam dibutuhkan suatu langkah dan strategi yang melibatkan banyak faktor. Dimana faktor ini merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat terpisahkan dalam suatu sistem pendidikan Islam. Faktor-faktor pendidikan itu berupa tujuan, pendidik, anak didik, lingkungan dan faktor alat.
Penulis berpendapat bahwayang termasuk faktor-faktor pendidikan Islam tidak berbeda dengan faktor secara umum, karena yang membedakan antara pendidikan Islam dan pendidikan secara umum hanyalah terletak pada sumber-sumber yang mendasarinya. Sebagaimana Sutari Imam Barnadib dalam bukunya “Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis” menetapkan faktor-faktor dalam lima macam, yaitu :
a.       Faktor Tujuan
Tujuan merupakan sasaran yang hendak dicapai dan sekaligus merupakan  pedoman yang memberi arah bagi segala aktivitas yang dilaksanakan. Tujuan bisa menjadi motivasi yaitu pendorong dalam suatu proses yang menjadi terget tercapainya akan sesuatu.
b.      Faktor Pendidik
Pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan seluruh potensi afektif, kognitif, dan psikomotorik.[29]
Pendidik yang penulis maksud sesuai dengan penegasan istilah didepan yaitu orangtua. Orang tua adalah orang dewasa pertama yang memikul tanggung jawab pendidikan, karena orang tualah yang mengetahui karakteristik anak sejak usia awal.
c.       Faktor Anak Didik
Anak didik ialah seorang anak yang selalu mengalami perkembangan sejak terciptanya sampai meninggal dan mengalami perubahan-perubahan yang terjadi secara wajar.[30]
Anak yang penulis maksud adalah usia 6-12 tahun, pada masa ini anak sudah bersosialisasi dengan lingkungan. Pada masa ini orang tua perlu memperhatikan pendidikannya yang akan mempengaruhi di masa yang akan datang.
d.      Faktor Alat
Alat pendidikan adalah segala sesuatu yang secara langsung membantu terlaksananya tujuan pendidikan. Alat pendidikan dapat berujud benda konkrit dan non konkrit. Benda konkrit seperti buku, papan tulis, dan lain-lain, sedangkan non konkrit seperti nasehat, hukuman dan sebagainya
e.       Faktor Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar anak didik baik berupa benda-benda, peristiwa-peristiwa yangterjadi maupun kondisi masyarakat terutama yang dapat memberikan pengaruh kuat kepada anak yaitu lingkungan dimana proses pendidikan berlangsung dan lingkungan dimana anak-anak bergaul sehari-harinya.
Beberapa ahli membagi lingkungan menjadi tida bagian yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga lingkungan ini merupakan satu kesatuan yang tak boleh dipisahkan, hal ini karena ketiganya berpengaruh terhadap perkembangan anak didik menuju ke arah kedewasaan jasmani dan rohani.
Pengaruh lingkungan terhadap anak didik dapat positip dapat pula negatif. Positif apabila dapat memberikan dorongan terhadap keberhasilan   proses pendidikan, sedangkan pengaruh negatif apabila lingkungan menghambat keberhasilan proses pembentukan Karakter Siswa.
Secara bahasa karakter berasal dari bahasa Yunani yaitu charassein yang artinya mengukir.[31] Sifat utama ukiran adalah melekat kuat di atas benda yang diukir. Tidak mudah usang tertelan waktu atau aus terkena gesekan. Menghilangkan ukuran sama saja dengan menghilangkan benda yang diukir itu. Sebab, ukiran melekat dan menyatu dengan bendanya. Ini berbeda dengan gambar atau tulisan tinta yang hanya disapukan di atas permukaan benda. Karena itulah, sifatnya juga berbeda dengan ukiran, terutama dalam hal ketahanan dan kekuatannya dalam menghadapi tantangan waktu.
Jadi yang dimaksud dengan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Allah SWT, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehinggan menjadi manusia insan kamil.
Sedangkan pengertian dari Karakter sendiri adalah nilai-nilai yang melandasi perilaku manusia berdasarkan norma agama, kebudayaan, hukum/konstitusi, adat istiadat, dan estetika.
Pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil. Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan symbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan cirri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di masyarakat luas.[32]
Jika karakter merupakan seratus persen turunan dari orang tua, tentu saja karakter tidak bisa dibentuk. Ia merupakan bawaan lahir seseorang. Namun, jika gen hanyalah salah satu faktor pembentuk karakter bisa dibentuk semenjak anak lahir. Orang tualah yang akan memiliki peluang paling besar dalam pembentukan karakter anak. Orang tua di sini bisa dimaknai secara genetis, yakni orang tua kandung, atau orang tua dalam arti yang lebih luas, seperti orang-orang dewasa yang berada di sekeliling anak dan memberikan peran yang berarti dalam kehidupan anak. Dalam bebagai literatur, kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang yang didahului oleh kesadaran dan pemahaman akan menjadi karakter seseorang. Gen hanya merupakan salah satu faktor penentu saja. Namun, jangan pula meremehkan faktor genetis ini. Meskipun ia bukan satu-satunya penentu, ia adalah penentu pertama yang melekat pada diri anak.
Dalam Islam, faktor genetis ini juga diakui keberadaanya. Salah satu contohnya adalah pengakuan Islam tentang alasan memilih calon istri atas dasar faktor keturunan. Rasul pernah bersabda yang intinya menyebutkanbahwa kebanyakan orang menikahi seorang wanita karena faktor rupa, harta, keturunan, dan agama.
Meskipun Islam mengatakan bahwa yang terbaik adalah menikahi wanita karena pertimbangan agamanya. Namun tetap saja bahwa Islam mengakui adanya kecenderungan bahwa orang menikah karena ketiga faktor selain agama itu. Salah satunya adalah keturunan. Boleh jadi orang yang menikahi wanita karena pertimbangan keturunan disebabkan oleh adanya keinginan memperoleh kedudukan dan kehormatan sebagaimana orang tua si perempuan. Atau bisa juga karena ingin memiliki keturunan yang mewarisi sifat-sifat khas orang tua istrinya.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berangkat dari arti penting pendidikan ini, Karnadi Hasan memandang bahwa pendidikan bagi masyarakat dipandang sebagai “Human investment” yang berarti secara historis dan filosofis, pendidikan telah ikut mewarnai dan menjadi landasan moral dan etik dalam proses humanisasi dan pemberdayaan jati diri bangsa
 Merujuk dari pemikiran tersebut, Pendidikan adalah rajat hidup bagi setiap manusia. Karena kita sadari bahwa tidak ada seorangpun yang lahir di dunia ini dalam keadaan pandai (berilmu). Hal ini membuktikan bahwa segala sesuatu di dunia ini merupakan proses berkelanjutan yang tidak asal jadi seperti bayangan dan impian kita. Berkaitan adanya proses tersebut, penciptaan manusia oleh Allah SWT juga tidaklah sekali jadi.
Ada proses penciptaan (khalq), proses penyempurnaan (taswiyyah), dengan cara memberikan ukuran atau hukum tertentu (taqdir), dan juga di berikannya petunjuk (hidayah). Dengan demikian menurut Sunnatullah manusia sangat terbuka kemungkinannya untuk mengembangkan segala potensi yang dia miliki melalui bimbingan dan tuntunan yang tearah, teratur serta berkesinambungan  yang semuanya merupakan proses dalam rangka penyempurnaan manusia (insan kamil) yang nantinya dapat memenuhi tugas dari kejadiannya yaitu sebagai Khalifah Fil Ardl.
Pendidikan pada hakikatnya adalah “usaha sadar membudayakan manusia atau memanusiakan manusia. Manusia itu sendiri adalah pribadi yang utuh dan pribadi yang kompleks sehingga sulit dipelajari secara tuntas”. Oleh karena itu, masalah pendidikan tidak akan pernah selesai, sebab hakikat manusia itu sendiri selalu berkembang mengikuti dinamika kehidupannya. Pendidikan adalah usaha sadar bertujuan, namun tidaklah berarti pendidikan harus berjalan secara konvensional dan tradisional.
Sedangkan dalam GBPP SLTP 1994, Pendidikan Agama Islam didefinisikan sebagai: Usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati orang lain dalam hubungan kerukunan antara umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
Dalam bukunya tentang Reorientasi Pendidikan Islam, A. Malik Fajar mengatakan bahwa: "Pendidikan adalah salah satu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkan berfungsinya secara kuat dalam kehidupan bermasyarakat".
Dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam harus merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan pada aktivitas yang dicita-citakan. Nilai yang terkandung harus mencerminkan nilai yang universal yang dapat dikonsumsikan untuk seluruh aspek kehidupan manusia serta merupakan standar nilai yang dapat mengevaluasi kegiatan selama ini berjalan.
Dasar pendidikan Islam pada garis besarnya ada dua yaitu Al-Quran dan As-Sunah yang dapat dikembangkan dengan ijtihad. Sebagaimana Sutari Imam Barnadib dalam bukunya “Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis” menetapkan faktor-faktor dalam lima macam, yaitu :
a.       Faktor Tujuan
b.      Faktor Pendidik
c.       Faktor Anak Didik
d.      Faktor Alat
e.       Faktor Lingkungan

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam, Kaidah- Kaidah Dasar : Bandung, Remaja Rosdakarya, 1992
Abu Tauhid, Beberapa Aspek Pendidikan Islam : Yogyakarta, Sekretaris Ketua Jurusan Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga, 1990
Adnan Hasan Sholeh Baharits, Tanggung Jawab Ayah Terhadap Anak Laki-Laki : Jakarta, Gema Insani, 1996
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif  Islam : Bandung, Remaja Rosdakarya, 1992
Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam: Jakarta, Firdaus, 1998
Al-Khafiz Abi Abdillah Muh. Bin Yazid Sunan Ibnu Majah, Beirut, Dar Alfikr, tth.
Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum Dan Perkembangan: Jakarta, Pedoman Ilmu Jaya, 1993
Ali Sulaiman, Anak Berbakat Bagaimana Cara Mengetahiu Dan Membinanya : Jakarta, Gema Insani, 2001
Asnelly Ilyas, Mendambakan Anak Shaleh, Prinsip-Prinsip Pendidikan Anak Dalam Islam : Bandung, Mizan, 1998
Athiyah Al-Abrasy, Dasar Pokok Pendidikan Islam, Alih Bahasa Prof. H.Bustami: Jakarta, Bulan Bintang, 1970
_______________ , Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam : Yogyakarta, Titian Illahi Press, 1996
Departemen Agama, Al-quran dan Terjemahannya, Surabaya, Surya Cipta Aksara, 1993
Departemen Agama, Kendali Mutu,Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,2001
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia : Jakarta, Balai Pustaka, 1989
Dzakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam : Jakarta, Bumi Aksara, 1992
_____________, Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah : Jakarta, Ruhama, 1995
Freeman, Joan, Utami Munandar, Cerdas Dan Cemerlang: Jakarta, Pustaka  Utama, 2001
Fuaduddin Tim, Pengasuhan Anak Dalam Keluarga Islam : Jakarta, kerjasama Lembaga Kajian Agama Dan Jender Dengan Solidaritas Perempuan Dan The Asia Foundation, 1999
Hasan,  Karnadi “Konsep Pedidikan Jawa”, dalam : Jurnal Dinamika islam dan Budaya Jawa, No 3 tahun 2000, Pusat Pengkajian Islam Strategis, IAIN Walisongo, 2000
Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam : Bandung, Al-Ma’arif, 1995
_______________, Asas-Asas Pendidikan Islam : Jakarta, Pustaka Al-Husna, 1989
Imam Bamawi, Segi-Segi Pendidikan Islam : Surabaya, Al-Ikhlas, 1987
Imam Al-Ghazali Ihya Ulumudin/Ihya Al-Ghazali, Jilid I, Terjemahan Ismail Ya’kup
Irwanto Dkk, Psikologi Umum : Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1977
Khoiriyah Husein Thoha, Konsep Ibu Teladan : Surabaya, Risalah Gusti, 1992
Ma’ruf  Zurayk, Aku Dan Anakku, Bimbingan Praktis Mendidik Anak Menuju  Remaja : Bandung, Al-Bayan, 1998
Muhaimain Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam : Bandung, Trigenda Karya, 1993
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam : Jakarta, Bumi Aksara, 1993
________, Ilmu Pendidikan Islam: Jakarta, Bumi Aksara, 1991
M. Fadhil Al-Jamali, Filsafat Pendidikan IslamDalam Al-Quran : Surabaya, Bina  Ilmu, 1986
M. Nipan Abdul Halim, Anak Sholeh Dambaan Keluarga : Yogyakarta, Mitra Pustaka, 2000
Mukhtar Yahya, Pertumbuhan Akal dan Pemanfaatan Naluri Kanak-Kanak : Jakarta, Bulan Bintang, 1970
Sakuntala Devi, Bangunkan Kejeniusan Anak Anda : Bandung, Yayasan Nuansa Cendekia, 2002
Saifudin Azwar, Pengantar Psikologi Intelegensi : Yogyakarta, Pustaka Utama, 2002
Samsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja : Bandung, Remaja Rosdakarya, 2002
S.C Utami Munandar, Perkembangan Bakat Dan Kreativitas Anak Sekolah, Petunjuk Orang Tua : Jakarta, Gramedia Widia Sarana Indonesia, 1992
Soemantri Patmono Dewo, Pendidikan Anak Pra Sekolah : Jakarta, Rineka Cipta, 2000
Suhartin Cirtoroso, Serba-Serbi Pendidikan : Jakarta, Karya Aksara, 1983
Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematik : Yogyakarta, Andi Offset, 1995
Sutratinah Tirtonegoro, Anak Supernormal Dan Program Pendidikannya : Jakarta,  Bina Aksara, 1984
Sutrisno Hadi, Metodologi Research : Yogyakarta, Gajah Mada University, 1975
Syahminan Zaini, Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 1986
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed.2 : Jakarta, Balai Pustaka, 1995
Toni Setia Budhi, Hardywioto, SKM, Ed, Anak Unggul Berotak Prima : Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2002
Wasti Soemanto, Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pimpinan Pendidikan : Jakarta, Rineka Cipta, 1998
Winarno Surachmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar : Bandung, Tarsito, 1985
________________, Pengantar Penelitian Ilmiah (Dasar Metode Tehnik) : Bandung, Tarsito, 1990
Yunus Al-Muhdor, Ummi Maslamah Royes, Kehidupan Orang-Orang Shaleh, Semarang, CV Asy-Syifa, 1992



[1] Nana Sudjana, CBSA Dalam Proses Belajar-Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1996), h. 1.
[2] Departemen Agama, Kendali Mutu,Pendidikan Agama Islam (Jakarta : Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,2001), h.  10
[3]Karnadi Hasan “Konsep Pedidikan Jawa”, dalam : Jurnal Dinamika islam dan Budaya Jawa, No 3 tahun 2000, Pusat Pengkajian Islam Strategis, IAIN Walisongo, 2000,  h. 29.
[4] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran Teori Praktek Pengembangan KTSP (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 8
[5] Nasution, Kurikulum dan Pengajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h.  5.
[6] Mochtar Bukhori, Spektrum Problematika Pendidikan di Indonesia, (Yogyakarta: tiara Tiara Wacana, 1994), h.  244.
[7] Mochtar Bukhori, Spektrum Problematika Pendidikan di Indonesia, (Yogyakarta: tiara Tiara Wacana, 1994),  h. 271.
[8] Marwan Saridjo, Bunga Rampai Pendidikan Islam, (Jakarta: Amissco, 1996), h. 37
[9] Depdiknas, Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMA /MA, (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2006), h. 3
[10] A. Malik Fajar,  Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Fajar Dunia, 1999), h. 27
[11] Ahmad Munjin & Lilik Nur Kholidah, Metode dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009), h.  4.
[12] http://mediasauna.multiply.com/journal/item/8
[13] Vembriarto, Kapita Selekta Pendidikan; Jilid 1, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), 34
[14] Nasution, Pengembangan Kurikulum, (Bandung; PT Aditya Bakti, 1993), h. 9
[15] Hamid Syarif, Pengembangan Kurikulum, (Surabaya; PT Bina Ilmu, 1996), h. 3.
[16] Hamid Syarif, Pengembangan Kurikulum,  h. 14
[17] Hamid Syarif, Pengembangan Kurikulum, h. 5
[18] H.M Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), h. 135-140
[19] H.M Arifin, Ilmu pendidikan Islam, h. 41
[20] Athiyah Al-abrasy, Dasar Pokok Pendidikan Islam, alih bahasa, Prof. H. Bustami, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), h. 165
[21] Muhammad Fadhil Al-Jamaly, Filsafat Pendidikan Dalam Al-Qur’an, (Surabaya: Bina Ilmu 1986), h. 3
[22] Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung : Trigenda Karya, 1993 ), h. 144
[23] Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 19
[24] Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran TentangPendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1995), h. 35
[25] Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: PustakaAl-husna, 1988), h. 9-12
[26] H.M Arifin Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1993 ), h. 133
[27] Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam (Jakarta : Firdaus, 1989 ), h. 25
[28] Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, h. 130-133
[29] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,1992), h. 74-75
[30] Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yogyakarta: Andi Offset, 1995), h. 79.
[31] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2007), h. 10-14.
[32] Workshop, Pendidikan Karakter, (Surabaya: Gedung YP. Al Islah, 2010), h. 3


EmoticonEmoticon